GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

ARTIKEL INI DITULIS OLEH SEORANG PENULIS YANG HEBAT= Menyembah Ka’bah (VERSI LENGKAP 1 SAMPAI 5)

Written By Situs Baginda Ery (New) on Selasa, 16 Juli 2013 | 23.17

http://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/kabah-di-masjidil-haram-makkah-arab-saudi-selasa-_121024122905-989.jpg
Syukur alhamdulillah di pagi Jum’at yang penuh berkah dan karunia yang melimpah ini, saya berkesempatan menulis tulisan ini, tulisan yang sudah lama ingin saya tulis sebuah judul yang menarik untuk kita telaah dan kita renungi bersama. “Menyembah Ka’bah” adalah tulisan yang saya buat bersambung karena memang pembahasannya panjang dan tidak mungkin selesai dalam sekali menulis. Tulisan ini hendaknya dibaca secara perlahan, dengan pikiran terbuka untuk menerima perbedaan-perbedaan dan membaca sampai selesai sehingga tidak menimbulkan salah tafsir. Dalam tulisan yang akan anda baca bersambung ini akan saya uraikan tentang banyak hal yang berhubungan dengan hakikat dan makrifat. Menyembah Ka’bah adalah judul yang menarik untuk dijadikan bahan bacaan dan bahan renungan untuk kita semua.
Ka’bah adalah titik sentral ibadah seluruh ummat Islam di dunia. Ibadah apapun di dalam Islam menjadikan ka’bah sebagai pusatnya. Shalat sebagai ibadah wajib yang dilaksanakan 5 kali sehari, menghadapkan wajah mengarah kepada ka’bah yang ada di makkah. Ketika dikuburpun wajah seorang muslim dihadapkan kepada ka’bah. Begitu penting posisi ka’bah sebagai rumah Allah sehingga seluruh ibadah dianggap tidak sah apabila dilakukan tidak menghadap ka’bah.
Seluruh ummat Islam dalam melaksanakan shalat meskipun badan dan wajah dihadapkan kepada ka’bah sebagai syarat wajib, tapi seluruhnya sepakat bahwa kita tidak sekali-kali menyembah ka’bah, yang kita sembah adalah Allah pemilik dari ka’bah.
Ummat Islam menghadapkan wajah ke arah ka’bah adalah sebagai wasilah antara hamba dengan Tuhannya. Orang-orang yang menentang wasilah tanpa sadar dalam keseharian melakukan tawasul dalam beribadah kepada Allah.
Syahadat adalah Wasilah
Mengucapkan Kalimah Syahadah adalah syarat utama seseorang bisa disebut sebagai orang Islam, ini adalah pondasi, rukun Islam yang pertama. Syahadat terdiri dua kalimat, pertama mengakui Allah sebagai Tuhan dan kedua mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Kalau hanya mengakui Allah sebagai Tuhan dan tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul-Nya maka syahadatnya tidak sah. Kenapa?
Karena dari zaman jahiliyah sebelum muncul Islam, masyarakat di mekkah mengakui Allah sebagai Tuhan dari segala tuhan, dan mereka meyakini bahwa berhala yang mereka sembah adalah sebagai penghubung atau media bagi mereka untuk menyembah Allah. Nama-nama Allah seperti ar-Rahman, ar-Rahim dan lain-lain memang sudah dikenal di dalam masyarakat jahiliyah. Keterangan lengkap anda bisa telesuri dibeberapa karya yang membahas tentang masyarakat Arab Pra Islam, salah satunya ada di buku History of The Arabs karya Prof Philip K. Hitti.
Masyarakat jahiliyah tidak menolak Allah sebagai Tuhan, tapi mereka tidak mau menerima Muhammad sebagai utusan Allah, mereka lebih yakin kepada berhala-berhala yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali dengan Allah. Menyakini berhala sebagai penghubungan manusia dengan Allah inilah yang di sebut syirik, menyekutukan Allah karena memang tidak ada hubungan sedikitpun dengan Allah. Inilah wasilah yang dilarang di dalam agama.
Kalau orang mengaku bertauhid menyembah Tuhan Yang Esa tapi tidak mengenal yang disembah, dalam ibadah yang dilakukan hadir tuhan-tuhan lain, apakah itu masalah duniawi, harta, wajah manusia dan lain-lain itu sama dengan melakukan syirik tersembunyi, menyembah Allah tapi masih menyimpan berhala dalam pikiran dan hatinya.
Kalau kita menelusuri dengan teliti, diseluruh dunia sebenarnya tidak ada yang disembah manusia selain Tuhan, seluruh manusia menyembah Tuhan, menyembah suatu kekuatan di luar manusia yang mempunyai kemampuan tidak terbatas. Agama Majusi sekalipun yang konon katanya mereka menyambah api sebenarnya mereka tidak menyembah api. Bagi mereka api adalah simbol keabadian, memberikan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, api adalah anugerah dari Tuhan yang memberikan mereka nafas kehidupan. Api bisa juga mendatangkan bala atau kemurkaan bila digunakan dengan cara salah. Jadi mereka menghormati api dengan sebuah keyakinan itu ada hubungan dengan Tuhan, jadi mereka bukan menyembah api tapi menyembah Tuhan yang mereka yakini bisa terhubungan lewat api. Ini juga salah satu bentuk wasilah yang dilarang menurut Islam, karena api bukanlah Allah dan Allah juga bukan api, keduanya sangat berbeda.
Kalau kita lihat fokus ummat Islam kepada ka’bah dengan segala jenis ritual yang dilakukan, mungkin bisa jadi masyarakat non muslim akan menganggap ummat Islam menyembah ka’bah. Hal ini pernah dikemukan oleh salah seorang teman saya non muslim, dalam pandangannya ummat Islam dalam beribadah seperti menyembah ka’bah. Saya menjelaskan bahwa seluruh ummat Islam menyakini bahwa ka’bah adalah rumah Allah, karena itu seluruh ibadah difokuskan ke ka’bah sebagai wasilah ummat Islam, bukan menyembah ka’bah. Kalau kita  sedikit kritis maka ka’bah juga tidak bisa dijadikan sebagai wasilah karena ka’bah adalah buatan manusia. Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat terbatas dan terkurung.
Menarik kita telusuri dari pengalaman beberapa tokoh sufi ketika menunaikan ibadah haji, salah satunya adalah Mansur Al-Halaj. Ketika dia menunaikan ibadah haji pertama dia melihat ka’bah dan tidak menemukan Allah disana. Al-Halaj berkata, “Ibadah haji aku tidak sempurna, aku datang kemari bukan untuk menemui ka’bah tapi menemui pemiliknya”. Pada haji berikutnya, yang dia temui adalah ka’bah dan juga pemiliknya yaitu Allah swt. Kemudian dia berkata, “Haji aku masih belum sempurna, yang aku kemui Allah dan ka’bah”. Kemudian dilain kesempatan ketika dia menunaikan ibadah haji, yang dilihat hanya Allah, tidak ada selain itu termasuk ka’bah, baru dengan gembira dia berkata, “Sekarang barulah sempurna ibadah haji yang aku lakukan, aku tidak melihat apapun selain Allah”.
Pengalaman serupa bukan hanya dialami oleh Mansur Al-Halaj, tapi juga dialami oleh tokoh sufi yang lain yang intinya mereka menganggap ibadah haji nya tidak sempurna kalau mareka belum menjumpai Allah disana.
Guru Sufi mengatakan, “Ka’bah itu bukan tempat untuk dikurung Allah, Maha Suci Allah dalam segala sifat-sifat itu, ka’bah adalah sebagai simbol persatuan ummat Islam seluruh dunia, maka kesanalah kita menghadapkan wajah”. Jadi Allah tidak berada di ka’bah, itu hanya sebagai simbol persatuan, sebagai pemersatu ummat, semua meyakini itu sebagai rumah Allah.
Hamzah Fanshuri salah seorang penyair dan juga tokoh sufi pernah menulis, “Pergi ke makkah mencari Allah, pulang ke rumah bertemu Dia”. Pengalaman yang dialami oleh Hamzah Fanshuri sama dengan al-Halaj, dia tidak menemukan Allah di ka’bah. Hamzah Fanshuri menjumpai Allah yang adalah dalam “rumah” yaitu dalam dirinya sendiri. Kalau Allah telah dijumpai dalam diri maka dimanapun Dia bisa dijumpai.
Kalau di Indonesia, dirumah kita sendiri tidak pernah bisa menjumpai Allah, maka pergi ke ka’bah sekalipun tetap juga tidak bisa menjumpai Allah. Sama halnya dengan berenang, “Kalau di Jakarta tidak bisa berenang, maka disamudera atlantik juga tidak bisa karena berenangnya sama-sama di air”. Kalau di Jakarta atau ditempat kita tinggal bisa berenang, maka dimanapun bisa beranang karena kuncinya adalah berenang di air, selama tempatnya adalah air apakah dikolam, di sungai, danau bahkan samudera atlantik sekalipun tetap bisa berenang.
Kalau manusia tidak mengenal Allah di dalam dirinya, tidak mengenal Allah ketika masih hidup di dunia, maka di akhirat pun tetap Allah tidak dikenal karena Allah yang ada di dunia dengan akhirat adalah sama.
Saya sudahi dulu tulisan ini, setelah shalat Jum’at nanti akan saya lanjutkan lagi. Semoga Allah SWT selalu membimbing dan menuntun kita ke jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin ya Rabbal ‘Alamin 

bagian 2:
Kalau di Undang Oleh Allah, kenapa tidak berjumpa?

Menarik untuk dibahas, bahwa haji sebagai puncak ibadah ummat Islam, tempat seluruh manusia berkumpul, melaksanakan ibadah dengan satu tujuan agar bisa merasakan kedekatan dengan Allah, bisa berjumpa dengan Allah. Wukuf di Arafah bukan sekedar menunggu kekosongan, bukan menunggu waktu habis, tapi menunggu turun nur Allah SWT yang Maha Agung.

Kalau kita diundang oleh Bupati misalnya, yang membuat undangan bupati, di undang ke pendopo atau rumahnya, tentu bisa dipastikan kita akan berjumpa dengan bupati. Begitu juga kalau kita diundang oleh Presiden, yang membuat undangan presiden dan itu merupakan undangan resmi dan kita di undang ke istana negara, bisa dipastikan bahwa kita akan berjumpa dengan presiden. Kita tidak berjumpa dengan presiden ada kemungkinan undangan yang kita terima palsu, presiden tidak pernah mengundang kita atau kita tidak mengenal sama sekali sosok presiden.
Sama halnya dengan menunaikan ibadah haji menemui undangan Allah, berapa banyak di antara jamaah haji yang konon kabarnya memenui undangan Allah tapi tidak pernah berjumpa dengan Allah disana. Dimana salahnya?
Apakah undangan yang kita terima palsu atau kita tidak mengenal Allah sama sekali. Bisa jadi kedua-duanya benar. Orang yang memenuhi undangan Allah, datang sebagai tamu Allah di Baitullah tentu akan disambut oleh Allah dengan suka cita, Allah akan memperlakukan tamu-Nya dengan sangat baik. Permohonan para tamu akan dikabulkan sebagai wujud kasih dan sayang-Nya. Namun dari seluruh orang yang menunaikan ibadah haji, berapa orang yang benar-benar memiliki pengalaman berjumpa dengan Allah, berdialog dengan sang pemilik ka’bah, TUAN yang dituju oleh segenap hamba.
Seluruh orang yang datang menunaikan ibadah haji tentu saja akan disambut oleh Allah SWT tanpa kecuali. Tapi pertemuan dengan Allah antara satu dengan lainnya memiliki tingkatan yang berbeda. Sebagian merasakan Allah begitu dekat ketika mereka berdekatan dengan ka’bah, ketika mencium hajarul aswad atau ketika berada di padang arafah, mereka menangis merasakan kehadiran Allah. Perasaan itu yang sulit untuk dijelaskan tapi semua meyakini dan merasakan akan perasaan tersebut. Bagi yang sudah mencapai tahap makrifat kepada Allah, perasaan itu bukan sekedar perasaan tapi bisa berupa kepada pertemuan yang begitu di dambakan.
Harus di ingat bahwa Allah itu tidak berada di ka’bah, tidak berada di mesjid atau tempat suci lainnya di muka bumi, dia berada di hati hamba-Nya yang lembut dan tenang. Dia bersemayam dalam diri hamba yang dikasihi-Nya, disanalah Dia berada.
Kiblat ada 4
Tentang Kiblat atau arah pandangan dalam beribadah memiliki 4 tingkatan yang berbeda :
Kiblat Syariat adalah Ka’bah, kesana seluruh muslim menghadapkan wajah ketika beribadah.
Kiblat Tarikat adalah Qalbu, disamping menghadapkan wajah kepada ka’bah, seorang yang telah menekuni tarekat, menemukan metode untuk menyebut nama Allah, maka Qalbu menjadi kiblatnya, dari sana terpancar cahaya Allah yang terus menerus dirasakannya. Dalam Qalbu yang berada dalam dirinya tersebut dia menemuka Sang Maha Sempurna. Benar ucapan Rasulullah SAW, “Barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya”. Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, telah mengetahui letak Qalbunya, kemudian dari sana dia menyebut nama Allah maka dia telah mengenal Tuhannya secara perlahan-lahan.
Kiblat Hakikat adalah Mursyid. Disamping menghadapkan wajah kepada ka’bah sebagai syarat utama di dalam syariat dan merasakan getaran Ilahi di dalam Qalbu, maka seorang yang ingin memasuki alam hakikat wajib memiliki pembimbing rohani, wajib memfokuskan pandanganya kepada Mursyid yang membimbing rohaninya menuju kehadirat Allah SWT. Junaidi Al-Baghdadi berkata, “Makrifat kepada Guru Mursyid adalah mukadimah Makrifat kepada Allah”, mengenal Guru Mursyid adalah awal atau pembuka dalam mengenal Allah SWT.
Berzikir tanpa adanya pembimbing maka seseorang tidak akan sampai kepada alam hakikat, akan tersesat ditengah perjalanan. Abu Yazid mengingatkan akan bahaya orang yang menuntun ilmu hakikat tanpa memiliki guru, hanya dengan membaca atau mendengar.  “Barangsiapa yang menuntun ilmu tanpa memiliki Syekh, maka wajib setan Syekh nya”.
Guru dan Mursyid itu sebenarnya dua unsur yang terpisah, yang satu berhubungan dengan jasmani dan yang satu lagi berhubungan dengan rohani. Guru akan membimbing jasmani para murid, mengajarkan tentang kebaikan, memberikan arahan tentang tata cara ibadah yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Mursyid adalah pembimbing rohani murid. Mursyid adalah rohani Guru yang telah diberi izin oleh Guru sebelumnya dan jalur keguruannya bersambung sampai pada Rasulullah SAW sehingga hakikat izin yang diterima oleh Guru Mursyid adalah berasal dari Rasulullah langsung untuk membimbing ummat menuju kehadirat Allah swt. Mursyid ini sering disebut sebagai khalifah Rasul, yang melayani ummat dengan membimbing mereka secara zahir dan bathin.
Karena Guru dan Mursyid itu berkumpul dalam satu pribadi maka sering disebut dengan Guru Mursyid atau Syekh Mursyid. Guru Mursyid sudah pasti harus mempunyai kualitas seorang Wali Allah, dan seorang Wali Allah belum tentu mempunyai kualitas sebagai Mursyid, banyak Wali Allah yang ilmu diperolehnya bukan untuk disebarkan tapi cukup untuk diamalkan sendiri.
Imam al Ghazali berpendapat bahwa sangat penting bagi seseorang yang menempuh perjalan rohani mempunyai seorang Guru Mursyid yang membimbing agar tidak tersesat sebagaimana yang beliau kemukakan :
Di antara hal yang wajib bagi para salik yang menempuh jalan kebenaran adalah bahwa dia harus mempunyai seorang Mursyid dan pendidikan spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya, serta melenyapkan akhlak yang tercela. Yang dimaksud pendidikan di sini, hendaknya seorang pendidik spiritual menjadi seperti petani yang merawat tanamannya. Setiap kali melihat batu atau tumbuhan yang membahayakan tanamannya, maka dia langsung mencabut dan membuangnya. Dia juga selalu menyirami tanamannya agar dapat tumbuh dengan baik dan terawat, sehingga menjadi lebih baik dari tanaman lainnya. Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang salik harus mempunyai seorang mursyid. Sebab Allah mengutus para Rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke jalan lurus. Dan sebelum Rasulullah SAW`wafat, Beliau telah menetapkan para Khalifah sebagai wakil Beliau untuk menunjukkan manusia ke jalan Allah. Begitulah seterusnya, sampai hari kiamat. Oleh karena itu, seorang salik mutlak membutuhkan seorang Mursyid.
Tentang kriteria dan syarat Guru Mursyid serta pentingnya Guru Mursyid di dalam menempuh jalan kepada Allah serta dalil-dalil al-Qur’an dan Hadist yang menjelaskan panjang lebar tentang Mursyid bisa anda baca di 9 tulisan yang sudah pernah saya tulis di bawah ini :
Tentang Kiblat ke empat yang sangat penting untuk kita ketahui dan menjadi kunci dalam beribadah akan saya uraikan pada tulisan berikutnya. Silahkan anda baca dulu 9 tulisan di atas yang menjelaskan secara lengkap tentang Guru Mursyid dan Hakikat Ibadah. Semoga Allah senantiasa menuntun dan membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin.

bagian 3: 
Kiblat ke 4 adalah Allah. Syariat mengajarkan kita untuk menghadap kepada Ka’bah yang kita yakini sebagai Baitullah (Rumah Allah), kemudian setelah belajar metode mengenal Allah yaitu Tarekat maka diperkenalkan kepada kita Qalbu sebagai fokus dalam berzikir, kemudian ketika akan memasuki alam hakikat kita tidak boleh melupakan Mursyid yang wajahnya ada Nur Allah sehingga kita tidak bisa diperdaya oleh musuh semua manusia yaitu Setan. Atas bimbing Guru Mursyid itu kemudian kita mencapai tahap makrifat mengenal Allah SWT. Ketika telah mencapai tahap makrifat maka fokus kita bukan lagi kepada ka’bah, Qalbu ataupun Guru Mursyid akan tetapi langsung kepada Allah SWT.
Kalau kita lihat sekilas tidak ada perbedaan antara syariat, tarekat, hakikat dan makrifat karena memang ke 4 pilar Islam ini pada hakikatnya satu. Orang yang masih dalam tahap syariat atau sudah mencapai tahap makrifat cara beribadahnya sama, tidak ada beda sama sekali, yang membedakan hanya diketahui oleh masing-masing individu.
Nabi mengatakan, “Awaluddini Makrifatullah” artinya awal beragama itu mengenal Allah. Orang sudah bisa digolongkan kepada orang yang beragama kalau sudah mengenal Allah sudah mencapai tahap makrifat. Sebelum mencapai tahap makrifat maka orang masih dalam tahapan belajar agama belum termasuk orang yang sudah beragama.
Begitu pentingnya makrifat ini sehingga Rasulullah berulang kali mengingatkan kita dalam hadist-hadist Beliau. Orang yang tidak mencapai tahap makrifat, tidak mengenal Allah dengan baik maka segala ibadahnya akan tertolak.
Syahadat-nya akan tertolak, shalatnya akan tertolak, puasanya tidak diterima apalagi hajinya, semua ditolak oleh Allah.
Syahadat adalah ucapan atau sumpah kita untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Kita telah bersaksi artinya kita berani mengucapkan sumpah kalau kita telah menyaksikan apa yang kita ucapakan. Kita telah menyaksikan benar ada Dzat Allah yang Maha Agung, yang tidak serupa dengan makhluk sehingga dalam ibadah selanjutnya kita bisa membedakan mana Tuhan dan mana makhluk. Ini hal yang sangat pokok yang harus diketahui oleh segenap muslim diseluruh dunia agar ibadahnya tidak sia-sia.
Orang yang beribadah tidak mengenal Allah, tidak benar-benar bisa menyaksikan Wajah Allah yang Maha Agung maka selamanya kiblat dan sembahannya adalah ka’bah, sajadah atau dinding mesjid. Alangka ruginya ibadah yang dilakukan bertahun-tahun dalam jumlah yang begitu banyak ternyata di tolak oleh Allah.
Harus di ingat bahwa shalat adalah ibadah yang mempunyai kedudukan yang istimewa sehingga di akhirat nanti yang pertama sekali di periksa adalah shalat, kalau shalatnya tidak benar maka Allah tidak memeriksa ibadah yang lain, seluruh ibadah akan tertolak dengan sendirinya.
Shalat yang ditolak oleh Allah adalah shalat yang dilakukan oleh hati yang lalai dalam mengingat Allah. Lalai yang dimaksud bukan masalah tepat waktu atau tidak. Lalai yang dimaksud adalah hatinya tidak mengingat Allah sama sekali di dalam shalatnya.
Shalat atau ibadah apapun yang kita kerjakan tanpa Ikhlas akan langsung tertolak, tidak diterima oleh Allah. Bagaimana mungkin hati bisa ikhlas kalau di dalam hati masih bersemayam setan dan bala tentaranya. Kita tidak pernah fokus untuk menghilangkan segala macam tentara Iblis yang ada dalam diri.
Shalat, membaca Al-Qur’an dan ibadah lain tidak akan bisa menghilangkan setan yang ada dalam diri yang telah bersemayam sejak manusia lahir ke dunia. Tidak ada manusia yang mampu melawan setan. Jangankan setan dewasa atau abang setan, anak setan yang masih kecil pun tidak bisa kita lawan. Bagaimana mau kita lawan, Iblis itu tamatan universitas langit, berguru langsung kepada Allah, umurnya jutaan tahun, bisa keluar masuk surga, sedangkan kita?
Maka manusia yang merasa mampu melawan Iblis atau setan termasuk manusia sombong yang belum mengenal dirinya. Kalau kita menyaksikan ada orang yang menaklukkan hantu, atau ada acara  mengusir hantu dan lain-lain, saya curiga itu ibarat maling teriak maling atau ibarat jeruk minum jeruk. Orang yang taat kepada Allah dan telah mengenal Allah serta telah mengalami kemenangan dalam shalat dan ibadahnya tidak akan pernah mau berhubungan dengan hantu apalagi pakai acara mengusir hantu segala.
Kembali kepada Iblis, yang ditakuti oleh Iblis hanyalah Allah, hanya Kalimah Allah yang Maha Tinggi, hanya itu yang ditakuti, selebihnya tidak. Kalimah Allah yang ditakuti oleh Iblis adalah yang asli, yang berasal dari Allah, bukan tiruan. Kalimah Allah yang mana? Kalimah Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara yang getarannya mampu menghancurkan bala tentara Iblis dalam diri manusia.
Tentang Kalimah Allah atau nama Allah ini saya ceritakan dalam ilustrasi berikut yang mungkin tidak sepenuhnya persis paling tidak untuk lebih mudah dipahami.
Nama Presiden Republik Indonesia saat ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono atau akrab di panggil dengan SBY. Nama Presiden ini membuat kekuatan hukum yang luar biasa, bukan hanya nama, tanda tangan dan apapun yang berhubungan dengan presiden mempunyai kekuatan hukum dan dihormati oleh segenap rakyat Indonesia. Pertanyaannya apakah nama presiden atau tanda tangannya bisa ditiru? Jawabnya sangat bisa. Tapi apakah nama yang ditiru serupa dengan nama SBY itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan nama asli? Jawabannya Tidak. Mungkin di kampung pak SBY di pacitan sana atau disekitar Jawa Timur ada orang yang memiliki nama persis seperti Beliau, Susilo Bambang Yudhoyono dan juga dipanggil dengan SBY, apakah orang yang serupa ini mempunyai pengaruh di Indonesia? Jawabanya tidak.
Nama Presiden melekat dengan jabatan yang disandangnya, tidak bisa dipisahkan walau se detik pun selama dia menjabat sebagai presiden. Kalau presiden mengeluarkan perintah yang resmi diumumkan dan dicatat pada lembaran negara akan menjadi undang-undang yang dipatuhi oleh segenap lapisan masyarakat dan berlaku untuk seluruh Indonesia. Seluruh angkatan bersenjata akan mendukung apa yang di ucapkan oleh presiden. Siapapun yang menentang kebijakan Presiden akan berhadapan dengan seluruh aparat negara yang selalu siap mengamankan perintah presiden. Menghina presiden berarti menghina negara dan anda siap-siap berhadapan dengan hukum, bisa jadi anda akan dipenjara.
Pertanyaannya, apakah orang yang nama serupa dengan Presiden RI tadi, namanya juga SBY bisa mengeluarkan power seperti kekuatan yang dimiliki oleh presiden RI? Tentu saja tidak. Kalau Presiden mengumumkan harga BBM naik maka seluruh Indonesia akan berlaku, dan seluruh aparat keamanan ikut mendukung. Tapi kalau yang umumkan kenaikan BBM itu presiden palsu atau nama yang mirip dengan presiden tentu saja akan menjadi bahan tertawaan.
Maka harus direnungi secara mendalam, jika bacaan Al-Qur’an dan sebutan Allah yang anda ucapkan lewat mulut tidak memberikan efek apa-apa kepada setan dan Iblis bahkan setan malah tersenyum mendengarnya, itu barangkali karena anda hanya mengucapkan nama tanpa dikuti oleh Sang Pemilik Nama.

bagian 4:
Seperti yang sudah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa Iblis dan balatentaranya tidak akan mungkin bisa dilawan oleh manusia, bahkan anak setan yang kecil pun tidak bisa dilawan. Setan makhluk yang tersembunyi tidak bisa dilihat sedangkan dia bisa melihat dengan jelas manusia. Bagaimana mungkin manusia bisa melawan musuh yang tidak terlihat sementara musuh dengan mudah menyerangnya.
Disinilah pentingnya kita mengetahui cara untuk bisa berhubungan dengan Allah secara sempurna, dengan menggunakan metodologi yang tepat, dengan demikian Nur Allah akan bisa sampai dan bersemayam dalam hati sanubari kita. Ketika Nur Allah bersemayam dalam hati sanubari manusia maka segala bentuk kebathilan, segala angkara murka, iblis beserta bala tentaranya akan ikut hilang musnah dari hati. Ini memerlukan proses yang panjang, perjuangan ini memerlukan kesabaran, ini yang disebut dengan mujahadah.
Ketika setan dalam hati lenyap dengan hadirnya Nur Allah dalam hati, maka akan tersikap tirai yang selama ini menghalangi antara kita dengan Allah. Tersikapnya tirai tersebut dikenal dengan mukasyafah dengan demikian akan sampai kepada tahap musyahadah atau penyaksian. Setelah mengalami musyahadah inilah baru kita akan benar bersaksi, menyaksikan Dzat Maha Agung dan Maha Mulia, dengan demikian syahadat kita tidak lagi sekedar diucapkan oleh mulut dan dibenarkan oleh hati, tapi bathin ikut menyaksikan tanpa keraguan. Dalam hal ini Abu Yazid ketika ditanya apa itu makrifat, Beliau menjawab, “Tiada keraguan sedikitpun bahwa yang aku saksikan adalah Allah”.
Untuk menghilangkan was was atau keraguan dalam hati maka diperlukan latihan yang terus menerus, istiqamah dalam berdzikir, melakukan secara intensif lewat suluk sehingga akan sampai kepada apa yang dijanjikan Allah dalam surat Al-Maidah ayat 35 yaitu mendapat kemenangan. Kemenangan yang dimaksud adalah kememenangan hakiki, mampu melawan setan yang bersemayam dalam diri, mampu melawan diri kita, diri yang selalu diliputi oleh hawa nafsu. Salah satu penghalang antara manusia dengan Tuhan bukan berada diluar dirinya, yang menghalangi adalah diri manusia sendiri.
Ketika manusia telah mampu melawan dirinya sendiri, telah menang berperang melawan hawa nafsunya maka Allah akan menyikapkan tirai pembatas, saat itu lah manusia bisa menyembah Allah dengan benar.
Hijab atau pembatas antara manusia dengan Tuhan yang lebih halus dari nafsu adalah ilmu. Dengan segudang ilmu yang dihapal dan di ingat dalam pikirannya seringkali menjadi penghalang antara manusia dengan Tuhan, karena pada saat itu manusia tidak lagi berniat mencari, telah merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki.
Imam Al-Ghazali menyindir orang-orang yang menghapal ilmu atau orang-orang yang hanya berpedoman kepada bacaan ibarat orang yang berjalan memakai tongkat. Buku adalah ibarat tongkat yang membantu kita tahap awal untuk berjalan, ketika telah mampu berjalan maka tongkat itu tidak membantu sama sekali bahkan menjadi penghalang bagi kita dalam berjalan.
Untuk bisa beribadah dengan benar maka kunci nya adalah Makrifat. Tanpa makrifat maka ibadah yang kita lakukan tidak bernilai sama sekali.Tanpa makrifat maka manusia tidak bisa menyembah dengan benar. Kita disuruh untuk setiap saat mengingat Allah, bagaimana mungkin akal pikiran kita bisa mengingat sesuatu yang tidak pernah kita lihat, sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikiran, sesuatu yang tidak ada serupa di dunia ini. Coba anda renungkan dalam-dalam hal ini, bisakah kita mengingat sesuatu yang belum pernah kita lihat?
Maka syarat utama untuk bisa mengingat-Nya adalah ketika kita telah berada di alam Rabbani, telah pernah menyaksikan wajah-Nya, barulah kemudian kita bisa mengingatkan dalam setiap saat, bisa berhubungan dengan-Nya dalam segala bentuk ibadah, barulah kita bisa mencapai tahap shalat yang khusyuk karena kita telah mengenal dengan baik bahkan bisa mengingat dengan benar Allah SWT.
Inilah sebenarnya yang menjadi problem terbesar ummat ini, satu sisi banyak yang setuju dengan pemahaman yang baru muncul dalam dunia Islam, sebuah pemahaman yang menolak kehadiran tarekat, menolak metodologi yang telah terbukti selama 1300 tahun mengantarkan manusia sampai kehadirat Allah. Satu sisi lain, kita di bingungkan dengan istilah Wajah Allah, mengingat Allah, makrifat kepada Allah, shalat Khusyuk yang seluruh pelajarannya ada di dalam tarekat, sebuah metode berharga yang diwariskan oleh Rasulullah SAW.
Ketika tarekat ditolak maka ummat mulai mencari cara beragama dengan pemahaman akalnya sendiri, menguraikan  Al-Qur’an dengan akal pikirannya yang sudah bisa dipastikan lebih banyak salahnya dari benarnya. Rasulullah sudah mengingatkan tentang hal ini, “Barangsiapa yang menguraikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Setiap ada perbedaan selalu menggunakan Al-Qur’an sebagai senjata untuk membenarkan tindakannya. “Al-Qur’an bilang begini..”, “Nabi bilang begini..”, “perbuatan kamu tidak sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an” dan sebagainya sehingga al-Qur’an dijadikan senjata untuk menyerang kelompok yang berbeda dengannya.
Satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa al-Qur’an memiliki makna yang tersurat, tersirat dan tersembunyi. Pada umumnya orang bisa dengan mudah memaknai isi yang tersurat dari al-Qur’an, sedikit yang mengetahui makna di balik itu yaitu makna yang tersirat kecuali orang-orang yang dalam pengetahuannya dan sangat jarang orang yang bisa menjelaskan rahasia tersembunyi di balik al-Qur’an, ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang hubungannya sangat dekat dengan Allah.
Saya mohon maaf lewat tulisan ini kalau saya mengatakan bahwa tentang shalat khusyuk mustahil bisa dicapai tanpa melalui tarekat. Shalat khusyuk sampai kapanpun tidak akan bisa di dapat kalau belum sampai ke tahap makrifat. Pemahaman keliru selama ini adalah orang menyamakan khusyuk dengan tenang, kalau sudah tenang dalam shalat berarti sudah khusyuk. Ini pemahaman yang harus diluruskan karena kalau tenang dijadikan sebagai ukuran khusyuk maka dengan semedi juga akan memperoleh ketenangan, dengan konsentrasi pikiran menggunakan metode hypnoterapi atau NLP juga akan memperoleh ketenangan. Khusyuk juga bukan merupakan kekosongan, karena di dunia ini tidak ada yang kosong, kalau mengalami kekosongan maka akan ada yang mengisi, yang dikhawatirkan kekosongan dan kehampaan yang kita alami akan di isi oleh unsur-unsur yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Khusyuk adalah suasana hati lalai bersama Tuhannya, sepi dalam keramaian dan ramai dalam kesunyian. Khusyuk adalah dimana hamba menyaksikan keagungan wajah-Nya, yang bisa memberikan getaran maha dahsyat ke dalam hati sanubari, dari sana akan diperoleh kenikmatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Khusyuk seperti ini lah yang bisa menyelamatkan manusia dari ancaman neraka karena dalam dirinya telah ada surga yang abadi.

bagian 5: 
Kalau harus mencapai tahap makrifat terlebih dulu baru bisa mengingat Allah dengan benar, lalu bagaimana dengan para pemula, orang yang baru menekuni tarekat sementara mereka belum mencapai tahap makrifat?. Jawabanya sangat sederhana, dzikir yang diajarkan oleh Guru kepada anda bukan bacaan biasa, itu adalah bacaan yang ketika diucapkan akan tersambung langsung kehadirat Allah swt karena bacaan itu diucapkan dengan menggabungkan rohani murid dengan rohani Sang Guru. Tahap awal setiap kita diajarkan Dzikir, menyebut nama Allah, dengan melakukan rabithah kepada Guru Mursyid.
Rabithah atau merabit dalam tarekat dimaknai dengan sederhana yaitu mengingat. Merabit mursyid artinya mengingat Mursyid. Dari segi bahasa Rabithah bermakna menggabungkan, dalam hal ini yang digabungkan adalah rohani dengan rohani. Jasmani dengan jasmani tidak bisa digabungkan karena jasmani adalah benda padat sedangkan rohani yang tersusun dari unsur yang sangat halus bisa saling bergabung. Sama hal dengan air, antara satu yang lain bisa bergabung karena sifatnya cari dan gas bisa bergabung karena sifatnya lebih halus demikian juga dengan roh.
Manusia dilarang bersekutu dengan Allah karena memang itu merupakan hal yang mustahil. Antara manusia dengan Allah memiliki sifat yang sangat berbeda, tidak mungkin yang diciptakan bisa bergabung dengan Sang Maha Pencipta Yang Maha Suci lagi Maha Mulia. Karena itulah Allah mengutus Rasul, dengan Rasul lah kita bersekutu, menggabungkan diri rohani kita, lewat penggabungan itulah yang kemudian mengantarkan rohani sampai kehadirat Allah swt. Kalau dipahami secara mendalam hubungan ini bukanlah hubungan perantara akan tetapi hubungan Langsung.
Bagi yang sudah memiliki Guru Mursyid maka dia telah memulai perjalanan menuju kehadirat Allah swt dengan di temani oleh sahabat setia yang senantiasa menuntun dan membimbingnya dalam perjalanan yaitu Guru Mursyid. Guru Mursyid akan mengetahui dimana lembah, dimana tempat berbahaya, dimana gunung yang terjal sehingga murid selama dari bahaya selama dalam perjalanan.
Sangat keliru kalau ada yang menganggap bahwa Guru adalah perantara kepada Allah swt. Guru Mursyid adalah pembawa wasilah yang berasal dari Allah swt, dengan wasilah itulah kita bisa sampai kehadirat Allah swt. Wasilah itu bukan manusia, bukan Guru Mursyid, bukan pula Nabi, Wasilah adalah sesuatu yang berasal dari Allah yang telah ada sejak sebelumnya ada. Wasilah adalah Nur Ala Nurin, Nur Muhammad, Cahaya Allah yang dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 35.
Wasilah adalah frekwensi atau gelombang Allah yang dengan kita menemukan frewensi tersebut maka kita akan bisa sampai kehadirat Allah swt. Ibarat menonton TV, ketika TV dihidupkan dan chanel atau frekwensinya tepat maka di layar televisi akan kita saksikan sesuatu yang ada diluar TV. Walaupun kita berada dalam rumah, maka lewat TV kita seolah-olah telah berada diseluruh dunia, bisa menyaksikan tempat-tempat yang jauh pada saat itu juga. Ini teknologi buatan manusia yang canggih, namun wasilah adalah teknologi Allah yang super canggih, dalam detik per detik rohani bisa tersambung kepada arwahul muqadasah Rasulullah dan otomatis akan tersambung kepada Allah swt.
Inilah warisan yang sangat berharga dari Rasulullah yang selama ini mulai dilupakan orang. Tarekat dianggap bid’ah bahkan tanpa rasa bersalah memasukkan ke dalam aliran sesat.
Karena ilmu yang terbatas, referensi hanya dari golongan yang tidak menyukai tarekat akhirnya sebagian orang yang tidak paham kemudian setuju memasukkan tarekat sebagai perbuatan bid’ah. Kemudian barulah muncul kebingungan ketika berhadapan dengan istilah Wajah Allah, Memandang Wajah Allah, Makrifat, kemudian mencari dalil-dalil untuk menghindari istila tersebut atau menggantikan dengan makna yang sama sekali berbeda.
Karena metode berhubungan Allah berupa Tarekatullah ini ditinggalkan, maka manusia menyembah Allah dalam kekosongan, hanya merasa yakin doa di dengar, merasa yakin dekat dengan Allah. Ketika metode ini tidak dipakai maka tanpa sadar yang kita sembah bukan Allah melainkan ka’bah atau dinding di depan kita atau sajadah.
Ketika metode ini ditinggalkan maka putuslah hubungan manusia dengan Allah, putuslah Tali yang bersambung dengan Allah sehingga manusia menyembah dalam kekosongan. Semua kita setuju bahwa di dalam ibadah kita tidak sekali-kali menyembah ka’bah tapi menyembah Allah, pertanyaan sederhana Allah yang mana yang kita sembah? Nama Allah yang berupa tulisan, Allah yang kita dengarkan nama-Nya atau?
Pertanyaan ini harus bisa terjawab dengan tuntas, karena setiap nama memiliki sosok dibalik nama, begitu juga dengan Allah.
Semoga tulisan ini bermanfaat hendaknya, amin ya Rabbal ‘Alamin
( Tamat ) 
sumber tulisan: http://sufimuda.net/
gambar oleh: bagindaery.blogspot.com


 





 

0 komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...