by: http://wasathon.com/humaniora/view/2013/09/11/nabrak-orang-sampai-mati-pembunuhan-atau-musibah-
Saking berharganya nyawa manusia, maka
Islam melalui syariatnya hadir untuk menjamin keberlangsungan hidup
seseorang, dimana Islam mengharamkan ummatnya melakukan segala macam
bentuk pembunuhan, kecuali yang memang diperbolehkan dalam Islam.
Hampir semua bentuk pembunuhan susah
untuk selamat dari hukuman yang sudah diatur didalam syariat. Semua ini
dimaksudkan agar tujuan dari hadirnya syariat ini bisa menjamin
keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini (hifzhu an-nafsi)
Dalam syariat Islam, nyawa manusia itu
sangat berharga dan tidak ada yang boleh menghilangkannya tanpa
sebab-sebab yang dibolehkan dalam Islam.
Ragam Bentuk Pembunuhan
Mayoritas ulama membagi bentuk pembunuhan ini ke dalam tiga bentuk :
Mayoritas ulama membagi bentuk pembunuhan ini ke dalam tiga bentuk :
- Sengaja (‘amd),
- Mirip Sengaja (syibhu ‘amdin)
- Salah (khatha’)
1. Sengaja (‘amd)
Pembunuhan sengaja (‘amd) menurut mayoritas ulama adalah tindakan pembunuhan yang dengan sengaja dilakukan kepada jiwa yang haram dibunuh dengan alat yang bisa membunuh
قصد الفعل والشخص بما يقتل قطعا أو غالبا
2. Mirip Sengaja
Pembunuhan mirip sengaja (syibhu ‘amdin)
adalah tindakan pemukulan yang sengaja dilakukan kepada seseorang bukan
dengan maksud membunuh dan dilakukan dengan alat yang tidak membunuh
قصد ضرب الشخص عدوانا بما لا يقتل غالبا كالسوط والعصا
3. Salah
Adapun pembunuhan keliru (qatlu al-khatha’) adalah tindakan yang tidak bermaksud untuk membunuh, tidak juga kepada korban, atau tidak bermaksud salah satunya.
ما وقع دون قصد الفعل والشخص أو دون قصد أحدهما
Untuk lebih jelasnya, para ulama fiqih
biasanya membagi pembunuhan keliru atau tidak sengaja ini ke dalam
beberapa contoh keadaan berikut:
- Sengaja melakukan tindak kriminal (pembunuhan), namun salah objek atau salah sasaran, sehingga yang terbunuh justru bukan orang yang dimaksud.
- Contoh sederhananya adalah jika ada seseorang yang berniat dan sengaja memanah burung, lalu kemudian tanpa disengaja panah tersebut malah mengenai manusia dan meninggal. Awalnya ingin memanah burung, tapi ternyata salah sasaran sehingga terbunuh justru yang tidak ingin dibunuh.
- Sengaja melakukan pembunuhan, namun salah sangka. Misal sederhananya adalah seorang muslim yang sengaja ingin membunuh, awalnya dikira musuh yang boleh dibunuh, namun ternyata yang dibunuh malah teman sendiri yang haram darahnya.
- Tidak sengaja melakukan pembunuhan, tidak juga berniat untuk membunuh seseorang, namun karena keteledorannya sehingga perbuatannya itu malah membuat orang lain meninggal. Misalnya seseorang yang tidur lalu tanpa sengaja jatuh dan menimpa temen yang tidur dibawahnya, sehingga temennya yang tertimpa tadi meninggal dunia.
- Tidak membunuh dengan langsung namun perbuatannya tersebut menjadi sebab terjadinya pembunuhan. Misalnya seseorang yang menggali lobang dijalanan yang biasanya dilewati oleh banyak orang, lalu ada seseorang pada malam hari lewat disana dan terperosok, sehingga meninggal dunia.
Korban Tabrakan dan Pembunuhan Salah atau Tidak Sengaja
Jika kita baca dengan seksama dari
pembagian jenis pembunuhan ini, maka kita akan mendapati bahwa kasus
korban tabrakan ini lebih dekat ke jenis pembunuhan yang ketiga, yaitu
pembunuhan salah atau tidak sengaja. Tentu apabila ada unsur
keteledoran atau kelalaian sopir yang mengendarai kendaraannya.
Dalam kasus kecelakaan lalu lintas,
seringkali yang menjadi sebab timbulnya korban itu justru akibat
keteledoran sopir, entah itu karena membawa kendaraan dengan kecepatan
di atas standar, atau mengendarai kendaraan dalam keadaan ngantuk,
pusing, mabuk, atau juga membawa kendaraan sambil nelpon atau sms-an,
atau bisa juga karena tidak mentaati rambu lalu lintas, ‘nerobos’ lampu
merah, memuat kendaraan dengan kapasitas yang berlebihan, menjalankan
kendaraan di atas trotoar, melawan arus lalu lintas, dan ragam
keteledoran lainnya.
Dalam kasus tabrakan beruntun, maka yang
bertanggung jawab dalam hal ini adalah pelaku pertama yang menabrak,
yang menjadi sebab terjadinya tabrakan beruntun tersebut, pelaku pertama
tadilah yang ditanya. Jika didapat bahwa itu semua itu terjadi karena
keteledoran pelaku, maka yang demikian juga masuk dalam kategori
pembunuhan tidak sengaja.
Dua Kaidah Dasar
Dalam kasus seperti ini, ada dua kaidah
besar yang bisa menjadi landasan kita dalam menghukumi pelaku, apakah
perbuatan tersebuat masuk dalam kategori kriminal atau bukan. Dua kaidah
ini masyhur dikalangan ulama, yang ditulis oleh Al-Kasani di dalam
kitabnya Bada’i’ as-Shona’i', juz 7, hal 271-272:
1. Kaidah Pertama
Segala bentuk dharar yang yang mengenai
orang lain, atau yang perbuatannya menjadi sebab terjadinya tindak
kriminal, maka pelakunya bertanggung jawab penuh ketika itu semua
terjadi akibat keteledorannya
كل ما يلحق ضررا بالغير يسأل عنه فاعله أو المتسبب فيه إذا كان يمكن النحرزمنه، فإذا كان لا يمكنه التحرز منه إطلاقا فلا مسؤولية
Pertanggungjawaban itu meliputi semua hal, baik biaya pengobatan, biaya perbaikan kendaraan yang rusak, dan seterusnya.
2. Kaidah Kedua
Jika pelaku melakukan perbuatan yang
sejatinya tidak dibolehkan dan tidak dalam keadaan darurat, maka pelaku
bertanggung jawab terhadap segala hal yang terjadi akibatnya.
إذا كان الفعل غير مأذون (غير مباح) شرعا وأتاه الفاعل دون ضرورة ملجئة فهو تعد من غير ضرورة، وما تولد منه يسأل عنه الفاعل
Dulunya, ulama fiqih kita memberikan
contoh kasus sederhana dalam konteks ini, yaitu mereka yang sedang
mengendarai kuda atau onta, jika kuda atau onta ini menabrak seseorang
maka pelakunya bertanggung jawab atas apa yang terjadi, karena pada
dasarnya kuda atau onta itu bisa dijaga dan diarahkan agar tidak
mengenai seseorang.
Beda halnya dengan liur, kotoran, atau
apa yang keluar dari badan kuda atau onta yang sulit untuk dihindari,
dan memang sepertinya sulit bagi kita mengendalikan agar kuda tersebut
tidak kencing atau meludah sembarangan. Maka seandainya gara-gara ludah
atau kencing itu membuat orang lain terpeleset lalu meninggal karenanya,
maka dalam hal ini para ulama mengatakan sulit bagi kita untuk meminta
pertanggung jawaban dari pelaku.
Contoh lainnya, jika ada seseorang yang
sedang membawa kayu balok diatas bahunya, lalu tiba-tiba kayu tersebut
jatuh dan mengenai orang lain, sehingga meninggal dunia, maka dalam hal
ini si pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya, karena yang seperti
ini mestinya tidak terjadi, dan bisa untuk dihindari.
Jika kayunya terlalu berat, mengapa
tidak meminta bantuan orang lain untuk membawanya, atau sebenarnya bisa
memakai mobil untuk mengangkutnya, sehingga kemungkinan mencelakakan
orang lain apalagi sampai menghilangkan nyawa itu bisa dihindari.
Tidak mudah memang dalam menentukan
apakah perbuatan seseorang tersebut masuk dalam katagori pembunuhan
tidak sengaja sehingga si pelaku harus bertanggung jawab atau bukan,
butuh data dan analisa yang kuat, ini kerja yang berwenang yang dalam
hal ini adalah hakim dalam menentukan akhir dari kasus seperti ini.
Hanya saja dua kaidah diatas tadi
harusnya juga menjadi pelajaran bagi kita agar lebih hati-hati dalam
segala hal, karena nyawa manusia itu sangat berharga dan tidak ada kata
main-main disini.
Rukun Pembunuhan Tidak Sengaja
- Adanya bentuk perbuatan yang membuat korban terbunuh
- Perbuatan itu terjadi karena kesalahan, bukan unsur sengaja. Penjelasannya sesuai dengan apa yang sudah kita tulis diatas.
- Adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan pembunuhan.
Maka, jika tiga rukun ini sudah ada, dan
hakim sudah memutuskan bahwa memang perbuatan tersebut masuk dalam
katagori pembunuhan tidak sengaja, barulah ada sanksi hukum yang
berlaku.
Bentuk Sanksi Pelaku Pembunuhan Tidak Sengaja
Dasar sanksi pembunuhan tidak sengaja ini adalah firman Allah SWT berikut:
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاَّ خَطَئًا وَمَن قَتَلَ
مُؤْمِنًا خَطَئًا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ
إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ أَن يَصَّدَّقُواْ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ
لَّكُمْ وَهُوَ مْؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَإِن كَانَ مِن
قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةً فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللّهِ وَكَانَ اللّهُ عَلِيمًا
حَكِيمًا
“Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh
seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 92)
Ada tiga bentuk hukuman bagi pelaku
pembunuhan tidak sengaja: Hukuman asli, hukuman pengganti, hukuman
tambahan. Ini semua diberikan jika memang terbukti bahwa apa yang
dilakukan oleh pelaku masuk dalam jenis pembunuhan tidak sengaja ini,
jika tidak terbukti bahwa kesalahan tersebut sampai pada level itu, atau
keluarga korban memaafkan maka tidak mengapa bagi hakim untuk tetap
memberikan hukuman ta’zir kepada pelaku, dengan penjara misalnya, atau
denda sejumlah harta, dst, yang sifatnya memberikan efek jera.
Tapi jika terbukti, maka tidak ada pilihan lain kecuali menerapkan hukuman yang sudah ditentukan dengan jelas oleh syari’at.
1. Sanksi Asli
Hukuman asli dari pelaku tindak pidana
ini adalah denda dan kaffarah. Dendanya sebanyak seratus ekor onta atau
harta yang senilai dengannya. Penjelasannya adalah: 20 anak onta betina
yang berumur satu tahun dan masuk ke tahun kedua, 20 anak onta jantan
yang berumur satu tahun dan masuk ke tahun kedua, 20 unta betina yang
berumur dua tahun dan masuk tahun ke tiga, 20 onta yang berumur tiga
tahun dan masuk tahun ke empat, 20 onta yang berumur empat tahun dan
masuk tahun ke lima.
Jika diuangkan memang nilainya cukup
besar, namun begitulah sebenarnya bahwa harga nyawa itu bahkan lebih
mahal dari yang kita bayangkan. Inilah aturan mainnya, hukuman ini
dimaksudkan agar kemungkinan pembunuhan seminimal mungkin tidak terjadi,
maka kehati-hatian menjadi sangat penting, jangan sampai kecerobohan
malah menghilangkan nyawa seseorang.
Denda ini dibebankan kepada aqilah
(keluarga dari pihak ayah), salah satu hikmahnya adalah karena kasus
pembunuhan tidak sengaja ini biasanya lumayan sering terjadi, karenanya
jika hanya dibebankan kepada pelaku, dikhawatirkan pelaku tidak mampu
untuk membayarkannya, ini juga berfungsi agar sesama keluarga juga
saling mengingatkan jangan sampai satu diantara mereka lalai dalam
beberapa hal, sehingga kelalaian itu harus ditebus dengan nilai seratus
ekor onta tadi.
Dalam pembayaran denda ini boleh
dilunasi dengan cara dicicil dalam kurun waktu tiga tahun, landasannya
adalah atsar sahabat Umar ra dan Ali, bahwa dua sahabat ini dalam
riwayatnya menghukumi denda ini kepada aqilah dalam kurun waktu tiga
tahun, dan tidak didapati ada sahabat lain yang berseberangan dengan
pendapat kedua sahabat ini. (Abdul Qadir ‘Audah, At-Taysri’ Al-Jina’i
juz ke 2, hal. 156)
Selain denda, maka pelaku pembunuhan ini
juga diberi sanksi hukum kaffarah, yaitu memerdekakan budak, atau
mengeluarkan harta senilai memerdekakan seorang budak.
Hukuman kaffarah ini lebih ringan
dibanding dengan hukuman denda seratus ekor onta, untuk itu Imam Syafi’I
dan Imam Ahmad seperti yang nukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni,
juz 10, hal. 37, begitu juga ditulis didalam kitab Nihayah al-Muhtaj,
juz 7, hal. 364-365 menilai bahwa hukuman kaffarah ini diwajibkan kepada
pelaku, atau diambil dari harta pelaku, bukan dari harta keluarganya,
baik pelakunya sudah sampai umur atau masih anak-anak, berakal atau
gila, muslim atau non muslim.
Di lain Imam Malik berpendapat bahwa
hukuman kaffarah ini hanya untuk mereka yang muslim saja, tidak bagi
mereka yang non muslim, pendapat ini bisa kita dapati pada kitab Syarhu
ad-Dardir, juz 4, hal. 254. Sedang Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa
kaffarah ini hanya berlaku untuk pelaku yang baligh serta berakal saja,
dan tidak untuk selainnya.
2. Sanksi Pengganti
Jika si pelaku tidak mempunyai harta
untuk memerdekaan budak, atau tidak mempunyai harta untuk bersedekah
senilai harga memerdekakan budak, maka sanksi penggantinya adalah dengan
puasa dua bulan berturut-turut, ini sesuai dengan firman Allah SWT
diatas.
Puasa dua bulan berturut-turut ini
bukanlah sanksi pengganti diyah (denda), karena denda itu tidak boleh
diganti dengan yang lain kecuali atas keridhoan keluarga korban,
karenanya tidak mengapa bagi hakim untuk menentukan sanksi lainnya
ketika sanksi denda itu sudah diikhlaskan oleh keluarga korban, dengan
dasar bahwa sanksi tersebut bisa menimbulkan kebaikan baik untuk pelaku
maupun untuk keluarga korban.
3. Sanksi Tambahan
Sanksi tambahannya adalah terhalangnya
si pelaku untuk mendapatkan harta waris dari korban, jika memang
sebelumnya antara yang membunuh dan yang terbunuh mempuyai hubungan
kekerabatan, dan saling mewarisi satu diantara yang lain.
Permasalahan ini memang menjadi
perdebatan diantara ulama setelah sebelumnya mereka semua sepakat bahwa
orang yang membunuh tidak mewarisi harta dari dia yang dibunuh, ini
sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
عَنْ عَمْرُو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ : لاَيَرِثُ القَاتِلُ شَيْئاً
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i)
عَنْ عُمَرَ : لَيْسَ لِقَاتِلٍ مِيْرَاثٌ
Dari Umar radhiyallahuanhu : Seorang pembunuh tidak mendapatkan warisan.(HR. Malik, Syafi'i dan Ahmad)
Mentaati Aturan Berkendaraan
Di negara kita khususnya, dan di negara
manapun pasti sudah ada aturan berkendaraan yang dikeluarkan oleh
pemerintah setempat, ini semua dimaksudkan demi menjaga agar tidak
terjadi kemudhoratan yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Untuk itulah mentaati aturan seperti ini dihukumi wajib oleh para ulama, landasannya adalah keumuman firman Allah SWT berikut:
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59)
Atas landasan inilah, boleh bagi hakim
untuk memberikan saknsi hukum bagi mereka yang melanggar aturan-aturan
berkendaraan yang sudah ditetapkan, ditilang, dipenjara, denda sejumlah
harta, atau dicabut izin berkendaraan mereka.
Tapi sayang beribu kali sayang, jujur
kita katakan bahwa kesadaran menjalankan aturan ini sangat minim sekali,
padahal keteledoran atau kelalaian yang ujungnya bisa membawa korban
jiwa sangat berat hukumannya. Semoga Allah SWT memberikan keselamatan
bagi kita semua dalam berkendaraan.
Kesimpulan
Jadi apakah mereka yang meninggal dalam kasus tabrakan itu masuk dalam katagori musibah atau pembunuhan?
Jawabannya:
Jika pengendara mobil atau motor atau
kendaraan lainnya sudah memenuhi semua aturan dalam berkendaraan, dan
sudah sangat berhati-hati dalam membawa kendaraannya, maka kecelakaan
yang terjadi bisa kita hukumi sebagai sebuah musibah.
Namun jika ada unsur kelalaian atau
keteledoran dari si pengendara, membawa kendaraan dalam keadaan mabuk,
ngantuk, tidak memenuhi rambu-rambu lalu lintas, membawa kendaraan
dengan kecepatan yang berlebihan, dan seterusnya, maka dalam kasus ini
bisa disimpulkan bahwa yang terjadi masuk dalam katagori pembunuhan
tidak sengaja (qatlu al-khata’).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com