Amir Hamzah
dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Tapi para pejuang yang angkat senjata
mengusir penjajah dari negeri Langkat, tidak mengakui ke-pahlawanan raja muda
yang berahkir hidupnya di bawah kilatan golok seorang algojo di Desa Kuala
Begumit pada Maret 1946 di pagi subuh yang sejuk itu. Lepas dari
kontroversi tersebut, cerita tentang kematian penyair besar Amir Hamzah
menorehkan luka yang dalam pada keluarga di kalangan istana Langkat.
Putri Amir
Hamzah satu-satunya yang tak begitu ingat wajah ayahandanya, yang pergi dan tak
pernah kembali, selalu dihibur oleh bundanya, kalau ayahandanya pergi bekerja
di tempat yang sangat jauh sekali. Sampai Tengku Tahura beranjak remaja, dan
dia diundang untuk menerima anugerah Pahlawan pada ayahandanya itu, barulah
Tengku Tahura sadar, kalau ayahandanya yang samar di benak ingatannya telah
mangkat dengan cara yang sangat sadis. Ini terjadi dikarenakan revolusi sosial
melanda kerajaan Langkat.
Kini Tengku
Tahura pun telah tiada. Wanita ini melahirkan dua orang cucu untuk ayahandanya,
Tengku Amir Hamzah. Ayah dan anak itu kini telah tinggal di alam barzah, alam
gaib yang menjanjikan berjuta kenikmatan buat hamba-hamba Allah yang
berperilaku baik selama hidup di dunia.
Biasanya,
selesai sholat di mesjid Azizi, Tanjung Pura, imam terus memanjatkan doa kepada
mereka yang terdahulu, termasuklah doa itu ditujukan buat raja penyair yang
tewas di sembelih seorang algojo sadis yang tak pernah tahu bahwa perjuangan
Amir Hamzah di tanah Jawa, jauh lebih berjasa dengan yang dilakukan si algojo.
Beberapa waktu
lalu, tepatnya Maret 2008, aku dan beberapa orang teman, datang menziarahi
makam raja penyair yang bergelar Pahlawan Nasional itu. Kuburannya tepat di
sebelah barat mesjid Azizi. Mesjid besar dan megah ini adalah mesjid yang
dibangun oleh raja Langkat yang tidak lain adalah ayah mertua Amir Hamzah.
Karena aku
enggan melepaskan sepatu untuk masuk ke kompleks perkuburan, aku menunggu di
luar. Aku hanya memperhatikan teman-teman berdoa dari jarak yang tidak begitu
jauh. Aku duduk memperhatikan dari atas sepeda motor yang kami parkir tepat di
sisi makam.
Waktu kala itu
sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Sebentar lagi magrib. Ada
sesuatu yang menarik bagiku. Di antara teman-teman yang sedang memanjatkan doa,
aku melihat ada sosok laki-laki berpakaian teluk belanga ikut menadahkan
tangan. Pecinya yang model fesen mengingatkan aku pada sosok Tengku Amir Hamzah
yang fotonya pernah kulihat di buku kumpulan puisi Nyanyi Sunyi. Tidak salah.
Berkali-kali aku menggosok mata. Memang, bayangan Pangeran dari seberang itu
jelas hadir di antara teman-teman yang sedang berdoa.
Karena
penasaran, aku bergegas masuk. Aku tak lagi ingat untuk membuka sepatuku. Sosok
berpakaian teluk belanga serba kuning gemerlapan itu aku dekati. Dia tersenyum.
Aku membalasnya. Belum sempat aku bertanya, dia lebih dulu memberi isyarat agar
aku membuka sepatuku. Aku cepat-cepat membuka sepatuku dan ikut berdoa.
Entah mengapa,
ketika itu aku bisa berdoa khusuk sekali. Sepertinya ada sesuatu yang
berlangsung di luar kesadaranku. Buktinya, begitu aku membuka mata, aku sudah
tak melihat sosok yang aku yakin itu adalah bayangan gaib dari Tengku Amir
Hamzah. Memang terasa aneh. Tapi sekali lagi, aku meyakininya demikian!
Sepulangnya
dari Tanjung Pura, apa yang aku alami kuceritakan pada kawan-kawanku. Tak ada
yang tidak percaya dengan ceritaku. Bahkan, semuanya mengatakan aku adalah
orang yang paling beruntung sebab dapat melihat sosok bayangan gaib Amir Hamzah
dan berhasil berkomunikasi walau hanya dengan bahasa isyarat.
Malam hari
setelah kejadian aneh itu, aku memang tak bisa tidur. Pikiranku terus saja
teringat kepada bayangan laki-laki gagah yang berpakaian teluk belangan kuning
keemasan itu.
Karena
penasaran atas peristiwa aneh ini, aku sengaja menemui Pak Budin, orang pintar
kenalanku. Kata Pak Budin, yang kulihat itu bukan Amir Hamzah. Tapi jin yang
menyerupainya. Menurut orang pintar ini, semua orang yang sudah mati tidak lagi
dapat hadir ke dunia ini. Mereka kekal di alam barzah menunggu hari kiamat.
“Amir Hamzah
kini sudah tenang di alamnya. Semua dosa-dosanya selama hidup di dunia,
berpindah kepada algojo yang memancung leher Amir Hamzah,” ujar Pak Budin.
Aku percaya.
Penyair Amir Hamzah memang sudah tenang di alam sana. Dia sudah ditabalkan
sebagai Pahlawan Nasional. Pangeran dari seberang ini, yang pernah menjalin
cinta dengan dara manis bernama Ilik Sindari, kini telah terbaring di alamnya
yang damai, disamping mesjid azizi Tanjung Pura. Sementara algojo yang
memancung lehernya mungkin harus menerima siksa Tuhan yang pedih.
Malam itu
suasana diramaikan dengan gemuruh hujan, petir dan angin yang mendayu-dayu.
Pikiranku terus teringat pada sosok yang memberi isyarat agar membuka sepatuku
sewaktu berziarah ke kuburan Amir Hamzah. Dalam hati aku berkata, “Kalaupun kau
itu bukan sosok Amir Hamzah yang penyair, tapi jin yang menyerupainya, tolong,
hadirkan kembali wujud bayanganmu ke hadapanku malam ini.”
Aneh! Begitu
aku selesai berkata dalam hati seperti itu, telingaku seperti mendengar suara
yang sangat dekat sekali di sebelah kiriku. Begitu aku menoleh ke kiri, satu
bayangan hitam yang tak kelihatan wajahnya memang telah berdiri di dekatku.
Seiring dengan hadirnya bayangan itu, suara petir terdengar menggelegar di atas
atap rumahku. Bayangan hitam yang menyeramkan itu pun seketika sirna.
Esok harinya,
aku kembali menemui Pak Budin dan menceritakan kejadian ini. “Itulah jin!”
Tandas pak Budin. Panjang lebar dia menjelaskan, “Jin dapat merubah-rubah
wujudnya. Jin yang kau lihat seperti almarhum Amir Hamzah itu, bisa jadi adalah
jin yang melihat langsung semua kejadian yang menimpa Tengku Amir Hamzah.
Kata Pak Budin
pula, jin yang aku lihat itu dapat memutar ulang semua kejadian yang dia lihat.
Jin juga mampu menciptakan rekaman seperti video karena matanya adalah mata
gaib yang dapat memancarkan kembali semua peristiwa yang dia lihat puluhan,
ratusan, atau bahkan ribuan tahun lalu.
“ Umur jin itu
panjang. Jin yang hidup di zaman Rasul juga masih ada yang hidup sampai
sekarang ini. Jin yang Islam terus beribadah. Tapi jin yang kafir, akan terus
menyesatkan manusia agar menjadi temannya nanti di neraka,” ujar Pak Budin
menjelaskan.
Aku percaya dan
aku semakin tertarik dengan cerita Pak Budin itu. Aku jadi tertarik begitu
mendengar perkataan Pak Budin bahwa jin itu dapat memproyeksikan kembali semua
yang dia lihat, bahkan ribuan tahun silam. Wah, bagiku ini jadi fenomena yang
menarik bila dapat diungkapkan. Bayangkan saja, algojo yang memancung leher
Amir Hamzah belum seratus tahun. Kematian Soekarno presiden pertama RI juga
belum seratus tahun. Kalau saja aku dapat mengundang jin yang hidup di zaman
Amir Hamzah atau jin yang hidup semasa Soekarno, ini baru kejadian luar biasa.
Setidaknya, aku akan bisa melihat kembali sejarah masa lalu dari orang-orang
hebat itu di layar video jin!
“ Tapi itu
tidak mudah,” sergah Pak Budin kita kuutarakan keinginan itu. “ Antara jin dan
manusia harus ada kata sepakat dulu. Harus ada perjanjian. Hanya kepada manusia
yang mau tunduk kepada jin, atau yang mau menjadi hamba sahayanya sajalah baru
jin mau memperlihatkan rahasia tabir kegelapan masa lalu di hadapan para
pengikutnya…..”
“ A…aku mau
jadi pengikutnya, Pakcik!” Ujarku. Pak Budin menatap biji mataku dengan tajam.
“Kau mau
menjadi hamba sahaya jin? “ Tanyanya dengan nada kurang senang. Tanpa pikir
panjang, aku malah mengangguk.
“Jangan! Kalau
kau mau menjadi pengikut jin, itu artinya kau sudah menjadi orang yang ingkar.
Kau sudah menjadi kafir. Dosa kau adalah dosa yang tidak terampunkan karena kau
sudah mensekutukan Allah,” ujar Pak Budin, menjelaskan.
Bulu kudukku
berdiri meremang. Aku cepat-cepat Istigfar. Jelas saja, aku tidak mau menjadi
orang yang ingkar, sebab nerakalah tempatku nanti. Tapi bagaimana, aku ingin
sekali mengundang jin agar jin-jin itu mau memutar video masa lalu yang pernah
dia saksikan di hadapanku?
Karena aku
terus mendesaknya, Pak Budin, akhirnya memberikan solusi. Katanya, jin-jin itu
tidak perlu membentangkan layar video gaibnya di hadapanku, tapi cukup dengan
meniup biji mataku. Maka setelah itu aku akan dapat melihat apa saja yang ingin
kulihat di masa lalu, bahkan kalau memungkinkan aku juga bisa melihat apa yang
akan terjadi di masa mendatang. Hebat! Luar biasa!
“ Apakah
jin-jin itu bisa mempertemukan saya dengan Amir Hamzah atau dengan Soekarno,
Sahrir, Hatta atau bahkan dengan Jengis Khan, Pakcik?“ tanyakum, naif.
Pak Budin
menarik nafas panjang. Dia tersenyum penuh makna. “Dapat! Jin dapat
mempertemukan kau dengan siapa saja! Bahkan jin dapat mengajak kau ke tempat
nenek moyang kau di neraka atau di surga. Tapi, semua yang dia perlihatkan pada
kau itu, palsu! Jin kafir dapat dalam sekejap menjelmakan dirinya menjadi Amir
Hamzah, Soekarno, Soeharto, Hatta atau menjadi siapa saja yang dia suka. Contoh
saja, yang kau lihat di makam Amir Hamzah itu sebenarnya bukanlah sosok Amir
Hamzah yang penyair. Tapi yang kau lihat itu adalah jin yang sedang menyerupai
Amir Hamzah,” papar Pak Budin dengan nada agak jengkel. Aku hanya diam.
Malam
berikutnya, aku tercenung dipermainkan perasaanku sendiri. Di saat yang sama,
hujan dan angin diluar rumah masih terus menggila. Di kamarku yang sempit tiba-tiba
terjadi perubahan. Kamarku menjadi ramai. Aku terkejut, bahkan nyaris saja
pingsan. Ya, bagaimana tidak! Di tempat tidurku yang reot nampak duduk sosok
menyerupai Soekarno. Dia memakai peci yang persis kulihat di fotonya. Ada juga
Bung Hatta, Syahrir, Amir Hamzah dan Aidit! Ya, Aidit! Tokoh PKI itu ada di
dalam kamarku yang sempit! Aidit menatapku dingin. Selama ini aku mengenal nama
Aidit dari buku sejarah.
Soekarno
kulihat bangkit mendekati Aidit. Sorot matanya yang tajam kulihat seperti
sangat marah kepada Aidit. Bung Hatta dan Syahrir tersenyum-senyum saling
pandang.
“Gara-gara
kamu! Ya, gara-gara kamu Republik ini hancur lebur! Korban dalam revolusi itu
memang biasa! Tapi korban itu aku! Presidenmu! Amir Hamzah saja sudah diberi
gelar pahlawan. Aku? Aku masih dianggap sebagai antek-antekmu, Dit! Padahal aku
bukan PKI. Aku Nasakom! Aku menghargai semua idelogi! Tapi karena ulahmu,
karena ambisimu, negeri ini jadi sarang korupsi di mana-mana! Brengsek kami,
Dit!“ Hardik Soekarno.
Aidit tak
menjawab. Dia terguling dan jatuh dari atas tempat tidur. Sebuah lubang peluru
bundar memuncratkan darah dari keningnya. Aidit tewas. Aneh, seketika keadaan
kemudian menjadi gelap. Aku menggigil ketakutan. Aku tak mengerti mengapa
fenomena aneh ini terjadi di depan mataku. Apakah ini karena obsesiku selama
ini yang selalu ingin bisa berhubungan dengan bangsa jin? Entahlah! Hanya sang
waktu yang akan menjawabnya.
Majalah Misteri (Oleh: D. RIFAI HARAHAP)
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com