Jika ada sebutan bangsa yang
tidak tahu berterima kasih, maka mungkin hal itu pantas untuk
disandangkan kepada Indonesia. Indonesia, sebuah negeri yang dijajah
selama 350 tahun oleh tidak kurang lima bangsa asing. Indonesia, yang
pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan oleh Bung Karno, sosok penyambung
lidah rakyat sekaligus presiden pertama. Indonesia yang kemudian
membiarkan proklamatornya dinistakan, dihina, direndahkan bahkan
dizalimi hingga detik kematiannya. Indonesia, yang hingga kini
membiarkan orang-orang durhaka penista Bung Karno tersebut masih
melanglang bebas dan tidak pernah tersentuh hukum.
Inilah sekelumit cerita
mengenai detik-detik kematian Bung Karno. Bagaimana sosok yang belum
tentu ada tandingannya dalam seratus tahun itu harus menerima kenyataan
pahit, disiksa oleh prajuritnya sendiri dan namanya sempat
dijelek-jelekkan di buku sejarah bangsanya, bangsa yang ia perjuangkan
untuk merdeka. Semoga dengan membaca sekelumit kisah pilu ini, terbit
keberanian bagi siapa saja untuk menuntut bela atau setidaknya membuat
generasi penerus nanti sadar bahwa leluhurnya pernah mengkhianati
pemimpinnya sendiri.
Dunia pun membisu
21 Juni 1970. Air mata rakyat
Marhaen tumpah di jalan-jalan, di pematang sawah, di terminal bus, atau
di dalam kamar. Rakyat Marhaen, yang oleh Bung Karno diartikan sebagai
rakyat Indonesia yang sederhana, lugu, dan bersahaja, memang tidak akan
pernah melupakan tanggal itu. Karena pada saat itulah, Ir. Soekarno,
pemimpin yang mereka cintai setulus hati, berpulang ke rumah Tuhan Yang
Maha Esa. Setelah mengabdi bagi negeri dan bangsanya, akhirnya Soekarno
harus menghembuskan napas terakhirnya.
Jikalau pers dan media waktu
itu sudah menggunakan alat-alat canggih seperti sekarang, maka peristiwa
tersebut akan didokumentasikan sebagai peristiwa perkabungan paling
syahdu dari rakyat Indonesia kepada pemimpin yang ketulusan dan
perjuangannya tidak terbantahkan oleh apapun. Tetapi jangankan
didokumentasikan, peristiwa itu bahkan sengaja ditutup-tutupi, baik oleh
moncong senapan para tentara angkatan darat, media-media yang dikuasai
oleh para mahasiswa angkatan 66, ataupun oleh agen-agen kapitalis
Amerika dan Inggris. Walau pemberitaannya tidak heboh (seakan peristiwa
kematian Soekarno bukan sebuah hidangan spesial bagi para awak media)
tetapi fakta membuktikan, kabar sendu itu menyebar dari mulut dan
telinga rakyat Marhaen, rakyatnya Bung Karno.
Sepanjang jalan dari Bandar
Udara Abdulrahman Saleh, Malang hingga Blitar, tak henti-hentinya rakyat
menangis, meraung atau sekadar terpaku lemas. Memang masih banyak yang
belum bisa menerima seorang Soekarno, yang sempat membuat Belanda,
Amerika, Inggris dan Malaysia ketakutan seperti anak kecil, harus
meninggalkan mereka selama-lamanya. Tanpa komando siapapun, rakyat yang
merasa masih memiliki hutang budi yang tidak akan bisa terbayar kepada
sang pemimpinnya itu, lantas berkumpul dan melayat ke Blitar, kota yang
dipilih oleh rezim orde baru sebagai peristirahatan terakhir Bung Karno.
Walau dalam wasiatnya, Bung Karno meminta dikuburkan di Bogor.
Hoegeng Santosa, Kepala
Kepolisian Republik Indonesia saat itu, bahkan hanya berucap satu
kalimat sederhana, “There goes a very great man”. Bapak Kapolri yang
juga sering disebut sebagai salah satu polisi paling jujur itu hanya
terpaku. Ia mengatakan bahwa rombongan rakyat yang melayat Bung Karno di
Blitar panjangnya mencapai sebelas kilometer. Sungguh bukti bahwa yang
dikuburkan saat itu bukanlah orang biasa, walaupun prosesi penguburannya
sungguh kelewat biasa bagi seorang Proklamator.
Hadir dalam pemakaman yang
biasa dan jauh dari gegap gempita awak media tersebut, para jenderal
loyalis Bung Karno, yang memilih dipecat, dipenjara atau mengundurkan
diri, daripada harus menjadi anak buah Soeharto. Mantan Ajudan Bung
Karno, Bambang Wijanarko menuturkan, bahwa pada saat itu, lautan manusia
yang hadir seperti tidak ada habis-habisnya. Bahkan ada yang jauh-jauh
dari Bali untuk melayat ke tempat peristirahatan terakhir pemimpinnya.
Disamakan dengan hewan
Begitu Bung Karno dinyatakan
meninggal dunia tepatnya pada pukul 07.00 pagi WIB (seperti yang
diumumkan secara resmi oleh tim dokter yang melayani Bung Karno), sontak
kegamangan muncul. Walau secara luar biasa Soeharto menahan agar kabar
ini tidak menjadi headline, tetapi toh rakyat tetap mendengarnya.
Sudah sejak lama rakyat
Indonesia mengetahui rivalitas dari dua orang besar ini, Soekarno yang
karismatik dan Soeharto yang ambisius. Begitu mendapatkan kekuasaan
pasca tragedi kemanusiaan 1965 (atau yang bahasa Soeharto disebut
peristiwa G30S/PKI), kekuatan Bung Karno dikebiri. Pertama adalah
dengan cara menghancurkan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang pada saat
itu masih mengakui kepemimpinan Bung Karno. Setelah berhasil
menghancurkan PKI dengan cara membunuh jutaan manusia yang dianggap
komunis, Soeharto menangkap dan memenjarakan para menteri serta anggota
legislatif loyalis Presiden Soekarno, terutama dari PNI (Partai Nasional
Indonesia).
Setelah kekuatan Bung Karno
dipreteli dan kebetulan kesehatan Bung Karno juga memburuk, maka
Soeharto, yang secara congkak dan kurang ajar menganggap dirinya
Presiden Indonesia, mulai membatasi ruang gerak Bung Karno. Puncaknya,
secara kelewatan dan tanpa mempedulikan etika sebagai seorang prajurit,
Soeharto mengultimatum Bung Karno agar pergi dari Istana Negara. Memang
sungguh kelewatan manusia bernama Soeharto tersebut.
Soekarno, dengan karisma yang
masih melingkupinya, meminta keluarganya untuk segera berkemas. Geram,
beberapa pelayan Soekarno bertanya kenapa dia tidak melawan. Soekarno
hanya memberi penjelasan singkat, bahwa ia tidak ingin terjadi
pertumpahan darah, walau sebenarnya Soeharto dan tentaranya sudah
memulainya di luar sana. Semua pun terharu, bahkan ada seorang pelayan
yang dengan berani melarang Bung Karno pergi sebelum makan. Karena tidak
ada uang belanja, para pelayan pun berencana patungan untuk menyiapkan
hidangan. Hal itu ditolak Bung Karno. Ia memilih makan sayur lodeh sisa
tiga hari yang lalu untuk menjadi makanan terakhirnya. Bayangkan, apakah
ada presiden di dunia ini selain Bung Karno, yang begitu tegar, walau
dinista sedemikian hebat?
Bung Karno pun pindah ke Istana
Batu Tulis di Bogor. Di sana, kesehatan beliau semakin memburuk. Karena
tidak memiliki uang yang cukup (!), keluarga Bung Karno meminta bantuan
pemerintah. Pemerintah Soeharto pun menunjukkan kemurahan dan rasa
hormatnya kepada Bung Karno, yakni dengan mengirim seorang dokter hewan.
Andaikan saat itu rakyat Marhaen mengetahui hal ini, mungkin istana
tempat tinggal Soeharto dan keluarganya akan dibakar dan diratakan
dengan tanah.
Bung Karno kemudian dipindahkan
kembali ke Jakarta, yakni ke Wisma Yaso. Menurut kesaksian Rahmawati
(salah seorang putri Bung Karno), wajah dan tubuh Bung Karno bengkak,
karena tidak diizinkan cuci darah. Dokter Mahar Murdjiono sering sedih
dan bingung karena obat-obatan sering tidak tersedia. Di kamar di mana
Bung Karno dirawat, selain bau, kumal dan sangat sederhana, hanya ada
beberapa cangkir, termos tua dan tembok-tembok lusuh, yang memisahkan
Bung Karno dengan rakyatnya, rakyat Marhaen yang setia.
Muhammad Hatta, mantan Wakil
Presiden dan sahabat paling dekat Bung Karno bahkan sempat menulis surat
protes begitu mengetahui nasib sahabatnya, yang juga pemimpin besar
bangsa Indonesia. Tetapi entah karena berkepala batu atau memang itulah
yang diinginkan, Soeharto membisu sambil terus menyibukkan diri dalam
operasi militer membasmi para pendukung Soekarno yang tersisa.
Oe Hong Kian, dokter gigi yang
merawat Bung Karno sempat heran, bagaimana bisa seorang yang dizalimi
begitu hebatnya bisa tetap tampil sederhana dan ringan seakan tak ada
ganjalan. Itulah hebatnya Bung Karno, itulah lebihnya Bung Karno. Sedari
muda, ia sudah ‘menikmati’ apa itu penjara, baik ketika jaman Belanda
ataupun Inggris.
Ada lagi satu kisah yang
mencerminkan kebijaksanaan Bung Karno. Suatu saat ia kepingin buah duku,
tetapi tidak punya uang. Ajudannya, seorang gadis asal Bali, sempat
khawatir. Tetapi begitu menengok dompetnya, ia merasa cukup untuk
membeli buah itu barang sekilo. Mobil pun meluncur, lalu berhenti di
depan seorang penjual duku. Tetapi begitu tahu, bahwa sang pembeli
adalah Bung Karno, sang penjual duku lari. Tidak berapa lama kemudian
muncul para penjual buah-buah lainnya sambil memberikan buah-buahannya
dan menjerit-jerit “itu Pak Karno, itu Pak Karno, hidup Pak Karno!”.
Itulah bukti bahwa masih begitu besar kecintaan rakyat pada Bung Karno.
Tapi karena Bung Karno takut mereka akan mendapat masalah dari
tentara-tentara kaki tangan Soeharto, mobil pun meluncur pergi dan Bung
Karno hanya mampu melambaikan tangannya sebagai salam terakhir.
21 Juni yang sendu
Begitu besar penderitaan Bung
Karno. Bahkan keluarga Bung Karno harus melewati penjagaan berlapis agar
bisa bertemu sang ayah tercinta. Mengapa? Karena Bung Karno seorang
TAHANAN. Itulah alasan yang sampai saat ini diingat oleh Rahmawati.
Bahkan ketika malaikat Tuhan menjemput beliau untuk memasuki alam yang
abadi, proses protokoler ribet itu masih dilakukan. Puncaknya, pada 21
Juni 1970, Bung Karno meninggalkan rakyatnya.
Tidak akan pernah bisa ditandingi
Jauh sebelum Soeharto mengambil
alih kekuasaan, Letjen Hartono, komandan KKO (Marinir) pernah meminta
izin Bung Karno untuk “menyikat” Soeharto dan pasukan RPKAD (sekarang
Kopassus) terlebih dahulu. Secara logika, walau dikabarkan tidak punya
dukungan, Bung Karno masih punya peluang besar untuk mengenyahkan
Soeharto, RPKAD, para mahasiswa angkatan 66 serta sisa-sisa milisi
pemberontak lainnya. Selain KKO, masih ada Angkatan Udara pimpinan
Marsekal Madya Umar Dhani, Prajurit Divisi Siliwangi dan Brawijaya,
serta Korps Kepolisian. Belum lagi laskar GMNI (Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia), GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia) dan
simpatisan Soekarno yang lain. Tetapi Bung Karno menolak melawan. Ia
tahu, akan ada banyak darah tertumpah. Inilah Bung Karno, yang kecintaan
kepada rakyat melampaui keinginanya untuk menyelamatkan kekuasaannya.
Tapi andaikan Bung Karno
mengetahui nasib para loyalisnya yang ditangkap, diasingkan atau
dieksekusi mati oleh Soeharto mungkin kejadiannya akan lain. Letjen
Hartono, prajurit loyalis Bung Karno yang pernah berucap “Putih kata
Bung Karno, putih kata KKO. Hitam kata Bung Karno, Hitam Kata KKO”,
ditemukan mati di kamarnya pada tahun 1971. Sjahrir, mantan Perdana
Menteri era Bung Karno, diasingkan ke luar negeri. Sedang Megawati dan
Rahmawati, dua putri kesayangan Bung Karno, dipersulit pendidikannya.
Itulah sekelumit cerita
mengenai Bung Karno, pemimpin sejati rakyat Indonesia. Dia yang keluar
masuk penjara di masa mudanya, ternyata dicampakkan di masa tuanya.
Mampu melawan, tetapi lebih memilih menerima. Sungguh, sangat sulit
mencari bandingannya. Semoga sejarah makin terbuka dan mereka yang
terlibat dalam segala kekejian dan penistaan terhadap Bung Karno, segera
mendapat balasannya. Jika hukum di negeri ini tidak mampu melakukannya,
maka Tuhan Semesta Alam yang akan melakukannya.
Hidup Bung Karno, Marhaen Menang!!! Marhaen Menang!!! Marhaen Menang!!!
sumber :
1. www.tempo.com
2. www.wikipedia.com
3. www.guritnoadi.wix.com/guritacoklat
4.www.historia.net
5.www.kompasiana.com
note: (Untuk tanggal 21 Juni, Hari Peringatan wafatnya Bung Karno, presiden Indonesia 1945-kiamat)
http://mjeducation.com/kisah-pilu-detik-detik-kematian-bung-karno/
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com