Hampir tiap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap para pelaku korupsi. yang paling aktyal manakala KPK menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfi Hasan Ishak (LHI) menjadi pesakitan karena diduga terlibat suap terkait impor daging sapi. Sampai dengan kasus yang menyeret LHI bila dicermati ternyata KPK selama ini terjerembab pada rutinitas menangkapi ‘orang’ (persoon) hal itu telah berlangsung semenjak KPK berdiri hingga saat ini. KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan luar biasa (super body) belum satupun menyeret pelaku korupsi yang dilakukan oleh badan hukum/korporasi (recht persoon). Sebab jika hanya menyeret ‘orang’ korupsi nyatanya sampai hari ini bukannya berkurang malah semakin menggila. Bahkan banyak yang mengaggap hal mereka yang tertangkap KPK hanya sedang sial, karena di setiap lini negeri ini semua bisa dikorupsi. Di sisi lain kekayaan negara yang dikembalikan dari tangan koruptor jumlahnya tidak signifikan.
Oleh karena itu penerapan pidana korupsi bagi korporasi akan lebih efektif dalam pengembalian keuangan negara. Hal itu sejalan dengan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) 2003 yang lebih menekankan pengembalian keuangan negara,
ketimbang pemenjaraan. Indonesia sebagai anggota PBB dan sebagai negara
yang sudah meratifikasi UNCAC, mau tidak mau, suka tidak suka, baik dari
tataran legislasi, perundang-undangan, penanganan tindak pidana korupsi
harus mengacu pada UNCAC tersebut.
KPK Di Belakang Kejaksaan
Kaitannya
dengan menjerat korupsi yang dilakukan oleh korporasi, agaknya KPK bisa
dikatakan telah tertinggal satu langkah dengan penegak hukum lainnya,
yaitu Kejaksaan. Penegak hukum dari Korps Adyaksa ini dalam sebuah kasus
pengelolaan pasar di Banjarmasin berhasil menjerat sebuah korporasi.
Bahkan saat ini putusan perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht)
sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor
04/PID.SUS/201 1/PT.BJM terhadap PT Giri Jaladhi Wana yang menguatkan
putusan pengadilan tingkat pertama (PN Banjarmasin No. 812/Pid .Sus /2010/PN.Bjm).
Dalam amar putusan perkara tersebut PT Giri Jaladhi Wana divonis denda Rp. 1,3 Milyar beserta pidana
tambahan berupa penutupan sementara PT Giri Jaladhi Wana selama 6
(enam) bulan. PT Giri Jaladhi Wana menjadi korporasi pertama di
Indonesia yang divonis dalam perkara korupsi.
Penetapan PT Giri Jaladhi Wana sebagai tersangka berawal dari putusan inkracht empat terdakwa sebelumnya, termasuk di dalamnya adalah dewan direksi perusahaan tersebut. Keempat
terdakwa itu adalah Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana, Stephanus
Widagdo, Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana, Bonafacius Tjiptomo
Subekti, mantan Walikota Banjarmasin Midfai Yabani, dan Kepala Dinas
Pasar Kota Banjarmasin Edwan Nizar.
Memang aneh bila lembaga yang memiliki kewenangan sekuat KPK tidak memiliki political will
atau minim keberanian menjerat korupsi yang dilakukan korporasi. Toh,
instrumennya juga jelas-jelas ada sebagaimana dikonstruksikan dalam
Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (3) Pasal 20 ayat (1) maupun Pasal 28
Undang-Undang No. 31/1999 Jo. UU No. 20/2001.
Maka itu bila kelak Direksi
PT Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan suap terkait impor daging sapi,
KPK semestinya tak hanya berhenti dan puas dengan hanya memenjarakan
‘person-person’ tersebut, tetapi melanjutkan proses hukum menyeret PT
Indoguna Utama sebagai korporasi bertanggungjawab karena juga ikut
menikmati hasil suap. Bagitu pula terhadap Lutfhi Hasan Ishak (LHI),
partai yang pernah dia pimpin juga perlu diperiksa sebagai institusi
korporasi, supaya clear apakah uang suap yang disangkakan
selama ini hanya beredar kepada oknum partai atau memang juga
dimanfaatkan oleh partai sebagai lembaga.
Memang
tidak mudah untuk memproses korporasi ke meja hijau dibanding menyeret
orang-orang sebagai pelaku korupsi. Tapi disitulah KPK ditantang agar
‘otoritas’ super body serta dukungan terus menerus dari masyarakat yang
dilekatkan pada lembaga anti rasuah ini tidak sia-sia.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/05/24/kasus-impor-sapi-dan-momentum-kpk-memberangus-korupsi-korporasi-558911.html?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khewp
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com