Siang itu saya tertidur begitu pulasnya hingga ketika mata terjaga
jarum arloji telah menunjukkan pukul 8 malam. Entah apa yang salah pada
diri saya sehingga begitu pulasnya saya tertidur. Saya bangkit dari
pembaringan yang sangat nyaman dan berjalan menuju dapur sambil beberapa
kali menguap menahan rasa kantuk. Tangan saya meraih gelas dan
mengisinya, namun tanpa terasa, mungkin juga dikarenakan rasa kantuk
yang masih menggantung di pelupuk mata saya, air itu melimpah hingga
membasahi lantai. Saya kembali berjalan menuju kamar untuk memelototi
televisi yang hampir tidak pernah mati. Terkecuali ada adik saya yang
masuk kamar dan mematikannya. Kebiasaan lupa mematikan tv ini yang
membuat tv saya masuk bengkel dua kali dalam rentang waktu setahun
belakangan ini. Sembari menonton tayangan favorit saya, saya sedikit
termangu. Rasanya ada yang salah dengan diri saya tapi saya tidak tahu
apa itu. Kembali saya merebahkan badan di atas pembaringan yang empuk.
Melintas di benak wajah teman yang selama ini selalu bersama saya.
Saya sedikit tersenyum ketika wajah dia yang sedang tersipu malu malah
menggantung di rongga kepala. Namun ditengah kelucuan itu saya justru
mengerutkan kening saya, dan terhentak, “Oh My Goodness!! Seminar
beasiswa S3 di dalam dan luar negeri bersama Mr. Jonathan Zilberg pukul
19.00 WIB”. Segera saya bergegas bangun dan mengganti pakaian. Saya
sangat ingin sekali menghadiri acara itu karena acara itu sangatlah
penting menurut saya. Tanpa cuci muka, tanpa memakai parfum, dan tanpa
tersenyum saya setengah berlari menuju tempat dimana motor saya
terparkir. Dengan segera saya melesat berpacu melawan angin.
Tidak berapa lama, tibalah saya di tempat dimana seminar itu
dilaksanakan. Untungnya lagi seminar itu belum dimulai sehingga saya
mempunyai waktu mencari kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah. Saya
berjalan menuju ruangan seminar dengan lebih percaya diri karena wajah
yang lebih segar dan sedikit berseri.
Selama mengikuti seminar itu, saya mendapatkan banyak sekali
pencerahan tentang pendidikan. Dari sekian banyaknya informasi yang saya
dapat, ada satu hal yang mendapat perhatian khusus dari saya, yaitu
kisah tentang seorang dosen asal amerika yang mengajar di indonesia,
sebut saja nama dosen ini adalah Adam. Kira-kira beginilah kisahnya:
Adam telah mengajar di indonesia selama kurang lebih satu tahun. Ia
mengajar di salah satu perguruan tinggi di indonesia. Selain mengajar,
ia juga mengadakan suatu penelitian tentang sistem belajar para
mahasiswa indonesia. Sebagaimana juga proses belajar mengajar di
tempat-tempat lain, adam menerapkan sistem diskusi makalah yang
melibatkan para siswa. Seiring waktu berjalan, ia menemukan keganjalan
dari sistem ini. Dari satu kelompok mahasiswa yang mempresentasikan
makalah mereka, hanya satu atau dua mahasiswa yang memahami materi yang
sedang mereka presentasikan. Sedangkan sisanya hanya sekedar
ikut-ikutan. Hal ini mendapat perhatian khusus dari adam. Ia mendalami
permasalahan ini dan akhirnya ia menemukan bahwa akar dari permasalahan
ini adalah karena kurangnya minat baca dari para mahasiswanya. Dalam
satu kelompok di kelasnya, hanya satu atau dua orang mahasiswa yang
membaca. Menanggapi permasalahan ini, adam menerapkan peraturan baru di
kelasnya. Setiap hari ia memberikan tugas membaca untuk para
mahasiswanya, ia mengharuskan para mahasiswanya membaca buku dan
menceritakan kepadanya tentang apa yang mereka baca di setiap pagi
sebelum kelas dimulai.
Alih-alih strategi ini berhasil untuk menumbuhkan minat baca para
mahasiswa, justru para mahasiswa yang hadir setiap harinya semakin
menurun. Satu per satu mahasiswanya absen setiap harinya dan hal ini
sangat membuat adam merasa bersedih. Kesedihan adam semakin berlanjut
karena setiap harinya presentase jumlah mahasiswa yang hadir di kelasnya
semakin menurun. Karena tidak kuat menahan sedihnya, akhirnya adam
memutuskan untuk keluar dari universitas tempat ia mengajar dan kembali
ke negaranya. Waktu terus berjalan dan kesedihan adam terus berlanjut
hingga 4 tahun setelah pemunduran dirinya.
Itulah sepenggal kisah dari seorang pendidik asal amerika yang
mengajar di negara kita. Sudah separah itukah rasa malas kita untuk
membaca? Padahal yang diuntungkan dari kegiatan gemar membaca adalah
diri kita sendiri, bukan orang lain. Bukankah kita semua tahu semboyan
yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia? Marilah kita
introspeksi diri kita dan jika kita menemukan bahwa budaya membaca belum
ada pada diri kita, maka kembangkanlah budaya itu. Semangat membaca
bagaikan sayap-sayap yang akan membawa negeri ini menuju masa depan yang
sangat cerah.
http://edukasi.kompasiana.com/2014/02/11/kisah-sedih-dosen-amerika-di-indonesia-631053.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com