Beranikah ICW Merilis Nama Calon Presiden yang Tak Layak Jadi Presiden 2014?
BARU-baru ini Indonesia Curruption Watch (ICW)
merilis 36 nama daftar caleg sementara (DCS) yang diragukan komitmentnya
terhadap pemberantasan korupsi. Menurut Donald Fariz peneliti ICW,
jangan sampai publik memilih orang yang salah dalam pileg 2014.
Indikatornya adalah keseriusan mereka dalam pemberantasan korupsi.
Kontan saja, beberapa diantara mereka yang
disebutkan namanya dalam rilis tersebut meradang. Diantara mereka ada
yang ingin membawa masalah ini ke ranah hukum. Karena rilis ICW itu,
dianggap pencemaran nama baik. Kendatipun demikian, ICW kelihatan
tenang-tenang saja menghadapi kerisauan para anggota dewan tersebut.
Bahkan ICW siap menghadapi tuntutan para anggota Dewan di pengadilan.
Sekarang muncul pertanyaan kita, apakah ICW
nantinya berani juga merilis nama-nama bakal calon Presiden yang lemah
komitmennya dalam memberantas korupsi sehingga jangan sampai publik
memilih?
Menurut saya, bila ICW telah merilis nama-nama
anggota Dewan yang lemah komitmennya dalam pemberantasan korupsi tentu
saja mereka juga harus merilis nama-nama calon presiden yang lemah
komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Alasannya, pertama, sebagai
lembaga yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi di negeri
ini, ICW tidak boleh hanya sampai pada anggota dewan saja. Sebab yang
paling penting memiliki komitmen dalam pemberantasan koruspsi dinegeri
ini adalah Presiden. Kedua, sama dengan anggota legislatif yang dipilih
rakyat, Presiden juga dipilih oleh rakyat.
Sebagai kepala pemerintahan dan juga kepala negara,
peran presiden sangat menentukan apakah pemberantasan korupsi di negeri
ini berjalan atau tidak. Tentu saja, bila presiden memiliki komitmen
tinggi dalam memberantas korupsi maka akan memilih pembantu-pembantunya
yang juga memiliki komitmen dalam memberantaskan korupsi. Paling kurang,
ketika pembantu-pembantunya terindikasi terlibat korupsi maka dengan
tanpa basa-basi akan memecatnya.
Belakangan ini, kita selalu disuguhkan pemandangan
yang tidak sedap berkaitan dengan para pembantu presiden yang terlibat
dalam kasus-kasus korupsi. Akibatnya, para menteri itu tidak fokus dalam
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai menteri. Sehingga proses
pembangunan di negeri ini tersendat-sendat. Sebab, pikiran dan perasaan
para menteri hanya tercurahkan untuk bagaimana menyelamatkan diri dari
jeratan hukum. Meskipun, ada yang langsung mengundurkan diri dan ada
juga yang memiliki cara untuk menghindar.
Karena rilis nama-nama calon bakal presiden yang
lemah dalam memberantas korupsi tidak kalah atau malah sangat penting
dibandingkan dengan nama-nama bakal anggota legislatif, maka kita
mengharap juga ICW juga mau melakukan itu. Apalagi bakal calon presiden
baik secara tersirat maupun tersurat sudah digadang-gadangkan oleh
partai-partai politik. Sehingga, dengan demikian masyarakat tidak salah
pilih presiden sebagai pimpinan di pemilu presiden 2014***DJ (1713).
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/07/01/beranikah-icw-merilis-nama-calon-presiden-yang-tak-layak-jadi-presiden-2014-573402.html
Soal ICW, Pakde Kartono Kalau Nulis Serius Nggak Sih?
Sebenarnya sih ane suka tulisan-tulisan Pakde Kartono. Kata-kata dalam artikel enak dibaca dan mudah dipahami. Tetapi
belakangan ini ane bingung baca beberapa tulisannya.Terutama tentang
tulisannya yang memfokuskan pada Ahok. Sekali dua kali ane melihat satu
dua tulisan itu sebagai sindiran wajar yang mungkin diselingi candaan.
Ane sendiri sebenarnya juga suka bercanda dan sering membubuhi tulisan
ane dengan candaan sekedarnya. Nah tapi pakde Kartono semakin banyak
tulisan tentang Ahok terlihat kontinyunitasnya untuk selalu menyindir
sang Wagub ini.
Ya sah-sah saja kalau seseorang tidak suka sama
Ahok. Ahok memang bisa dibilang Kasar dan kurang menghargai bawahannya
dan juga kurang menghargai mereka-mereka yang sudah berkarier belasan
tahun di Pemprov DKI. Ucapan-ucapan
Ahok memang terlalu ceplas-ceplos dan kadang eh mungkin sering tidak
dipikir lebih dahulu. Contohnya Ahok ngomong soal Komnas HAM yang memang
terbukti Ahok kurang paham tugas dan fungsi Komnas HAM. Tapi
diluar dari kekurangannya itu ada sikapnya yang konsisten untuk membawa
birokrasi DKI yang bersih dan pro rakyat. Sampai saat ini masih tinggi
kredibilitas seorang Ahok di mata masyarakat.
Tapi menurut pakde Kartono mungkin berbeda. Dan pakde kalau menulis tentang Ahok rasanya kok gimana gitu loh.(sepertinya banyak menggunakan kata bersayap) Terbang dong jadinya… :p
Dan satu lagi kalau pendapat ane, semakin sering
pakde menulis tentang minusnya Ahok sepertinya pakde Kartono makin mirip
dengan PKS loper.. pissss… kidding…:D
Tapi ane sadar bahwa kembali lagi ke hak-hak setiap
orang untuk suka atau tidak suka kepada tokoh atau pejabat public dan
menuliskannya sesuai sudut pandangnya dan menulisnya dengan gaya
menulisnya masing-masing.
Kalau ane sendiri sih yang masih berstatus Newbie
ya kalau menulis ya sesuai dengan apa yang ingin ditulis. Kalau Opini ya
opini, kalau Satire ya satire tapi jelas tujuannya kemana pembaca mau
dibawa. Contohnya ane nulis soal Fahri Hamzah. Ane memang gedek sama tuh
orang jadi kalau nulis soal dia ya pasti ane sebut saja dia sesuka hati
ane seperti Ember lah, Angry Birds lah dan lain-lain sebagainya.
Dan ane liat juga umumnya Kompasianer-kompasianer yang ngetop di Kompasiana yang tulisannya sering ane baca juga seperti itu cara menulisnya. Tidak ada yang pakai sayap-sayap segala. Hehehe….
Gitu deh.. Lanjuutt..!
Nih yang kemaren Pakde nulis soal ICW yang merilis
36 nama Calon Legislatif yang diprediksi ICW sebagai politisi yang
kurang mendukung Tindakan Pembrantasan Korupsi di tanah air. Dan pakde
Kartono mengatakan (sesuai dengan judul tulisannya juga) : “ICW
banyak omong, tak ada aksi nyata, bekerja berdasarkan pesanan asing dan
pihak tertentu, ICW itu NATO (No Action Talk Only), dari dulu ICW ada
di Indonesia, korupsi bukan habis atau tambah sedikit, malah makin
banyak. ICW menjadi LSM tempat magang beberapa aktivis yang belum punya
nama, untuk kemudian punya nama dan terkenal, dan pada akhirnya mereka
masuk memperebutkan jabatan di suatu institusi atau lembaga negara.”
Nah disini ane bingung. Pakde ini ngomong serius
(serius berpendapat) atau bercanda? Kalau serius menurut ane, Pakde
berlebihan menilai alias premature dalam memberikan penilaian kepada
ICW, disamping itu juga terkesan Subjective.
ICW (Indonesian Corruption Watch) atau bahasa kite
nya Pemerhati Korupsi Indonesia memang tugasnya kan memperhatikan/
menyelidiki prilaku-prilaku korupsi di lembaga-lembaga Negara. Nah yang
dimaksud pakde dengan No Action Talk Only itu apa ya? Action apa yang
diharapkan seorang Pakde Kartono? Bukankan sebagai lembaga swadaya
masyarakat ICW tidak punya kewenangan apapun untuk melakukan/ aksi nyata
kecuali menyampaikan kepada pemerintah/ penegak hukum tentang informasi
suatu peristiwa yang dapat diindikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
Selama ini ICW cukup berjasa pada negeri ini. Sejak
zaman Teten Masduki ICW menjadi lembaga yang terpercaya. Rasanya sampai
dengan kemarin belum ada pihak-pihak yang meragukan kredibilitas ICW
selain dari PKS.
Yang ane sesalkan dari pernyataan Pakde Kartono
tentang keberadaan ICW yang sekian lama tetapi Korupsi semakin banyak.
Disini ada kesan bahwa pakde menyalahkan ICW atas meningkatnya tindak
pidana korupsi. Ane sendiri tidak bisa melihat korelasi antara semakin
meningkatnya tingkat pidana korupsi dengan keberadaan ICW.
Disamping itu juga ada tuduhan pakde Kartono bahwa
ICW bekerja berdasarkan pesanan Asing dan pihak tertentu. Masa’ sampai
segitunya? Kira-kira ada sumber infonya tidak sehingga Pakde bisa
mengatakan hal tersebut?
Berikutnya lagi tentang ICW yang dipandang pakde
sebagai tempat magang calon politisi. Ini sepertinya gimana gitu loh.
Memang Teten Masduki cawagub Jabar kemarin berasal dari ICW tapi rasanya
terlalu dini menuduh ICW sebagai basis politik partai tertentu atau
basis politik organisasi tertentu.
Ane cuman membayangkan saja kalau tidak ada lembaga-lembaga seperti ICW ini kayak apa lagi hancurnya negeri ini.
Mudah-mudahan pakde menulis ICW itu hanya bercanda dan satu lagi nggak marah kalau dikritisi seperti ini.
Salam.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/06/30/soal-icw-pakde-kartono-kalau-nulis-serius-nggak-sih-573252.html
ICW Itu NATO (No Action Talk Only) dan Asbun (Asal Bunyi)
Rilis 36 nama calon legislatif DPR RI 2014-2019 pada hari jumat
tanggal 28 Juni 2013 yang menurut Indonesian Corruption Watch (ICW)
tidak pro pemberantasan korupsi menuai protes dari nama-nama anggota DPR
RI yang disebutkan, juga pro dan kontra dari anggota masyarakat atas
apa yang dilakukan ICW tersebut.
Beragam reaksi muncul terhadap rilis ICW tersebut, ada yang menduga ICW bermain politik praktis agar nama-nama tersebut mendapat suara sedikit di pemilu 2014 dan akhirnya tak lolos ke Senayan, hal ini akan menguntungkan caleg yang namanya tidak ada di rilis ICW, ada yang menduga nama-nama tersebut dirilis ICW karena mereka belum mensetor sejumlah dana ke ICW sebagai tanda persahabatan, ada yang menduga ICW kurang kerjaan, yang seharusnya tugas utamanya melaporkan tindak pidana korupsi yang terjadi ke KPK atau penegak hukum lain, ini justru mengurusi anggota DPR RI yang tersangka saja tidak, tapi dikatakan tidak pro pemberantasan korupsi.
9 indikator anggota DPR RI dikatakan tidak tak pro pemberantasan korupsi, menurut ICW, yang diwakili oleh salah seorang penelitinya Donald Fariz adalah sebagai berikut :
1. Politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi.
2. Politisi bekas terpidana kasus korupsi.
3. Politis yang pernah dijatuhi sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR.
4. Politisi yang mengeluarkan pernyataan di media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
5. Politisi yang mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga tersebut.
6. Politisi yang mendukung pembintangan dana untuk pembangunan gedung KPK,
7. Politisi yang mendukung pengurangan anggaran KPK
8. Politisi yang melakukan intervensi terhadap proses pemindahan persidangan Walikota Semarang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung,
9. Politisi yang melakukan penolakan moratorium remisi bagi koruptor.
Berikut adalah 36 nama caleg yang dikatakan tidak pro pemberantasan korupsinya oleh ICW.
1. Aziz Syamsuddin (Golkar)
2. Desmond J Mahesa (Gerindra)
3. Herman Hery (PDIP)
4. Bambang Soesatyo (Golkar)
5. Edhie Baskoro Yudhoyono (PD)
6. Mahyudin (PD)
7. I Wayan Koster (PDIP)
8. Said Abdullah (PDIP)
9. Mirwan Amir (PD)
10. Abdul Kadir Karding (PKB)
11. Olly Dondokambey (PDIP)
12. Jhonny Allen Marbun (PD)
13. Ahmad Yani (PPP)
14. Syarifuddin Suding (Hanura)
15. Nasir Djamil (PKS)
16. Idris Laena (Golkar)
17. Achsanul Qosasih (PD)
18. Zulkifliemansyah (PKS)
19. Ignatius Mulyono (PD)
20. Nudirman Munir (Golkar)
21. Setya Novanto (Golkar)
22. Kahar Muzakir (Golkar)
23. Adang Darajatun (PKS)
24. Fahri Hamzah (PKS)
25. Ribka Tjiptaning (PDIP)
26. Pius Lustrilanang (Gerindra)
27. Melchias Markus Mekeng (Golkar)
28. M Nasir (PD)
29. Vonny Anneke Panambunan (Gerindra)
30. Nazaruddin Sjamsuddin (PBB)
31. Sutan Bhatoegana (PD)
32. Marzuki Alie (PD)
33. Priyo Budi Santoso (Golkar)
34. Max Sopacua (PD)
35. Charles Jonas Mesang (Golkar)
36. H Achmad Farial (PPP)
Terhadap rilis ICW yang mencantumkan namanya, Sutan Bhatoegana mengatakan : “Saya sebelumnya hormat betul sama ICW, tapi dengan begini saya anggap dia lembaga abal-abal. ICW sudah menyebar fitnah, saya akan laporkan ke Bareskrim segera, coba kenapa nama saya disebut di situ. Kalau indikatornya pernah disebut di BAP, berarti dia tendensius. Banyak orang pernah disebut di BAP. ICW perlu diperiksa, saya akan galang dukungan untuk memeriksa ICW, dia melakukan penghinaan.”
Max Sopacua mengatakan : “Dia punya hak untuk merilis suatu data. Biarkan sajalah, rakyat yang menilai, bagaimana saya harus keberatan, datanya sudah keluar. Tapi ya biar saja, tidak perlu dipermasalahkan.”
Fahri Hamzah mengatakan : “Boleh menuduh saya anti pemberantasan korupsi. Tapi saya menjanjikan kalau PKS menang, setahun korupsi hilang,” jawab Fahri. Mereka tidak mau korupsi hilang karena itu dagangannya dan mereka mendapatkan proyek asing dari berlanjutnya korupsi di Indonesia.”
Bambang Soesatyo mengatakan : “Namanya juga ICW. He..he.. Masa gara-gara saya ujung tombak Century dimana publik sudah mahfum bahwa aktor utama kasus Century tersebut punya benang merah pada kelompok tertentu lalu saya dibilang diragukan komitmennya pada upaya pemberantasan korupsi. Kok mengait-ngaitkannya dengan kesaksian seseorang tanpa bukti hukum atas suatu kasus.”
Ahmad Yani mengatakan : “Apa indikatornya saya tidak pro pemberantasan korupsi? Kalau karena kritik saya ke KPK, apakah bentuk kecintaan dengan memuji dan menjilat KPK? Sampai kemarin pun saat rapat kerja dengan KPK, saya ada 16 pertanyaan, saya bertanya cukup keras. Saya mempertanyakan apa fokus KPK? Jadi saya bingung dengan rilis ICW, apa indikatornya saya tidak pro pemberantasan koruupsi, yang mana? Inisiasi perubahan UU KPK. Sampai hari ini saya tidak pernah dipanggil sebagai saksi dalam kasus korupsi. Apa karena saya ungkap soal sumbangan asing kepada ICW terkait dengan kampanye anti tembakau? Kayak mereka saja yang paling benar di republik ini. Apalagi ICW ini memprovokasi agar tidak memilih. Kita lihat saja, kalau kata-katanya menyudutkan dan bertendensi pembunuhan karakter, saya akan melakukan langkah hukum.”
Pakde Kartono mengatakan : “ICW banyak omong, tak ada aksi nyata, bekerja berdasarkan pesanan asing dan pihak tertentu, ICW itu NATO (No Action Talk Only), dari dulu ICW ada di Indonesia, korupsi bukan habis atau tambah sedikit, malah makin banyak. ICW menjadi LSM tempat magang beberapa aktivis yang belum punya nama, untuk kemudian punya nama dan terkenal, dan pada akhirnya mereka masuk memperebutkan jabatan di suatu institusi atau lembaga negara.”
Gatot Swandito mengatakan : “ICW asbun, asal bunyi, kader PKS yang ditangkap KPK itu seperti LHI dan AF hanya oknum (yang ketahuan) , yang lainnya bersih, dan pro pemberantasan korupsi. Kader Partai Demokrat begitu juga, Nazaruddin, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum itu hanya oknum (yang ketahuan), kader lainnya bersih dan pro pemberantasan korupsi.”
Selamat malam Indonesia
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/06/29/icw-itu-nato-no-action-talk-only-dan-asbun-asal-bunyi-569504.html
Beragam reaksi muncul terhadap rilis ICW tersebut, ada yang menduga ICW bermain politik praktis agar nama-nama tersebut mendapat suara sedikit di pemilu 2014 dan akhirnya tak lolos ke Senayan, hal ini akan menguntungkan caleg yang namanya tidak ada di rilis ICW, ada yang menduga nama-nama tersebut dirilis ICW karena mereka belum mensetor sejumlah dana ke ICW sebagai tanda persahabatan, ada yang menduga ICW kurang kerjaan, yang seharusnya tugas utamanya melaporkan tindak pidana korupsi yang terjadi ke KPK atau penegak hukum lain, ini justru mengurusi anggota DPR RI yang tersangka saja tidak, tapi dikatakan tidak pro pemberantasan korupsi.
9 indikator anggota DPR RI dikatakan tidak tak pro pemberantasan korupsi, menurut ICW, yang diwakili oleh salah seorang penelitinya Donald Fariz adalah sebagai berikut :
1. Politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi.
2. Politisi bekas terpidana kasus korupsi.
3. Politis yang pernah dijatuhi sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR.
4. Politisi yang mengeluarkan pernyataan di media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
5. Politisi yang mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga tersebut.
6. Politisi yang mendukung pembintangan dana untuk pembangunan gedung KPK,
7. Politisi yang mendukung pengurangan anggaran KPK
8. Politisi yang melakukan intervensi terhadap proses pemindahan persidangan Walikota Semarang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung,
9. Politisi yang melakukan penolakan moratorium remisi bagi koruptor.
Berikut adalah 36 nama caleg yang dikatakan tidak pro pemberantasan korupsinya oleh ICW.
1. Aziz Syamsuddin (Golkar)
2. Desmond J Mahesa (Gerindra)
3. Herman Hery (PDIP)
4. Bambang Soesatyo (Golkar)
5. Edhie Baskoro Yudhoyono (PD)
6. Mahyudin (PD)
7. I Wayan Koster (PDIP)
8. Said Abdullah (PDIP)
9. Mirwan Amir (PD)
10. Abdul Kadir Karding (PKB)
11. Olly Dondokambey (PDIP)
12. Jhonny Allen Marbun (PD)
13. Ahmad Yani (PPP)
14. Syarifuddin Suding (Hanura)
15. Nasir Djamil (PKS)
16. Idris Laena (Golkar)
17. Achsanul Qosasih (PD)
18. Zulkifliemansyah (PKS)
19. Ignatius Mulyono (PD)
20. Nudirman Munir (Golkar)
21. Setya Novanto (Golkar)
22. Kahar Muzakir (Golkar)
23. Adang Darajatun (PKS)
24. Fahri Hamzah (PKS)
25. Ribka Tjiptaning (PDIP)
26. Pius Lustrilanang (Gerindra)
27. Melchias Markus Mekeng (Golkar)
28. M Nasir (PD)
29. Vonny Anneke Panambunan (Gerindra)
30. Nazaruddin Sjamsuddin (PBB)
31. Sutan Bhatoegana (PD)
32. Marzuki Alie (PD)
33. Priyo Budi Santoso (Golkar)
34. Max Sopacua (PD)
35. Charles Jonas Mesang (Golkar)
36. H Achmad Farial (PPP)
Terhadap rilis ICW yang mencantumkan namanya, Sutan Bhatoegana mengatakan : “Saya sebelumnya hormat betul sama ICW, tapi dengan begini saya anggap dia lembaga abal-abal. ICW sudah menyebar fitnah, saya akan laporkan ke Bareskrim segera, coba kenapa nama saya disebut di situ. Kalau indikatornya pernah disebut di BAP, berarti dia tendensius. Banyak orang pernah disebut di BAP. ICW perlu diperiksa, saya akan galang dukungan untuk memeriksa ICW, dia melakukan penghinaan.”
Max Sopacua mengatakan : “Dia punya hak untuk merilis suatu data. Biarkan sajalah, rakyat yang menilai, bagaimana saya harus keberatan, datanya sudah keluar. Tapi ya biar saja, tidak perlu dipermasalahkan.”
Fahri Hamzah mengatakan : “Boleh menuduh saya anti pemberantasan korupsi. Tapi saya menjanjikan kalau PKS menang, setahun korupsi hilang,” jawab Fahri. Mereka tidak mau korupsi hilang karena itu dagangannya dan mereka mendapatkan proyek asing dari berlanjutnya korupsi di Indonesia.”
Bambang Soesatyo mengatakan : “Namanya juga ICW. He..he.. Masa gara-gara saya ujung tombak Century dimana publik sudah mahfum bahwa aktor utama kasus Century tersebut punya benang merah pada kelompok tertentu lalu saya dibilang diragukan komitmennya pada upaya pemberantasan korupsi. Kok mengait-ngaitkannya dengan kesaksian seseorang tanpa bukti hukum atas suatu kasus.”
Ahmad Yani mengatakan : “Apa indikatornya saya tidak pro pemberantasan korupsi? Kalau karena kritik saya ke KPK, apakah bentuk kecintaan dengan memuji dan menjilat KPK? Sampai kemarin pun saat rapat kerja dengan KPK, saya ada 16 pertanyaan, saya bertanya cukup keras. Saya mempertanyakan apa fokus KPK? Jadi saya bingung dengan rilis ICW, apa indikatornya saya tidak pro pemberantasan koruupsi, yang mana? Inisiasi perubahan UU KPK. Sampai hari ini saya tidak pernah dipanggil sebagai saksi dalam kasus korupsi. Apa karena saya ungkap soal sumbangan asing kepada ICW terkait dengan kampanye anti tembakau? Kayak mereka saja yang paling benar di republik ini. Apalagi ICW ini memprovokasi agar tidak memilih. Kita lihat saja, kalau kata-katanya menyudutkan dan bertendensi pembunuhan karakter, saya akan melakukan langkah hukum.”
Pakde Kartono mengatakan : “ICW banyak omong, tak ada aksi nyata, bekerja berdasarkan pesanan asing dan pihak tertentu, ICW itu NATO (No Action Talk Only), dari dulu ICW ada di Indonesia, korupsi bukan habis atau tambah sedikit, malah makin banyak. ICW menjadi LSM tempat magang beberapa aktivis yang belum punya nama, untuk kemudian punya nama dan terkenal, dan pada akhirnya mereka masuk memperebutkan jabatan di suatu institusi atau lembaga negara.”
Gatot Swandito mengatakan : “ICW asbun, asal bunyi, kader PKS yang ditangkap KPK itu seperti LHI dan AF hanya oknum (yang ketahuan) , yang lainnya bersih, dan pro pemberantasan korupsi. Kader Partai Demokrat begitu juga, Nazaruddin, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum itu hanya oknum (yang ketahuan), kader lainnya bersih dan pro pemberantasan korupsi.”
Selamat malam Indonesia
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/06/29/icw-itu-nato-no-action-talk-only-dan-asbun-asal-bunyi-569504.html
ICW Menuduh, “Anak-anak” Mengamuk?
Lagi-lagi “anak-anak” mengamuk. Betapa tidak, karena nama mereka dicantumka
Saya pikir ICW tidaklah salah membuat daftar nama-nama yang diduga sebagai orang yang tidak Pro-pemberantasan korupsi. Lantas adakah yang salah dari mereka yang dituduh oleh ICW? Tentu saja adalah salah. Karena mereka menanggapinya dengan tidak manusiawi dan tergolong melecehkan semangat pemberantasan korupsi. Bukan hanya itu saja, mereka telah menganggap dirinya sebagai Dewa.
Lain Sutan, lain juga Tanggapan yang kurang bermartabat dilontarkan oleh Ketua DPR Marzuki Alie yang menyatakan ICW seolah-olah seperti tuhan. Itu adalah suatu pernyataan yang premature tanpa didahului sebuah penelitian yang mendalam. Bahasa sederhana saya mengantakan bantahan Marzuki Alie sebaiknya dimasukkan saja ke tong sampah.
Tentu saja, banyak yang tidak siap dalam pemberantasan korupsi. Contoh sederhana tersebut adalah merupakan contoh klasik dari pembelaan dan berujung akan dilaporkannya ICW ke penegak hukum. alangkah naifnya memang, ketika mereka yang dituduh tidak pro pemberantasan korupsi malah melakukan aksi pembalasan yang sangat menjijikkan.
Sebaiknya, daripada mereka-mereka yang dituduh ICW tidak pro pemberantasan korupsi sebaiknya mereka berubah diri menjadi manusia yang beradab. Karena manusia beradab tidak berpura-pura menjadi seorang Dewa saat dituduh tidak pro dalam pemberantasan korupsi.
Selanjtunya ialah, apakah masyarakat perlu prihatin terhadap aksi pembelaan terhadap 36 nama calon legeslatif DPR RI utk 2014? Jawaban saya sederhana ialah, jangan, jangan perlu prihatin terhadap mereka semua. Karena, apabila masyarakat ikut prihatin terhadap 36 nama yang dikeluarkan tersebut, sama saja kita memilihara wakil haram yang menghalalkan korupsi.
Perlukah kelakuan kekanak-kanakan anggota DPR yang tidak pro pemberantasan korupsi ini perlu atau ditangapi serius? Saya pikir tidaklah perlu, ini hanyalah perilaku konyol jika ICW menanggapinya.
Bagaimana jika anak-anak yang mengamuk ini melaporkan ke Kepolisian atas tuduhan penceran nama baik ataupun perbuatan tidak menyenangkan? Biarkan mereka melaporkan, dan ini akan menjadikan senjata makan tuan untuk dirinya sendiri. Toh sejarah akan mencatat bahwa, ada anak-anak yang mengamuk karena dituduh oleh LSM anti Korupsi?
Salam Kebenaran!
*Mungkin Tulisan ini jelek, tapi setidaknya anda sudah menjadi pembaca yang baik.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/07/01/icw-menuduh-anak-anak-mengamuk-573272.html
n oleh ICW sebagai orang yang tidak pro pemberantasan korupsi.
Seakan tidak terima dengan tuduhan tersebut, Sutan Batugana dan 35 nama
lainnya menggalang aksi untuk melaporkan tindakan ICW sebagai
pelanggaran hukum. apa sebenarnya yang salah dari ICW?Saya pikir ICW tidaklah salah membuat daftar nama-nama yang diduga sebagai orang yang tidak Pro-pemberantasan korupsi. Lantas adakah yang salah dari mereka yang dituduh oleh ICW? Tentu saja adalah salah. Karena mereka menanggapinya dengan tidak manusiawi dan tergolong melecehkan semangat pemberantasan korupsi. Bukan hanya itu saja, mereka telah menganggap dirinya sebagai Dewa.
Lain Sutan, lain juga Tanggapan yang kurang bermartabat dilontarkan oleh Ketua DPR Marzuki Alie yang menyatakan ICW seolah-olah seperti tuhan. Itu adalah suatu pernyataan yang premature tanpa didahului sebuah penelitian yang mendalam. Bahasa sederhana saya mengantakan bantahan Marzuki Alie sebaiknya dimasukkan saja ke tong sampah.
Tentu saja, banyak yang tidak siap dalam pemberantasan korupsi. Contoh sederhana tersebut adalah merupakan contoh klasik dari pembelaan dan berujung akan dilaporkannya ICW ke penegak hukum. alangkah naifnya memang, ketika mereka yang dituduh tidak pro pemberantasan korupsi malah melakukan aksi pembalasan yang sangat menjijikkan.
Sebaiknya, daripada mereka-mereka yang dituduh ICW tidak pro pemberantasan korupsi sebaiknya mereka berubah diri menjadi manusia yang beradab. Karena manusia beradab tidak berpura-pura menjadi seorang Dewa saat dituduh tidak pro dalam pemberantasan korupsi.
Selanjtunya ialah, apakah masyarakat perlu prihatin terhadap aksi pembelaan terhadap 36 nama calon legeslatif DPR RI utk 2014? Jawaban saya sederhana ialah, jangan, jangan perlu prihatin terhadap mereka semua. Karena, apabila masyarakat ikut prihatin terhadap 36 nama yang dikeluarkan tersebut, sama saja kita memilihara wakil haram yang menghalalkan korupsi.
Perlukah kelakuan kekanak-kanakan anggota DPR yang tidak pro pemberantasan korupsi ini perlu atau ditangapi serius? Saya pikir tidaklah perlu, ini hanyalah perilaku konyol jika ICW menanggapinya.
Bagaimana jika anak-anak yang mengamuk ini melaporkan ke Kepolisian atas tuduhan penceran nama baik ataupun perbuatan tidak menyenangkan? Biarkan mereka melaporkan, dan ini akan menjadikan senjata makan tuan untuk dirinya sendiri. Toh sejarah akan mencatat bahwa, ada anak-anak yang mengamuk karena dituduh oleh LSM anti Korupsi?
Salam Kebenaran!
*Mungkin Tulisan ini jelek, tapi setidaknya anda sudah menjadi pembaca yang baik.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/07/01/icw-menuduh-anak-anak-mengamuk-573272.html
Tuhan KPK Nabi ICW!
Sekian lama saya berupaya untuk meyakini bahwa tindakan KPK
menterdakwakan Luthfi Hasan Ishaq adalah murni persoalan hukum. Tapi,
dari sekian konstruksi yang KPK pertontonkan di depan publik, diliput
secara luas dan masif oleh berbagai media. Sampai pemberitaannya lebay
dan over dosis. Sulit bagi akal sehat untuk mengatakan bahwa KPK bekerja
berdasarkan kepentingan hukum semata!
Terlebih belakangan muncul banyak pendapat dari berbagai pakar, yang mempertanyakan profesionalisme KPK. Namun KPK melalui Johan Budi dan Bambang Wijayanto, selalunya menjawab semua pendapat ilmiah para pakar tersebut dengan: Kita buktikan di pengadilan!
Padahal tentang rasa keadilan itu tidak selalu bisa dipenuhi oleh vonis hakim. Dan bahkan kasus KPK sendiri harus diselesaikan di luar pengadilan. Deponering akhirnya menyelamatkan petinggi KPK dari dugaan korupsi. Perintah presiden pun akhirnya menyelamatkan seorang penyidik KPK dari dugaan pembunuhan.
Padahal yang kita harapkan sebenarnya bukan KPK membebaskan Pak Luthfi atau menyatakannya tidak bersalah. Namun, bagaimana KPK bisa menjelaskan secara ilmiah sesuai dengan kaidah hukum yang sebenarnya -berdasarkan pertanyaan para pakar, bahwa Pak Luthfi memang layak dijadikan tersangka.
Namun begitulah, akhirnya kita telah sampai pada pengunduran sejarah, bahwa apa yang dipresepsikan publik salah itulah pesakitan. Sebaliknya, apa yang masyarakat anggap hero, itulah pahlawan. KPK telah menjadi Tuhan baru yang bernabikan ICW.
Baiklah, UU KPK memang telah mengamanatkan bahwa apa yang telah disidik KPK tidak bisa lagi dihentikan. Kasus Pak Luthfi memang harus naik ke pengadilan. Berharap palu hakim memang mendaratkan ketukannya dengan tepat. Karena harapan akan tegaknya supremasi hukum di negeri ini, adalah harapan kita semua. Karena keinginan akan enyahnya korupsi dari bangsa ini adalah keinginan semua masyarakan Indonesia.
Ketika nanti Pak Luthfi memang terbukti bersalah, harus dihukum. PKS dan para pendukungnya harus menerima itu. Namun, ketika nanti Pak Luthfi dinyatakan tidak bersalah dan akhirnya bebas, KPK dan para suporternya termasuk ICW harus menghormati itu. Jangan nanti kalau Pak Luthfi bebas, giliran hakim yang dituduh macam-macam! :-)
Sejarah jua yang akan mencatat, siapa pejuang anti korupsi yang sesungguhnya atau hanya sebatas memenuhi pesanan pihak lain. Sejarah juga yang kelak akan bercerita, siapa koruptor yang sebenarnya, ataukah orang yang sebatas ditumbalkan dengan cara keji.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/06/16/tuhan-kpk-nabi-icw-565465.html
Disisi yg lain ada tim elang hitam yg arahkan opini media ke
topik lain. Pengalihan isu agar kinerja dan intgritas jeblok KPK tdk
teruangkap
“Kami akan melakukan pertemuan. Kami akan mengajukan tuntutan hukum ke ICW sampai mereka minta maaf, dan bikin pernyataan kalau (data) itu salah,” kata Sutan di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Tidak mau kalah dengan koleganya, anggota Komisi III DPR RI Fahri Hamzah menganggap “kliping” ICW sebagai analisis murahan. Bahkan, Wasekjen PKS yang dinilai anti pemberantasan korupsi karena gigih mendorong pembubaran KPK ini menuduh balik ICW sebagai lembaga antikorupsi yang tidak ingin Indonesia bebas dari tindak pidana korupsi.
“Soal tuduhan ICW bahwa saya tidak berkomitmen pada pemberantasan korupsi, saya dan PKS punya proposal “setahun korupsi sistemik selesai” kalau ada amanah rakyat. Sementara kalau ICW, mereka tidak mau korupsi hilang sebab itu sumber proyeknya,” kata Fahri.
Jika karena “kliping” saja caleg-caleg ini sudah kebakaran jenggot dan akan menuntut penyebarnya, maka sudah sepantasnya bila masyarakat pun mengampanyekan “Jangan pilih politisi anti pemberantasan korupsi sekaligus anti berita!”
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2013/06/29/1627269/Rilis.36.Caleg.Bermasalah.ICW.Bantah.Terima.Pesanan.
Terlebih belakangan muncul banyak pendapat dari berbagai pakar, yang mempertanyakan profesionalisme KPK. Namun KPK melalui Johan Budi dan Bambang Wijayanto, selalunya menjawab semua pendapat ilmiah para pakar tersebut dengan: Kita buktikan di pengadilan!
Padahal tentang rasa keadilan itu tidak selalu bisa dipenuhi oleh vonis hakim. Dan bahkan kasus KPK sendiri harus diselesaikan di luar pengadilan. Deponering akhirnya menyelamatkan petinggi KPK dari dugaan korupsi. Perintah presiden pun akhirnya menyelamatkan seorang penyidik KPK dari dugaan pembunuhan.
Padahal yang kita harapkan sebenarnya bukan KPK membebaskan Pak Luthfi atau menyatakannya tidak bersalah. Namun, bagaimana KPK bisa menjelaskan secara ilmiah sesuai dengan kaidah hukum yang sebenarnya -berdasarkan pertanyaan para pakar, bahwa Pak Luthfi memang layak dijadikan tersangka.
Namun begitulah, akhirnya kita telah sampai pada pengunduran sejarah, bahwa apa yang dipresepsikan publik salah itulah pesakitan. Sebaliknya, apa yang masyarakat anggap hero, itulah pahlawan. KPK telah menjadi Tuhan baru yang bernabikan ICW.
Baiklah, UU KPK memang telah mengamanatkan bahwa apa yang telah disidik KPK tidak bisa lagi dihentikan. Kasus Pak Luthfi memang harus naik ke pengadilan. Berharap palu hakim memang mendaratkan ketukannya dengan tepat. Karena harapan akan tegaknya supremasi hukum di negeri ini, adalah harapan kita semua. Karena keinginan akan enyahnya korupsi dari bangsa ini adalah keinginan semua masyarakan Indonesia.
Ketika nanti Pak Luthfi memang terbukti bersalah, harus dihukum. PKS dan para pendukungnya harus menerima itu. Namun, ketika nanti Pak Luthfi dinyatakan tidak bersalah dan akhirnya bebas, KPK dan para suporternya termasuk ICW harus menghormati itu. Jangan nanti kalau Pak Luthfi bebas, giliran hakim yang dituduh macam-macam! :-)
Sejarah jua yang akan mencatat, siapa pejuang anti korupsi yang sesungguhnya atau hanya sebatas memenuhi pesanan pihak lain. Sejarah juga yang kelak akan bercerita, siapa koruptor yang sebenarnya, ataukah orang yang sebatas ditumbalkan dengan cara keji.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/06/16/tuhan-kpk-nabi-icw-565465.html
“Lumpuhnya ICW”
Disisi yg lain ada tim elang hitam yg arahkan opini media ke
topik lain. Pengalihan isu agar kinerja dan intgritas jeblok KPK tdk
teruangkap
Sementara itu kasus2 korupsi elit istana dan kacung2 SBY yg rugikan
negara puluhan trliun dibiarkan dan diamankan KPK. Ga bakal diusut
Kewenangan besar yg dimiliki KPK saat ini digunakan utk kepentingan
politik istana dan SBY. Utk menghancurkan musuh2 politik SBY. Bahaya
ICW menyangka semua rakyat tolol dan bodoh. ICW menyangka rakyat tdk
tahu apa yg terjadi pada KPK dan ICW. KPK & ICW sama2 jadi pelacur
Kondisi babak belur KPK ini sama sekali tdk jadi fokus dan prioritas
ICW. Mereka malah ikut2an tersandera demi selamatkan muka BW & KPK
KPK hrs membatasi pengusutannya agar jangan sampai ada kasus yg bisa
melebar mengenai ring 1 /org2 dekat SBY. KPK sdh 100% dikendalikan SBY
Di sisi lain, KPK dipaksa presiden /istana utk usut kasus2 titipan
istana, seperti kasus LHI, korupsi PKS dll.itu pun harus dibatasi.
Itu sebabnya, KPK tdk berani usut kasus2 korupsi Nazar, Ibas, Cikeas,
stafsus SBY, century, pertamina dll. KPK sdh mati kutu. Sdh hancur
Pimpinan KPK pun tdk punya pilihan kecuali menyerah pada keinginan
/agenda istana dan presiden. KPK jadi kaki tangan presiden, KPK jd alat
Integritas KPK makin hancur ketika 3 pimp KPK yg lain : zul, pandu dan
samad jg terancam pidana pembocoran spindik. KPK pun kian terpuruk
Jatuhnya moral dan integritas Bambang Widjajanto akibat kejahatan yg dia
lakukan (buat saksi palsu) turut menghancurkan integritas KPK
Status BW yg calon tersangka pemalsuan saksi di sengketa pilkadi
sebabkan ICW pun shock tak berdaya. Terpaksa diam. ICW pun ikut
tersandera
Sejak istana mendapatkan bukti2 tindak pidana Bambang Widjajanto dlm
rekayasa saksi palsu pada sidang sengketa Pilkada, BW pun terancam TSK
ICW tahu persis bgmn KPK sdh jatuh bertekuklutut pada istana. Apalagi
Bambang Widjajanto cs sdh dikendalikan istana akibat kasus2 mrka
Padahal KPK jilid 3 ini adalah KPK terburuk dlm sejarah. Pimpnya
termasuk BW terkooptasi dan disandera istana. ICW bungkam. Pura2 buta
ICW mati kutu dan jadi banci bisu ketika Bambang Widjajanto jd wakil
ketua KPK. ICW tiba2 berubah jadi underbouw KPK. Penjilat KPK
ICW 2 tahun lalu masih bisa dipercaya. Masih rajin inventarisir kasus2
korupsi besar utk didesak pengusutannya. Skrg? ICW membisu
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/06/30/lumpuhnya-icw-573041.html
Gara-gara “Kliping”, ICW Mau Diperkarakan
Memang
anggota parlemen Republik Indonesia tidak pernah kering ide konyol.
Mereka yang akan kembali mengadu nasib sebagai caleg ini berang lantaran
ICW merilis “kliping” daftar caleg yang diragukan komitmennya dalam
pemberantasan korupsi. Para caleg yang namanya disebutkan dalam
“kliping’ tersebut berencana memperkarakan LSM anti rasuah itu.
Disebut
“kliping” karena daftar nama caleg yang dirilis ICW tersebut sebelumnya
sudah ramai menjadi pemberitaan di sejumlah media. Coba klik di sini!
Di laman kompas.com tersebut tertulis lengkap nama-nama caleg lengkap
dengan kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan mereka atau sikap para
caleg yang dinilai anti terhadap pemberantasan korupsi yang pernah
diberitakan sebelumnya. Dengan demikian yang dilakukan ICW hanya sebatas
mengingatkan masyarakat untuk lebih selektif dalam menentukan
pilihannya pada pemilu mendatang.
Dikatakan
konyol, karena sebelumnya para caleg tersebut kerap berbicara tentang
dukungannya terhadap keterbukaan. Mereka yang namanya masuk dalam
“kliping” ICW tersebut bahkan telah memberi kewenangan kepada KPU untuk
memublikasikan daftar riwayat hidup mereka. Lantas, kenapa hanya karena
“kliping” ICW mereka murka?
Ketua
DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana yang oleh jaksa penuntut umum
(JPU) disebut telah menerima uang dalam kasus Solar Home System (SHS)
merasa geram karena namanya tercantum dalam “kliping” ICW tersebut.
Sutan yang merasa difitnah bertekad segera mengadukan ICW ke Bareskrim
Polri.
“ICW itu sudah menyebar fitnah, saya akan laporkan mereka ke Bareskrim segera,” kata Sutan pada Jumat (28/6/2013) malam.
Senada
dengan Sutan, politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo yang namanya
disebut oleh saksi AKBP Thedy Rusmawan dalam persidangan kasus simulator
SIM sebagai penerima uang untuk melancarkan proyek simulator SIM
mengaku tengah mempersiapkan langkah hukum terkait tudingan ICW.
Menurutnya analisis ICW tidak memiliki dasar yang jelas.
“Masa
saya dibilang diragukan komitmennya? Saya sendiri tengah mempersiapkan
langkah hukum atas tudingan tersebut,” kata Bambang.
Partai Demokrat yang
dalam “kliping” ICW menjadi “penyumbang” terbanyak dengan memasukkan 10
nama calegnya akan membahas dan menentukan sikap untuk merespons rilis
yang dikeluarkan ICW. “Kami akan melakukan pertemuan. Kami akan mengajukan tuntutan hukum ke ICW sampai mereka minta maaf, dan bikin pernyataan kalau (data) itu salah,” kata Sutan di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Tidak mau kalah dengan koleganya, anggota Komisi III DPR RI Fahri Hamzah menganggap “kliping” ICW sebagai analisis murahan. Bahkan, Wasekjen PKS yang dinilai anti pemberantasan korupsi karena gigih mendorong pembubaran KPK ini menuduh balik ICW sebagai lembaga antikorupsi yang tidak ingin Indonesia bebas dari tindak pidana korupsi.
“Soal tuduhan ICW bahwa saya tidak berkomitmen pada pemberantasan korupsi, saya dan PKS punya proposal “setahun korupsi sistemik selesai” kalau ada amanah rakyat. Sementara kalau ICW, mereka tidak mau korupsi hilang sebab itu sumber proyeknya,” kata Fahri.
Jika karena “kliping” saja caleg-caleg ini sudah kebakaran jenggot dan akan menuntut penyebarnya, maka sudah sepantasnya bila masyarakat pun mengampanyekan “Jangan pilih politisi anti pemberantasan korupsi sekaligus anti berita!”
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2013/06/29/1627269/Rilis.36.Caleg.Bermasalah.ICW.Bantah.Terima.Pesanan.
Artikel-artikel diatas disatukan oleh blog: http://bagindaery.blogspot.com/ dari situs http://www.kompasiana.com/ dan setiap artikel sudah diberikan judul dan sumbernya masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com