Telah hampir dua bulan saat saya berada di Barru, dan dapat menginjak Makassar kembali. Masa-masa penelitian lapangan yang benar-benar melelahkan dan membingungkan. Terlalu banyak hal yang harus dilihat, terlalu banyak fenomena yang berkelindan, tetapi sangat sedikit pengetahuan untuk menyatukan fakta-fakta yang terlihat itu.
Meski telah ada beberapa agenda penelitian yang sudah kulakukan di Makassar, tetapi mencoba menjadi peneliti lapangan, adalah bidang yang sama sekali baru buatku. Serasa semua literatur bacaanku diujicoba, dan tingkat kedalaman banyak pelajaran tentang metode penelitian, setidaknya yang sempat kupelajari selama kuliah, mendapat ruang aktualnya di sana.
Hanya sedikit dari pelajaran itu yang benar-benar dapat kugunakan, kecuali pandangan tentang tidak relevannya memposisikan diri lebih tahu dari informan ketika berada di lapangan. Saya tidak benar-benar tahu bagaimana peneliti lapangan seharusnya bekerja. Tetapi satu hal yang pasti, bahwa dari banyak varian penelitian, studi yang mencoba secara langsung melihat orang-orang datang dan berlalu, adalah yang paling membingungkan.
Ada terlalu banyak karakter di alam bebas, dan kita tak pernah tahu, fakta apa yang dapat ditarik dalam kesepaduan, dan membiarkan yang lain bergerak bebas. Dan pelajaran selama kuliah tentang banyak metode dan cara melihat, sekedar menjadi sempalan yang menguatkan dalam menarik relasi antar fakta, tapi tidak dalam melihat rangkaian kejadian itu berjalan. Berbeda dari teks-teks film atau karya sastra yang diam saat dianalisis, melihat kebudayaan sebagai sesuatu yang hidup dan terus berjalan adalah bagian terumit.
Kita tak pernah tahu, kapan tepatnya fenomena harus dipotret dan diabadikan menjadi teks, karena setiap bagian sama pentingnya dengan bagian yang lain. Setiap detail adalah bagian berharga yang membentuk fenomena sebagai alur tertentu, dan memiliki jejalin dengan fenomena lainnya. Dan, di titik itulah peneliti lapangan berperilaku seperti orang bodoh. Menanyakan hal-hal yang kadang terlalu sepele dan tak penting bagi informan, tetapi tetap menjadi bagian penting dari sebuah alur cerita dan kejadian.
Kerja-kerja penelitian seperti perjalanan orang-orang buta. Mereka berjalan dalam dunia tanpa mencerap warna-warna, tetapi tetap berupaya untuk mengerti semua arah. Menjadi peneliti seperti mencari jarum dalam jerami, meski kadang mereka tak menemukan jarumnya. Tapi, di sanalah menyenangkannya menjadi peneliti lapangan. Bahwa saat berada di tengah tumpukan jerami, kadang jarum menjadi tidak terlalu penting. Ada beragam hal yang dapat saja keluar dari jerami, selain dari sekedar jarum yang dicari. Pertanyaan pentingnya tidak lagi tentang menemukan jarumnya, tetapi kenapa sebongkah jarum bisa berada di sana, di antara tumpukan jerami yang luas.
Dan, saya rasa di sanalah kebodohan telah menjadi satu berkah berharga.
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com