Kembalinya Sejarah Perburuan Elang Kuno Kazakhstan | | |
Epoch Times | Rabu, 06 Januari 2010 |
Chengelsy Gorge - Ketika salju turun di padang rumput Kazakhstan, pemburu mencongklang pelana dan pergi dengan elang di lengan mereka siap berburu mangsa. Para pemburu mengikuti jejak hewan yang tertinggal di salju kemudian melepaskan elang raksasa mereka ke udara untuk menangkap rubah dan kelinci. "Berburu adalah hidup saya," kata Baurzhan Yeshmetov, pria berusia 62-tahun dalam balutan beludru bersulam tunik, dengan seekor elang bertengger di lengannya sedang menatap tajam ke arah bukit-bukit berkabut. "Elang ini adalah hidupku," tambah Yeshmetov yang, jika tidak berburu, bekerja sebagai sopir taksi di pusat keuangan Almaty di Kazakhstan. Banyak orang di Kazakhstan menganggap perburuan elang sebagai simbol bangsa nomaden mereka di masa lalu dan sebuah nostalgia ke masa remaja sebelum padang rumput ini berubah menjadi medan pertempuran geopolitik antara kekuatan regional yang bersaing, Rusia dan China. Dua dekade pertumbuhan ekonomi yang mengikuti kemerdekaan Kazakhstan dari kekuasaan Moskow pada tahun 1991 juga telah menciptakan generasi muda masyarakat Kazakh yang mencari identitas baru yang telah mendorong mereka untuk menggali sejarah lebih dalam. "Pada masa-masa Soviet berkuasa semua kejadian ini menjadi terlupakan karena semua orang harus percaya pada komunisme," kata Dinara Serikbayeva yang memiliki museum perburuan elang di desa Nura. Berbicara di Gedung Kebudayaan yang dibangun di masa Soviet di mana para pejabat pernah menatar penduduk desa mengenai pendekatan gambaran akan surga komunis, ia mengatakan perburuan elang telah berubah menjadi simbol baru atas identitas. "Anak-anak menganggap hal ini menarik. Ini merupakan bagian penting dari leluhur nomaden kami dan kami sangat bangga karenanya." Berburu sebagai Identitas Disebut berkutchi dalam bahasa Kazakh, jumlah pemburu elang profesional hanya sekitar 50 di Kazakhstan — bangsa besar yang telah menggunakan kekayaan minyaknya untuk mengubah diri dari keterbelakangan setelah dijajah Soviet menjadi masyarakat konsumen moderen. Mereka sering berkumpul di bukit-bukit es di perbatasan Kazakh dengan China — jauh dari kota-kota seperti Almaty, yang dipenuhi mobil mewah dan kafe-kafe wifi — untuk menentukan elang mana yang terbaik. Elang Kazakh adalah salah satu binatang terganas di dunia, dengan lebar sayap sekitar 16.5 meter, dilengkapi cakar tajam dan kemampuan menyelam dengan kecepatan kereta ekspres - hingga 190 mph. Selama turnamen 5 Desember, sejumlah juri mengawasi dengan wajah tanpa senyum dari puncak bukit bersamaan dengan para pemburu, dengan memakai topi bulu rubah, melepaskan tali dan melepaskan elang ke udara. Penduduk desa mempersiapkan daging asap di atas papan barbeque, pengeras suara mengumandangkan lagu-lagu rakyat, dan wisatawan dengan teropong dan perlengkapan lampu malam menatap heran. Sebagian besar perburuan elang dilarang selama pemerintahan Soviet dan tradisi ini akan lenyap sama sekali seandainya tidak dilestarikan oleh etnis Kazakh di China dan Mongolia. Lebih dari satu juta masyarakat Kazakh mengambil keterampilan untuk kuburan mereka selama bencana kelaparan Soviet menimpa di tahun 1930-an ketika kampanye pengambilan paksa Josef Stalin membabat habis seluruh desa di Kazakhstan, Ukraina dan Rusia. "Kelaparan, penindasan, perampasan. Orang-orang tidak memiliki waktu untuk memikirkan elang mereka," kata Yepemes Alimkhanov, seorang pejabat pemerintah yang bertanggung jawab menghidupkan kembali kegiatan olahraga nasional. "Ini adalah sebuah tragedi. Tapi tradisi akan datang kembali. Kami telah mewarisi tradisi pada putra dan putri kami," katanya. Jumlah elang terlatih di desa Nura sendiri tumbuh menjadi 30 ekor dari sebelumnya dua ekor sejak 1990. Memang, segala sesuatu yang terjadi di Nura tampaknya berkisar pada tradisi. Bahkan halte bus desa terdapat mosaik besar berbentuk elang terbang. Jumlah elang terlatih di desa Nura sendiri tumbuh menjadi 30 dari hanya dua sejak tahun 1990. Memang, segala sesuatu dalam Nura tampaknya berkisar pada praktek. Bahkan halte bus desa olahraga mosaik besar elang terbang. Pada malam kompetisi baru-baru ini, para keluarga berkumpul di dalam pondok-pondok mereka untuk pesta makan, menyajikan hidangan nasional berupa daging kenyal dan adonan berminyak. Mereka berbicara tentang elang. "Tahun ini tentu saja tidak ada yang punya uang, ini adalah masa krisis," kata Bagdat Muptekekyzy, seorang penyelenggara turnamen. "Sulit memang. Tapi kita akan melakukan apa saja untuk menjaga pemburu kami menerbangkan elang mereka." (rtr/ val) |
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com