Kaharingan. Kata ini
mungkin masih asing bagi kebanyakan orang. Tapi kalau menyebut kata Daya
(Dayak), kemungkian besar semua orang akan tahu. Keterkaitan antara
Kaharingan dan Daya ada pada sisi kepercayaan. Bahwa Kaharingan adalah
kepercayaan Suku Dayak.
Kaharingan berasal dari bahasa Sangen
(Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan
tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon
Kehidupan.
Seperti halnya dengan agama lokal
lainnya di Nusantara, keberadaan mereka nyaris terabaikan, dan
terpinggirkan. Bagi sebagian orang, Kaharingan dianggap sebagai Agama
Helo alias agama lama, Agama Huran alias agama kuno, atau Agama Tato-hiang alias agama nenek-moyang.
Kaharingan yang sudah dianut sebagai
kepercayaan sejak zaman leluhur itu terbagi dalam dua jenis. Kaharingan
murni yang sangat spesifik mempraktikkan ritualnya, dan Kaharingan
campuran, yang sudah berbaur dengan agama lain, namun masih menjaga
kepercayaan asli. Meski begitu, perbedaan keduanya tak terlalu mencolok.
Menurut kepercayaan ini, suku Dayak
mempercayai banyak dewa. Seperti dewa penguasa tanah, sungai, pohon,
batu, dan sebagainya. Dewa tertinggi memiliki sebutan berbeda di antara
sub suku Dayak. Dayak Ot Danum, misalnya, menyebut dewa tertinggi
“Mahatara”, sedangkan Dayak Ngaju menyebutnya “Ranying Mahatalla Langit”.
Penganut kepercayaan Kaharingan memiliki
tempat pertemuan yang berfungsi semacam tempat ibadah disebut dengan
Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Juga memiliki waktu Ibadah rutin
yang dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat. Sedangakan untuk hari raya
atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Tiwah yaitu
ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah,
Sebagai kepercayaan, Kaharingan memuat
aturan hidup. Nilai dan isinya bukan sekadar adat-istiadat, tapi juga
ajaran berperilaku yang disampaikan secara lisan turun temurun. Aturan
hidup tersebut terdapat dalam sejumlah buku suci yang memuat ajaran dan
juga seperangkat aturan adalah: Panaturan (sejenis kitab suci), Talatah
Basarah (kumpulan doa), Tawar (petunjuk tata cara meminta pertolongan
Tuhan dengan upacara menabur beras), Pemberkatan Perkawinan dan Buku
Penyumpahan / Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan.
Sebagai agama kepercayaan masyarakat
Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, Kaharingan telah ada beribu-ribu
tahun sebelum datangnya agama Hindu, Budha, Islam, dan Kristen.
Bedasarkan BPS, pada tahun 2007, di Kalimantan Tengah yang terdiri dari
13 Kabupaten dan 1 Kotamadya terdapat 223.349 orang penganut agama
kepercayaan tersebut.
Kaharingan yang disimbolkan dengan Pohon
Kehidupan memiliki rincian makna filosofis sebagai berikut: pemahaman
pada Pohon Batang Garing yang menyimbolkan antara pohon sebagai dunia
atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi
diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling
membutuhkan.
Simbol pada Buah Batang Garing,
melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja
Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Sementara Buah garing yang
menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua
sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga
keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Tempat bertumpu Batang Garing adalah
Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama
sebelum manusia diturunkan ke bumi. Di sinilah dulunya nenek moyang
manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian
dari mereka diturunkan ke bumi ini.
Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Pada bagian puncak terdapat burung
enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini
adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang
lambang-lambang Ranying Mahatala Langit yang merupakan sumber segala
kehidupan.
Jadi inti lambang dari pohon kehidupan
ini adalah keseimbagan atau keharmonisan antara sesama manusia, manusia
dengan alam dan manusia dengan Tuhan.
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/967/kaharingan-kepercayaan-suku-dayak
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com