Senin, 18 September 2017

Kritik Menggelitik (Sebuah tulisan inspiratif yang Islami)

Good morning gooood people! Guys, apa yang terlintas dalam pikiran saat tiba-tiba ada orang yang datang kepada kita lalu mengatakan, “Saya ingin mengkritik anda!” Biasanya kalau mendapat perlakuan seperti ini, kita akan merasa tidak nyaman, resah dan gelisah. Seolah-olah, harga diri dan kehormatan sedang terancam karena menganggap kritik bisa merusak nama baik.
.
Sekarang lain cerita. Bagaimana kalau tiba-tiba orang itu bilang, “Saya ingin ngasih kripik untuk anda!” Untuk orang-orang yang doyan makan, pastilah respon spontan kita akan senang! Wajah langsung cerah, perasaan sumringah, dan hati pun merekah. Nah, disini lah perbedaan ‘kritik’ dan ‘kripik’, meskipun berbeda 1 huruf, tapi respon kita pasti berbeda. Lho, lalu apa hubungannya kritik dan kripik dalam tulisan @NotesFromQatar ini? Ya emang ga ada hehehe.. Just intermezzooo
.
Baiklah, tanpa banyak basa basi, mari kita mulai dengan sebuah cerita…
.
Alkisah pada zaman dahulu di suatu negeri padang pasir, ada seorang bapak beserta anaknya yang akan pergi dari kampung halaman untuk merantau ke negeri seberang. Untuk sampai ke tempat tujuan, mereka harus melewati empat kota yang berbeda, anggap saja A,B,C dan D. Bapak dan anak ini kemudian membawa serta onta kesayangan mereka karena ya zaman dulu alat transportasinya cuma onta. Keduanya pun langsung menaiki onta tersebut dan mulai berjalan. Setelah beberapa lama, sampailah mereka di kota A.
.
Sesampainya, orang-orang sekitar langsung melihat sinis dan mengkritik keduanya. Mereka berkata bahwa bapak dan anak ini tidak punya rasa kemanusiaan kepada binatang, masa satu onta dinaiki oleh dua orang? Lalu bapak dan anak ini mikir, “Iya bener juga!” Maka setelah keluar dari kota A, sang Bapak pun turun dari onta. Sekarang hanya si anak yang naik dan bapaknya berjalan sambil menuntun sang onta.
.
Perjalanan pun sampai di kota B. Saat memasuki kota tersebut, kembali orang-orang mengkritik bapak dan anak tersebut. Mereka berkata bahwa sang anak kurang ajar sekali, masa dia enak-enakan naik onta dan membiarkan bapaknya jalan? Lagi-lagi bapak dan anak ini mikir, “Oiya bener juga ya!” Maka saat keluar dari kota B, sang anak pun turun dari onta dan membiarkan ayahnya yang naik karena takut juga disebut anak durhaka. Lalu sekarang gantian sang anak yang berjalan sambil menuntun onta.
.
Setelah beberapa lama, sampailah mereka di kota C. Ketika melintasi masuk, kembali terdengar orang ramai mengkritik keduanya. Mereka berkata bahwa bapak ini sungguh kejam sama anak sendiri. Masa bapaknya enak-enakan naik onta sementara anaknya jalan? Lagi, lagi, dan lagi, sang bapak dan anak mikir, “Iya bener juga ya itu kata orang-orang!” Maka setelah keluar dari kota C, sang bapak pun turun dan mereka berdua tidak menaiki onta melainkan berjalan sambil menuntun sang onta.
.
Sampailah keduanya di kota D, akhir dari perjalanan. Mereka pun masuk ke kota tersebut dengan wajah senyum karena merasa sudah memperlakukan onta dengan sangat manusiawi. Tapi tak disangka, ternyata orang-orang kota itu kembali mengkritik dan malah menertawakan keduanya. Kata mereka, bapak dan anak ini kok bodoh banget, udah bawa onta kok malah dituntun doang ga dinaikin??? Akhirnya bapak dan anak ini udah ga tau lagi harus berbuat apa karena semua yang dilakukan salah semua di mata orang lain. Mereka pun pingsan terkapar di jalanan (yang ini lebaydotcom hehe).
.
Yak teman-teman, cerita di atas adalah analogi kehidupan yang kita jalani di dunia ini. Ada kalanya, kita melakukan hal baik dengan niat yang baik, tapi pasti ada saja orang-orang yang mengkritik. Akhirnya kita jadi terpengaruh dan berhenti melakukan hal tersebut. Lalu pada saat kita diam dan tidak melakukan hal tersebut, lagi lagi pasti ada saja orang-orang yang kembali mengkritik kita. Jadi kesimpulannya adalah, dalam hidup ini, kita melakukan sesuatu ataupun tidak, pasti akan sama-sama kena kritik hehe..
.
Lalu bagaimana solusinya? Ya lakukan saja apa yang menurut kita baik. Keep going! Jangan terlalu banyak memikirkan apa kata orang, karena ga bakal maju-maju hidup kita. Karena seperti kisah di atas, setiap orang itu punya pemikiran yang berbeda dalam menafsirkan suatu hal, jadi ya pasti respons nya pun akan berbeda-beda. Jadi kesimpulannya, lakukan apa yang baik menurut kita dan jangan terpengaruh dengan kritik dari orang lain okey!
.
Kritik Oh Kritik..
Ada dua pepatah yang sudah sangat familiar di telinga kita, yaitu “nobody’s perfect” dan “tak ada gading yang tak retak”. Maknanya, tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya dimiliki oleh Allah Swt. Setiap orang memiliki kelemahan dan kekurangan, namun setiap orang juga pasti memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kekurangan yang dimiliki bertujuan agar kita tidak menjadi pribadi yang sombong dan kelebihan yang dimiliki bertujuan agar kita menjadi pribadi yang bersyukur.
.
Manusia adalah makhluk yang lemah.  Dari tukang becak sampai presiden sekalipun, pasti memiliki kekurangan dan pernah berbuat salah. Bahkan, Nabi Muhammad saw, pemimpin terhebat sepanjang sejarah umat manusia – menjadi urutan nomor 1 dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia dalam buku Michael Heart – pernah dikritik oleh Allah Swt saat beliau menghiraukan seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadanya ingin bertanya tentang Islam.
.
Saat itu dikisahkan Nabi Muhammad saw bermuka masam dan memalingkan pandangan dari si buta karena sedang menjamu para pembesar Suku Quraisy. Atas sikapnya ini, Allah Swt langsung mengkritik beliau yang diabadikan di dalam Al-Quran Surat ‘Abasa.Kalau seorang Nabi saja pernah kena kritik, apalagi kita yang manusia biasa? Hehehe.. Terkadang memang berat untuk menerima kritik. Tapi ya kritik ini adalah ujian, dan yang namanya hidup ya pastinya penuh ujian. Seperti apa yang pernah disampaikan oleh Socrates.
.
“Hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi. Hanya ada satu tempat di dunia ini dimana manusia terbebas dari segala ujian hidup, yaitu KUBURAN. Tanda manusia tersebut masih hidup adalah ketika dia mengalami ujian, kegagalan, dan penderitaan. Lebih baik kita tahu mengapa kita gagal, daripada tidak tahu mengapa kita berhasil”
.
Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Jangan melihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan”. Maknanya, kita harus bisa bersikap terbuka menerima kritik dari siapa saja, karena kebenaran bisa datang dari mana saja, bahkan seorang anak kecil atau mungkin dari seekor binatang.
.
Salah satu kisahnya adalah Nabi Sulaiman, seorang nabi yang diberikan kecerdasan serta mukjizat luar biasa dari Allah Swt. Dia adalah raja pada zamannya, yang bahkan jin pun tunduk kepadanya. Namun tetap saja masih ada ilmu pengetahuan yang tidak diketahui oleh beliau, dan pengetahuan tersebut malah diketahui oleh seekor burung kecil bernama Hud-Hud, yang kemudian memberikan kritik kepada Nabi Sulaiman.
.
“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-Hud) lalu ia berkata, ‘Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa padamu dari Negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.’” (QS. An-Naml [27]: 33)
.
Belajar Dari Nabi Ibrahim
Di dalam Al-Quran banyak kisah tentang kritik yang dilakukan para nabi, dan salah satunya adalah Nabi Ibrahim as yang mengkritik ayahnya sendiri yang masih setia menyembah berhala. Mari kita simak bersama bagaimana Nabi Ibrahim mengkritik kesalahan dan kekeliruan ayahnya yang terangkum dalam QS. Maryam [19]: 41-43.
.
QS.19:42. “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya, ‘Wahai ayahanda tercinta, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?’”
.
QS.19:43. “Wahai ayahanda tercinta, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”
.
QS.19:44. “Wahai ayahanda tercinta, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, Allah Swt.”
.
QS.19:45. “Wahai ayahanda tercinta, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu akan menjadi kawan bagi syaitan.”
.
Mari kita telaah dan analisa bersama. Dalam ayat di atas, kita bisa menyimak bagaimana gaya bahasa Nabi Ibrahim ketika mengkritik ayahnya yang dimulai di ayat ke-42. Nabi Ibrahim menggunakan kata “yaa abatii” yang berarti “wahai ayahanda tercinta”. Nabi Ibrahim tidak menggunakan kata “yaa abii” atau “ayahku” meskipun bermakna sama. Panggilan dengan menggunakan “yaa abatii” adalah panggilan kasih sayang.
.
Nabi Ibrahim tahu betul bahwa ayahnya telah melakukan kesalahan yang fatal karena menyembah patung, namun dia tidak pernah menghujat ataupun mengecam ayahnya. Dia tetap memanggil ayahnya dengan panggilan penuh hormat dan santun. Penghormatannya tidak berkurang sedikitpun.
.
Memang seperti itulah ajaran Islam. Jika orang tua musyrik dan mengajak kita kepada kemusyrikan, maka sebagai anak kita tidak perlu patuh terhadap apa yang mereka perintahkan. Namun kita tetap harus menghormati mereka sebagai orang tua.
.
Allah Swt berfirman, “…Dan jika mereka (orang tua) bersungguh-sungguh mempengaruhimu supaya kamu menyekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu turuti mereka. Tetapi berkawanlah dengan mereka di dunia ini dengan cara yang baik; dan ikutilah jalan orang bertaubat kepadaku; kemudian kepada-Ku lah tempat kembalimu, maka akan kujelaskan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15)
.
Ayat di atas menjelaskan bagaimana sikap kita dalam menghadapi ajakan orang tua untuk menyekutukan Allah. Kita tidak perlu patuh terhadap perintah kemusyrikan mereka namun kita harus tetap hormat dan baik dengan mereka. Hal ini karena kemusyrikan orang tua dengan hormatnya kita kepada mereka adalah dua hal yang berbeda.
.
Kemusyrikan mereka berurusan langsung dengan Allah SWT (habluminallah) dan bakti kita terhadap orang tua adalah hubungan antarsesama manusia (habluminannaas). Inilah indahnya ajaran yang dibawa oleh Islam dalam hal hubungan antarsesama manusia, terutama terhadap orang tua. Sebuah keindahan yang tidak dapat dicapai oleh agama apapun, selain Islam.
.
Selanjutnya, setelah Nabi Ibrahim memanggil ayahnya dengan panggilan hormat dan sayang, dia mulai menyampaikan kritiknya dengan pertanyaan, “Kenapa ayahanda menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar, melihat atau berbuat apa-apa?” Dalam hal ini, Nabi Ibrahim mencoba mengajak ayahnya untuk berpikir bersama tentang kekeliruan yang dilakukan dan tidak langsung memvonis, “Anda sesat wahai ayah, tempatnya di neraka tuh, ati-ati!” hehe..
.
Itulah salah satu cara menyampaikan kritik yang baik. Ayahnya pun yang diberikan pertanyaan oleh Nabi Ibrahim tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya baru setelah itu Nabi Ibrahim melanjutkan kritiknya dengan memberikan saran, seperti yang tertulis di ayat 43, “Wahai ayahanda, sungguh telah datang kepadaku sedikit ilmu yang mungkin tidak engkau miliki maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”.
.
Nabi Ibrahim dengan rendah hatinya mengatakan bahwa dia hanya punya ‘sedikit ilmu’ yang bisa mengantarkan ayahnya ke jalan yang lurus. Ya kurang lebih seperti itulah cara menyampaikan kritik dan saran yang terbaik. Jangan ada kesan seolah-olah kita ini yang paling hebat, paling pinter, paling tau segalanya. Bisa-bisa bukannya kita yang mengkritik, malah nanti kita yang kena kritik, “Ahh dasar sotoy lo!”
.
Setelah itu di ayat 44 dan 45, barulah Nabi Ibrahim menyampaikan masukan dan memberikan peringatan tegas kepada ayahnya untuk tidak mengikuti langkah-langkah syetan dengan menyembahnya, karena akan terkena azab Allah Swt.
.
Seni Mengkritik
Berikut adalah sedikit tips & tricks dari saya dalam mengkritik seseorang.
.
1. Luruskan niat. Saat kita ingin mengkritik seseorang, baik itu teman, sahabat, pacar, mantan, gebetan, HTS-an, ataupun yang lainnya, pertama kalinya yakinkan diri bahwa kritik yang disampaikan bertujuan untuk membuat orang-orang tersebut tahu akan kesalahannya dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
.
2. Lihat situasi dan kondisi. Sebelum ngasi kritik, cari dulu waktu yang tepat dan enak untuk berdiskusi. Contoh waktu yang tidak baik misalkan seorang istri mengkritik suaminya di waktu sang suami abis pulang dari kantor dengan tampang kusut dan muka kelipet. Kalo seperti itu kejadiannya, sudah bisa dipastikan terbang semua itu piring-piring di rumah hehehe..
.
3. Jangan emosi. Sampaikan kritik dengan tenang tanpa emosi, karena biasanya kalo marah bicaranya akan jadi ngalor ngidul dan tidak jelas apa yang ingin disampaikan, sehingga bisa terjadi kesalahpahaman. Caranya juga harus manis, seperti misalkan ajak dulu minum kopi atau makan bakso bareng. Setelah kenyang, baru deh silahkan menyampaikan kritik kepada orang yang bersangkutan, sukur-sukur dia ga tidur karena kekenyangan.
.
4. Pakai bahasa yang santun. Kritik itu penting bos, namun yang lebih penting adalah cara menyampaikannya agar orang yang dikritik tidak merasa direndahkan, dilecehkan ataupun disakiti perasaannya. Janganlah memanggil dengan panggilan dari makhluk-makhluk planet mars seperti monyet, kuda, kerbau, domba, dlla. Namun, panggillah dengan panggilan hormat dan sayang sehingga kritik yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Bagaimana mungkin seseorang akan menerima kritikan dan saran jika hati dan perasaannya sudah tersakiti?
.
5. Jangan mempermalukan. Pantangan dalam mengkritik adalah jangan sekali-kali mengkritik didepan orang banyak. Karena hal itu dapat diartikan sebagai upaya mempermalukan dirinya. Nanti yang ada malahan orang yang dikritik lebih sibuk membela diri dan yang lebih parahnya lagi, mungkin bisa sampe kencing di celana karena menahan rasa malu dikritik depan orang banyak hehehe..
.
Seni Menerima Kritik
Setelah belajar seni mengkritik, nah sekarang belajar seni menerima kritik. Menurut saya pribadi, jauh lebih sulit menerima kritik daripada memberikan kritik. Saya pun terkadang kalo terima kritik rasanya kuping panas bener hahaha.. Karena kalo cuma mengkritik sih semua orang juga bisa, makanya kenapa biasanya komentator sepakbola itu lebih jago dari pemain bola itu sendiri.
.
Orang harus bisa menerima kritik, karena kalau kita hanya dikelilingi oleh orang-orang yes-man atau ABS (Asal Bapak Senang) maka disitulah awal kehancuran. Pertanyaannya sekarang, apa yang harus dilakukan untuk bisa menerima kritik? Nah berikut tips & tricks nya ya. Karena menerima kritik lebih susah dari mengkritik, saya kasih tipsnya banyakan.
.
1. Shut up and listen! Ini hal yang paling penting. Biasanya nih ya saat orang memberikan kritik, bukannya kuping kita yang mendengarkan dengan baik, tapi malah mulut kita yang sibuk mencari pembenaran atas apa yang dilakukan. Betul kan? Nah makanya hal yang paling baik dalam menerima kritik adalah diam dan dengarkan. Dengerin dulu apa yang mau disampaikan, kalo orangnya udah selesai ngomong baru sampaikan klarifikasi kita.
.
2. Jangan bersikap defensif atau membela diri. Sedikit banyak mirip dengan yang pertama. Biasakan untuk tidak langsung menolak kritik yang disampaikan orang lain, apalagi bereaksi berlebihan alias lebay-dot-com. Karena biasanya, saat orang tidak defensif terhadap kritik, orang yang mengkritik pun akan dengan senang hati akan menolong. Tapi kalau sikap kita defensif, bisa jadi nanti malah disumpahin, “Udah biarin aja dikasitau juga ga mau denger. Liatin aja nanti kena batunya nih anak!” Nah gawat kan? Hahaha..
.
3. Kenyataan tidak ada manusia yang sempurna. Seperti yang sudah kita tahu bersama bahwa tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya dimiliki oleh Allah Swt. Manusia itu tempatnya salah dan alpa. Jadi kalo ada yang mengkritik, yaudah terima aja sebagai kenyataan bahwa kita jauh dari kata sempurna.
.
4. Semangat memperbaiki diri. Pada Prinsipnya setiap orang itu kan ingin menjadi lebih baik. Makanya yakinkan diri kalo ada kritik yang datang, positive thinking aja ini untuk kebaikan diri sendiri. Kritik akan menunjukkan kekurangan kita sehingga dapat segera diperbaiki.
.
5. Perhatikan isi kritik dengan seksama. Memang sih yang namanya kritik itu biasanya pedas, ganas, trengginas, dan bikin telinga panaasss! Tapi jangan keburu emosi dulu bos, pikirkan sisi baik dari kritik tersebut. Orang mempunyai kecenderungan hanya mendengar hal-hal negatif dari sebuah kritik dan tidak menghiraukan hal-hal positif yang sesungguhnya bisa diambil. Selalu ambil hal yang positif untuk menghindari kesalahan yang sama di masa depan.
.
6. Never take it personally. Hillary Clinton pernah berkata, “Take criticism seriously, but not personally. If there is truth or merit in the criticism, try to learn from it. Otherwise, let it roll right off you.” Maknanya adalah, ambil kritik secara serius untuk melihat apa memang benar ada kesalahan dalam diri kita, dan bukan secara personal. Maksudnya personal disini adalah, misalkan kita abis dikritik sahabat kita, karena kita kesel, akhirnya putus silaturahmi.
.
7. Selalu bersyukur. Kalau ada orang yang mau mengkritik kita, itu artinya dia sayang dan peduli sama kita. Jadi harus banyak-banyak bersyukur jika ada yang mengkritik karena orang tersebut mau mengorbankan waktu dan perhatiannya untuk kita. Always say thanks and be grateful okey!
.
8. Nikmati dan enjoy aja. Kritik itu pada dasarnya hal yang normal, tergantung respon kita mau menanggapi dengan senyum, marah, cemberut atau nangis. Nikmati setiap masukan yang diberikan orang lain, meskipun mungkin cara penyampaian kritik yang diberikan tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
.
9. Cuekin kalo kritiknya destruktif (menjatuhkan). Kalau kita mendapat kritik yang bersifat destruktif dan bukan konstruktif (membangun), maka cara yang paling efektif adalah, cuekin aja!! hehehe.. Karena kalo kita dengerin, yang ada nanti mempengaruhi pikiran kita dan produktivitas jadi terganggu. Contoh kritikan destruktif biasanya diselipi kata bodoh, dodol, odong, atau kata-kata lainnya yang bisa melemahkan rasa percaya diri.
.
10. Focus to your next step. Ini dia nih pamungkasnya. Saat mendapat kritik, ya sudah akui memang kita salah, tapi jangan terus menerus terpaku dengan kritik yang didapat tanpa melakukan hal apapun setelah itu. Hal yang harus kita lakukan adalah mengambil pelajaran dari kesalahan yang dilakukan lalu bangkit, memperbaiki diri dan menatap ke depan untuk masa depan yang lebih baik.
.
Yak, sekian tulisan tentang kritik menggelitik, semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman semua. Tulisan ini juga menjadi pengingat bagi diri saya pribadi. Satu hal yang pasti, kritik itu seperti obat, yang mungkin terasa pahit di awal, tapi ada kebaikan yang dibawa, yaitu untuk membuat kita tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan berkembang.
.
Best regards,
@MuhammadAssad
https://muhammadassad.wordpress.com

Mahar atau Mas Kawin dalam Islam

Jangan Dipersulit, Inilah Mas Kawin yang Dianjurkan Islam 

Mas kawin atau mahar merupakan pemberian pria kepada wanita yang akan dinikahinya. Bentuknya bisa berupa harta atau bentuk lainnya sebagai salah satu syarat dalam pernikahan.

Mas kawin menjadi sebuah simbol penghormatan kepada istri dan keluarganya. Dalam budaya tertentu, orangtua  ikut serta dalam menetapkan jumlah mas kawin yang dianggap sesuai untuk putrinya. Tidak jarang jumlah yang diinginkan membuat pria kesulitan untuk menyanggupi.

Bahkan terkadang, sebuah pernikahan bisa batal karena ketidaksanggupan pria untuk memenuhi mas kawin yang ditetapkan. Sebanarnya bagaimana Islam mengatur tentang ini? Dan apa mas kawin yang dianjurkan dalam Islam?

Mas kawin merupakan hal penting sebagai salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan. Karena begitu pentingnya, aturan ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4.

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 4)

Allah SWT memerintahkan agar calon suami mempersiapkan mas kawin dengan kadar yang pantas. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-Nisa’: 25 yang artinya:

“Kawinilah mereka dengan seijin keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri.” (Q.S. al-Nisa’: 25).

Dari kedua ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mahar yang diberikan kepada wanita haruslah diberikan dengan penuh kerelaan, sesuatu yang berharga dan kadarnya pantas.

Meski dengan hak yang diberikan tersebut, wanita dan keluarganya harus menyesuaikan dengan kemampuan calon suami.  Dalam ajaran Islam, wanita diperintahkan agar  meminta mahar yang bisa memudahkan dalam proses akad nikah.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadist menjelaskan bahwa wanita yang paling ringan ringan mas kawinnya, adalah wanita yang mendapat  banyak berkah dari Allah.

Rasulullah saw bersabda: “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan mas kawinnya” (HR. Hakim dan Baihaki).

Pada dasarnya, pria pasti ingin memberikan mas kawin yang terbaik untuk wanita yang akan menjadi istrinya. Namun jika kondisi ekonomi tidak mendukung, wanita diperintahkan untuk tidak memaksakan diri terhadap keinginannya terhadap mas kawin ini. Bahkan jika pria tidak memiliki biaya untuk membayar mahar, maka maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya.

“Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. (HR. Bukhari & Muslim)

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” (HR. Abu Daud)

Namun berbeda  jika kondisi calon suami mendukung, pastinya mereka tidak akan keberatan dengan apapun mas kawin yang diajukan wanitanya.  Sehingga wanita dan keluarganya bisa menetapkan mas kawin yang diinginkan.

Sementara itu Rasulullah sendiri memberi mas kawin kepada istri-istrinya berupa Uqiyah yang nilainya setara lima ratus dirham.

Dari Siti Aisyah ketika ditanya, berapa mas kawin Rasulullah saw? Siti Aisyah menjawab: “Mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya adalah dua belas setengah Uqiyah (nasya’ adalah setengah Uqiyah) yang sama dengan lima ratus dirham. Itulah mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya” (HR. Muslim).

http://www.infoyunik.com/

Sudahkah anda Berani Menikah?

Sudah Berani Menikah setelah Tahu 5 Hadits tentang Mahar Pernikahan 
Mahar atau mas kawin pernikahan adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Mahar ini diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak mempelai wanita. Hadits tentang mahar bisa diketahui bagaimana Rasulullah SAW selalu menanyakan kepada para sahabatnya tentang mahar apa yang akan diberikan kepada calon mempelai wanita.

Mahar atau ada juga yang menyebut sebagai seserahan merupakan hak milik istri dan tidak boleh siapapun mengambilnya. Kecuali...

... jika sang istri rela, ridha memberikan mahar tersebut diberikan kembali kepada sang suami ataupun siapa saja yang dikehendakinya.

Mahar pernikahan dalam Islam, disebutkan pula oleh Allah SWT di dalam Al Quran berikut, yang artinya...


“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 4)

Mahar adalah Syarat, bukan Tujuan
Mahar dalam Islam memang sifatnya wajib diberikan kepada calon istri. Namun, Islam tidak pernah memberikan rincian tentang 'kewajiban' kadar atau jumlah dari mahar. Karena...

...mahar itu harus ditempatkan pada tempatnya bahwa ia hanya syarat sah, media bukan tujuan akhir dari pernikahan.

Jadi, salah anggapan umum di dalam masyarakat jika menganggap mahar merupakan tujuan pernikahan. Apalagi, maksud salah lain seperti, dengan mahar dan seserahan yang besar maka bisa membuatnya kaya raya.

Mahar, Pemberian Sukarela
Pada praktiknya, apa yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat bervariasi jumlah dan macam mahar yang diberikan. Bahkan... ada mahar yang unik di masa Rasulullah yakni berupa hafalan Al Quran dari sahabat.

Karena mahar sifatnya pemberian yang sukarela, maka...

... tidak boleh ditetapkan sedemikian rupa sehingga bisa memberatkan mempelai pria, susah disanggupi ataupun malah tidak patut atau layak.

Pemberian sukarela ini, memerlukan adanya perasaan ridha, ikhlas diantara dua pihak satu sama lain. Baik itu dari pihak mempelai pria sebagai orang yang memberi mas kawin, ataupun...

... dari pihak wanita sebagai orang yang diberi mas kawin, seserahan.

Contoh ataupun hadits-hadits tentang mahar pernikahan, adalah sebagai berikut:

1. Pernikahan yang Paling Berkah
Di dalam hadits disampaikan oleh Rasulullah SAW ciri atau tanda pernikahan yang berkah itu.

Pernikahan yang berkah ditandai dengan mahar yang mudah. Berikut sabda Nabi SAW.

“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya” (HR. Ahmad).

2. Keberkahan Istri
Istri yang mendatangkan berkah untuk suaminya, juga ditandai dengan mahar.

Tanda keberkahan itu dimulai dengan; mudahnya ia dipinang, mudah/ringan maharnya, dan mudah rahimnya (mudah melahirkan). Sebagaimana dalam hadits dari Rasulullah SAW berikut.

“Sesungguhnya di antara tanda keberkahan istri adalah mudah meminangnya dan mudah/ringan maharnya serta mudah rahimnya” (HR. Ahmad; hasan)

3. Mahar Boleh bukan Harta
Mahar adalah pemberian yang dilandasi oleh keikhlasan oleh keduanya.

Sesuai kemampuan dan mudah untuk dicari atau di dapatkan. Oleh karena itu, di dalam Islam kita menemukan mahar yang cukup 'unik' yang diberikan oleh sabahat Rasul yakni berupa pengajaran atau hafalan Al Quran.

Hadits tentang mahar yang memberikan gambaran bahwa mahar boleh bukan harta adalah berikut ini.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi Radhiyallahu anhu, ia mengatakan, “Aku berada di tengah kaum di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba seorang wanita berdiri lalu mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya?’

Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Kemudian ia berdiri kembali lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, dia menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya?’ Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Kemudian dia berdiri untuk ketiga kalinya lalu berkata: ‘Dia telah menghibahkan dirinya kepadamu, maka bagaimana pendapatmu mengenainya?’

Lalu seorang pria berdiri dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya?’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai sesuatu?’ Ia menjawab: ‘Tidak.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah, lalu carilah walaupun cincin yang terbuat dari besi!’
Ia pun pergi dan mencari, kemudian datang seraya mengatakan: ‘Aku tidak mendapatkan sesuatu, dan tidak pula mendapatkan cincin dari besi.’ Beliau bertanya: ‘Apakah engkau hafal suatu surat dari al-Qur-an?’ Ia menjawab: ‘Aku hafal ini dan itu.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah, karena aku telah menikahkanmu dengannya, dengan mahar surat al-Qur-an yang engkau hafal.'

4. Mahar tidak Boleh Memberatkan
Terdapat larangan dalam Islam untuk memberatkan pemberian mahar. Bahkan dikatakan bahwa...

... seandainya mahar yang banyak itu adalah tanda kemuliaan atau ketakwaan, maka pastilah Nabi SAW telah memberikan contoh kepada ummatnya bagaimana ia memberikan mahar yang sebanyak-banyaknya.

Namun, pada fakta pernikahan beliau. Jumlah mahar yang diberikan beliau bervariasi kepada istri-istri beliau.

Dari al-Hasan al-Bashri, ia menuturkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Nikahkanlah kaum wanita dengan kaum pria, tapi jangan bermahal-mahal dalam mahar.”

‘Umar bin al-Khaththab berkhutbah kepada manusia dengan pernyataannya: ‘Ingatlah, janganlah kalian bermahal-mahal dalam mahar wanita. Sebab, seandainya (bermahal-mahal dalam) mahar itu termasuk suatu kemuliaan di dunia atau merupakan ketakwaan di sisi Allah, pastilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling utama di antara kalian (dalam hal ini), (namun) beliau tidak pernah memberi mahar kepada seseorang dari isteri-isterinya dan tidak pula meminta mahar untuk seseorang dari puteri-puterinya lebih dari 12 auqiyah (ons) perak.’

At-Tirmidzi menilainya sebagai hadits shahih.”

5. Fatimah Azzahra, Puteri Nabi SAW maharnya Seharga Baju Besi
Puteri tercinta Nabi Muhammad SAW adalah Fatimah.

Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalin RA. Tentang hadits mahar yang diberikan oleh Ali kepada puteri Nabi SAW dapat kita ketahui dalam riwayat berikut.

Imam Abu Dawud dan an-Nasa`i meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata, ketika Ali menikah dengan Fatimah, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Berikanlah sesuatu kepadanya.” –Maksud beliau sebagai mahar pernikahan- Ali menjawab, “Aku tidak punya apa-apa.” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya, “Lalu di mana baju perang huthamiyah milikmu.” Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim.
http://www.bicarawanita.xyz/

Minggu, 20 Agustus 2017

ARTIKEL TAUBAT: Bimbingan bagi Para Pemuda yang Ingin Kembali ke Jalan Allah

Oleh: Asy Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Soal:
Saya adalah seorang pemuda yang ingin bertaubat, kembali ke jalan Allah. Apa yang harus saya lakukan agar bisa menjauh dari perbuatan maksiat?
Jawab:
Bertaubat kepada Allah adalah perkara yang wajib, demikian juga bersegera dalam taubat adalah perkara yang wajib. Tidak boleh mengakhirkan taubat sampai terlambat, karena seseorang tidak tahu kapan maut menjemputnya.
Allah ta’ala berfirman,
{إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ}
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kebodohan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang taubatnya diterima Allah.” (An Nisa: 17)
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(أتبِعِ السَّيِّئة الحسنة تَمحُها)
“Ikutilah kejelekan dengan kebaikan, dia akan menghapuskan kejelekan itu.” (HR. At Tirmidzi dalam Sunannya [6/204], dari hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)
Mengikuti kebaikan di sini maknanya adalah bersegera, karena termasuk dari adab taubat adalah bersegera dan tidak mengakhirkannya.
Demikian juga jika Anda bertaubat kepada Allah, hendaknya Anda menjauhi sebab-sebab yang dapat menjerumuskan diri Anda ke dalam perbuatan dosa. Jauhilah teman yang jelek, jauhi teman duduk yang jelek, karena merekalah yang menyebabkan Anda terjerumus ke dalam dosa-dosa.
Pergilah Anda kepada orang-orang yang shalih, duduklah bersama mereka, hadirlah di majelis-majelis ilmu, bersegera datang ke masjid, memperbanyak membaca Al Qur’an dan berzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Inilah yang sepantasnya diperbuat oleh seseorang yang bertaubat kepada Allah: menjauhi segala sebab kemaksiatan, dan mendekatkan diri dengan perkara-perkara yang baik serta sebab-sebab keta’atan.
(Sumber: Al Muntaqa min Fatawa Asy Syaikh Al Fauzan, Jilid I, no 168)

https://ulamasunnah.wordpress.com/

Muhasabah : Menggenggam Bara Api “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

.
“Kamu keluar dari pekerjaanmu hanya karena ada yang bilang kerjaanmu haram?”
“Bukan ada yang bilang, tapi memang benar haram.”
“Gajimu besar banget loh, kamu bodoh banget keluar dari sana.”
“Besar tapi jelas keharamannya. Hidup jadi tidak berkah.”
“Ah, sok alim kamu. Hidup kita nggak cuma di akhirat, tapi di dunia juga. Kita butuh makan, bodoh!”

.
“Apa alasan kamu tadi? Memilih karena agamanya? Tapi jelas-jelas dia nggak setara sama kamu. Dan belum punya pekerjaan tetap. Kamu lihat darimananya sih? Cinta? Mau makan cinta hari gini?”
“Aku sudah bilang, aku lihat agamanya. Karena jika seseorang memilih agama Allah, maka Allah akan menolongnya.”
“Ya tetap aja, kita hidup di dunia juga. Pikirin juga bahwa hidup berumah tangga nggak mudah, mesti ada penghasilan yang cukup. Bukan cuma agama.”
“Aku percaya bahwa rezeki sudah diatur sama Allah.”
“Ya percaya sih, percaya, tapi walau udah diatur, rezeki juga harus dicari, bodoh!”
.
“Kenapa, kenapa kamu berubah secepat ini. Impianmu dulu nggak gini kan. Kenapa kamu minta nikah muda. Itu urusan belakangan, yang penting kamu sekolah dulu.”
“Menikah nggak berarti menghancurkan impian, menikah nggak berarti aku gak sekolah.”
“Tetap saja, orang yang menikah itu nanti jadi ga fokus sama sekolah. Jadi mikirin suami, keluarga, belum nanti kalau kamu hamil. Hamil itu berat.”
“Kalau Allah sudah berkehendak, berarti aku sanggup menjalani pernikahan sambil kuliah, juga kehamilan.”
“Jangan cuma gara-gara kamu gak pernah pacaran, kamu mau rasain pacaran terus harus buru-buru nikah.”
“Lantas, solusi apa yang bisa dilakukan selain menikah?”
.
“Besok mau ikut jalan nggak? Kita mau karokean nih, asik-asikan hilangin penat.”
“Maaf, aku nggak bisa.”
“Kenapa sih, katanya kamu nggak denger musik ya? Emang katanya musik haram?”
“Iya.”
“Ah, nggak asik. Haram darimananya sih, hidup nggak berwarna banget kalo gaada musik.”
“Hem nggak juga, aku ngerasa lebih tenang pas gak denger musik.”
“Iya udah deh kalo gak mau karoke, gimana kalo kita nonton bioskop?”
“Wah, maaf juga, aku nggak bisa.”
“Kenapa? Haram lagi? Semuanya aja haram.”
“Bukan, ngerasa gak bermanfaat aja.”
“Ya dibawa asik aja, namanya juga refreshing. Hidup serius banget.”
“Ya gitu deh, soalnya mati juga serius sih.”
“Aish, yaudah gini deh, besok sebenernya mau ikut jalan nggak, soal kemananya diusahain deh cari yang bermanfaat.”
“Sama siapa aja? Ada cowoknya ya?”
“Iya ada.”
“Wah kalo gitu, aku gak ikut.”
“Ah ga ngerti lagi sama kamu deh.”
“Maaf.”
.
“Dek kerudungnya gak bisa ya kalo gak sepanjang ini? Duh, kamu juga Dik, kenapa pake celana cingkrang kayak kebanjiran, jenggotan pula”
“Tapi, syariatnya seperti ini.” Anak kembar laki-laki dan perempuan itu menjawab berbarengan.
“Ah gausah sesuai syariat banget, ini kan Indonesia, bukan Arab Saudi, kita bukan negara Islam.”
“Lantas kalau bukan negara Islam, kita nggak boleh berpakaian sesuai syariat? Bukankah Islam mencakup seluruh alam ini karena Allahlah yang memiliki seluruh alam ini, dan kita sebagai hambaNya patut bertakwa kepada Allah dimanapun kita berada dan kapanpun itu.” Jawab kakak-beradik itu berbarengan lagi.
.
Percakapan di atas hanyalah sebagian contoh nyata orang-orang yang berusaha memilih agama Allah lalu mengalami penolakan serta cemoohan. Ada banyak sekali orang-orang yang merasakan kepahitan lebih dari itu, hinaan lebih dari itu. tetapi mereka tetap bertahan, karena mereka berpegang teguh kepada hadits ini;
Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dan zaman itu, adalah zaman sekarang. Semuanya telah terjadi. Orang-orang yang berpegang teguh kepada agamanya benar-benar merasakan pedihnya menggenggam bara api. Dia panas, tetapi tak bisa dilepas, karena ketika dilepas, neraka sudah menunggu, dan neraka lebih panas daripada bara api. Pedih, perih, sakit. Semuanya diterima dengan lapang dada. Karena mereka percaya bahwa mereka memilih jalan yang benar, jalan yang lurus, jalan yang diridhoi oleh Allah.
Ketika seseorang sudah mencintai dan memilih Allah serta RasulNya melebihi apapun di dunia ini, maka dunia akan datang dalam keadaan hina dina. Rasa manis yang menyesaki dada adalah surga yang tak tergantikan. Rasa tenang, damainya hati layaknya melihat taman-taman surga.
Tetaplah tegak di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena Surga menantimu. Karena Surga menantimu, karena Surga menantimu. Keep istiqomah!
Jakarta, 7 Januari 2016
Penulis: Ummu A’ishaa Fathia Rissa

https://moslemdoctors.wordpress.com

Meneruskan Sebuah Pesan Sayiyyidina Ali

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib berpesan pada umat baginda Nabi Muhammad SAW, "Aku sudah pernah pernah merasakan semua kepahitan hidup, dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia". Ada dalam satu masa dimana Tuhan terasa begitu dekat dengan kita. Terasa memeluk erat sembari berkata, sejauh apapun kah pergi, aku itu tidak pernah beranjak.. tetap di sini, menunggumu pulang dan meminta pelukanku. Dalam sujud yang panjang, dalam hati yang lembut, didekap keyakinan yang begitu tinggi, aku seraya merasakan bahwa Dia Sang Maha Penyayang tersenyum, lalu berkata lagi " aku bahagia,akhirnya kamu kembali".


Banyak yang terlewati Tuhan, aku ke sana kemari seperti kehilangan arah, tiada tempat yang ku tuju namun aku terus berlari kencang. Banyak yang kulalui Tuhan, aku tidak pernah lupa denganmu tapi aku menaruh Isi dunia di kepalaku, aku tidak lalai dengan syariatmu tapi itu hanya rangkaian kewajiban ceremonial belaka. Aku percaya kepadamu namun akau menduakanmu dengan berharap  kepada selainmu. Masih dalam sujud yang panjang sekarang ditemani cucuran air Mata, mungkinkah ujian demi ujian ini adalah bentuk rasa cemburumu padaku? akankah Kau memaafkanku, memaafkan manusia yang berbau penuh dosa ini yang telah khilaf menduakanmu ... Kini, Aku hanya ingin kembali, hanya kepadaMu saja hanya kepadaMu saja karena Kau adalah sebaik-baik tempat kembali, tempat menggantungkan segala asa dan tempat mencari ridho, penentu kemudahan langkahku.

https://www.inspirasi.co/

Muhasabah : Cukup DIA Saja (Paling Pahit ialah berharap kepada Manusia)

Memanglah benar, cukup Dia saja dalam hidupku. Hanya Dia saja yang seharusnya memenuhi relung hati.
Dia terduduk lama. Terdiam. Memandangi langit senja di teras rumah. Tetes-tetes hujan tadi siang masih berjatuhan dari dahan dan dedaunan. Desir angin sejuk menjamahnya perlahan. Dia menghela napas, menutup mata. Seketika, potongan memori berputar layaknya roll film. Seluruh ingatannya akan hal itu masih sangat jelas. Belum ada satu tahun. Seharusnya dia sadar bahwa kenikmatan dan kebahagiaan lambat laun akan tergantikan dengan rasa sakit dan kesedihan, tapi ternyata dia terlalu terbuai oleh angan-angan. Angan-angan yang melebihi ajalnya. Bukankah manusia memang seperti itu? Dan ya, dia masih manusia—dan juga perempuan.




Dua minggu terakhir dalam hidupnya, dia mengalami badai. Badai perasaan di dalam hatinya. Remuk terasa, pahit tercecap. Bukankah dia tahu bahwa dunia ini memang getir? Bukankah dia sudah sering mencecap rasa pahit? Kali ini berbeda. Pahit yang ia cecap belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Rasa pahit yang digambarkan oleh salah seorang sahabat sekaligus menantu Rasulullah shallallahu alaihi wa salam—Ali bin Abi Thalib; berharap kepada manusia.
“Aku sudah mencecap semua kepahitan di dunia dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.” (Ali bin Abi Thalib).
Benar sekali, dia pun kini telah merasakannya. Getirnya, perihnya, pahitnya. Ah, tak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Cukup lama ia tersungkur dalam lubang bernama kesedihan, cukup lama ia terpekur dalam seraya berpikir macam-macam. Syetan sangat menyukai orang yang sedang bersedih. Syetan menghembuskan bisikan-bisikan mengerikan. Menjadikannya bulan-bulanan rasa sesal, rasa marah, kecewa, seluruh perasaan negatif terkumpul di dalam satu relung jiwa—hingga jiwa itu terasa mati, hitam, gelap, pekat. Beruntungnya dia tetap tak bergeming. Seluruh perasaannya dia biarkan menetap tanpa ia keluarkan. Ia berusaha untuk menahan segalanya. Dia berusaha berpikir jernih meski pada akhirnya, tetes-tetes bening itu mulai bertumpuk dan memilih untuk membasahi pipinya. Segala perasaannya tumpah. Perempuan tegar itu menangis sejadi-jadinya. Ada dua hal yang ia sesali ketika tangisan merangsek untuk keluar; satu, untuk apa ia menangisi makhluk? Dan yang kedua, ia bersyuur syetan tak berhasil membuatnya menyakiti orang lain, karena baginya, cukup ia saja yang tersakiti.
.xxx.
Seseorang yang telah mencecap kepahitan itu tak akan pernah lagi menjadi orang yang sama. Dia akan menjadi seseorang yang lebih kuat dari sebelumnya, seseorang yang lebih ikhlas, lebih ridho terhadap hidupnya. Mungkin ini juga cara Allah untuk mengingatkan bahwa hambaNya yang satu ini telah jelas melanggar batas-batas syariat, telah terperangkap dalam hal buruk, lalu Allah datang untuk menyelamatkannya. Bukankah ini hal yang sangat luar biasa?
Padahal, sudah begitu banyak dosa yang ia lakukan, begitu banyak kesalahan-kesalahannya. Tapi sekali lagi Allah mengangkat derajatnya dan menghapus kesalahan-kesalahannya. Allah menegurnya, Allah menginginkan kebaikan untuknya, Allah ingin ia kembali. Allah mencemburuinya, kenapa ada seorang makhluk di relung hati seorang hambaNya? Meskipun makhluk itu seorang yang shalih, meskipun mereka berkilah bahwa mereka saling mencintai karena Allah, Allah tahu hal itu tidaklah benar. Karena itu relung hatinya dihancurkan sehancur-hancurnya. Lebur dalam tangis. Allah seakan berbisik ke dalam jiwa;


“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du:28).
Sungguh sangat besar cintaNya kepada hambaNya yang sangat lemah, dia merasa malu. Malu untuk tidak memperhatikan cinta sejati yang sesungguhnya—Allah. Malu karena sudah banyak maksiat yang ia lakukan tapi rahmatNya selalu luas dan tak tertandingi. Sungguh tak ada yang patut disesali akan setiap kejadian yang menimpanya. Sungguh dia adalah orang yang sangat merugi jika ia membenci takdir yang datang menghampirinya. Karena pada hakikatnya;
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah:30)
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216).
Dia lebih mengetahui apa-apa yang terbaik untuk hambaNya, hanya saja terkadang hambaNya ini tidak tahu diri dan merasa sok tahu terhadap apa yang terjadi. Merasa was-was dan sering berandai-andai, padahal “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28).
Seharusnya dia ridho, ridho terhadap dirinya yang bukanlah miliknya dan tak akan pernah menjadi miliknya. Jiwa yang berada ditangan Allah, yang mana hati, pikiran, tubuh, dan kehendak selalu dibawah naungan dan karuniaNya.
Karena itu saat ini dan untuk seumur hidupnya kelak, cukuplah… cukuplah Dia saja yang selalu ada dalam relung hati. Cukuplah dia menerima semua yang diberikan dari Allah Yang Maha Mengetahui. Cukup Dia saja.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi, dan tidak (pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Q.S. Al-Hadid:22)
Jangan pernah menggantungkan setitik pun harap kepada makhluk, berharaplah hanya kepada Allah. Karena Allah tak akan pernah mengecewakanmu sedikitpun.
Jakarta, 26 Januari 2016
Penulis: Ummu A’ishaa Fathia Rissa
Referensi : Al-Qur’an

https://moslemdoctors.wordpress.com

Rabu, 05 April 2017

ARTIKEL INSPIRASI ISLAMI: BELAJAR DARI PENGUSAHA (MERINTIS KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT)

“Hidup adalah sebuah pengembaraan, maka manusia yang memilki visi, ibarat seorang pengembara yang telah melihat ujung pengembaraannya. Dia tau akan arah perjalanannya, sehingga berbagai halangan dan rintangan takkan mampu membuatnya menjauh dari arah yang ia tuju. Berlikunya jalan yang ia tempuh akan ia anggap sebagai konsekuensi logis dari pengembaraannya. Hasutan yang datang dari berbagai sisi, takkan mampu membelokkan hatinya dari jalan yang ia pegang teguh. Mengapa? Karena ia tahu, bahwa orang lain tidak mampu melihat ujung perjalanannya. Biarlah para penghasut berkutat dengan fatamorgananya, sedang para visioner akan berjuang keras mewujudkan cita-cita besarnya.“
Ar-Rahman
“Maka nikmat Rabbmu mana lagikah yang akan kamu dustakan?”
Alhamdulillah, sungguh rasa syukur selalu dan harus selalu mengiri perjalanan diri ini. Termasuk masa-masa saat ini, dimana saya banyak dikelilingi oleh para pengusaha-pengusaha luar biasa. Pengusaha-pengusaha yang berhasrat besar untuk menularkan semangat wirausaha kepada generasi muda. Lebih jauh lagi, saya dikelilingi oleh para pengusaha yang senantiasa menjadi tutor untuk mengajarkan bagaimana melaksanakan perniagaan yang tiada pernah merugi. 😀
Salah satu hikmah yang saya dapatkan melalui diskusi dengan beliau-beliau adalah pemahaman mengenai “proses”. Bahwa keberhasilan yang mereka rengkuh saat ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Target-target yang mereka capai, bukanlah datang melalui sebuah keberuntungan. Memang benar, ada sekelumit kesempatan yang hadir dan jarang dirasakan oleh semua orang, akan tetapi haruslah diingat, bahwa “kesempatan akan datang bagi mereka yang mempersiapkan. Orang-orang yang tidak siap, tidak akan menganggap suatu kesempatan sebagai kesempatan.”
Perjalanan yang dilalui untuk mengejar cita-cita mereka membutuhkan proses yang panjang dan berliku, terutama pada masa-masa merintis. Bahkan sering muncul istilah, saat-saat merintis adalah saat-saat dimana kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki. Begitulah kiranya, proses jungkir-balik menjadi hal yang lumrah saat merintis.
Hampir semua pengusaha besar, pada masa-masa awal usahanya, menjadi konseptor sekaligus pelaksana. Tak hanya sebagai manajer, mereka juga turun langsung mengurusi keuangan, melakukan pencatatan, produksi, pemasaran, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga harus bersabar menunggu saat-saat jerih payah yang mereka perjuangkan menjadi nyata atau wujud. Maka proses dimana usaha mereka belum membuahkan hasil memuaskan, adalah masa-masa ujian. Ada seorang pengusaha yang berkata pada saya, “masa-masa awal mencoba, biaya yang dikeluarkan bagi sebagian orang dianggap sebagai kerugian, namun bagi pengusaha hal tersebut bukanlah kerugian, melainkan investasi ilmu agar nantinya dapat mengembangkan usahanya hingga mencapai keuntungan yang diharapkan. Justru ketika orang berhenti dan tidak mengembangkan ilmu yang didapat dalam proses mencoba, itulah yang rugi, karena biaya investasi ilmunya tidak kembali.”
Keyakinan pada Visi
Mengapa? ya berbagai kata mengapa akan keluar. Mengapa mereka mau berjuang begitu kerasnya, bahkan mengerahkan seluruh daya dan upayanya untuk  memperjuangkan usaha mereka? Mengapa mereka mampu bersabar dan bertahan menunggu hasil jerih payahnya terwujud?
Semua hal itu tidaklah mungkin dapat dilalui tanpa adanya visi dan keyakinan. Visilah yang membuat orang mempunyai arah dalam hidup. Visilah yang akan menimbulkan keyakinan pada suatu hal yang belum wujud. Kenapa? karena visi adalah suatu kondisi yang ingin diwujudkan, dengan demikian visi adalah sesuatu yang belum wujud. Maka orang-orang yang memiliki visi adalah orang-orang yang akan mewujudkan visinya. Semakin tinggi keyakinan akan visi yang dimiliki, semakin tinggi pula keyakinan seseorang untuk bertahan dalam proses mewujudkan visinya.
Hidup adalah sebuah pengembaraan, maka manusia yang memilki visi, ibarat seorang pengembara yang telah melihat ujung pengembaraannya. Dia tau akan arah perjalanannya, sehingga berbagai halangan dan rintangan takkan mampu membuatnya menjauh dari arah yang ia tuju. Berlikunya jalan yang ia tempuh akan ia anggap sebagai konsekuensi logis dari pengembaraannya. Hasutan yang datang dari berbagai sisi, takkan mampu membelokkan hatinya dari jalan yang ia pegang teguh. Mengapa? Karena ia tahu, bahwa orang lain tidak mampu melihat ujung perjalanannya. Biarlah para penghasut berkutat dengan fatamorgananya, sedang para visioner akan berjuang keras mewujudkan cita-cita besarnya.
Kepercayaan besar akan visi adalah sebuah paradigma yang sulit ditemui saat ini. Paradigma yang bisa juga disebut “believing is seeing” inilah yang akan membuat orang bertahan untuk berjuang mewujudkan suatu hal yang belum wujud. Sedangkan paradigma yang saat ini diajarkan dimanapun, terutama di sekolah adalah “seeing is believing” sehingga sulit menemukan orang-orang visioner di tengah-tengah kehidupan ini. Orang-orang yang “seeing is believing” lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang telah terukur dengan pasti dan telah dilalui orang-orang kebanyakan di sekitarnya. Maka wajarlah orang-orang seperti ini takkan mampu menjadi pendobrak, karena mereka hanya melihat yang ada di sekitarnya, bukan melihat pada hal-hal yang bersifat futuristik layaknya para visioner.
Sungguh sebenarnya keyakinan akan sesuatu yang belum terlihat wujudnya, atau “believing is seeing” adalah ajaran yang telah termaktub di dalam Al-Quran.
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Q.S. Al Baqoroh : 2-3)
Secara tidak langsung, orang-orang visioner, termasuk salah satunya para pengusaha, telah meniru perilaku yang disebutkan pada ayat tersebut, yaitu mempercayai hal yang gaib atau belum wujud. Berbeda dengan mayoritas orang saat ini yang lebih menyukai kejelasan, seperti bekerja dengan gaji yang besaran dan waktunya pasti.
Mengejar Visi yang Berdasar
Sungguh sulit memang membayangkan masa-masa prihatin para pengusaha sukses, namun mereka memang benar-benar pernah merasakan masa-masa jatuh dan bangun. Menakjubkan melihat kegigihan mereka untuk menggapai cita-cita maupun visi yang mereka yakini.
Hal ini seharusnya menjadi ayat bayyinah bagi kita. Saya teringat surat Al Baqoroh ayat 199 – 201 yang berbunyi sebagai berikut:
(2,199-203)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.S. Al-Baqoroh: 199-201)
Ayat tersebut mengajarkan kepada kita bahwa ada manusia-manusia yang bervisi pada kebahagiaan dunia serta ada pula manusia-manusia yang bervisi pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tanpa melihat latar belakang penyusunan visi yang dibuat oleh para pengusaha-pengusaha sukses, setidaknya kehidupan mereka menjadi idaman bagi kebanyakan orang saat ini. Dengan demikian, bisa kita pandang bahwa mereka telah mampu merengkuh kebahagiaan di dunia sehingga pantaslah jika kegigihan serta daya juang mereka dalam merintis usahanya menjadi gambaran dan teladan bagi kita dalam merintis kebahagiaan dunia.
Namun, seperti yang termaktub dalam surat Al Baqoroh ayat 199-200 di atas, mengejar kebahagiaan dunia saja tidaklah cukup. Kita harus mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan kata lain, kita harus mampu menciptakan sebuah tatanan yang mampu menghasilkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW  dan para sahabatnya.
Pejuang Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Berkaca pada hal tersebut, maka bagaimanakah jatuh-bangunnya Rasul dan para sahabat dalam merintis kebahagiaan dunia dan akhirat? Bagaimanakah pengorbanan yang dilakukan oleh Rasul dan para sahabatnya? Bagaimanakah besarnya ujian yang dihadapi oleh mereka? Bagaimanakah ketangguhan daya juang mereka dalam rangka menggapai visi yang diidamkan?
Sungguh sulit memberikan jawaban gamblang akan pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, melihat ayat-ayat nyata mengenai perjuangan orang-orang yang sukses menggapai kebahagiaan di dunia, maka gambarannya, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, pastilah dibutuhkan perjuangan yang jauh lebih besar daripada perjuangan menggapai kebahagiaan dunia.
Jika pada masa merintis, para pengusaha bersedia mengerjakan segala usahanya sendiri, maka pastinya satu orang muslim terdahulu juga mengerjakan berbagai kegiatan yang beban pengerjaannya puluhan atau bahkan ratusan orang. Itulah sebabnya, dahulu pasukan muslim, selalu bisa mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya berkali-kali lipat jumlah pasukan muslim. Hal itu tidak lain dan tidak bukan karena pasukan muslim telah terlatih untuk memegang tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh banyak orang. Firman Allah dalam surat Al Anfaal ayat 65.
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (Q.S. Al-Anfaal:65)
Maka bagi para muslim yang sedang merintis jalan menuju cita-cita agung, yakni kebahagiaan dunia dan akhirat, sudah pastilah akan memegang tampuk amanah besar dengan beban pengerjaan besar. Jika proses tersebut mampu dilewati, niscaya satu orang muslim akan bisa menyamai kapasitas ratusan orang sesuai dengan janji Allah tersebut.
Jika pada masa merintis, para pengusaha harus melewati jalan yang berlika-liku, maka begitu pula yang dialami oleh Rasul dan para sahabatnya. Mereka ditempa dengan berbagai ujian untuk bisa memasuki kehidupan yang didamba-dambakan. Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 214
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Jannah, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”
Jika para pengusaha sangat meyakini keberhasilan visi mereka, maka bayangkan, seperti apa Rasul dan para sahabatnya meyakini visi yang sangat berdasar dan merupakan janji dari Sang Khalik? Keyakinan inilah yang membuat semangat para muslim terdahulu berkobar luar biasa tanpa bisa dibendung.
Jika para pengusaha meyakini bahwa dalam proses merintis tidak ada kata merugi dan bahwa merugi adalah kondisi ketika orang menyerah di tengah perjalanan merintisnya, maka memang seharusnya seorang muslim tidak pernah boleh mundur dalam memperjuangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Layaknya pasukan muslim saat menaklukan Andalusia, dimana panglima perang saat itu, Thariq bin Ziyad, membakar seluruh kapal muslim beserta dengan amunisi di dalamnya sehingga tidak ada pilihan selain maju menghadapi musuh. Keberanian yang berbuah kemenangan tersebut tidak lain dan tidak bukan karena keyakinan yang tinggi akan kebenaran janji Allah tanpa ada keraguan sedikitpun, seperti dalam firman-Nya
“Kebenaran itu dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (Q.S. Al Baqoroh : 147)
Semoga tulisan ini menjadi sebuah potret langkah yang mampu menjaga diri ini dan juga jiwa-jiwa lain agar senantiasa maju tak gentar serta tak mengenal lelah dalam memperjuangkan apapun cita-cita yang dimiliki, termasuk cita-cita mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Semoga diri ini dan para pembaca semakin yakin bahwa tidak ada kata merugi bagi para perintis kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai dengan firman Allah dalam surat Fathir ayat 29.
Maka, janganlah takut, janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.

https://mahdikarim.wordpress.com

ARTIKEL INSPIRASI ISLAMI: Obat Kekosongan, Kehampaan, dan Keraguan Hati (Petunjuk Hidup

Seringkali manusia merenung sembari bertanya pada dirinya sendiri, “untuk apa aku melakukan ini, untuk apa aku melakukan itu?”. Hatinya hampa dan sering timbul rasa cemas pada diri. Keraguan menyelimuti setiap sudut relung jiwanya. “Sia-siakah yang kuperbuat selama ini?” dan masih banyak lagi pertanyaan terbersit dalam benaknya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa muncul kekosongan dan kehampaan dalam hati? Mengapa keraguan bisa muncul?

Tentu kekosongan, kehampaan, dan keraguan akan muncul ketika seseorang tidak memiliki pegangan, pedoman, serta petunjuk dalam menjalani kehidupannya. Mereka terombang-ambing dalam arus kehidupan karena ketidaktahuannya akan arah akhir yang ingin dituju.
Ada pula manusia yang tetap merasa kosong, hampa, dan ragu meskipun telah memiliki pegangan dan pedoman. Mengapa hal ini terjadi? Ternyata memiliki pegangan dan pedoman saja tidak cukup ketika pedoman tersebut bukanlah petunjuk yang Haq (Benar).
Pedoman yang Haq
Telah kita yakini bersama bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Selain menciptakan manusia, Allah juga menciptakan alam sebagai tempat manusia tinggal. Lalu untuk apa manusia tinggal di alam ini? Apakah Allah membiarkan begitu saja tanpa ada tujuan yang jelas?
Selain manusia dan alam, Allah juga menciptakan petunjuk untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan manusia, apakah itu? Tentunya petunjuk itu adalah Al-Quran yang setiap konsepnya telah termaktubkan dalam lembaran-lembaran (mushaf) Usmani. Dengan demikian, sudah menjadi fitrah manusia untuk menjalankan Al-Quran (sebagai petunjuk) di Alam ini.
Ada dua penyebab kekosongan dan keraguan hati terjadi, pertama karena tidak memiliki pedoman, atau yang kedua pedoman yang ia yakini selama ini bukanlah pedoman yang haq.
Ibarat sekolah, manusia penghuninya adalah kepala sekolah, guru, murid, satpam, dan sebagainya. Tentunya tempat mereka tinggal adalah di sekolah tersebut. Lalu peraturan apa yang dijadikan petunjuk serta pedoman dalam menjalankan kehidupan di sekolah? Tentunya yang digunakan adalah peraturan sekolah.
Begitu pula di Rumah Sakit, manusia penghuninya adalah dokter, pasien, satpam, dan sebagainya. Tempat mereka tinggal adalah di Rumah Sakit tersebut. Peraturan yang digunakanpun adalah peraturan rumah sakit tersebut.
Dengan demikian, dalam kehidupan ini (yang berasal dari Allah), manusia sebagai ciptaan-Nya, yang tinggal di bumi Allah, seharusnya menggunakan petunjuk serta pedoman yang juga berasal dari Allah. Itulah pedoman dan petunjuk yang Haq, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Al-Quran.
Al-Quran sebagai petunjuk (Hudan), termaktub dalam banyak ayat di Al-Quran, beberapa diantaranya:
“Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk (Hudan) bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-baqarah (2): 2)
“Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk (hudan) dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (Q.S. Al-Jatsiyah (45) : 20)
Dari kedua ayat tesebut, maka dengan tegas telah dijelaskan bahwa kitab Al-Quran adalah petunjuk. Petunjuk haruslah diikuti dan dijadikan tuntunan. Bukan hanya sekedar dibaca! Namun harus dimaknai untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan.
Pesan terakhir Rasulullah
Selain termaktub dalam Al-Quran, Rasulullah juga berpesan ketika haji wada’. Pesan ini pulalah pesan terakhir Rasulullah semasa hidup di dunia.
تركت فيكم امرين ما ا ن تمسّكتم بهما لن تضلّو ا ا بدا, كتاب الله و سنّت رسوله
Artinya:
“Telah aku tinggalkan dua perkara untuk kalian, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul”
Rasulullah Muhammad yang merupakan manusia paling terpercaya, yang setiap kata dan perbuatannya adalah wahyu, hanya menjamin 2 perkara di dunia ini, yaitu kitabullah dan sunnah rasul. Selain kedua itu, tidak ada jaminan akan kebenarannya yang tentu pula tidak ada jaminan bahwa kita akan dibawa pada jalan yang benar.
Jika memang kita mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sudah seharusnya kita percaya sepenuhnya, tanpa keraguan sedikitpun, kepada semua yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.
Paham dan Ikuti Petunjuk yang Haq
Selama mengikuti petunjuk yang Haq, maka tidak akan ada lagi kekosongan, kehampaan, dan keraguan dalam hati. Sudah seharusnyalah manusia sebagai ciptaan-Nya, yang tinggal di bumi Allah, menggunakan petunjuk serta pedoman yang juga berasal dari Allah, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Al-Quran.
Al-Quran diciptakan salah satunya untuk menjadi petunjuk. Dengan demikian, Al-Quran diciptakan untuk difahami dan kemudian dilaksanakan dalam kehidupan. Bukan sekedar di baca!
Ibarat sebuah perjalanan, ketika kita ingin pergi ke suatu kota, maka kita akan mengikuti petunjuk yang tertera di papan penunjuk jalan. Ketika kita hanya membaca tanpa menjalankan instruksinya, maka sudah dipastikan kita akan tersesat. Ketika ingin ke Bogor, maka kita akan mengikuti petunjuk jalan yang mengarahkan ke Bogor, sedangkan ketika ingin ke kota lain, maka kita akan mengikuti arahan sesuai dengan tulisan yang tertera pada papan penunjuk.
Kita yang diciptakan oleh Allah dan akan kembali pada Allah (inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un), maka tujuan akhir kita, termasuk dalam kehidupan di dunia ini, adalah Allah. Dengan demikian, kita harus mengikuti petunjuk yang berasal dari Allah, yaitu Al-Quran. Untuk dapat mengikuti petunjuk tersebut, kita harus memahami Al-Quran.
Oleh karena itu, mari tanyakan pada diri sendiri, sudah seberapa banyak waktu yang kita luangkan untuk memahami Al-Quran, bukan sekedar membacanya? Dan sudahkan kita melaksanakan apa yang termaktub dalam kitab Al-Quran?

https://mahdikarim.wordpress.com

Jiwa yang Kusut, Hati yang Kosong

Kadang-kadang, kita merasakan ada sesuatu yang tidak kena dengan diri kita..JIWA KUSUT...seakan-akan ade 'something missing' ..Hati pula terasa kosong.

Hendak buat apa-apa pun seakan-akan tiada mood. Tiada semangat. Hendak senyum, susah sekali.. Sekadar senyuman hambar, boleh la..

Menghadap laptop, 'study', lantas bermain dota sekalipun tidak tenang. Anda pernah tak hadapi situasi seperti ini? Aku...kadang-kadang kerap kali juga.
Jiwa kusut, mungkinkah ade sesuatu yang perlu kita ambil tahu? Kenapa jiwa ini terasa kosong?



Genggam tangan. Tepuk Dada. Tanya diri, "Apa khabar hati?"

Adakah hati anda dipenuhi dengan zikrullah? atau mungkin anda alpa dan membiarkan hati anda dikotori elemen-elemen maksiat mungkin?

Sihatkah hati anda? atau mungkin ianya sakit? Atau lebih teruk lagi, adakah ianya telah mati? Sedikit perkongsian,beberapa tanda-tanda HATI YANG SAKIT dan HATI YANG SIHAT :


1. HATI YANG SAKIT tidak membisikkan kepada tuannya untuk mencapai tujuan hidup iaitu untuk mengenali Allah, mencintaiNya, merindui untuk bertemu denganNya, kembali kepadaNya dan mengutamakanNya dari segala bentuk syahwat (yakni keinginan diri kepada dunia, keseronokan, harta dan wanita). Ia lebih mengutamakan kepentingan diri dan syahwatnya dari mentaati Allah dan menyintaiNya. Hidupnya adalah dengan bertuhankan hawa nafsunya sendiri sebagaimana firman Allah;

“Tidakkah engkau melihat (wahai Muhammad) orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Dapatkah engkau menjadi pelindungnya (dari kesesatan)?”. (al-Furqan; 43)

2. HATI YANG SAKIT tidak kisah dengan dosa dan maksiat. Apabila melakukan maksiat, ia tidak rasa berdosa, resah atau gelisah kerana melanggar perintah Allah. Berbeza dengan orang yang memiliki HATI YANG SIHAT, hatinya akan berasa sakit dan pedih apabila tersilap atau tersengaja melakukan dosa, lalu ia segera kembali kepada Allah dan bertaubat kepadaNya. Firman Allah tentang sifat-sifat orang bertakwa;

“(Dan antara tanda orang bertakwa ialah) orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka – dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya)”. (Ali Imran: 135)

 Jadi, anda faham mengapa situasi JIWA KOSONG menghantui anda? Tepuk dada, tanya pula Hati,
                                                        
                                                             "Apa khabar Iman?"



 Berkata Imam Ibnu al-Qayyim; “Selagi hati selamat dari penyakitnya, ia akan berjalan menuju akhirat dan menghampirinya hingga menjadilah ia ahlul-akhirah (golongan yang beramal untuk akhirat). Namun apabila hati sakit, ia akan melebihkan dunia dan menjadikan dunia watannya hingga menjadilah ia alul-dunya (golongan yang beramal semata-mata untuk kepentingan duniawi”. (Ighasah al-Lahfan, halaman 94-95).

http://ashabulislam.blogspot.co.id

Pengangguran dalam pandangan Islam

Pengangguran Perspektif Islam

Dalam literatur ekonomi umum, tidak di temukan aturan yang mewajibkan seseorang harus berpartisipasi aktif dalam pasar tenaga kerja. Karena bekerja atau tidak adalak hak seorang individu. Kebanyakan faktor yang menjadikan individu memutuskan bekerja atau menganggur adalah upah atau gaji. Sedangkan dalam islam, selain faktor materi ada pula nilai-nilai moral yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam mengambil keputusan. Upah atau gaji pasti dibutuhkan oleh setiap orang untuk memenuhi kehidupan diri dan keluarganya meskipun allah telah menjamin memberikan rizki kepada semua makhluk yang telah di ciptakan.
Dan tidak ada satu hewan melatapun di bumi melainkan allah-lah yang memberi rizkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dakam kitab yang nyata (laukhil mahfuzd)”  QS. Huud ayat 6
Walaupun dalam ayat tersebut allah telah menjaminnya, tetepi hal itu bukan berarti tanpa ada persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat yang paling penting adalah usaha kita dalam mencari rizki yang di janjikan oleh allah, karena allah telah membuat sistem yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang mendapat rizki dan siapa yang berpangku tangan akan kehilangan rizki.
Bermalas-malasan atau menganggur selain mendatanggan efek negative bagi pelaku secara langsung, juga akan mendatangkan dampak tidak langsung terhadap perekonomian. Karena pengangguran akan mengakibatkan ketidak optimalnya tingkat pertumbuhan ekonomi akibat sebagian potensi faktor produksi yang tidak termanfaatkan. Kelompok pengangguran akan menggantungkan hidupnya pada orang-orang yang produktif yang menjadikan angka ketergantungan meningkat yang akibatnya merosotnya pendapatan perkapita.
Islam mendorong pemeluknya untuk berproduksi dan menekuni aktivitas ekonomi dalam segala bentuk seperi pertanian, penggembalaan, berburu, industri, berdagang dll. Islam tidak semata-mata memerintahkan untuk bekerja, tetapi bekerja harus dengan baik (ihsan) penuh ketekunan dan prefesional. Ihsan dalam bekerja merupakan kewajiban yang wajib di lakukan oleh setiap muslim.
“Sesungguhnya allah mencintai jika seorang melakukan pekerjaaan yang di lakukan secara itqam (prefesional)” HR. Baihaqi
Menurut Qaradhawi (2005:6-8) pengangguran dapat di bagi menjadi dua, yaitu pengangguran jabariyah (karena terpaksa) dan pengangguran khiyariyah (karena pilihan). Kedua jenis pengangguran ini mempunyai posisi dan hukumnya masing-masing dalam syari’ah.
  1. Pengangguran Jabariyah (karena terpaksa)
adalah pengangguran dimana seorang tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umumnya terjadi karena seseorang yang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang sebenarnya bisa digali dan di pelajari sejak kecil. Atau dia mempunyai keterampilan tetapi itu semua tidak berguna kerena berubahnya lingkungan dan zaman. Atau dia sudah mempunyai keterampilan akan tetapi dia tidak dapat memanfaatkan karena kurangnya alat atau modal yang di butuhkan. Contoh ada seseorang yang ahli dalam bertani, tetapi dia tidak mempunyai alat untuk membajak ataupun sepetak lahan untuk dia garap.

  1. Pengangguran Khiyariyah (karena pilihan).
Adalah seseorang yang mempunyai potensi dan kemampuan untuk bekerja tetapi memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan sehingga menjadi beban bagi orang lain. Dia tidak mengusahakan suatu pekerjaan sehingga menjadi  “sampah masyarakat”. Islam sangat memerangi orang-orang seperti ini, walaupun dari mereka ada yang mengatakan bahwa mereka meninggalkan pekerjaan dunia untuk menkonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah.
Adanya pengangguran di kelompokkan menjadi dua ini berkaitan erat dengan solusi yang di tawarkan islam dalam mengatasi pengangguran. Untuk pengangguran jabariyah perlu bantuan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dengan bantuan yang mereka butuhkan. Bantuan itu, bukan sekedar uang atau bahan makanan yang cepat habis, melainkan alat-alat yang mereka butuhkan untuk dapat bekerja. Sebaliknya dengan pengangguran khiyariyah, mereka tidak seharusnya mendapat bantuan materi melainkan motivasi agar mereka bisa memfungsikan potensi yang mereka miliki.

https://jenongsendiri.wordpress.com

Hati-Hati Terhadap Perkara-Perkara Penggugur Amalan

Sesungguhnya dalam syariat islam itu ada amalan-amalan yang dapat menggugurkan dosa dan demikian pula sebaliknya ada perbuatan-perbatan yang dapat  menggugur amalan, diantaranya adalah:

1. Kufur dan syirik

Alloh berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”.[1] (Az Zumar 65)

2. Murtad

Alloh berfirman:

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.[2](Al Baqarah 217)

3. Nifaq dan Riya’

Allah ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi pada hari kiamat: “jika Allah memberi balasan kepada manusia dari amalan-amalan. Maka perhilah kalian kepada amalan yang engkau berbuat riya’ di dunia maka lihatlah apakah kalian mendapatkan pahala padanya.(HR Ahmad dan Al Baghawi dari sahabat Mahmud bin Labib dengan sanad shahih menurut syarat Muslim)

4. Mengungkit-ungkit Pemberian

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)…”[3] (Al Baqarah 246)

5. Hasad

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۖ

“Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? ”.[4] (An Nisa’ 54)

Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

اياكم والحسد فان الحسد ياءكل الحسنات كما تاءكل النار الحطب, او قال العشب

(رواه ابو داود)

“Jahuilah oleh kalian perbuatan hasan karena sesungguhnya hasad itu akan memakan  (menghilangkan) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”.[5] (HR Abu Daud)

6. Meninggalkan Shalat ‘Ashr

Dari sahabat Buraidah Radhiyallahu a’hu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله

“Barangsiapa meninggalkan shalat ‘ashr maka gugurlah amalannya”.[6]



Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata: barangsiapa yang meninggalkannya tanpa udzur maka gugurlah amalannya karena ini adalah perkara yang sangat agung, bahkan sabagian ulama’ beristinbath dengan hadits ini bahwa barangsiapa meninggalkannya maka ia yelah kafir, karena tidak ada perbuatan yang dapat menggugurkan amalan selain kemurtadan sebagaimana dalam firman Alloh yang berbunyi:



وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”.[7] (Al An’am 88)

Dan ada sebagian yang berpendapat bahwa shalat ashr adalah khusuh karena barangsiapa yang meninggalkannya maka ia kafir, dan demikian pula dengan shalat-shalat wajib yang lainnya secara umum. Dan ini adalah dalil tentang agungnya shalat ‘ashr. Maka dari itu Allah Ta’ala memerintahkan untuk menjaganya secara lebih dibandingkan dengan shalat-shalat yang lainnya sebagaimana tertuang dalam firman-Nya:



حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’”.[8] (Al Baqarah 238)

[Syarh Riyadhus Shalihin]

Dan yang dimaksud dengan shalat wustha di sinilah adalah shalat ‘ashr, karena ada hadits yang shahih yang menjelaskan demikian.



شغلونا عن الصلاة الوسطى صلاة العصر، ملأ الله أجوافهم وقبورهم ناراً

(HR Ahmad)

7. Memelihara Anjing

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:



من اتخذ كلبا إلا كلب ماشية أو صيد أو زرع انتقص من أجره كل يوم قيراط .

“Barangsiapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga kebun atau berburu atau menjaga ternakmaka akan berkurang amalannya setiap hari satu qirat (dalam riwayat lain dua qirat) ”. (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Hadits yang shahih dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan satu qirat adalah seperti gunung uhud.

Al Qurthuby berkata: “yang demikian itu (satu dan dua qirat) mencakup dua jenis anjing yang mana salah satunya labih jelek dari yang lain, seperti anjing yang hitam yang Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam memeritahkan kita untuk membunuhnya”.

8. At Ta’li atas Allah Ta’ala

At Ta’ly adalah berbicara tentang Alloh tanpa ilmu.

Nabi bersabda “ sesungguhnya seseorang yang berkata Alloh tidak akan menganpuni si fulan maka kelak Alloh akan berkata  barangsiapa yang beranggapan atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, maka sungguh Aku telah mengampuni si fulan dan engkau telah menggugurkan amalanmu”. (HR Muslim dari sahabat Jundub bin Abdillah)

9. Menyelisihi Perintah Alloh dan Rasul-Nya

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”.( Al Hujuraat 2)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (Muhammad 33)

Sebaigan orang berpendapat bahwa yang orang -orang yang dimaksud dalam surat  Al Hujuraat ayat 2 adalah orang-orang yang hidup dizaman Nabi karena dizaman ini tidak mungkin karena Nabi telah meninggal dan kita tidak mungkin dapat meninggikan suara kita melebihi suara Nabi.  Namun, para ulama’ menjelaskan bahwa konteks ayat inimeliputi seluruh kaum muslimin bahkan sampai zaman ini. Lalu bagaimana seseorang dapat meninngikan suaranya melebihi suara Nabi ? Yaitu tatkala ada sebuah majlis yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Nabi kemudian seseorang itu meninngikan suaranya melebihi suara pembaca hadits tersebut, ada sebagian ulama’ pula yang menjelasan bahwa diantara bentuk meninggikan suara dalam ayat diatas adalah meninggikan suara atau berteriak di samping kuburan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam.  Wallahu  a‘lam

10. Transaksi ‘Inah

Transaksi ‘inah itu termasuk bentuk akal-akalan dalam riba.

Di antara trik transaksi riba yang sudah diwanti-wanti sejak masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang disebut dengan jual beli ‘inah.

Ada beberapa definisi mengenai jual beli ‘inah yang disampaikan oleh para ulama. Definisi yang paling masyhur adalah seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengakal-akali supaya mendapat keuntungan dalam transaksi utang piutang.

Semisal, pemilik tanah ingin dipinjami uang oleh si miskin. Karena saat itu ia belumpunya uang tunai, si empunya tanah katakan pada si miskin, “Saya jual tanah ini kepadamu secara kredit sebesar 200 juta dengan pelunasan sampai dua tahun ke depan”.  Sebulan setelah itu, si empunya tanah katakan pada si miskin, “Saat ini saya membeli tanah itu lagi dengan harga 170 juta secara tunai.”

Artinya di sini, si pemilik tanah sebenarnya melakukan akal-akalan.Ia ingin meminjamkan uang 170 juta dengan pengembalian lebih menjadi 200 juta. Tanah hanya sebagai perantara.Namun keuntungan dari utang di atas, itulah yang ingin dicari.Inilah yang disebut transaksi ‘inah.Ini termasuk di antara trik riba.Karena “setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, itu adalah riba.”

Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,

إِذَاتَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga;lh kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9: 242)

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ

“Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.”Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)

Referesi:

1. Al Quran

2. Syarh Riyadhus Shalin

3. Aplikasi Al Quran dengan kitab-kitab Tafsir Mu’tabar

4. Artikel Syeikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly Hafidhahullah yang berada di http://www.salafy.or.id



[1]Az Zumar 65

[2]Al Baqarah 217

[3]Al Baqarah 246

[4]An Nisa’ 54

[5]HR Abu Daud

[6]HR Bukhari dan Muslim

[7]AL An’am 88

[8]Al Baqarah 238


https://fatwahamidan.wordpress.com/

Inilah Amalan Ringan Penggugur Dosa

Tak ada manusia yang luput dari dosa. Di sisi lain, manusia pasti butuh ampunan Allah. Karena itu, Allah memberikan keutamaan dan kemurahan kepada hamba-Nya dengan mensyariatkan amalan-amalan yang dapat menghapus dosa di samping taubat.
Pada umumnya setiap amalan yang dilakukan oleh seorang muslim berpotensi menjadi kaffarah atas dosa yang dilakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Bertakwalah kamu di manapun kamu berada. Bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus lalu pergauliah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi).
Hanya Dosa-Dosa Kecil
Ketika menjelasakan hadits, “Barangsiapa membaca subhanallahi wa bihamdihi 100 kali dalam sehari, dihapuskan kesalahannya walaupun seperti buih di lautan.” (Muttafaq ‘Alaihi), Syaikh Abdullah Al-Bassam rahimahullah dalam kitab beliau Taudihul Ahkam berkata, “Para ulama membatasi dosa-dosa yang dapat diampuni dengan amalan ini dengan dosa-dosa kecil saja, adapun dosa-dosa besar maka ia tidak dihapus kecuali dengan taubat nasuha.”
Kemudian, dosa yang dihapus adalah dosa atau kesalahan pada hak Allah saja, jika berkaitan dengan hak manusia, maka harus diselesaikan  dengan yang bersangkutan. Meminta maaf atau mengembalikan haknya berupa barang atau utang.
Selanjutnya  kami akan memaparkan beberapa amalan ringan sehari-hari yang dapat dikerjakan oleh seorang muslim setelah  bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagiannya dijelaskan dalam al-Qur’an dan sebagiannya lagi dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya sebagai berikut:
  1. Istighfar (dibarengi taubat)
Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata, “Wahai Rabbku, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memilki Rabb (Tuhan) Yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan kepada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Maka ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat.” (HR. Muslim).

  1. berwudhu dengan sempurna
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya, dosa-dosanya akan keluar dari tubuhnya (yang terkena air wudhu) sampai keluar dari ujung jemarinya.” (HR. Muslim).
Yang perlu diperhatikan adalah hendaknya kita berwudhu sesuai dengan tuntunan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
  1. Berjalan menuju masjid untuk menunaikan shalat wajib
Keluarnya seorang hamba untuk menunaikan apa yang telah Allah wajibkan kepadanya merupakan tanda keimanan yang kuat dari hamba tersebut. Dan balasan yang akan ia dapatkan adalah dihapuskan dosa-dosa sejumlah langkah kakinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Barangsiapa yang bersuci sejak dari rumahnya lalu berjalan menuju rumah dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan kewajiban shalat, maka setiap langkahnya menghapus satu dosa dan langkah yang satunya mengangkat satu tingkat derajatnya.” (HR. Muslim).
Adapun untuk wanita muslimah, cukup baginya untuk shalat di rumah tanpa harus keluar menuju masjid, tetapi tidak mengapa juga baginya untuk shalat berjamaah di masjid dengan memerhatikan adab dan etika seorang muslimah di luar rumah. Seperti tidak memakai wangi-wangian dan berdandan berlebihan karena itu dapat menjadi fitnah bagi kaum laki-laki. Dan shalatnya muslimah di rumah itu lebih baik baginya, berbeda dengan laki-laki yang wajib shalat berjamah di masjid.
  1. Shalat Wajib
Shalat wajib lima waktu yang Allah wajibkan juga merupakan amalan yang dapat menghapus dosa seorang hamba muslim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan perumpamaan orang yang menjaga shalat lima waktu seperti seorang yang mandi lima kali sehari di mana tak tersisa sedikit pun kotoran di tubuhnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu lima kali sehari, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (Muttafaq ‘Alaihi).
  1. Bertepatan ucapan amin-nya dengan amin malaikat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila imam mengucapkan, “Ghairil maghdhubi ‘alaihim walaadhooliin” ucapkanlah amin, karena barangsiapa yang aminnya bertepatan dengan aminnya malaikat maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaihi).
Hadits di atas menunjukkan keutamaan shalat berjamaah di masjid, kerena kita tidak bisa mendapatkan aminnya malaikat tanpa ikut dalam shalat jamaah.
  1. Duduk di masjid menunggu waktu shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah kalian mau aku tunjukkan sesuatu yang dengannya Allah menghapuskan dosa dan meningkatkan derajat?” Sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau menjawab, “Sempurnakanlah wudhu walaupun dalam kondisi tidak menyenangkan, memperbanyak langkah menuju masjid dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah ribath, itulah ribath.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Malik).
Di hadits yang sama-sama diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa malaikat mendoakan seorang muslim yang duduk di masjid dalam keadaan suci untuk menunggu waktu shalat.
“Tidaklah seorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para malaikat akan mendoakannya; “Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah dia.”
Dan waktu di antara shalat Maghrib dan Isya adalah saat yang paling memungkinkan bagi kita untuk mengamalkan hadits ini.
  1. Memperbanyak sujud
Memperbanyak sujud dalam shalat maksudnya adalah memperbanyak shalat itu sendiri. Seperti shalat sunnah rawatib, dhuha, tahajjud dan witir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Tsauban radhiyallahu ‘anhu, “Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah. Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu.” (HR. Muslim)
  1. Membebaskan utang orang yang kesulitan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada seorang pedagang memberikan utang kepada orang-orang,  jika ia mendapati orang yang lagi kesulitan (tidak bisa melunasi utangnya) ia berkata kepada pelayannya, “Abaikan saja utangnya, semoga Allah juga mengabaikan dosa-dosa kita.” Maka Allah pun mengabaikan dosa-dosanya.” (Muttafaq ‘Alaihi).
Profesi sebagai pedagang bukanlah batasan pada hadits di atas, semua kalangan yang memilki piutangpun termasuk di dalamnya yaitu mendapatkan penghapusan dosa apabila dia mengamalkannya. Dan bukan berarti pula orang yang memilki utang untuk bermudah-mudahan dalam membayar, hendaknya ia segera melunasi apabila telah punya kemampuan untuk itu.
  1. Membaca zikir-zikir penghapus dosa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  telah mengabarkan kepada kita di dalam hadits-hadits beliau tentang zikir-zikir yang apabila dibaca atau diucapkan dapat menghapus dosa orang yang membacanya. Bahkan kita tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membaca zikir tersebut. Di antaranya:
Zikir setelah shalat wajib
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang bertasbih selesai shalat 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 33 kali, maka itu 99 kali dan menggenapkannya seratus dengan kalimat
لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كٌلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
“Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala puja. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Diampunilah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim).
Di hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang makan lalu membaca,
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku makan dan memberi rezeki tanpa daya dan kekuatanku.”
Diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”  (HR. Tirmidzi , hasan gharib)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Dalam sehari 100 kali, maka kesalahannya dihapus sekalipun seperti buih di lautan.”
Tidak mesti membaca 100x dalam satu hitungan, menurut pendapat terkuat bahwa 100 x adalah akumulasi bacaan dalam sehari. Bisa jadi pagi 40, siang 30 dan malam 30. Wallahu A’lam
Mukmin Takut Dosa
Sebuah atsar masyhur yang datang dari sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu menunjukkan salah satu ciri orang beriman adalah merasa tidak tenang dan gelisah dengan dosa walaupun sedikit. Beliau berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di bawah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar bermaksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja  di hadapan batang hidungnya.” (HR. Bukhari).
Sebagai penutup kami mengajak pembaca sekalian untuk senantiasa waspada terhadap dosa-dosa, entah itu yang besar atau yang kecil. Karena dosa dapat mematikan hati dan menghambat rezeki. Dan marilah kita senantiasa memohon kepada Allah ilmu yang bermanfaat dan memohon kepada-Nya agar dimudahkan dalam mengamalkan ilmu tersebut.
Andang Supriana Enda
Buletin al-Fikrah STIBA Makassar edisi 13 Tahun XVI 04 Rajab 1436 H/24 April 2015 M

http://stiba.ac.id/