Memanglah benar, cukup Dia saja dalam hidupku. Hanya Dia saja yang seharusnya memenuhi relung hati.
Dia terduduk lama. Terdiam. Memandangi langit senja di teras rumah.
Tetes-tetes hujan tadi siang masih berjatuhan dari dahan dan dedaunan.
Desir angin sejuk menjamahnya perlahan. Dia menghela napas, menutup
mata. Seketika, potongan memori berputar layaknya roll film. Seluruh
ingatannya akan hal itu masih sangat jelas. Belum ada satu
tahun. Seharusnya dia sadar bahwa kenikmatan dan kebahagiaan lambat laun
akan tergantikan dengan rasa sakit dan kesedihan, tapi ternyata dia
terlalu terbuai oleh angan-angan. Angan-angan yang melebihi ajalnya.
Bukankah manusia memang seperti itu? Dan ya, dia masih manusia—dan juga
perempuan.
Dua minggu terakhir dalam hidupnya, dia mengalami badai. Badai
perasaan di dalam hatinya. Remuk terasa, pahit tercecap. Bukankah dia
tahu bahwa dunia ini memang getir? Bukankah dia sudah sering mencecap
rasa pahit? Kali ini berbeda. Pahit yang ia cecap belum pernah ia
rasakan seumur hidupnya. Rasa pahit yang digambarkan oleh salah seorang
sahabat sekaligus menantu Rasulullah shallallahu alaihi wa salam—Ali bin Abi Thalib; berharap kepada manusia.
“Aku sudah mencecap semua kepahitan di dunia dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.” (Ali bin Abi Thalib).
Benar sekali, dia pun kini telah merasakannya. Getirnya, perihnya,
pahitnya. Ah, tak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Cukup lama ia
tersungkur dalam lubang bernama kesedihan, cukup lama ia terpekur dalam
seraya berpikir macam-macam. Syetan sangat menyukai orang yang sedang
bersedih. Syetan menghembuskan bisikan-bisikan mengerikan. Menjadikannya
bulan-bulanan rasa sesal, rasa marah, kecewa, seluruh perasaan negatif
terkumpul di dalam satu relung jiwa—hingga jiwa itu terasa mati, hitam,
gelap, pekat. Beruntungnya dia tetap tak bergeming. Seluruh perasaannya
dia biarkan menetap tanpa ia keluarkan. Ia berusaha untuk menahan
segalanya. Dia berusaha berpikir jernih meski pada akhirnya, tetes-tetes
bening itu mulai bertumpuk dan memilih untuk membasahi pipinya. Segala
perasaannya tumpah. Perempuan tegar itu menangis sejadi-jadinya. Ada dua
hal yang ia sesali ketika tangisan merangsek untuk keluar; satu, untuk
apa ia menangisi makhluk? Dan yang kedua, ia bersyuur syetan tak
berhasil membuatnya menyakiti orang lain, karena baginya, cukup ia saja
yang tersakiti.
.xxx.
Seseorang yang telah mencecap kepahitan itu tak akan pernah lagi
menjadi orang yang sama. Dia akan menjadi seseorang yang lebih kuat dari
sebelumnya, seseorang yang lebih ikhlas, lebih ridho terhadap hidupnya.
Mungkin ini juga cara Allah untuk mengingatkan bahwa hambaNya yang satu
ini telah jelas melanggar batas-batas syariat, telah terperangkap dalam
hal buruk, lalu Allah datang untuk menyelamatkannya. Bukankah ini hal
yang sangat luar biasa?
Padahal, sudah begitu banyak dosa yang ia lakukan, begitu banyak
kesalahan-kesalahannya. Tapi sekali lagi Allah mengangkat derajatnya dan
menghapus kesalahan-kesalahannya. Allah menegurnya, Allah menginginkan
kebaikan untuknya, Allah ingin ia kembali. Allah mencemburuinya, kenapa
ada seorang makhluk di relung hati seorang hambaNya? Meskipun makhluk
itu seorang yang shalih, meskipun mereka berkilah bahwa mereka saling
mencintai karena Allah, Allah tahu hal itu tidaklah benar. Karena itu
relung hatinya dihancurkan sehancur-hancurnya. Lebur dalam tangis. Allah
seakan berbisik ke dalam jiwa;
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du:28).
Sungguh sangat besar cintaNya kepada hambaNya yang sangat lemah, dia
merasa malu. Malu untuk tidak memperhatikan cinta sejati yang
sesungguhnya—Allah. Malu karena sudah banyak maksiat yang ia lakukan
tapi rahmatNya selalu luas dan tak tertandingi. Sungguh tak ada yang
patut disesali akan setiap kejadian yang menimpanya. Sungguh dia adalah
orang yang sangat merugi jika ia membenci takdir yang datang
menghampirinya. Karena pada hakikatnya;
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah:30)
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216).
Dia lebih mengetahui apa-apa yang terbaik untuk hambaNya, hanya saja
terkadang hambaNya ini tidak tahu diri dan merasa sok tahu terhadap apa
yang terjadi. Merasa was-was dan sering berandai-andai, padahal “Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat
lemah” (Q.S. Annisa; 28).
Seharusnya dia ridho, ridho terhadap dirinya yang bukanlah miliknya
dan tak akan pernah menjadi miliknya. Jiwa yang berada ditangan Allah,
yang mana hati, pikiran, tubuh, dan kehendak selalu dibawah naungan dan
karuniaNya.
Karena itu saat ini dan untuk seumur hidupnya kelak, cukuplah…
cukuplah Dia saja yang selalu ada dalam relung hati. Cukuplah dia
menerima semua yang diberikan dari Allah Yang Maha Mengetahui. Cukup Dia
saja.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi, dan tidak (pula) pada
dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi
Allah.” (Q.S. Al-Hadid:22)
Jangan pernah menggantungkan setitik pun harap kepada makhluk,
berharaplah hanya kepada Allah. Karena Allah tak akan pernah
mengecewakanmu sedikitpun.
Jakarta, 26 Januari 2016
Penulis: Ummu A’ishaa Fathia Rissa
Referensi : Al-Qur’an
https://moslemdoctors.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com