Sabtu, 16 Mei 2015
ZAKAT MINIMALIS (Drs. St. Mukhlis Denros)
Zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.
Keyakinan seorang muslim untuk mengeluarkan zakat tidak diragukan lagi, jangankan orang kaya bahkan petani miskin di desapun meyakini tentang zakat, setiap musim panen padi mereka tidak ketinggalan untuk menunaikan zakat, hal itu dapat kita ketahui disiarkannya uang masuk ke kas masjid, diantara sedekah dan infaq yang masuk ke kas masjid juga banyak zakat yang dibayarkan. Padahal kalau kita perhatikan, kehidupan petani itu sangat memprihatinkan, tapi setiap panen hasil pertaniannya selalu dikeluarkan zakatnya untuk membersihkan pendapatan.
Selain shalat maka kewajiban mendesak yang harus ditunaikan oleh seorang muslim adalah membayar zakat dikala sudah sesuai dengan nisabnya, karena makna salam kekiri dan ke kanan dalam shalat adalah menebarkan kesejahteraan kepada ummat islam di sekeliling kita, kesejahteraan akan tercapai bila ada berbagi dalam penghasilan, itulah zakat; "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." [At Taubah 9;103]
Zakat sering sekali disebutkan dalam hadits Rasul dengan shadaqah, karena fungsi dan hakekatnya memang sama yaitu menafkahkan harta di jalan Allah, adapun orang yang memberikan zakat atau sedekahnya akan dinilai pahala yang berlipat ganda, Rasulullah ber "Bershadaqah pahalanya sepuluh, memberi hutang (tanpa bunga) pahalanya delapan belas, menghubungkan diri dengan kawan-kawan pahalanya dua puluh dan silaturrahmi (dengan keluarga) pahalanya dua puluh empat"(HR. Al Hakim).
Namun masih banyak ummat islam yang enggan mengeluarkan zakat, ada memang yang mengeluarkan zakat tapi tidak sesuai dengan sasaran. Masyarakat akan menunaikan zakat bila zakat itu ditujukan untuk pembangunan fisik, seperti membangun ruang wudhu masjid, membangun menara masjid atau membangun tingkat dua masjid dan sebagainya, yang penting semua zakat itu untuk pembangunan fisik masjid. Sedangkan yang lainnya karena tidak nampak sepertinya masyarakat enggan untuk mengeluarkan zakat untuk masjid, tidak ada yang mau membayar zakat untuk kegiatan selain pembangunan. Padahal zakat itu sudah jelas peruntukannya sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”
Al-Quran menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran Islam, ciri utama mu’min yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup dan ciri utama mu’min yang akan mendapatkan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesediaannya berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwa dari berbagai sifat buruk, sekaligus berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan dan mengembangkan harta yang dimilikinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
“…Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taubah :5)
“…Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan”. (QS. Ar Ruum, 30:39).
Secara umum zakat dan sedekah atau infaq itu berbeda, kewajiban untuk membayar zakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku sedangkan sedekah atau infaq merupakan amalan sunnah, walaupun seseorang banyak mengeluarkan sedekah, maka dengan sedekah itu belum selesai zakatnya, yang dituntut dari zakat selain khaul juga nishabnya, khaul yaitu masa berlakunya harta seseorang, yang diperkirakan satu tahun sedangkan nishab adalah batas banyaknya harta yang wajib dizakatkan.
Karena kurangnya ilmu seseorang, dia lebih mengutamakan sedekah dari pada zakat, bahkan dia menyamakan antara zakat dan sedekah. Ada juga yang membayar zakat ditujukan untuk pembangunan fisik masjid, padahal zakat itu ditujukan kepada manusia, bukan bangunan sebagaimana surat At-Taubah ayat 60 menyebutkan. Sehingga wajar bila masjid-masjid yang ada disekitar kita tidak mendatangkan berkah, jamaahnya sangat sedikit sekali, pengurusnya terjadi hubungan yang tidak harmonis, karena hak fakir miskin di sekitar masjid tidak ditunaikan, masjidnya besar lagi megah tapi masyarakatnya dalam keadaan miskin. Ada anak yang tinggal di sekitar masjid putus sekolah, banyak janda-janda miskin yang hidupnya susah, anak-anak yatim sangat memprihatinkan, karena hak mereka sudah diberikan untuk pembangunan masjid. Masjidnya megah tapi masyarakatnya miskin, jangankan untuk beribadah ke masjid sedangkan perut mereka dalam keadaan kosong, pakaian mereka compang camping dan tidak punya pekerjaan.
Ada diantara kita yang mengeluarkan zakat, diberikan untuk semua orang, masing-masing mendapat paling banyak lima puluh ribu rupiah, walaupun zakatnya sebesar lima juta atau lebih, diberikan untuk sekian orang, akhirnyapun tidak memadai, jangankan untuk membeli beras sekian liter, sedangkan untuk membeli lauk saja tidak cukup, besok mereka mengharapkan zakat lagi. Seharusnya zakat yang lima juta tadi diberikan untuk dua atau tiga orang saja, sehingga bisa digunakan untuk usaha, tahun depan mereka membayar zakat, tidak mengharapkan zakat lagi, inilah zakat produktif namanya.
Orang yang punya harta bisa saja mengatakan, inikan harta saya, hasil memeras keringat dan membanting tulang sendiri, kenapa harus diberikan kepada orang lain. Namun ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman keras terhadap orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah menjadi azab bagi pemiliknya.Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Attaubah ayat 35 :“Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
Walaupun harta itu hasil usaha sendiri, tapi ketahuilah bahwa itu adalah rezeki dari Allah, karunia dari Tuhan yang mencurahkan rezekinya kepada makhluk-Nya di dunia ini, di dalam harta kita ada hak orang lain yang harus dikeluarkan, ibarat kotoran maka dalam harta kita itu terdapat daki-daki yang harus dibuang agar harta itu bersih semua, pembuangan kotoran tadi melalui pembayaran zakat. Jangan kita sok berkuasa dan sok kaya, tanpa karunia dari Allah tidak ada apa-apanya diri kita ini, kelak kita akan menyesal bila pelit, enggan membayar zakat, dikala ada kesadaran untuk mengeluarkan zakat, tapi orang lain tidak mau menerima lagi, karena waktu pembayaran zakat sudah limit, Haritsah bin Wahab (al-Khuza'i ) berkata, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Bersedekahlah! Sesungguhnya akan datang atasmu suatu masa ketika seseorang berjalan membawa sedekahnya lalu ia tidak menjumpai orang yang mau menerimanya. Seseorang berkata, 'Seandainya kamu membawanya kemarin, niscaya saya terima. Adapun hari ini maka saya tidak membutuhkannya.'".
Zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Perintah diatas ditujukan kepada penguasa, agar mengambil zakat dari harta orang yang kaya, disini ada unsur pemaksaan yang tujuannya untuk membersihkan harta pemilik harta, seharusnya sebelum dipaksa mengeluarkan zakat, maka sebaiknya wajib zakat mengeluarkan zakat terlebih dahulu, biasanya terjadinya pemaksaan ketika diketahui sang wajib zakat enggan untuk mengeluarkan zakatnya, hampir sama dengan pajak, tanpa paksa dan injak tidak akan terkumpul pajak. Itulah makanya Abu Bakar As Siddik ketika Rasulullah shalallahu Alaihi Wasallam meninggal dunia, banyak terjadi pemurtadan dan keengganan dari mereka untuk mebayar zakat, sehingga kaum murtad itu harus diperangi.
Dalam hal ini, tepat sekali Prof Dr Hamka dalam buku Lembaga Hidup menyimpulkan, "Zakat bukanlah urusan kemerdekaan seseorang dengan harta bendanya, melainkan hak bagi negara Islam mengambil harta itu dan menyerahkan kepada yang berhak menerimanya.Peraturan zakat yang diurus oleh negara menjadi jalan tengah di dalam pertentangan orang yang bermodal dengan kaum miskin.Jadi, zakat itu usaha meringankan pertentangan kelas."
Zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.
Keberkahan harta tidak tergantung dari banyaknya harta itu, orang yang punya banyak harta belum tentu berkah, ada-ada saja jalan untuk menghabiskan harta itu, apakah mobilnya yang tertabrak, uang yang digondol maling atau musibah lainnya. Bila terjadi panen yang gagal, usaha dagang yang bangkrut, penghasilan berupa honor dan gaji yang hilang atau habis tidak menentu, pendapatan para pejabat yang mengakibatkan buruk bagi diri dan keluarganya, maka orang lansung menghubungkannya dengan zakat yang tidak beres, zakat yang tidak ditunaikan, tidak bayarkan sesuai dengan aturan agama padahal islam mewajibkan membayar zakat kepada ummatnya bila penghasilan sudah sampai pada satu nishab.
Saudaraku, kita selalu berharap agar harta kita bertambah sehingga malam jadi siang, siang jadi malam, bekerja apa saja untuk meraih harta yang banyak, agar deposito selalu bertambah, investasi tanah dan rumah ada dimana-mana, sawah dan ladang dengan panen yang berlimpah, kendaraan tiap tahun selalu berganti merk, selama masih dalam koridor mencari rezeki dari Allah tidak ada masalah, tapi hak dari harta itu harus ditunaikan zakatnya.
Saudaraku, kenapa kita enggan menunaikan zakat ? bukankah zakat yang kita keluarkan itu sangat minimal dibandingkan dengan banyaknya harta yang kita peroleh dari Allah, padahal dengan zakat yang minimalis kita akan memperoleh pahala yang maksimal dari Allah selain ketentraman hidup di dunia juga keselamatan di alam akherat, Wallahu A’lam [Kubu Dalam Padang, Kamis 24 Rabiul Awal 1436.H/ 15 Januari 2015.M].
Artikel diatas dikirim oleh: mukhlisdenros@gmail.com
Dipublish oleh: bagindaery.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com