Jumat, 11 April 2014

Inilah Kepemimpinan Politik yang Berkeadilan dalam Islam

Kepemimpinan Politik yang Berkeadilan dalam Islam 

Oleh KH MA Sahal Mahfudh
Keharusan adanya pemimpin pada setiap komunitas sekecil apapun tidak diingkari baik oleh norma sosial mau pun norma agama Islam. Manusia sebagai makhluk sosial, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu berkumpul, bergaul dan berinteraksi dengan sesamanya. Dalam hal ini mereka memerlukan seorang pemimpin yang dipercaya dan mampu memimpin.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah mengatakan, ''Apabila tiga orang keluar bepergian, maka hendaklah mereka menunjuk salah satunya menjadi pemimpin”. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan hadits, "Tidak halal bagi tiga orang berada di padang (sakhra') dari bumi, kecuali harus menjadikan salah satunya seorang pemimpin.”

Kata "pemimpin" dan "kepemimpinan" berbeda, yang satu kata benda dan yang lain kata abstrak. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan dalam konsep yang normal. Pemimpin adalah sosok yang berwatak dan berkarakter kepemimpinan, bahkan mampu melaksanakan tugas kepemimpinan. Meskipun demikian tidak mustahil terjadi penyimpangan, dengan diangkatnya seorang pemimpin formal mau pun non formal yang tidak bisa menampilkan sikap dan perilaku kepemimpinan.

***

Bila politik dipahami sebagai kekuasaan formal, maka kepemimpinan politik merupakan kekuatan formal untuk menjalankan kekuasaan atas anggota kelompok kecil mau pun besar untuk mencapai tujuan tertentu. Kekuatan itu biasanya didukung oleh mekanisme yang mapan dalam sistem kekuasaan yang dihimpun dari berbagai komponen.

***

Ajaran Islam mengenal istilah siyasah syar'iyah dan kepemimpinan formal disebut khilafah, imaratul mu'minin dan imamah kubro. Kalangan Syafi'iyah mengatakan, politik harus sesuai dengan tujuan umum syari'ah Islamiyah, yaitu memelihara agama, akal, jiwa, harta dan keturunan. Kalangan Hanafiyah mengatakan, siyasah adalah suatu upaya memaslahatkan makhluk dengan memberi petunjuk mereka ke jalan yang menyelamatkan di dunia dan akhirat.

Sementara itu Imam Abil Wafa' Ibnu Aqil mengatakan, siasah merupakan perbuatan -sikap dan perilaku- yang melibatkan masyarakat, yang lebih mendekatkan mereka kepada kemaslahatan sekaligus menjauhkan dari mafsadah, meskipun hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang Rasul mau pun belum pernah diwahyukan. Sedangkan Yusuf al-Qardlawy menegaskan, siyasah ialah suatu tindakan penguasa mengenai maslahah yang dipertimbangkan olehnya.

Ungkapan-ungkapan tersebut di atas dapat dipahami, bahwa apapun pengertian tentang siyasah, ia adalah suatu paradigma yang intinya bertujuan mencapai maslahah di dunia dan akhirat bagi masyarakat. Kemaslahatan mana mesti diarahkan pada pencapaian tujuan umum syari’ah, dengan pengertiannya yang luas dan dinamis, sehingga mampu mengakomodasi segala bentuk transformasi sosial yang terjadi.

Siyasah dengan demikian tidaklah hanya terbatas pada politik yang bersifat struktural dan formal. Tetapi lebih dari itu, ia mempunyai kekuatan dan kemampuan mendinamisir warga masyarakat untuk bersikap dan berperilaku politis dengan pertimbangan maslahah yang luas. Siyasah demikian akan mampu membentuk infrastruktur yang kuat, sekaligus memperkuat suprastruktur yang seimbang dengan kaidah fiqhiyah, bahwa kebijakan Imam atas rakyatnya harus bergantung pada pertimbangan maslahah. Yusuf al-Qardlawi menegaskan, politik yang adil (al-siyasah al-'adilah) bukan harus sesuai dengan syari’at, tetapi harus tidak bertentangan dengan syari'at.

Seperti telah disebutkan, kepemimpinan formal ada yang disebut khilafah, imaratul mukminin dan imamah kubro. Lalu ada pemimpin yang disebut khalifah, amirul mukminin dan al-imam al-akbar. Orang pertama yang disebut khalifah adalah sahabat Ahu Bakar karena beliau menggantikan Rasulullah dalam memimpin agama dan politik duniawi. Atas dasar itu, beliau tidak rela disebut khalifah Allah. Kemudian sebagian ulama dan ahli fiqih berpendapat, tidak boleh meletakkan sebutan khalifah Allah kepada penguasa atau siapapun. Namun ada sebagian ulama yang memperbolehkan atas dasar ayat A1-Qur'an sebagaimana tersebut dalam kitab Nihayat al-Muhtaj.

Pada periode khalifah Umar bin Khattab, meskipun fungsi khalifah tidak berubah, namun beliau populer disebut Amirul Mukminin. Sedangkan sebutan imam menurut Ibnu Khaldun, adalah karena menyerupai imam shalat dalam hal diikuti oleh para makmum.

Apapun sebutan yang diberikan kepada pemimpin, pada umumnya ia dimaknai sebagai pemimpin tertinggi bagi suatu daulah. Para ulama dalam hal ini mensyaratkan beberapa hal antara lain al-'adalah. Ia harus adil untuk dirinya sendiri dalam arti tidak menjalankan kefasikan serta adil untuk yang dipimpin, dalam arti tidak dza1im. Yang pertama, sebagaimana telah dirinci oleh para ahli fiqih dengan berbagai pandangan, bila ia berbuat kefasikan, bukan berarti ia harus bersih sama sekali dari perbuatan dosa. Tidak ada manusia yang ma’shum kecuali Nabi.

Ini berbeda dengan pendapat kaum Syi'ah Imamiyah al-Ja’fariyah yang berpendapat, Imam adalah ma'shum lahir mau pun batinnya sejak kecil sampai mati, seperti Nabi. Pengertian adil diri di sini adalah bila ia menjalankan kewajiban-kewajiban dirinya sendiri (furudl al-'ain) secara benar sekaligus tidak melakukan dosa besar, serta tidak terus menerus menjalankan dosa kecil.

***

Pengertian 'adalah untuk yang dipimpin atau untuk orang lain secara esensial tidaklah dipertentangkan oleh para ulama. Semuanya sepakat bahwa Imam mutlak harus mempunyai watak, sikap, perilaku dan kebijakan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Mereka tidak saja menggunakan dalil-dalil naqliyah mau pun ‘aqliyah saja, tetapi juga menggunakan dalil-dalil 'adiyah/thobi'iyah.

Keadilan seperti itu oleh bangsa mana pun merupakan norma sosial yang mutlak dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apala bagi seorang Imam. Ketidakadilan seorang Imam akan berdampak negatif secara lebih luas daripada yang dilakukan oleh seseorang yang tidak mempunyai jabatan imamah.

Di dunia ini tidak ada yang menyukai kelaliman, menerima ketidakadilan dan menyetujui kesewenang an . Kecuali bag i mere ka yang tidak normal akal pikirannya, meskipun mereka tak suka dituduh sebagai orang lalim, tidak adil dan sewenang-wenang. Ini berarti, bahwa ketika seseorang menerima jabatan kepemimpinan pada dasarnya telah menyadari adanya tuntutan 'adalah yang tidak dapat ditawar-tawar. Hanya saja yang sering terjadi, manusia tidak menyadari kelemahan, kekurangan dan cacat dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi tumbuhnya ketidakadilan.

Berbeda dengan Abu bakar Shiddiq ketika ditetapkan sebagai khalifah. Pertama ia mengakui kekurangannya secara jujur tanpa mempertimbangkan harga diri dan kewibawaannya. Hal ini dapat dipahami dari pidato beliau ketika itu. "Saya telah diberi kekuasaan (tauliyah) atas kalian," kata Abu Bakar, "Padahal saya bukan yang terbaik di antara kalian. Apabila saya benar, dukunglah kepemimpinan saya. Tapi bila salah atau menyimpang, luruskanlah saya. Taatilah sepanjang saya mentaati Allah dalam memimpin kalian. Tapi bila saya berbuat ma'shiyat, maka kalian wajib tidak mentaatinya."

Sahabat Umar bin Khattab pernah mengatakan, "Siapa di antara kalian melihat adanya penyimpangan pada diri saya, hendaklah ia meluruskannya." Salah seorang yang mendengar ucapan beliau langsung menanggapi seraya mengatakan, "Kalau saya melihat ada penyimpangan pada dirimu, maka saya akan meluruskannya dengan pedangku." Kontan ketika mendengar tanggapan ini, Khalifah Umar berujar, "Alhamdulillah bila di antara umat Muhammad ada yang mau meluruskan penympangan Umar dengan pedangnya."

Keadilan mempunyai abstraksi yang sangat luas. Karenanya sering terjadi perbedaan ukuran antara pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpinan berpandangan, bahwa kebijakannya sudah memenuhi kaidah keadilan. Sementara yang dipimpin menganggap kebijakannya belum adil. Dalam hal ini mekanisme musyawarah, dialog demokratis dan terbuka antara keduanya merupakan salah satu cara untuk mencari penyelesaian, dengan berpedoman pada standarisasi keadilan yang telah disepakati dan ditetapkan UU.

***

Kemapanan keadaan masyarakat sering dipengaruhi oleh hubungan antara keadilan -ketaatan- dan musyawarah. Keadilan dan ketamerupakan dua hal yang sulit dipisahkan dalam kehidupan masyarakat, karena ketaatan pihak yang dipimpin sering terbentuk oleh keadilan pemimpinnya. Karena ketidakadilan pemimpin, ketaatan umat menjadi surut atau hilang sama sekali, kecuali karena keterpaksaan yang berujung pada adanya ketaatan semu.

Hubungan simbiosis antara keadilan dan ketaatan bukanlah sifat alamiah yang bisa terjadi dengan sendirinya, akan tetapi tergantung pada komitmen-komitmen tertentu yang disepakati kedua belah pihak yang memimpin dan yang dipimpin. Komitmen-komitmen itu akan muncul tergantung pada mekanisme musyawarah dan dialog. Itulah sebabnya Sayyid Quthub mengatakan, “Keadilan, ketaatan dan musyawarah, sangat mendasar bagi kepemimpinan politik dalam Islam.”

Paradigma keadilan dengan demikian selalu berbeda-beda berdasarkan sasaran berbeda. Keadilan ekonmi tentu berbeda dengan keadilan politik, berbeda pula dengan aspek-aspek kehidupan lainnya. Begitu pula batas-batas keadilan akan berbeda-beda atas dasar perbedaan hak dan kewajiban.

Sedangkan hak dan kewajiban setiap individu mau pun jama'ah akan bergantung pada perkembangan status sosialnya. Dalam komunitas keluarga misalnya, mula-mula suami isteri mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Ketika lahir seorang anak, status keduanya berubah dan berkembang menjadi ayah dan ibu, hak dan kewajibannya bertambah pula. Begitu pula keadaannya ketika ia mengangkat seseorang dalam keluarga sebagai pembantu. Statusnya menjadi majikan yang mempunyai hak dan kewajiban tertentu pula. Dan seterusnya, ketika misalnya suami tersebut dipilih menjadi ketua RT, Kepala Desa dan sebagainya.

Kesadaran dan kemampuan manajemen mengaplikasikan hak dan kewajiban secara seimbang atas dasar kejujuran, keamanatan dan solidaritas yang kuat, merupakan dorongan yang kuat untuk menumbuhkan sikap, perilaku dan kebijakan yang berkeadilan bagi pemimpin.

Imam al-Razi dalam tafsirnya menyitir sebuah hadits yang menegaskan posisi al-'adlu berada di antara alshidqu dan al-rahmah. Dr Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam kitab al-Nidhom al-Siyasi fi al-Islam menegaskan, keadilan pada hakikatnya adalah al-shidqu dan al-rahmah.

Keadilan berarti menegakkan kebenaran dan kejuuran, serta belas kasih dan solidaritas. Dan bahwa kemaslahatan umat bergantung pada al-shidqu, al-'adlu dan al-rahmah. Risalah Rasulullah adalah rahmatan li al-‘alamin. Semoga kita selalu mendapat rahmat Allah.

***

Kepustakaan:

1.    Tafsir Imam Razi
2.    Al-Fajru al-Shodiq - Afandi Shidqi
3.    Al-Islam Baina al-‘Ulama wa al-Hukama’ - Abdul Aziz Al-Badry.
4.    Al-Ahkam al-Sulthoniyah - Al-Mawardy
5.    Al-Ahkam al-Sulthoniyah - Abu Ya'la Al-Hanbali
6.    Al-Nidhom al-Siyasi fi al-Islam - Dr. M. Abd. Qadir Abu Faris
7.    Al-Isti'anah Bighoiri al-Muslimin fi al-fiqih al-Islamy - Dr. AbdulLah bin Ibrahim Al-Thuraifi
8.    Al-'Adalah a1-Ijtima’iyah fi al-Islam - Sayid Quthub
9.    Syari’at al-Islam - Dr. Yusuf Qardlawy
10.  ‘Idhatu al-Nasyi'in - Musthafa al-Ghulayaini
11.  Al-Hasyiyah - Al-Bujairamy
12.  Al-Watsaiqu al-Siyasiyah - M. Humaidullah
13.  Al-Asybah wa al-Nadha'ir - Imam Suyuthi
14.  Al-Siyasah al-Syar’iyah - Ibnu Taimiyah
15.  Nihayah al-Muhtaj - Imam al-Ramly
16.  Al-Muqaddimah – Ibnu Khaldun



*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS), dengan judul "Penguasa yang Adil. Judul "Kepemimpinan Politik Yang Berkeadilan Dalam Islam" merujuk pada makalah asli sebagaimana pernah disampaikan pada halaqah Fiqih Nashbu al-Imam (Kepemimpinan yang Berkeadilan) yang diselenggarakan oleh P3M, RMI dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, 3-5 November 1992. Judul asli Kepemimpinan Politik Yang Berkeadilan Dalam Islam.

https://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,6-id,51292-lang,id-c,taushiyah-t,Kepemimpinan+Politik+yang+Berkeadilan+dalam+Islam-.phpx

Inilah Etika Politik Menurut Islam

http://smadapati.files.wordpress.com/2010/06/fajar8zy.jpg 

Oleh Fauzi Abubakar
SIAPA pun yang terjun dalam bidang politik pasti memiliki kepentingan kekuasaan. Kekuasaan di mata Islam bukanlah barang terlarang, sebaliknya kekuasaan dan politik dianjurkan selama tujuannya untuk menjalankan visi-misi kekhalifahan. Untuk itu kekuasaan harus didapatkan dengan tetap berpegang pada etika Islam. Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan panduan etika dalam kehidupan manusia. Karena itu etika dalam politik menjadi suatu keharusan.
Fakta memperlihatkan bahwa tidak sedikit yang menghalalkan segala cara dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan antarkelompok dalam kalangan elite politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bahkan berujung pada penyelesaian dengan jalan kekerasan, jika tidak ada kesepahaman bersama.
Etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena politik dipandang sebagai bagian dari ibadah, maka politik harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Di samping itu, politik berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat, karena itu prinsip-prinsip hubungan antarmanusia seperti saling menghargai hak orang lain dan tidak memaksakan kehendak harus berlaku dalam dunia politik.
Mestinya ketika membahas tentang etika politik saat ini tidak dipandang seperti berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sementara realitas politik itu sebenarnya pertarungan antara kekuatan dan kepentingan yang tidak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara seperti yang diajarkan oleh Machiavelli. Sementara Immanuel Kant menyebutkan bahwa ada dua watak yang terselip di setiap insan politik, yaitu watak merpati dan watak ular.
Pada satu sisi insan politik memiliki watak merpati yaitu memiliki sikap lemah lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme, tetapi di sisi lain juga memiliki watak ular yang licik dan selalu berupaya untuk memangsa merpati. Jika watak ular yang lebih menonjol daripada watak merpati, inilah yang merusak pengertian politik itu sendiri yang menurut filosof Aristoteles bahwa politik itu sendiri bertujuan mulia. Untuk itulah pentingnya etika politik sebagai alternatif untuk mewujudkan perilaku politik yang santun.
Pemikiran Aristoteles sejalan dengan konteks pemikiran Islam, al-Ghazali yang tidak memisahkan antara etika dan politik, keduanya saudara kembar yang tidak mungkin dipisahkan. Keduanya akan menentukan nilai baik-buruk atau benar-salah dari setiap tindakan dan keinginan masyarakat. Maka politik sebagai otoritas kekuasaan untuk mengatur masyarakat agar sesuai dengan aturan-aturan moral, bertanggung jawab, dan mengerti akan hak serta kewajibannya dalam hubungan kemasyarakatan secara keseluruhan.
Di sini terlihat Islam sebagai way of life (pandangan hidup) yang baik dan memiliki moral code atau rule of conduct dalam melayani rakyat. Islam datang dengan resource yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu Alquran sebagai sumber utama dan dipertegaskan dengan Sunnah Nabi. Alquran sebagai dasar  bagi manusia kepada hal-hal yang dilakukan memberikan tekanan-tekanan atas amal perbuatan manusia (human action) dari pada gagasan. Artinya Alquran memperlakukan kehidupan manusia sebagai keseluruhan aspek yang organik, semua bagian harus dibimbing dengan petunjuk dan perintah-perintah etik yang bersumber dari wahyu, yang mengajarkan konsep kesatuan yang padu dan logis.
Dalam etika politik yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari masyarakat karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan seseorang (etika individual) dengan tindakan kolektif membutuhkan perantara yang berfungsi menjembatani kedua pandangan ini berupa nilai-nilai. Melalui nilai-nilai inilah politikus berusaha meyakinkan masyarakat agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Karena itu, politik disebut juga seni meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi dan kekerasan.
 Nilai-nilai kebenaran
Etika politik merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan tangung jawab atas realitas kehidupan. Untuk itu realitas politik diupayakan dengan mengkonsepkan dan mengelaborasikan secara mendalam fenomena terhadap pandangan Alquran tentang etika dalam pelayanan rakyat.
Islam menetapkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan politik, yaitu: Pertama, prinsip musyawarah (syura), dalam Islam tidak hanya dinilai prosedur pengambilan keputusan yang direkomendasikan, tetapi juga merupakan tugas keagamaan. Seperti yang telah dilakukan oleh Nabi dan diteruskan oleh khulafaur rasyidin. Firman Allah Swt: “..dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...” (QS. Ali Imran: 159)  
Kedua, prinsip persamaan (musawah), dalam Islam tidak mengenal adanya perlakuan diskriminatif atas dasar perbedaan suku bangsa, harta kekayaan, status sosial dan atribut keduniaan lainnya. Yang menjadikannya berbeda di mata Allah hanya kualitas ketakwaan seseorang sebagaimana firmanNya: “...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat: 13).
Ketiga, prinsip keadilan (‘adalah), menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam, terutama bagi para penguasa. Islam juga memerintahkan untuk menjadi manusia yang lurus, bertanggung jawab dan bertindak sesuai dengan kontrol sosialnya sehingga terwujud keharmonisan dan keadilan hidup, sebagaimana firman Allah Swt: “...Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).
Keempat, prinsip kebebasan (al-Hurriyah), dalam Islam prinsip kebebasan pada dasarnya adalah sebagai tanggung jawab terakhir manusia. Konsep kebebasan harus dipandang sebagai tahapan pertama tindakan ke arah perilaku yang diatur secara rasional berdasarkan kebutuhan nyata manusia, baik secara material maupun secara spiritual. Kebebasan yang dipelihara oleh politik Islam adalah kebebasan yang mengarah kepada ma’ruf dan kebaikan. Allah berfirman: “... Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” (QS. Al-An’am: 164).
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktifitas dan informasi. Prinsip-prinsip Islam dalam politik tersebut menentang pandangan politik menghalalkan segala cara. Pelaksanaan prinsip Islam dalam politik berlaku menyeluruh dalam sistem pemerintahan, karena sistem itu menjadi bagian yang integral dalam Islam.
* Drs. Fauzi Abubakar, M.Kom.I, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah, Lhokseumawe. Email: marhamah_rusdy@yahoo.com
http://aceh.tribunnews.com/2014/03/14/etika-politik-menurut-islam

Berita Prabowo Capres Partai Gerindra: Prabowo Effect Pendongkrak Utama Suara Gerindra

JAKARTA, FAJAR -- Partai Gerindra mengalami kenaikan suara hingga tiga kali lipat pada pemilihan umum legislatif (pileg) 2014. Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Agung Suprio mengatakan bahwa kenaikan suara partai pimpinan Prabowo Subianto itu dipicu beberapa hal.

Di antaranya adalah kesuksesan Prabowo Subianto yang berhasil mengemas dirinya untuk tampil lebih baik dalam berbagai forum dan mendapat perhatian dari media massa atau Prabowo Effect.

"Kini, Prabowo juga lebih terbuka kepada media dibandingkan sebelum-sebelumnya. Bukan itu saja, akun Prabowo di media sosial di like atau difollow oleh jutaan masyarakat dimana Prabowo dapat menyampaikan gagasannya tanpa batasan waktu," kata Agung kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/4).

Di samping itu, sambung Agung, kampanye hitam (black campaign) yang terus dimunculkan kepada Partai Gerindra selama masa kampanye pileg 2014 tidak mempan. Menurutnya, hal ini berkat manajemen krisis yang sangat responsif dari tim kampanye partai berlambang kepala burung garuda itu.

Bahkan sebaliknya, serangan kampanye hitam justru malah menguatkan posisi Prabowo.

"Yang mendapatkan simpatinya adalah Prabowo. Sebaliknya penyebar atau pun yang menyuruh kampanye hitam justeru menerima antipati publik. Ini karena ada tim media yg efektif dalam mengelola setiap serangan black campaign, termasuk menciptakan counter attack kepada kompetitor," papar Agung.

Faktor lainnya, Partai Gerindra memiliki manajemen publikasi yang baik. Publikasi yang luas atas pernyataan Prabowo yang berkarakter dalam berbagai kampanye, Antara lain akan memberantas korupsi dan memperkuat institusi KPK, berdikari serta memberdayakan ekonomi desa.

Agung menambahkan, Partai Gerindra juga bisa memaksimalkan kerja mesin partainya. Hal ini terbukti optimal untuk meningkatkan elektabilitas Prabowo dan Partai Gerindra di berbagai daerah dan mampu mendistribusikan serta meneruskan pesan-pesan yang disampaikan Prabowo kepada konstituen.

"Terbukti Gerindra mendapatkan banyak limpahan suara dari Partai Demokrat dan partai lainnya," tandas Agung. (jpnn)
http://www.fajar.co.id/politik/3206397_5665.html

Antara Jokowi dan Prabowo: Jokowi vs Prabowo; Pergulatan Cinta dan Narasi

Nasihin Masha
Nasihin Masha


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nasihin Masha

“Pahlawan tak memiliki cacat, tapi pemimpin mempunyai noda. Jarang pemimpin tanpa kekurangan...Semua pemimpin terlalu manusiawi. Kadang orang baik melakukan hal buruk, demikian pula sebaliknya.” (Joseph S Nye Jr)


Dalam sebuah diskusi informal yang sangat serius, seorang anggota Komite Ekonomi Nasional berusaha meyakinkan semua yang hadir bahwa Jokowi belum layak untuk menjadi presiden. Masih perlu jam terbang untuk diuji oleh waktu. Sejumlah kelemahan diungkapkan. Bahkan dia menuduh pers telah latah dan berlebihan dalam mempromosikan Jokowi. Namun saya meyakinkan bahwa ini bukan soal latah atau berlebihan. Ini masalah yang sulit untuk didiskusikan. Publik sudah telanjur mencintai mantan wali kota Solo tersebut. “Yang membedakan Jokowi dengan para kandidat lain adalah dia memiliki hati,” kata saya.

Hati. Itulah sesuatu yang sulit ditemukan pada para kandidat yang lain. Padahal...Jokowi orangnya kerempeng, pakaiannya orang kebanyakan, kulitnya terlalu banyak terbakar matahari, nyengirnya khas orang umum, bahasa tubuhnya juga tak asing bagi rakyat. Tak ada polesan (walau akhir-akhir ini rambutnya sudah klimis). Semuanya alami. Ia wakil sesungguhnya dari mayoritas rakyat Indonesia. Gaya bicara, struktur kalimat, dan intonasinya sulit ditemukan pada pejabat kita. Saat kampanye pilgub DKI Jakarta yang lalu ia tak membawa konsep yang muluk. Ia cukup membawa contoh kartu untuk program kesehatan dan pendidikan. Ia blusukan ke sana ke mari. Tanpa protokoler yang rumit. Namun senyum dan aura yang ia bawa membuat siapapun merasa nyaman dan nyambung. Jokowi tak membawa narasi, namun ia menghadirkan cinta kepada siapapun.

Sebaliknya, Prabowo adalah figur yang dipenuhi gagasan. Sejak masih perwira menengah, jika bepergian ke luar negeri, dia akan memborong banyak buku. Tentu ini sesuatu yang langka bagi seorang tentara, bahkan bagi orang Indonesia. Saat menjadi Danjen Kopassus, ia memperbanyak buku karya Sterling Seagrave. Judulnya Lords of the Rim, buku yang kemudian diterjemahkan oleh penerbit Alvabet menjadi Pangeran Pesisir tersebut. Seagrave adalah pakar Asia Timur. Bukunya tentang Marcos dan Dinasti Song menjadi best seller. Saat ia dalam pengasingan, setelah dicopot dari kemiliteran, saya berkesempatan untuk melakukan wawancara khusus. Tempatnya di sebuah apartemen di Kuala Lumpur. Untuk memperkuat argumen dalam wawancara itu ia membuka sejumlah buku dan menunjukkannya. Di antaranya buku Seagrave itu.

Narasi. Itulah yang dibawa Prabowo. Gerindra adalah partai yang paling solid dalam hal narasi. Warna, simbol, dan iklan yang disampaikan selalu berfokus pada kedaulatan, pemerataan, nasionalisme ekonomi, serta nasib buruh, petani, dan nelayan. Jiwa juang juga selalu digelorakan. Prabowo dan Gerindra menjadi identik dengan semangat, patriotisme, dan ide-ide progresif. Prabowo paling gemar mengenakan baju dengan warna dan desain yang dulu banyak dikenakan oleh para gerilyawan setelah kemerdekaan. Hal itu dilengkapi dengan intonasi dan bahasa yang lugas dan tegas.

Jokowi dan Prabowo seakan berada dalam kontras. Namun seperti kata Nye, tak ada pemimpin tanpa cacat. Bukan berarti kita mengabaikan kekurangan dan melupakannya begitu saja, namun ada hal lain yang patut kita khidmati dari seorang pemimpin. Bung Hatta menyatakan matahari terbit bukan karena ayam berkokok, tapi ayam berkokok karena matahari terbit. Untuk itu, Bung Hatta mengingatkan, “Pergerakan rakyat timbul bukan karena pemimpin bersuara, tetapi pemimpin bersuara karena ada pergerakan, atau karena ada perasaan dalam hati rakyat...Menduga perasaan rakyat dan memberi jalan kepada perasaan itu keluar, itulah kewajiban yang amat sulit dan susah. Itulah kewajiban leiderschap.
Jadi, pemimpin akan dinilai dari efektivitasnya. Salah satunya adalah dalam hal kemampuan menyelami hati dan pikiran rakyatnya. Apakah dia berkokok seperti yang dimaui rakyatnya atau dia berkokok seperti maunya sendiri atau bahkan maunya orang lain di luar kepentingan rakyatnya. Pada titik inilah kita bisa menilai, pemimpin kita berkokok mengikuti matahari terbit atau ia berkokok sesuka hati.

Walau hitung manual oleh KPU belum dilakukan, namun hasil hitung cepat oleh lembaga survei sudah bisa ditilik perkiraan perolehan suara pada pemilu legislatif Rabu (9/4) lalu. Hasilnya cukup mengejutkan. Tak ada yang bisa mencapai angka presidential threshold. Ada tiga partai besar, yaitu PDIP, Golkar, dan Gerindra. Partai-partai Islam bangkit lagi, kecuali PKS yang turun kurang dari satu persen. Namun kontestasi capres diperkirakan belum bergeser dari figur Jokowi, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie. Namun hasil perolehan suara tersebut membuat kandidat cawapres memiliki kartu yang bagus terutama Hatta Rajasa, Jusuf Kalla, Mahfud MD, dan kandidat cawapres yang bisa saja dikeluarkan Demokrat. Variasi koalisinya bisa bergerak antara dua hingga empat pasang. Situasinya memang saling mengunci.

Jika Prabowo tak diisolasi, maka kontestasi tetap akan mengerucut pada pertarungan Jokowi melawan Prabowo. Pertarungan yang sudah diprediksi sejak awal. Inilah pertarungan antara kekuatan cinta dan narasi. Kita harus memilih pemimpin yang bisa berkokok mengikuti “pergerakan dan perasaan hati rakyat” seperti yang diingatkan Bung Hatta.

( Berita Tentang Cawapres Jokowi ) Jadi Cawapres Jokowi? Ahok: Harus Izin Gerindra

http://news.detik.com - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disebut-sebut jadi salah satu pasangan yang cocok disandingkan dengan capres PDIP, Joko Widodo. Bahkan petinggi partai PDIP juga sudah membuka peluang untuk meminang politisi partai Gerindra itu. Lalu bagaimana respon Ahok yang kini sedang menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta itu?

Menurutnya, dia bisa saja menerima pinangan jadi calon wakil presiden Jokowi, tapi ada syaratnya. Dia bilang Jokowi harus meminta izin dari partainya. "Ya harus izin Gerindra," kata dia di Balaikota DKI Jakarta, jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (11/4).

Sebelumnya, Ahok mengaku dia sudah "diwakafkan" oleh partai untuk mengurusi pemerintahan di DKI Jakarta. Itu sebabnya dia tidak lagi dilibatkan sebagai juru kampanye mendulang suara bagi partai Gerindra. Tetapi, sebagai kader partai ia akan ikut perintah partai tempatnya bernaung.

Artinya, jika partai lantas memberikan lampu hijau untuk langkah politiknya maju ke Pilpres, Ahok akan siap mengikuti. "Saya sih tergantung perintah partai Gerindra," kata dia lagi.

Pemasangan Jokowi dan Ahok dinilai akan membuat keduanya jadi pasangan yang kuat dan membuat elektabilitas keduanya melonjak. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Exit Poll yang dilakukan Cyrus Network dan CSIS pada 9 April lalu. Dari hasil jajak pendapat atas 8.000 responden dengan menggunakan metode exit poll, alias menanyai pemilih seusai dia memberikan suara di tempat pemungutan suara, mereka mensimulasikan peta kekuatan pasangan capres-cawapres.

"Elektabilitas Capres PDIP Joko Widodo jika dipasangkan dengan mantan Wapres dibandingkan dengan dipasangkan dengan Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ternyata tidak jauh berbeda, bahkan bisa dikatakan setara," kata Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, dalam siaran pers, Jumat (11/4).

Jika dipasangkan dengan Jusuf Kalla, pasangan Jokowi-JK dipilih sebanyak 41,1% responden, hanya berbeda 1,29% dibandingkan pasangan Jokowi-Ahok meraup 39,81%. Jika dihitung berdasarkan Margin of Error +/-1%, selisih 1,29% tidaklah signifikan, dua hasil elektabilitas ini bisa diartikan sebagai elektabilitas yang setara.

Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait menyatakan ada beberapa nama yang sudah masuk radar bursa cawapres seperti Mahfud MD dan Abraham Samad, Hatta Rajasa, Ryamizard Ryacudu, Moeldoko, Luhut Panjaitan dan Pramono Edhie. Dia bilang pihaknya akan menginventarisir dengan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihannya, kecocokan dengan tantangan dan realitas politik serta masalah publik yang ada.

"Ada banyak nama yang berkembang di publik. Ada yang pengalaman tinggi seperti pak JK, ada yg terbukti bisa kerjasama dan menempatkan diri dengan tepat sebagai wakil yakni pak Ahok. Semua sah-sah saja," kata Maruarar ketika ditemui di kantor DPP PDIP, kemarin malam.

Ditanya siapa yang paling ideal mendampingi Jokowi memimpin Indonesia, Maruarar menyerahkannya pada Ketua Umum Megawati Soekarno Putri untuk memutuskannya. "Saya yakin mba Mega sekali lagi dengan bijaksana pasti memutuskan yang terbaik," kata dia.

Berita Tentang Partai Politik: Melihat Gerindra, Nasdem, dan PKB

 
KOMPAS.com - SELAIN Partai Gerakan Indonesia Raya yang naik tajam perolehan suaranya, Pemilihan Umum Legislatif 2014 ini juga memperlihatkan fenomena besarnya dukungan kepada Partai Nasional Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa. Keduanya akan menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan dalam konstelasi politik nasional.

Berdasarkan hitung cepat (quick count) yang dilakukan Litbang Kompas (hingga pukul 20.00 WIB dengan data masuk 82 persen), Partai Gerindra akan memperoleh 11,65 persen, Partai Nasdem akan memperoleh sekitar 6,77 persen suara, dan PKB akan memperoleh 9,17 persen.

Dalam pemilu sebelumnya (2009), Partai Gerindra hanya memperoleh 4,46 persen suara sehingga mendapat kenaikan lebih dari 7 persen pada pemilu kali ini. PKB juga mendapat kenaikan signifikan sebesar lebih dari 4 persen dalam pemilu sekarang karena sebelumnya hanya memperoleh 4,95 persen suara. Sementara Nasdem sebagai partai politik baru ternyata melampaui pesaing terdekatnya, Hanura, yang sebelumnya diprediksi menyamai Nasdem dalam menggalang suara.

Turunnya pamor Partai Demokrat yang sebelumnya menang Pemilu 2009 menjadi berkah bagi hampir semua partai, termasuk Gerindra. Sejak kegaduhan menimpa parpol yang didirikan dan diketuai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini pada tahun 2012, survei Litbang Kompas sudah merekam kenaikan Gerindra. Suara untuk Gerindra terekam sebesar 6,1 persen pada Desember 2012, lalu melesat drastis menjadi 13,6 persen pada Juni 2013, dan cenderung stabil di angka 11,5 persen pada Desember 2013.
Limpahan Demokrat
Berdasarkan survei saat itu, Gerindra mendapat limpahan suara sekitar 16,7 persen dari Demokrat. Hasil survei setelah pencoblosan (exit poll), yakni survei yang dilakukan terhadap responden yang baru keluar dari bilik suara, juga menunjukkan bahwa Gerindra mendapat limpahan suara terbesar dari Demokrat, sebesar 21,3 persen.
Sementara itu, PKB yang dalam survei sebelumnya diperkirakan hanya naik tipis pada pemilu kali ini ternyata mampu menggandakan perolehan suaranya. Dalam survei Desember 2013, PKB diprediksi hanya akan mendapat 5,1 persen dan pada Februari 2014 menjadi 5,4 persen. Kenaikan PKB yang di atas 4 persen, menurut hasil hitung cepat pemilu, menunjukkan gejala kembalinya kekuatan nahdliyin di tubuh PKB. Hasil survei setelah pencoblosan menunjukkan, PKB mendapat limpahan suara sebesar 8,6 persen dari pemilih yang pada Pemilu 2009 memilih Demokrat. Selain itu, soliditas warga NU juga diperlihatkan dengan dukungan yang sangat kuat kepada PKB. Suara PKB yang berasal dari warga nahdliyin mencapai 90,6 persen.
Jaringan organisasi
Sebagai partai baru, Nasdem menjadi partai yang sangat beruntung pada pemilu ini. Kekuatannya hampir menyamai Partai Demokrat pada Pemilu 2004 yang langsung mendapatkan suara 7,45 persen dan menempati partai papan menengah. Jika perolehan suara Partai Demokrat lebih banyak disokong popularitas SBY, Partai Nasdem lebih mengandalkan jaringan organisasinya yang merebak hingga ke desa-desa. Popularitas Surya Paloh sebagai pendiri dan tokoh utama Partai Nasdem hanya mencapai 1,6 persen, berdasarkan survei Litbang Kompas, Februari 2014. Artinya, ketokohan bukan modal utama bagi parpol yang telah ditinggalkan Hary Tanoesoedibjo, salah satu pentolannya. Kepindahan Hary ke Partai Hanura, yang tadinya diperkirakan menggembosi suara Partai Nasdem, ternyata tidak terjadi. Bahkan, sumbangan pemilik sejumlah media massa ini kepada perolehan Partai Hanura nyaris tidak terlalu signifikan. Ini menunjukkan, kekuatan media massa ternyata tidak selalu linier dengan perolehan suara. (Litbang Kompas)

Kamis, 10 April 2014

Antara SBY dan ARB: Disindir SBY soal Lumpur Lapindo, Ini Komentar Aburizal Bakrie

KOMPAS.com -- Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal "Ical" Bakrie menilai, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta PT Lapindo menyelesaikan ganti rugi kepada korban semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, sangat normatif. Ia tak menganggapnya sebagai hal yang perlu dipermasalahkan.
Ical menjelaskan, dalam kasus semburan lumpur di Sidoarjo, posisi dari PT Lapindo bukan memberikan ganti rugi, melainkan membeli semua aset milik warga yang terkena dampak semburan lumpur tersebut. Ia mengklaim proses jual beli telah mencapai 90 persen dengan harga 18 kali nilai jual objek pajak (NJOP).

"Enggak ada ganti rugi dalam Lapindo, yang ada adalah jual beli. Sindiran SBY biasa saja, normatif saja," kata Ical, di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (8/4/2014).

Bakal calon presiden dari Partai Golkar itu mengatakan, dalam proses jual beli, masyarakat yang terkena dampak tak akan dipersulit mendapatkan haknya. Proses dilakukan hanya dengan membawa keterangan luas tanah dan bangunan dilengkapi dengan suratnya.

"Bahkan yang enggak punya surat dan hanya dengan sumpah pocong saja kami bayar," ujarnya.

Penyataan SBY

Sebelumnya, pada pertemuan dengan wartawan senior Surabaya di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jatim, Sabtu (5/4/2014) malam, SBY meluruskan pemberitaan yang menyebut putusan Mahkamah Konstitusi mewajibkan pemerintah membayar ganti rugi kepada mereka yang terdampak lumpur Lapindo.

SBY mengatakan, berdasarkan penjelasan Ketua MK Hamdan Zoelva kepadanya, pemerintah diminta menjamin dan memastikan pembayaran oleh perusahaan yang bertanggung jawab atas bencana tersebut.

Putusan MK tersebut, kata SBY, hanya mempertegas agar pemerintah meminta ke perusahaan, yakni PT Lapindo Brantas Inc, melalui anak perusahaannya, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), untuk membayar ganti rugi aset korban lumpur.

"Pemerintah bertanggung jawab terhadap pembayaran kerugian masyarakat di luar peta area terdampak (PAT) dengan menggunakan APBN, dan negara dengan kekuasaannya harus dapat menjamin pelunasan kerugian di dalam peta area terdampak," ucap SBY seperti dikutip dari situs Presiden.

Presiden menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengirim surat kepada perusahaan bersangkutan untuk melunasi ganti rugi.

"Jika tidak diindahkan, maka saya akan melewati jalur hukum. Ini sudah tidak bisa dibiarkan. Kami punya tanggung jawab dan saya ingin sebelum mengakhiri masa bakti, ini bisa terselesaikan," tekan Presiden.

Berita SBY Terbaru: SBY Diapresiasi Akui Kekalahan dan Beri Selamat

 
KOMPAS.com – Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti mengapresiasi sikap Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang telah mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada partai pemenang. Menurut Ikrar, SBY telah memberikan contoh bagaimana membangun sebuah demokrasi yang baik.
“Terimakasih beliau (SBY) sudah menyatakan kekalahan partainya. Beliau sudah bangun demokrasi yang baik dimana dia sudah mengucapkan selamat kepada para pemenang, PDI-P, Golkar dan Gerindra,” kata Ikrar di Media Centre LIPI di Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Menurut Ikrar, sikap SBY itu tidak banyak dilakukan oleh pemimpin partai politik lain. Dia membandingkan ketika PDI-P kalah pada Pemilu Legislatif 2009. Saat itu, PDI-P berada pada posisi ketiga dengan perolehan suara 14,01 persen, di bawah Demokrat dan Partai Golkar.
“Pas Megawati kalah dengan demokrat di (pemilu) 2009 kemarin, Megawati terkesan tidak mau menerima, katanya masih menunggu hasil di KPU. Padahal, sekarang SBY melihat hasil quick count saja sudah mengakui kekalahannya,” kata Ikrar.
Terkait merosotnya suara Demokrat di Pileg 2014, Ikrar menilai hal itu karena Demokrat terlalu tergantung dengan sosok SBY. Padahal, menurutnya, capres Konvensi Demokrat juga banyak yang memiliki kualitas cukup mumpuni.
“Demokrat harusnya tidak menunjukkan lagi sosok SBY. Mereka selama ini jualan pakai sosok SBY, padahal SBY tidak mungkin dijual lagi,” pungkasnya.
SBY menyampaikan ucapan selamat kepada PDI Perjuangan yang dinyatakan unggul dalam berbagai penghitungan cepat berbagai lembaga survei. Ucapan selamat juga disampaikannya kepada Golkar dan Gerindra yang meraih suara lebih banyak dari Demokrat.
SBY mengatakan, hasil hitung cepat itu setidaknya dapat menjadi gambaran tentang hasil Pemilu Legislatif 2014. Demokrat menerima hasil hitung cepat yang menyebutkan partainya berada di posisi ke empat di bawah partai-partai di atas.
Berdasarkan hasil sementara hitung cepat beberapa lembaga survei, Demokrat hanya memperoleh sekitar 9 peren suara. Dari hasil hitung cepat Kompas, berdasarkan data yang terkumpul sebesar 93 persen, Demokrat mendapatkan 9,43 persen suara.

Dengan Siapa Golkar Akan Koalisi, Ini Kata ARB "Karena partai kami kan mempunyai calon presiden masing-masing."

Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie menggunakan hak suaranya di TPS 32 Menteng, Jakarta, Rabu (9/4/2014).VIVAnews - Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie bertemu dengan calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo di sebuah acara di Daan Mogot, Jakarta Barat, Kamis dini hari, 10 April 2014.

Menurut ARB, sapaan Aburizal Bakrie, meski kerap melakukan pertemuan dengan Jokowi dan PDI Perjuangan, bukan berarti Golkar tertarik untuk berkoalisi pada Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 mendatang.

"Kalau untuk pilpres tidak. Karena partai kami kan mempunyai calon presiden masing-masing," kata ARB.

Meski tidak tertarik berkoalisi dengan PDI Perjuangan pada pilpres, tetapi Golkar, kata ARB, siap berkoalisi di parlemen.
Karena menurutnya, berdasarkan hasil perhitungan cepat atau quick count pemilihan pemilu legislatif (Pileg), suara PDIP dan Golkar sendiri tidak mencapai batas minimum ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

"Ini karena ada penyebaran suara atau divergensi bukan konvergensi. Sekarang di  DPR bukan berkurang, tapi bertambah dari 9 partai menjadi 10 partai dan suara jadi divergensi. Karena suara divergensi, kita prediksi suara kedua partai ini tidak sesuai dengan target yang ditentukan," ARB menjelaskan.

Kemudian ketika ditanya soal calon wakil presiden yang menjadi kriteria, ARB menginginkan orang yang satu visi dan misi untuk membangun bangsa. Sehingga, jika terpilih, keduanya bisa selarasa dan bekerjasama dengan baik.

"Kalau untuk kriteria yang penting sama dan satu jalan membangun bangsa dan menjadikan bangsa Indonesia lebih maju," kata ARB. (umi)

PDIP Mengusung Capres Tanpa Koalisi?: Mungkinkah PDIP Mengusung Capres Tanpa Koalisi?


Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengaku melihat ada kejanggalan atas hitung cepat alias quick count pemilihan anggota legislatif kemarin. Dia melihat sejak angka yang masuk sebesar 30 persen, suara PDIP sudah mencapai 19 persen.

"Tapi sampai 100 persen suara terkumpul masih 19 koma juga. Agak janggal memang," kata Ahmad Basarah kepada wartawan di kantor DPP PDI Perjuangan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2014).

Ahmad Basarah tetap yakin perolehan suara PDIP bisa di atas 20 persen. Sehingga niat partai berlambang banteng moncong putih itu mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri bisa terwujud. "Kalau hasil akhirnya kita masih optimistis Real Count di atas 20 persen," papar Ahmad Basarah.

Apabila perolehan suara bisa mencapai di atas 20 persen, apakah PDIP akan mengusung capres dan cawapres sendiri tanpa koalisi?

PDIP menurut Ahmad Basarah tentu masih menunggu hasil perhitungan kursi di DPR. "Dalam artian syarat untuk parliementary threshold bisa tercapai dulu. Baru kemudian setelah itu kita membahas dan memutuskan strategi dengan parpol dan ormas lain," kata Ahmad Basarah.

Terkait kemungkinan membangun koalisi dengan partai lain, Ahmad Basarah mengatakan kemungkinan itu tetap ada. Namun untuk koalisi ini, mereka tak mau buru-buru. “Kami belum sampai pada kesimpulan soal koalisi dengan parpol A atau B atau C. Kita konsentrasi pada penghitungan hasil akhir suara dulu,” kata dia.
http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/04/10/165523/2551489/1562/mungkinkah-pdip-mengusung-capres-tanpa-koalisi?992204topnews

Sisi Lain Jokowi dan PDIP: 'Jokowi Yes PDIP No', Dilema di Tengah Kemenangan Banteng


Lagu 'Bagimu Negeri' didendangkan di kediaman Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jl Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu (9/4) sore. Lagu itu adalah lagu kemenangan bagi PDIP yang sukses menjadi rangking 1 di quick count Pemilu 2014.

Sebelum mendendangkan lagu itu, Mega menyampaikan pidato kemenangannya. Ucapan terimakasih terlontar dari bibir Mega untuk seluruh rakyat Indonesia.

"Saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh rakyat Indonesia sehingga PDIP menurut perhitungan sementara nomor satu," kata Mega yang tampak berseri-seri saat menyampaikan pidato politik di kediamannya, Rabu (9/4/2014).

Namun siapa nyana, kemenangan ini ternyata tidaklah lengkap. Lantaran PDIP gagal menembus 20% di quick count Pileg 2014. Rupanya fenomena 'Jokowi Yes PDIP No' terbukti. Elektabilitas Jokowi yang melejit menembus 40 persen ternyata tak mampu mendongkrak suara PDIP.

Sang capres yang masih menjabat Gubernur DKI Jakarta tersebut pun mengaku tidak puas dengan hasil perolehan suara PDIP tersebut.

"Itulah pilihan rakyat. Itu pilihan rakyat. Hasilnya PDIP di urutan pertama harus disyukuri. Kalau ditanya puas, ya nggak puas," kata Jokowi di rumah Megawati, Jl Teuku Umar 27 A, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/4/2014) malam.

Memang begitu selesai menghitung quick count, Jokowi bersama elite PDIP langsung menghadap Mega. Mereka membahas evaluasi perolehan suara yang tidak seperti yang diharapkan. Memang dengan raihan suara tak sampai 20% PDIP harus mengubah rencana ke Pilpres. Paling tidak PDIP harus berkoalisi untuk menembus angka 25% suara atau 20% kursi DPR agar bisa mencapreskan Jokowi.

Rapat maraton pun digelar. Dari pukul 20.00 sampai pukul 22.00 WIB sejumlah elite PDIP termasuk Jokowi berkumpul di rumah Mega di Jl Tueku Umar, Menteng. Setelah itu pukul 23.25 WIB, Jokowi dipanggil untuk berbicara empat mata dengan Mega. Kabarnya Mega mengambil keputusan penting malam itu.

Lalu mampukah PDIP bangkit dari dilema 'Jokowi yes PDIP no?' Dan siapa yang bakal digandeng PDIP untuk mencapreskan Jokowi?
http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/04/10/154731/2551395/1562/jokowi-yes-pdip-no-dilema-di-tengah-kemenangan-banteng?992204topnews

Partai PDIP Tetap Unggul: Perhitungan LSI Belum Tuntas, PDIP Tetap Unggul

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri (dua kiri) bersama gubernur  DKI Jakarta yang juga capres PDI Perjuangan Joko Widodo (tiga kanan), Ketua BP Pemilu PDI Perjuangan Puan Maharani (kiri) dan Pranada Prabowo (dua kanan) sebelum mencoblos di TPS 35 Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu (9/4). SP/Joanito De Saojoao.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri (dua kiri) bersama gubernur DKI Jakarta yang juga capres PDI Perjuangan Joko Widodo (tiga kanan), Ketua BP Pemilu PDI Perjuangan Puan Maharani (kiri) dan Pranada Prabowo (dua kanan) sebelum mencoblos di TPS 35 Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu (9/4). SP/Joanito De Saojoao.

Perolehan suara dari hitung cepat atau quick count yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) baru mencapai 98,40%, tetapi dipastikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) unggul dalam perolehan suara.

Hasil perolehan suara hitung cepat LSI terlihat PDIP menduduki posisi teratas dengan perolehan suara mencapai 19,63%. Disusul posisi kedua Partai Golkar 14,63% dan posisi ketiga diraih Partai Gerindra 11,87%.

Selanjutnya disusul Partai Demokrat 9,72%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,02%, PAN 7,47%, PPP 7%, Partai Nasional Demokrat 6,40%, PKS 6,62%, Partai Hanura 5,25%, PBB 1,39%, dan PKPI 0,99%.

Pendiri LSI Denny JA mengatakan meski perhitungan cepat belum selesai seluruhnya, sudah dipastikan 10 partai peserta Pemilu yang lolos menuju parlementer. Dari 10 partai tersebut, PDIP dipastikan mengungguli sembilan partai lainnya.

“PDIP sudah dapat dipastikan unggul dalam Pileg kali ini. Dan ada 10 partai yang lolos menuju parlementer,” kata Denny, Kamis (10/4).

Hasil hitungan cepat ini hampir sama dengan hasil survei yang diadakan LSI beberapa waktu lalu. Hasil survei tersebut diprediksi Partai Golkar dan PDIP akan berada di urutan dua besar teratas. Namun, kedua partai ini akan bersaing dengan Partai Gerinda dan Partai Demokrat serta partai Islam lainnya.

Ditegaskannya, dalam melakukan hitung cepat, LSI selalu berupaya bersifat netral dan tidak berpihak pada partai politik manapun. independensi lebaga survei miliknya tersebut terlah terbukti sejak tahun 2004 lalu.

Yakni, saat LSI memperediksikan Golkar menjadi pemenang Pemilu, meskipun saat itu Partai Golkar diprediksi jatuh. Dan di tahun 2009, menurutnya LSI banyak menerima hujatan serta kritikan, terkait survei Partai Demokrat yang bisa memenangkan Pemilu dengan perolehan lebih 20 persen suara.

Penulis: Lenny Tristia Tambun/YS
http://www.beritasatu.com/nasional/177001-perhitungan-lsi-belum-tuntas-pdip-tetap-unggul.html

( Berita PDIP dan GOLKAR ) Jokowi: PDIP Mulai Berkomunikasi dengan Golkar

Jokowi: PDIP Mulai Berkomunikasi dengan Golkar
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo atau Jokowi mengatakan partainya akan lebih sering melakukan pertemuan politik dengan partai lain termasuk dengan Partai Golkar. "Kami mendorong sebanyak-banyaknya pertemuan, menjalin kerja sama (dengan Golkar). Tapi tidak didasarkan pada pembagian kursi dan kekuasaan," kata dia di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu malam, 9 April 2014. (Baca: Golkar Prediksi Bakal Ada Tiga Pasangan Capres)

Jokowi mengatakan pada dasarnya PDIP dan Golkar memiliki platform partai yang sama. Menurut Jokowi, kedua partai besar ini memiliki gagasan kebangsaan untuk membangun Indonesia. "Platform kita sama, ya mungkin saja terjadi pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut," katanya. Tapi, dalam koalisi, Jokowi kembali menegaskan bahwa tidak akan ada transaksi bagi-bagi kursi dengan partai lain. (Baca: Dahlan Sebut Konvensi Demokrat Sudah Tak Relevan)

PDIP dan Golkar kini muncul sebagai pemenang pemilu legislatif berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survei. Dalam hasil quick count yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia, PDIP meraup 19,72 persen suara. Hal ini didasarkan data sampel 96,6 persen dari 2 ribu tempat pemungutan suara (TPS). Sedangkan Golkar memperoleh proporsi 14,57 persen atau berada di posisi kedua. (Baca: Koalisi, PDIP Lebih Memilih Golkar dan NasDem)

Menurut peneliti LSI, Rully Akbar, kemenangan PDIP disebabkan massa yang sangat loyal. PDIP, kata dia, juga memiliki keistimewaan sebagai partai oposisi yang dianggap punya solusi terbaik untuk pemerintah. Namun, Rully mengatakan faktor pencalonan Jokowi sebagai presiden hanya sedikit mempengaruhi kemenangan PDIP. Sebab, pemilih Jokowi belum terasosiasi dengan PDIP. Pendukung PDIP lebih mengenal partainya sebagai peninggalan Bung Karno atau partai nasionalis.

Setelah PDIP dan Golkar, posisi ketiga ditempati Partai Gerindra yang mendulang suara 11,58 persen. Urutan selanjutnya yakni Partai Demokrat 9,71 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,09 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 7,44 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 7,03 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,62 persen, dan Partai Nasional Demokrat (NAsdem) 6,38 persen. Perolehan suara ini memperhitungkan tingkat partisipasi 66,16 persen dan sampling eror kurang-lebih 1 persen.

ANANDA TERESIA | LINDA TRIANITA