REPUBLIKA.CO.ID, Oleh
Anjar FahmiartoIslam
adalah agama cinta. Agama ini sangat menghormati perbedaan, toleransi,
dan mengajarkan saling menghormati meski berbeda keyakinan.
Islam sangat melarang kekerasan terhadap kelompok lain, penindasan, pembunuhan, teror, dan menyebar kebencian.
Islam
adalah agama kasih sayang. Diajarkan di dalamnya tentang mencintai
sesama umat manusia, kasih sayang yang tulus terhadap mereka yang papa
dan menderita, menyantuni anak yatim dan fakir miskin.
Islam
memerintahkan umatnya untuk saling menolong dan memberi dengan dasar
keikhlasan dan hanya mengharapkan ridha Allah SWT semata.
Islam tidak disebarkan dengan peperangan dan kekerasan. Sebaliknya, Islam datang dengan damai dan penuh kasih sayang.
Lihatlah apa yang dilakukan para wali dan tokoh Islam berabad-abad lalu saat menyebarkan agama Ilahi ini.
Tidak
ada paksaan dan kekerasan. Tidak pula disertai dengan perang dan
kebencian. Islam disebarkan dengan cara damai dan cinta kasih.
Islam
disebarkan di Indonesia melalui jalur perdagangan. Para pedagang yang
berasal dari Arab, Persia, Hadramaut, dan Gujarat menjadi pihak yang
paling terkenal sebagai pedagang Islam.
Selain berdagang, mereka juga berdakwah di tempat singgah selama berdagang. Mereka juga menyebarkan agama Islam.
Pada masa inilah para imigran Cina (Tionghoa) Muslim menyebarkan ajaran agama Islam secara tidak langsung.
Disebut tidak langsung karena sebenarnya tujuan mereka datang ke
nusantara untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi mereka, bukan
tujuan menyampaikan Islam atau berdakwah.
Namun, karena mereka
Muslim, mereka pun secara tak langsung memengaruhi perilaku penduduk di
sekitarnya, mengenalkan Islam dan ibadah dalam kesehariannya.
Meski kedatangan etnis Tionghoa Muslim tidak untuk berdakwah, keberadaan mereka punya dampak dalam perkembangan dakwah.
Salah satunya adalah karena proses asimilasi, perkawinan dengan penduduk setempat yang kemudian mereka menjadi Muslim.
Beberapa
daerah yang menjadi tujuan para imigran Tionghoa Muslim, di antaranya
Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya.
Jejak-jejak mereka berupa peninggalan masjid dan bangunan lainnya masih
bisa kita temui
Jelaslah. Islam datang dengan cinta dan disebarkan dengan cinta pula.
Ini pula yang dilakukan oleh para wali yang tergabung dalam Wali Songo.
Mereka menggunakan banyak medium untuk menyebarkan nilai-nilai ilahiah
ini.
Misalnya, dengan seni wayang dan tembang, seperti yang
dilakukan Kanjeng Sunan Kalijaga. Sebuah pilihan yang cerdas mengingat
saat itu masyarakat Jawa yang menjadi sasaran dakwah sangat
menggandrungi kesenian, khususnya wayang.
Maka tak heran, jika
isi pesan dakwah dengan mudah masuk dan diterima masyarakat. Tidak ada
retensi dan perlawanan. Jika pun ada kelompok yang menentang dan
menghalang-halangi, semua dihadapi dengan kesabaran dan kasih sayang.
Kini,
kasih sayang pula yang harus dikedepankan dalam menyebarkan nilai-nilai
Islam. Kearifan masa lalu yang diterapkan para wali dan dai perlu terus
dilakukan. Salah satunya adalah dengan menyebarkan Islam kepada saudara
kita dari etnis Tionghoa.
Kini, batas-batas pemisah antara etnis
Tionghoa dan masyarakat Indonesia dari suku lainnya semakin pudar. Jika
dulu masyarakat Tionghoa dianggap berbeda dan diperlakukan tidak adil,
kini tidak lagi.
Geliat dan eksistensi masyarakat Tionghoa pun
semakin terlihat. Mereka tak lagi diwajibkan untuk mengganti namanya
agar berbau Indonesia, dibolehkan menggelar seni budaya aslinya, seperti
Barongsai, juga merayakan Imlek. Bahkan, kini banyak dari kalangan
Tionghoa yang memutuskan untuk masuk Islam.
Ketua Persatuan Islam
Tionghoa Indonesia (PITI), Anton Medan, mengatakan kini semakin banyak
masyarakat Tionghoa yang sadar pada eksistensinya.
Berlindung pada konsep bhinneka tunggal ika, mereka pun kini semakin menyadari mereka adalah bagian dari bangsa ini.
Sebagai
Muslim, pihaknya ingin merengkuh semakin banyak orang Tionghoa. Jalan
dakwah pun disiapkan agar mereka bisa mengenalkan konsep Islam yang
sebenarnya kepada mereka.
''Kita perlu melakukan revitalisasi
dakwah. Orang Tionghoa yang bukan Muslim jangan dijauhi, namun harus
terus dijalin silaturahimnya, agar mereka kenal Islam itu baik, tak
seperti dugaan mereka,'' ungkap Anton Medan.
Telah lama masyarakat Tionghoa mendapatkan perlakuan tidak adil, sering timbul rasa kurang simpatik dengan Islam.
Selama ini, orang-orang pribumi merendahkan mereka, menghina,
memanfaatkan, serta memalak mereka. Padahal, itu hanya oknum karena
tidak semua orang Islam seperti itu.
Jalan dakwah yang paling
efektif untuk merengkuh masyarakat Tionghoa adalah dengan membuat mereka
mengenal Islam yang sebenarnya lebih dulu.
Kita beri contoh bahwa kita yang telah menjadi Muslim ini akhlaknya
baik, perilakunya sopan, dan menghormati semua manusia tak memandang
agamanya.
Perlu dijelaskan, Islam mengajarkan hal-hal baik
seperti ajaran leluhur Cina, misalnya, berperilaku sopan, hormat kepada
orang tua, dan berbagai perilaku positif lainnya.
Selalu
beretika baik perlu ditunjukkan agar masyarakat Tionghoa tahu, Islam
mengajarkan hal yang baik dan tidak memandangnya sebagai hal yang
negatif.
Jadi, kuncinya adalah pendekatan dengan hati dan nurani, dengan cinta, dan kasih sayang. Jauhi kekerasan dan kebencian.
Dengan banyak menyebarkan cinta, jalan dakwah akan semakin terbuka dengan lebar dan diterima oleh masyarakat.