Seorang peneliti memiliki keleluasaan untuk meniliti bidang apa saja.
Tetapi jika meneliti pembangunan di sebuah era, sudah tentu mendasari
diri pada latar belakang era di mana seorang pemimpin itu berkuasa.
Itulah yang saya baca dari seorang peneliti, di mana membandingkan
pembangunan di Era SBY, Soekarno dan Soeharto. Sudah tentu pembangunan
SBY yang lebih maju. Tetapi untuk 50 tahun mendatang, pemimpin di masa
itu yang lebih maju dari SBY. Jika tidak maju, berarti sangat kita
sesalkan karena ia gagal memimpin bangsanya.
Penelitian seperti membandingkan pemerintahan sebelumnya boleh saja dan
bisa saja dikatakan pas kalau hanya sebagai bahan catatan saja. Tidak
dikonsumsi ke depan publik. Hanya untuk kita ketahui agar ke depan
bangsa ini akan lebih maju lagi. Jika dikonsumsi ke publik, sudah pasti
sangat tidak relevan
Seperti kita ketahui, apabila kita belajar sejarah, pembangunan di masa
Soekarno tersendat-sendat. Negara pada waktu itu belum begitu stabil.
Kabinet sering berganti-ganti. Konflik bersenjata menjadi agenda utama
untuk diperbincangkan. Misalnya pada tahun 1948, dua tahun setelah
merdeka muncul pemberontakan PKI di Madiun. Aksi-aksi pemogokan dan
kekerasan sepanjang tahun 1950-1951, juga oleh PKI.
Tanggal 23 Januari 1950 meletus lagi pemberontakan Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA) di Bandung, selanjutnya 5 April 1950 meletus pemberontakan
Andi Azis di Makassar. Berikutnya pemberontakan Republik Maluku Selatan
(RMS) di Ambon, Pemerontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan,
pemberontakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, DI/TII
pimpinan Daud Beureueh di Aceh dan pertempuran dengan pasukan PRRI di
Sumatera Barat.
Pertikaian antara Pusat dan Daerah ini memperlemah sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara yang menyebabkan pembangunan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Belum lagi dihitung berapa kali ancaman pembunuhan
terhadap Presiden Soekarno, sehingga menyita pikiran pemimpin bangsa
dan negara ini ke arah kestabilan pemerintahan.
Itu pun masih kita lihat kedigjayaan bangsa ini dalam hal mandiri dan
selalu menjadi pemimpin bagi Dunia Ketiga dengan Non-Bloknya. Di
berbagai forum, Indonesia selalu tampil sebagai negara penggagas
sehingga disegani oleh negara lain.
Di masa Soeharto, pembangunan pun berkembang, tetapi saya mengatakan
masih setengah hati. Kenapa saya katakan demikian? Pembangunan industri
pesawat terbang tidak lagi berjalan setelah Presiden Soeharto
menandatangani bantuan dari IMF. Memang IMF mensyaratkan,"Jika Anda
ingin bantuan, jangan bantu Nurtanio." Kemudian industri pesawat itu
terhuyung-huyung, meski masih memiliki semangat, kan tidak mungkin
terlaksana tanpa dana? Apalagi di masa itu pula krisis moneter
berlangsung dan Indonesia pun terkena dampaknya.
Ketika kita melihat latar belakang ini saja, kita bisa menyimpulkan
bahwa jika dibandingkan pembangunan di era sekarang, masa SBY sudah
tentu lebih maju. Harus lebih maju. Bahkan pemimpin mendatang, lebih
maju lagi.
Era SBY muncul setelah ada masa-masa tenang yang mendahuluinya. Ada
landasan program yang dibuat sebelumnya, baik semasa Presiden
BJ.Habibie, Megawati dan Gus Dur, meski tidak lama memimpin, jadi wajar
apabila di era SBY keadaan keamanan lebih baik, sekaligus pembangunan
lebih meningkat.
Menurut saya sebaiknya di era seperti ini kita membandingkannya dengan
pembangunan di negara-negara lain. RRC atau di Tiongkok, ya minimal
dengan tetangga kitalah Malaysia.
RRC sekarang mentargetkan pertumbuhan ekonominya 7,5 persen, merupakan
tingkat pertumbuhan yang mustahil dicapai negara-negara maju. China
sedang menuju negara adidaya ekonomi kelas dunia. Kemajuan ini dicapai
setelah masalah korupsi bisa dituntaskan dengan baik, dengan menghukum
mati para koruptor. Jadi boleh jadi, China telah menerapkan adagium
bahwa koruptor sama dengan teroris, sama-sama membahayakan bangsa di
sebuah negara.
Bagaimana Indonesia? Kita masih bergelut ingin memberantas korupsi. Kita
berniat memberantas korupsi, tetapi di pihak lain kita pun enggan
melakukannya. Umpamanya, perdebatan masalah penyadapan di RUU KUHP.
Awalnya KPK tidak diajak berdiskusi, tetapi akhirnya diajak juga. Contoh
lain, diizinkannya PK lebih satu kali. Bisa saja pengadilan menyatakan
salah kepada seseorang yang korupsi, tetapi dikarenakan diizinkan PK
lebih satu kali, bukan tidak mungkin, hukumannya diperingan atau
dibebaskan. Bagaimana kita ingin memberantas korupsi dengan
sungguh-sungguh seperti di China?
Yang jelas sudah tentu kita berharap hanya kepada pemerintahan baru
nantinya atau anggota perwakilan rakyat yang terpilih. Bagaimana pun di
bulan Maret ini, waktu yang diberikan kepada pemerintahan lama hampir
berakhir. Presiden dan anggota legislatif sekarang sudah akan mengakhiri
jabatannya.
Di samping itu, Indonesia tahun 2015, setelah Presiden RI terpilih
nantinya melaksanakan tugasnya, akan menjadi tahun penentuan bagi
perekonomian Indonesia, terutama dengan mulai berlaku efektifnya
Masyarakat Ekonomi Asia. Di sini akan dipertaruhkan, apakah Indonesia
akan menjadi pemenang atau menjadi pecundang.
Menarik juga kita simak editorial Harian Kompas, Jumat, 14 Maret 2014
yang mengutip pendapat Guru Besar Ekonomi (Emeritus) Universitas Boston
Gustav Papanek yang melalkukan penelitian bersama Raden Pardede dari
CReco Institute dan Prof Dr Suahasil Nazarra dari Universitas Indonesia,
bahwa Indonesia akan tumbuh sesuai potensinya jika (sekali lagi saya
menambahkan "JIKA') pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 mampu
memanfaatkan peluang emas di dalam dan luar Indonesia.
"Apa yang disampaikan Papanek dan kawan-kawan mempertegas hal yang
berulang kali dibahas dalam berbagai forum di dalam negeri.
Industrialisasi hampir mandek setelah tahun 1998, bahkan sumbangan
industri manufaktur terhadap ekonomi nasional pada 2012-2013 minus.
Indonesia terlalu bergantung pada ekspor komoditas. Jatuhnya harga di
pasar dunia tahun lalu ikut memukul neraca perdagangan.'
Kembali kepada pendapat tiga ahli ekonomi ini, memang semuanya
tergantung kepada hasil Pemilu 2014, apakah kita bisa menghasilkan
pemimpin yang mampu dan berani mengambil strtaegi pembangunan
berorientasi penciptaan lapangan kerja dan pemerataan atau tidak.
Intinya Indonesia butuh pertumbuhan BERKUALITAS.
http://m.kompasiana.com/post/read/639001/1/tidak-pas-membandingkan-pembangunan-di-era-sby-soekarno-atau-soeharto.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com