by: http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/02/islam-dan-tahun-baru-607043.html
Jika
tahun baru tiba, aku mengurung diri di kamar, seharian, semalaman. Aku
selalu takut keramaian, sebab dalam keramaian, manusia menari-nari di
ombak nilai paling permukaan. Aku selalu sunyi dalam keriuhan, karena
dalam keramaian, manusia hanya sekilas-kilas memandang satu sama lain.
Keramaian adalah gembok amat rapat bagi ilmu pengetahuan dan kedalaman.
Pijakkan
kaki didataran terjal dari tahun ke tahun dari tempatmu masing-masing,
juga aku dari tempatku sendiri, tempat yang maafku pilih sendiri.
Apa
doa yang kau pilih? Aku mohon supaya Indonesia mulai menemukan akal
sehatnya, semoga proses anti pembodohan dibantu oleh para Malaikat,
semoga demokratisasi tidak terlalu tahayul, semoga para pemimpin Islam
selamat dari atmosfer “shummumbukmun“, serta semoga semua manusia dan kelompok-kelompok manusia dibimbing menemukan “kebenaran yang sejati” dalam “ilallah” yang sesunguh-sungguhnya.
Gusti Allah, kami makhluk yang Engkau istimewakan, namun yang kami himpun adalah kebodohan. Tak sanggup kami temukan “laa ilaaha” ketika berada di pasar, di kantor, di toko- toko, di bioskop, di mana saja sehingga “ilallah”
kami pun kacau balau. Gusti Allah, sampai hari ini pun belum kami
masuki surah Al- Ikhlas-Mu dalam kehidupan sehari-hari, dalam politik,
dalam kebudayaan, hukum, ekonomi, dan nurani. Kami ini manusia
pra-Ibrahim.
Sudah
lama Rabiah melambai-lambaikna tangannya kepadaku, dan ku jawab,
“Sebentar, aku masih harus menukangi Lautan Jilbab dan Keluarga Sakinah
untuk umat-Mu yang butuh harga diri!”.
Sudah
lama Rumi menggoda-goda lagu kangen jiwa terdalamku, namun kujawab,
“tunggu dulu”, aku masih harus berkeliling-keliling menemani umat yang
kurang disantuni umara maupun ulamanya!
Sudah
lama Kahlil Gibran, (yang menjelang akhir hayatnya memaknai Qur’an
diubun-ubunnya namun tak pernah diberitahukan orang kepada kita),
berkata,”Untuk apa kau memprimodialkan diri untuk umat yang belum tentu
sungguh-sungguh menerimamu? Untuk apa hampir engkau tumpahkan seluruh
tahun-tahun hidupmu, tenaga, dan fikiranmu. Engkau sisihkan karier dan
hak kehidupan pribadimu untuk umat yang tanpa kepemimpinan dan engkau
tak mampu mengubah keadaan itu, untuk orang-orang yang manis didepanmu
tapi bisa menikam punggung dari belakangmu?”
Aku
jawab, “Tenanglah, Tuhan Maha Dalang, tersenyum dan tertawalah meskipun
“rahasia sirrullah” dalam dirimu tak dipahami orang sehingga engkau
difitnah dan dikutuk-kutuk….”
Kini
kuikuti kaki lelah Rosulullah dan tubuhnya yang terluka dan berdarah
sepulang dari Thaif. Kini kuucapkan doa sebagaimana puisi syahadat
kembali yang Beliau lantunkan. Rasulullah menangis di antara
sholat-sholat malamnya,” Mengapa aku hanya bisa sesekali belaka menangis
kepada-Mu, Allah? Aku cemburu kepada rohani Muhammad Idolaku!”
Kepada
kaum Muslimin, aku mohon pamit untuk sementara waktu. Selama beberapa
tahun, engkau pekerjakan aku di “beranda” dan “halaman” majelis ilmu.
Umat berjubel di situ, membutuhkan peran penyantunan, peran
kecendekiaan, peran kesenimanan, peran kekiaian, peran ketabiban sosial,
peran sahabat kemanusiaan. Telah kucoba melakukan hal-hal yang
sesungguhnya mungkin aku kurang mampu, yang sesungguhnya merupakan
kewajiban formal para pemimpin yang berada di “kedalaman masjid”. Aku
hanya orang kecil dan lemah, yang pundakku tak berkah menyangga
kewajiban makro organisasi tablig, proyek pencerdasan umat, antisipasi
atas proses dahsyat pemurtadan, apalagi silaturrahmi penumbuhan yg
membutuhkan kohesi strategis dalam skala makro nasional.
Aku
hanya orang kecil dan lemah, yg segala pemenuhan amanahku terbentur
dinding. Segala aspirasiku, pemikiran-pemikiranku, filosofi, dan usulan
strategiku, hasil ‘ngasak’ Qur’an-ku sebagai ” mufassir liar” atau “Guru
Comotan, tidak cukup bermutu untuk bisa diterima di “kedalaman”. Yang
kujumpai tak lain adalah kekecilan dan kelemahanku. Semua yang engkau
minta dariku dan yang aku salurkan dari Allah kepadamu tak pernah cukup
terkait dengan strategi organisasional makro kepemimpinan umat ini.
Sehingga kini setiap suku kata dari mulutku dan setiap gerak langkah
kaki sangat bergantung pada ada tidaknya keterkaitan itu. Tidak lagi
bisa dengan gampang kuberikan hanya untuk romantisme sporadis parsial,
hanya untuk ombak kecil yg justru segera disapu oleh gelombang besar
yang membanjir.
Kepada
saudara-saudara seiman di “beranda”, akan kuberikan diriku secara tunai
jika jaminan darimu pun tunai dan menyeluruh. Aku telah berbicara
dengan ratusan kelompok dan ratusan panitia, dan aku menyimpukan kita
masih ‘receh’ sehingga kini kulemparkan diriku di jalanan, ke luar pagar
untuk menyusun karya bagi anak cucu kelak.
Kuletakkan
diriku di jalanan sesak, tempat puisi-puisi tiada berkostum, sebab
tubuhnya telah dipenuhi cahaya nuraninya sendiri. Jalanan sesak oleh
sahabat-sahabatmu yang engkau remehkan, yang engkau najiskan, yang
engkau kafirkan, yang tidak fasih mengucapkan ayat, yang engkau sebut
“abangan”, namun tidak bisa engkau jamin bahwa kualitas iman mereka
lebih rendah daripada kemantapan dan pameran imanmu dalam
formalisme-formalisme.
Engkau
tak akan bisa membeli sikapku ini dengan uang berapa pun, dengan air
mata ayat-ayat yg nanti kusediakan diriku untuk berdebat denganmu
tentang ayat-ayat itu. Mungkin kita akan saling kehilangan, dan jika
kita ingin mengusir rasa kehilangan itu, mari kita selenggarakan
perjanjian tunai. Perjanjian tunai antara kita semua penghuni “beranda”
untuk berkata sesuatu, berbuat, menggugat, menuntut, dan mengontrol
mereka yg memimpin kita. Atau, barangkali kita sama sekali tidak akan
merasa kehilangan sehingga terbuktilah bahwa secara realistis. Pergiku
ke jalanan kembali ini tak salah adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com