Jumat, 16 Agustus 2013

( SEBUAH CERMIN KEHIDUPAN ) Aku dan Manusia-manusia Gerobak Itu

Malam itu usai aku berbuka puasa Ikbal anak sulungku yang masih berusia tujuh tahun terus mengiba. Ia terus merengek kepadaku untuk diajak ke super mall. Ia menagih janji kepadaku untuk segera dibelikan baju baru bergambar tokoh idolanya, Wolverine. Padahal saat itu aku tak ingat jika punya janji padanya. Maklum rutinitas di tempat kerja membuatku sempat terlupakan dengan janji itu. Namun, Ikbal mengingatiku. Walau rasa penat masih ada di pundak.
“Yah, katanya janji mau belikan baju Lebaran bergambar Wolverine.”
Ikbal menagih janjinya padaku disaat aku usai menghapus dahagaku dengan segelas teh manis hangat dan sebutir kurma. Dan tunailah ibadah rukun Islam ketigaku hari ini..
“Iya, nanti usai Ayah shalat maghrib dulu ya.”
Aku mengiyakan ucapan Ikbal saat itu. Ia mengerti.
“Iya, Yah! Tapi Ikbal bolehkan shalat bareng sama Ayah.”
Aku terkejut saat Ikbal berucap demikian padaku. Tak seperti biasanya.
“Ya, sudah yuk kita ambil air wudhu sama-sama.”
Aku membimbing Ikbal masuk ke kamar mandi mengambil air suci untuk beribadah. Aku sangat terharu dan sekaligus bangga padanya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-bFUpG6tK4-_mDMVANs__YH-goPX4ZIf6U4jIuYHJAjiKJq_2pED1DyNMfEbEg7-mIYPhokATV4QOBnU3-ySQwz-1Xxm_4h18WGV0kInRek-_8gbILLW75KbR3-OOG-q1w9kc1sgsdxI/s1600/manusia-gerobak-pertamax+(5).jpg 
Singkat kata, kami berdua sudah menunaikan ibadah shalat berjamaah dengan Ikbal di ruang tamu. Kulihat kembali Ikbal di hadapanku usai mencium tanganku. Ia seperti cerminku di kala masaih anak-anak di kampung. Aku kala itu pun sama mengikuti Ayahku seperti Ikbal lakukan saat ini padaku. Kenangan lama akhirnya kembali kuingat. Tapi sekarang Ayah sudah tiada. Ia sudah menghadap Ilahi lebih dulu. Dan aku berdoa semoga beliau diberikan surga dariNya.
Pukul. 19.05 lewat dikit telah menunjukkan di jam digitalku. Aku sudah berada di dalam perjalanan menuju super mall bersama Ikbal di dalam mobil pribadi. Aku dan Ikbal berada di  depan. Kulihat mata kecil Ikbal terus mengedar ke setiap sisi jalan raya. Ia memperhatikan apa yang sudah mencuri perhatiannya. Dan itu kuamati dari matanya yang kecoklatan. Masih tetap fokus dengan apa yang dilihatnya. Aku hanya memandang ke depan. Maklum aku yang kemudi jadi tak bisa leluasa mata memandang ke luar dari balik kaca mobil.
“Kamu lihat apa, Bal?”
Masih dalam dunianya kutanyakan pada Ikbal. Sedang melihat apa saat itu. Matanya langsung mengarahkan padaku.
“Itu, Yah, aku lihat banyak gerobak-gerobak pada di pinggir jalan. ada yang di depan kantor juga. Banyak sekali,Yah.”
Ikbal memberitahukan apa yang dilihatnya malam itu dengan polosnya. Aku hanya tersenyum tipis padanya. Mungkin itulah gambaran anak seusianya. Lugu. Polos. Dan penasaran.
“Oh, itu ya, Nak! Mereka memang selalu ada  setiap bulan Ramadhan seperti ini. Karena mereka bulan ini adalah ladang untuknya. Apalagi jika malam takbiran. Mereka makin banyak bertebaran. Ada di jalan raya, di pertokoan, di bank-bank, di perkantoran bahkan di gedung-gedung….”
“Yah, ada lagi tuh!”
Belum ucapanku selesai sudah dipatahkan ketiga belas Ikbal. Tapi aku hanya tersenyum kembali saat Ikbal menunjuk manusia-manusia gerobak itu ketika ia melihatnya lagi. Manusia-manusia gerobak. Begitu aku katakan melihat mereka saban bulan Ramadhan tahun ini maupun tahun-tahun yang lain. Seperti “aji mumpung” mengais rezeki untuk mereka.
Tidak lama kemudian mobil yang kukemudi tiba di super mall. Tempat aku akan membelikan baju Lebaran untuk Ikbal yang bergambar “Wolverine”. Entah, Ikbal menyukai baju macam bergambar itu aku pun tak tahu. Mungkin namanya anak kecil aku pun memafhumkan.
“Kita sudah sampai nih! Ikbal turun dulu ya. Tunggu di depan super mall ini. Ayah mau memakirkan mobil dulu.”
Ikbal mematuhi ucapanku. Ia langsung menurunkan kakinya dari mobil. Ia tak banyak bicara lagi.
Tidak sampai hitungan jam aku berhasil memakirkan mobil. Kemudian aku pun langsung menghampiri Ikbal yang sedang menunggu. Tapi ia tidak ada di tempat.
Kucari-cari Ikbal ternyata tak di tempat. Aku pun mulai panik. Mulai was-was kalau-kalau Ikbal kesasar mengikuti aku dari belakang. Kutanya pada petugas parkir. Mereka tak tahu. Kutanyakan pada petugas keamanan. Sama pula. Nihil. Ia tak tahu dan melihat anak kecil yang berpakaian baju bergambar “X-Men” dan bercelana pendek. Aku pun mulai kelelahan.
Namun saat aku mulai kelelahan mencari-cari tiba-tiba tanganku ada yang menyeret. Aku pun terkejut. Ternyata Ikbal yang menyeretku menuju manusia-manusia gerobak yang berjajar di super mall. Dan Ikbal memberhentikan jalannya saat tiba di sebuah gerobak bertuliskan “Kami Memang Miskin Tapi Lebih Miskin Koruptor”. Aku tertohok dengan tulisan itu.
“Yah, Ikbal tidak jadi beli baju buat Lebaran deh. Biarin uangnya buat Ihsan teman aku ini. Dia ini sudah tidak sekolah lagi. Ayah maukan kasih uang yang akan dibelikan baju buat Ikbal.”
Ucapan Ikbal seperti belati. Tak menyangka jika anak seusianya begitu peduli dengan sesama. Apalagi saat ia temui manusia-manusia gerobak itu ada yang seusianya. Dan ia terketuk untuk memberi. Walau ia rela tak dibelikan baju Lebaran. Sedangkan aku? Di tempat kerja sibuk menerima suap, sogokan dan mengorupsi tanpa memedulikan orang lain.
“Ayah, kok diam! Cepat Yah kasih uangnya. Aku rela kok tidak dibelikan baju.”
Akhirnya aku pun mengeluarkan uang di dalam dompetku. Kuambil uang seratus ribu sebanyak lima lembar untuk ibu anak seusia Ikbal. Dan ibu anak kecil itu sedang berada di dalam gerobak beberapa kali mencium tanganku. Mungkin mereka anggap aku “dewa penolongnya” di bulan Ramadhan ini.
“Lho Ayah kok kasih uang banyak banget sama mereka.”
Ikbal pun menanyakan hal itu. Tentang pemberianku lebih banyak dari biasanya.
“Tidak apa-apa, Nak! Anggap saja kita kasih THR sama mereka. Kan hanya setahun sekali.”
Ikbal pun mengangguk. Ia mulai mengerti.
Dan aku sendiri? Tidak denganku! Perjalananku menuju kembali pulang terasa berat. Aku terbayang dengan apa yang kulakukan malam ini. Aku memberikan uang pada manusia-manusia gerobak itu dengan uang kotor. Uang hasil yang kudapati dari suap, sogokan dan korupsi di kantor. Dan bila aku memberikan uang itu lebih pada mereka. Karena memang adalah haknya. Lagi-lagi malam itu perjalananku makin lamat.
Ikbal di sampingku terus memperhatikanku. Ia tak tahu apa yang kurasakan malam ini. Semoga Ikbal tidak mengetahui perbuatan ayahnya di kantor. Kalau ayahnya seorang koruptor yang sedang bertaubat.[]03082013
KATAKAN HUKUMAN MATI UNTUK KORUPTOR!
by: http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2013/08/03/aku-dan-manusia-manusia-gerobak-itu-578832.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com