Kewajiban membayar zakat bukan saja bertujuan membersihkan harta si muzakki (pemberi
zakat), lantaran ada hak fakir miskin yang Allah titipkan pada
rezekinya. Namun lebih penting dari itu, kewajiban zakat memiliki
kepentingan sosial dan humanisme. Zakat menurut konsep Islam merupakan
pondasi sekaligus tonggak perekonomian sebuah negara.
Sejarah
telah membuktikan kejayaan-kejayaan Islam mulai masa Khulafaur Rasyidin
hingga dinasti Utsmaniyyah yang telah mencapai puncak kejayaan dan
kegemilangan dari sebuah keberhasilan dalam pengelolaan zakat. Oleh
karena itulah, inilah salah satu alasan mengapa Khalifah Abu Bakar
memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat pada masa
pemerintahannya.
Zakat
satu-satunya konsep negara Islam Madani yang pembayarannya tidak
memberatkan dan membebani rakyat dalam sebuah negara. Kewajiban membayar
zakat hanya mengeluarkan 2,5% saja dari harta kekayaan yang dimiliki
dengan ketentuan nisab serta haulnya. Kadar ini ditentukan oleh Sang
Maha Pencipta alam semesta ini yang mengetahui betul tentang maslahat
bagi makhluk ciptaannya dan tetap relevan hingga akhir zaman.
Berbeda
dengan konsep pajak atau upeti yang diterapkan pada masa
kerajaan-kerajaan klasik hingga konsep kapitalis maupun ekonomi liberal
saat ini. Tidak ada batasan yang jelas dalam pajak, terkadang 10% kadang
pula 20% bahkan lebih. Tentunya, ketentuan pajak tidak pernah mau tahu
kondisi si pembayar pajak, apakah dia sudah mendapatkan keuntungan atau
justu merasa dirugikan.
Misalnya
saja, seseorang yang ingin menjual tanah. Terkadang belum lagi laku
tanah yang ditawarkannya dia sudah kena banyak tuntutan pajak di sana
situ. Pedagang-pedagang kecil juga dikenakan wajib pajak yang terkadang
tuntutannya melebihi dari penghasilannya.
Kasus
serupa juga dikeluhkan seperti kami yang berprofesi sebagai para
penulis buku di penerbit. Royalti menulis buku sudah dikenakan pajak
semenjak pembayaran uang DP, padahal buku yang dicetakpun belum sampai
distribusinya ke toko buku. Inilah realita perpajakan di negara kita.
Masih banyak kasus lain yang tidak bisa saya jelaskan lebih panjang.
Kembali
ke konsep pengelolaan kas negara menurut Islam. Seorang muslim yang
telah membayar zakat, sesungguhnya sudah tidak wajib lagi membayar
pajak. Pada awalnya pajak atau jizyah itu hanya diberlakukan untuk non- muslim yang berada di wilayah negara Islam atau mayoritas muslim.
Meskipun
ada beberapa pendapat para ulama terkebelakang yang membenarkan dan
mewajibkan membayar pajak disamping kewajiban membayar zakat. Karena
membayar pajak dianggap sebuah perintah agama untuk mentaati penguasa
atau ulul amri. Artinya, meskipun seseorang sudah membayar
pajak, bukan berarti kewajiban zakatnya gugur, karena menurut mereka
zakat merupakan perintah Allah Swt, sedangkan pajak perintah penguasa.
Di
negara-negara Islam zakat menjadi perhatian utama dibandingkan
permasalahan lainnya, seperti haji misalnya. Kita bisa melihat di
negara-negara Timur Tengah, seperti: Arab Saudi, al-Jazair, Kuwait,
Dubai dan Mesir yang menempatkan permasalahan zakat menjadi persoalan
urgent dari agama sekaligus urusan negara, sehingga ada di dalam kabinet
pemerintahan mereka terdapat Waziratul Awqaf atau Kementerian
Wakaf yang khusus menangani pengelolaan zakat dan dana-dana umat
lainnya. Sedangkan urusan Haji hanyalah bagian dari sub ruang lingkup
urusan Waziratul Awqaf tersebut.
Tampaknya
berbeda dengan Kementerian Agama di negara kita yang lebih
mengedepankan pengelolaan Urusan Haji ketimbang zakat yang lebih
berpotensi untuk kemaslahatan umat secara luas. Menurut saya, urusan
haji dan umrah hanyalah kewajiban bagi muslim yang mampu, sedangkan
kewajiban zakat adalah kewajiban individu yang bersifat sosial
kemanusian untuk mengangkat harkat dan martabat sesama muslim. Meskipun
keduanya juga sama-sama penting dalam kerangka kewajiban seorang muslim
memenuhi rukun Islam, namun perhatian terhadap zakat seharusnya lebih
diprioritaskan.
Jika
urusan zakat ini benar-benar menjadi perhatian serius bagi pemerintah
kita, dalam hal ini Kementerian Agama, maka bisa dipastikan
permasalahan-permasalahan kemiskinan, kesehatan dan kebodohan sedikit
demi sedikit bisa teratasi. Kita bisa membuktikan pada masa kejayaan
bani Umayyah di masa kekhalifan Harun al-Rasyid yang kesulitan
membagikan uang zakat lantaran hampir-hampir sulit menemukan orang yang
miskin.
Jika
kita melihat potensi zakat di Indonesia yang hasilnya bisa mencapai 217
triliun, tentunya sangatlah mencengangkan. Potensi zakat ini merupakan
angka tertinggi diantara negara-negara Islam, bahkan dunia. Meskipun
boleh kita katakan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat berzakat
atau rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat berzakat melalui lembaga
pemerintah. Namun, berdasarkan data Baznas (Badan Amil Zakat Nasional)
pada tahun 2012 saja perolehan zakat sudah berhasil mencapai 1,7
triliun/pertahun. Bayangkan itu hasil pertahunnya lho!
Bayangkan
jika pengelolaan hingga 10 tahun? Jika dana tersebut dipergunakan lebih
riil tentunya hasil dan manfaatnya bisa dirasakan bersama. Pertanyaan
selanjutnya, apakah penyaluran dan penerimaan zakat kepada orang-orang
fakir miskin benar dirasakan manfaatnya dalam waktu panjang ataukah
hanya cukup mencukupi kebutuhan dalam waktu singkat sehari dua hari
saja?
Sebagai
seorang muslim kita berkewajiban untuk turut memikirkan hal ini. Karena
Rasulullah mengecam orang yang tidak mau memperhatikan saudaranya
sesama muslim dengan haditsnya ”Bukanlah termasuk golongan kami orang
yang tidak memiliki kepedulian terhadap urusan kaum muslimin lainnya.”
Nah,
salah satu masalah terbesar yang dirasakan oleh orang miskin saat ini,
bukan saja masalah finansial, tapi yang tak kalah pentingnya adalah
masalah kesehatan. Biaya perobatan yang mahal membuat orang miskin tidak
bisa menikmati pelayanan kesehatan secara optimal. Uang yang peroleh
hanya mampu untuk makan sehari. Jika dia sakit, maka uang untuk makan
pun habis untuk berobat.
Menurut
pendapat saya, sudah saatnya kita memikirkan sebuah Rumah Sakit yang
diperuntukkan untuk orang miskin. Dananya dari mana? Ya, dari perolehan
zakat kaum muslimin yang berjumlah triliun pertahun itu! Saya yakin kita
bisa memiliki Rumah Sakit Zakat atau paling tidak ada sebuah konsep
Asuransi Kesehatan Zakat untuk orang yang tidak mampu.
Logika
sederhanya seperti ini. Jika kita memberikan zakat dalam bentuk uang,
maka bisa jadi uang tersebut hanya habis untuk kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan pada saat-saat tertentu, dia juga harus membutuhkan biaya
pengobatan. Jika sudah ada pengobatan yang memberikan asuransi
kesehatan, dia tidak harus lagi mengeluarkan biaya lagi untuk berobat.
Jika
pertanyaannya bolehkah mengalihkan fungsi zakat menjadi lembaga
pengobatan atau kesehatan? Bagaimana secara hukum Islam? Maka tentu
saja, hal ini merupakan bentuk sebuah ijtihad. Karena hukum fiqih
sendiri bersifat relevan yang bisa disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan
dan zaman. Pada artikel selanjutnya kita akan mendiskusikan hal ini.
Barangkali
sebagian orang akan menyela, “Lah, bagaimana sekiranya Rumah Sakit
Zakat itu nantinya juga dinikmati oleh orang yang berada?” Saya pikir
Rumah Sakit Zakat yang dimaksudkan bukanlah larangan keras bagi siapa
saja yang ingin mendapatkan pengobatan selama prioritas utamanya
diperuntukkan bagi yang lebih berhak. Tergantung kembali kepada
pengelolaan dan manajemen Rumah Sakit tersebut.
Jika ada lagi orang yang pesimis dengan pengelolaan zakat tersebut, lalu menyelutuk, “Ah, jangan-jangan dananya dikorupsi lagi atau disunat sana sini!” Nah,
hal itu kembali lagi kepada pengelolaan lembaga yang amanah. Saya yakin
masih banyak orang atau lembaga amanah di negeri ini. Semoga saja, jika
pandangan dan konsep benar-benar bisa direalisasikan insya Allah akan
banyak menebar manfaat, khususnya bagi saudara-saudara kita yang masih
berada dalam kemiskinan. Amin.
Ust. Miftahur Rahman El-Banjary, MA
(Kandidat Doktor di Arab League Univ. Cairo-Mesir)
by: http://birokrasi.kompasiana.com/2013/08/04/saatnya-kita-membutuhkan-rumah-sakit-zakat-581650.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com