Sabtu, 20 Juli 2013
( Bagian Lima ) KISAH NYATA DELAPAN TAHUN HIDUP BERTETANGGA DENGAN ORANG ANEH ATAU GILA
si vis pacem, para bellum
Polisi meminta waktu kepada kami untuk dia berbicara sendiri dengan tetangga ajaib dan istrinya.
Saat menyusuri halaman nya, saya menyadari bahwa mobil tetangga ajaib adalah seri avanza, bukan innova seperti pada episode azab.
Maaf karena saya memang bukan peminat otomotif dan saya belum memiliki kendaraan sendiri.
Malam semakin larut sekitar jam 11 saat polisi memanggil kami untuk masuk lagi, polisi berkata bahwa dia tidak akan mengulangi tadi yang memang menyatakan bahwa memang dia pelaku yang mematikan keran selama ini.
Polisi meminta kami untuk memaafkannya.
Saya membawa masalah lain yang menahun selama ini, apa yang menyebabkan saya memutuskan untuk membuka konfrontasi dengannya (baca fight fire with fire).
Istri tetangga ajaib berusaha untuk membuat seakan sayalah yang salah dengan menendang mobilnya karena membela diri yang langsung disambut oleh suaminya.
Polisi menjamin bahwa apabila ada lagi teror yang dilakukannya, maka kami dapat menghubunginya langsung.
Tetangga rumah nomer 10 memaafkannya, tetapi saya memilih untuk tidak melakukannya.
Memang akan ada yang akan mengecam saya untuk kekerasan hati saya untuk maaf, sepertinya mudah baginya untuk menghapuskan panas setahun dengan hujan sehari, tetapi keonarannya terhadap keluarga saya selama tiga tahun terakhir ditambah dengan keonaran yang menyebabkan tiga tetangganya pindah di lima tahun pertama membuat saya tidak bergeming untuk memaafkannya.
Hingga jam setengah dua belas, telah tujuh kali saya diminta untuk memaafkannya, tujuh kali pula saya menolak dan meminta waktu untuk mengamati keonaran apa lagi yang akan dilakukannya.
'untuk apa meminta maaf apabila dia terus menerus membuat keonaran baru', demikian kata saya.
Polisi pergi setelah tetangga rumah nomer 10 dan tetangga ajaib bersalaman dan saling merekam perjanjian baru dengan audio, tanpa saya tentunya yang masih berkeras untuk maaf tidak menyelesaikan masalah.
Apabila saya memaafkannya tentunya trit ini akan saya hapus pada malam itu.
Dalam dua bulan terakhir telah dua perjanjian tertulis yang dibuat oleh tetangga ajaib dan semuanya hanya menjadi bualan semata, saya tahu polanya akan selalu berulang, onar - maaf - onar.
Itulah yang menjadi dasar dari tekad saya saat memulai season dua, memanfaatkan teknologi multimedia dengan belajar kiri kanan termasuk dari youtube dan kaskuser sebagai bukti bahwa memang ada orang normal yang hobi berbuat onar, berusaha tampil gila saat berhadapan dengan hukum, dan adanya pembiaran kolektif masyarakat yang beranggapan untuk menganggap kegilaan ataupun kejahatan dibiarkan terjadi selama tidak menyangkut diri sendiri, seperti pada pepatah 'si vis pacem, para bellum ~ those who wishes for peace, prepares for war ~ mereka yang menginginkan perdamaian, hendaklah bersiap untuk peperangan'.
Sepulangnya kami dari rumah tetangga ajaib dan pulangnya polisi, kami disambut oleh 'ketua rt'.
Selama ini kami menganggapnya 'ketua rt', bukan karena dia memiliki jabatan resmi, tetapi lebih karena dia yang mengatur untuk tindakan tambahan bagi kompleks seperti penyemprotan hama dan lebaran bagi security.
'ketua rt' sendiri tinggal cukup jauh dari lokasi saya, pada jalanan ketiga, dan sebelum ribut dimulai di rumah tetangga ajaib saya mengirimkan sms kepadanya yang dibalas bahwa dia berada di sebuah mal di jakarta pusat bersama keluarganya.
Tidak ada jabatan resmi ketua rt/rw di kompleks ini, semua urusan kependudukan kami lakukan di kelurahan terdekat.
Dari 'ketua rt', saya mendapatkan informasi menarik seperti saudara kandung dari tetangga ajaib ada yang pernah bekerja pada temannya dan sudah pindah sejak ayahnya harus melakukan operasi bypass jantung pada bulan februari 2012 ini.
Ada lagi informasi bahwa dahulunya tetangga ajaib pernah tinggal di sebuah perumahan dengan gaya town house dan saat pindah ke kompleks ini mengaku di-zholimi oleh tetangganya, orang berbangsa korea dengan cara memotong selang yang digunakannya untuk cuci mobil.
Menurut saya, tentu saya karena cuci mobilnya dengan house music.
Saya pulang setelah berkenalan dengan tetangga sebelah rumah saya yang selama delapan tahun kosong, dan menjadi tempat buang sampah tetangga ajaib, yang datang dari jam 11 malam tadi untuk melakukan rencana renovasi.
Memang saya tidak membawa trofi kemenangan selain daripada kesadaran tetangga ajaib bahwa saya tidak akan diam untuk keonarannya bahkan yang tidak langsung terhadap saya.
Satu harapan baru bagi kami adalah di hari senin malam, ada calon pembeli yang menanyakan tentang keadaan lingkungan kepada saya saat saya menghidupkan lampu jalan.
Rupanya selama ini tetangga ajaib hanya membuang berbagai papan 'dijual, hubungi xxx di xxxx' yang menghiasi balkonnya tetapi tidak pernah mencabut listing pada agen.
Saya berharap proses jual beli berlangsung dan cukuplah delapan tahun ini saya hidup bertetanggaan dengan orang seperti ini.
Hingga saat tulisan ini dibuat (30 oktober 2012 jam 4 pagi), saya tidak mengetahui apa kelanjutannya.
spill over
Di kuartal terakhir 2012, tidak ada profesi yang lebih berbahagia selain agen perumahan. Tingginya permintaan dan harga dari perumahan kelas menengah dan atas dari kawasan sekitaran Jakarta bahkan di kawasan yang dahulu tidak pernah saya pikirkan akan maju membawa dampak bagi kompleks perumahan ini.
Dari bulan November, satu demi satu agen perumahan datang dan membawa calon pembeli ke rumah rumah kosong di sebelah timur dan utara rumah saya.
Kata agen kenalan saya yang meninggalkan profesinya di finansial untuk menjadi agen, properti sedang bullish. Bahkan perumahan yang sebelumnya tidak dilirik akan mendapatkan limpahan (spill over), bahkan ada pembeli yang siap dengan tunai keras tetapi tidak mendapatkan rumah impiannya karena panjangnya antrian memaksa pengembang untuk melakukan undian.
Sungguh masa kejayaan bagi properti, tidak heran dia meninggalkan profesinya.
Cukup dahulu side story, berlanjut ke cerita utama.
Hanya dalam kurun dua bulan tiga rumah kosong langsung terisi oleh keluarga keluarga dengan anak mereka yang seusia anak saya, yang langsung disambut oleh anak saya yang mendapatkan teman bermain dengan gembira.
Di depan saya arah jam 11, mahasiswa, di sebelahnya perantau dari kalimantan, dan di seberangnya menantu dari rumah nomor 24.
Menjelang awal desember, satu teman sekolah SMP saya yang kini telah menjadi pemuka agama berpesan kepada saya untuk melakoni hidup tanpa dendam, untuk memberikan ampun kepadanya, batu yang keras luluh oleh air.
Di awal desember ini semua kelihatan lebih tenang dengan penambahan dua keluarga penghuni perumahan dan satu mahasiswa.
Dari nasihat teman sekolah SMP saya ini, saya memutuskan untuk mencobanya apabila memang ada kesempatan.
Di bulan ini kami juga disibukkan dengan ibu mertua yang mendadak sakit.
'Stadium IV', demikian kata dokter.
kami tidak mau main sama kamu
Di awal bulan Juni saya pulang selama dua hari, dan berkenalan dengan satu tetangga yang masuk pada bulan Februari. Dahulu tinggal di kota lain di barat Jakarta, sekarang dia membeli rumah di kawasan ini karena lebih dekat ke sekolah anaknya.
Sejak bertambah ramainya perumahan ini, anak-anak berumur 7-10 tahun kerap janjian untuk bermain bersama baik di lapangan tempat pengembang menjual kapling kosong, memancing ikan di kali yang katanya mau ditimbun, ataupun berkeliling perumahan dengan sepeda.
Ini adalah cerita yang tidak saya sangka untuk keluar dari ibu ini.
'Nak, apakah tetangga itu gila?'
Lebih lanjut ibu ini berbicara, di minggu kedua saat mereka pindah rumah - sang ibu menyaksikan anak kedua dari tetangga ajaib mendatangi kumpulan anak-anak yang sedang bersepeda.
'Kami tidak mau main sama kamu', kata seorang anak dengan ketus.
Saat anak tetangga ajaib mengadukannya, maka tetangga ajaib pun datang dengan bertelanjang kaki, membawa kunci roda.
'Siapa yang tidak mau main sama kamu'
'Mana orangnya'
'Orang sini saja tidak berani sama papa'
Dan si tetangga ajaib pun mengelilingi kompleks perumahan mencari kumpulan anak-anak yang telah masuk ke rumah mereka masing-masing.
Sebuah catatan kecil dari kegilaan.
dari debu kembali menjadi debuIni adalah kelanjutan dari 'spill over'.
Desember 2012.
Saat banyak orang menikmati liburan akhir tahun, kami sekeluarga berkutat dengan kesehatan ibu mertua. Tidak hanya rumah sakit di jalan Garnisun di belakang Semanggi yang kami datangi, juga pemuka agama untuk mendoakan keajaiban.
Sang pemuka agama - yang entah bagaimana caranya, mengetahui persoalan pribadi saya dan meminta saya untuk berdamai dengan tetangga ajaib.
'Paling tidak sanak memperlihatkan niat baik itu', katanya.
'Tahan diri, tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah'.
Berat hati, tetapi pada hari Sabtu itu saya datang ke rumahnya.
Disambut oleh istrinya yang tertegun, tetangga ajaib naik ke atas, berteriak-teriak tidak ada urusan dan saya salah karena ngomongin dia ke tetangga lain? 'Ah dasar gila', kata saya berusaha tenang.
Istrinya mengungkapkan banyak hal. Tentang rumah tangga mereka, tentang keluarga besar tetangga ajaib, ketidak pedulian mereka akan anaknya yang biang onar, dan apa yang terjadi dengan bekas tetangga nomor 10, sesuatu tentang penegak hukum.
Walau dipaksakan, saya pulang dengan menitip salam mohon dimaafkan kalau memang saya yang salah.
Memang ada perasaan aneh saat memberikan pengampunan - sesuatu yang tidak mungkin saya lakukan.
Di akhir Maret itu, saat liburan panjang, ibu mertua berpulang di rumahnya.
Selamat jalan ibu mertua.
Hadir di rumah duka, tetangga saya dari rumah nomor 10, mengungkapkan keinginannya untuk pindah. 'Kasihan anak-anak, sudah pengen punya kamar sendiri'.
the fragile peace
Lima bulan.
Itulah waktu yang saya nikmati dalam status quo kedamaian, segera setelah tetangga ajaib bertengkar dengan rumah nomor 10 dan di Desember 2012 saat saya mencoba berbicara dengannya.
Itulah waktu di saat saya tidak lagi melakukan update cerita hingga lima bulan lamanya, yang juga ditanggapi oleh sekitar dua kaskuser dengan tag [$] yang melakukan spamming, antara menambah postingan ataupun kesal karena trit ini saya tinggalkan.
Lima bulan.
Tidak ada lagi house music
Tidak ada lagi sirine ala polisi dari kejauhan.
Tidak ada lagi alarm mobil anti maling memecah keheningan.
Tidak ada lagi pekikan klakson dari kejauhan.
Tidak ada lagi omongan tentang tetangga depan, sebelah, belakang saat pasangan suami istri ini bertengkar, ataupun saat si tetangga ajaib bertengkar dengan anaknya.
Lima bulan.
Waktu selama ini cukup untuk membuat siapapun meredakan tingkat kewaspadaannya - lowering the guard.
Datang di minggu kedua bulan Mei, di hari Sabtu, saya dikejutkan oleh undangan dari tetangga rumah nomor 10. 'Kami pindah'
Tertera dalam undangan untuk hari Minggu bahwa tetangga nomor 10 mengadakan selamatan rumah baru, di cluster lain yang walaupun lebih kecil tetapi diakui oleh tetangga nomor 10, 'peaceful'.
Hari Rabu, tanggal 22 Mei, jam 10:30 pagi, saat dentuman house music diikuti oleh alarm anti maling panjang selama 30 detik kembali terdengar.
'Kalau tidak mau berisik tinggal di hutan sana', terdengar suara tetangga ajaib.
Terhenyak - tidak percaya, yang saya lakukan adalah meminta bantuan dari pihak pengembang.
Rupanya tetangga ajaib merasa dengan pindahnya tetangga nomor 10, maka dia bebas berbuat onar sekehendak hatinya lagi.
Kamis dan Jumat berlalu dengan menu mendengar pasangan suami istri ajaib bertengkar, dan disudahi dengan alarm anti maling.
Di Jumat sore saya mendapatkan telepon dari pengembang yang membuat saya bahkan lebih marah lagi saat setelah saya selesai bercerita tentang keonaran yang timbul setelah pindahnya tetangga nomor 10, penelepon ini berkata tidak ada yang seperti itu, berkali-kali mendesak untuk melupakan masa lalu, bahkan juga berkata dia juga warga kami, meskipun saat saya melakukan counter dengan bertanya apakah hanya tetangga ajaib yang berhak mendapatkan ketenangan sedangkan kami semua dianggap kasta-nya lebih rendah daripada tetangga ajaib?
Desas-desus di antara tetangga kompleks tentang kebenaran bahwa bokap dari tetangga ajaib kemungkinan telah membayar orang dalam pihak pengembang kembali tergiang di telinga saya - sesuatu yang dahulunya saya tepis dengan mudah 'suudzon'.
bagian 1
bagian 2
bagian 3
bagian 4
Allah maha pengampun - tetapi manusia ada batasnya.
sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000016818642/kisah-nyata-delapan-tahun-hidup-bertetangga-dengan-orang-gila/
artikel dibuat dari versi kaskus ke versi blog oleh: bagindaery.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com