Sabtu, 20 Juli 2013

DUNIA SUFI= Taqwa Dalam Pandangan Seorang Guru Sufi (Bagian 1 dan 2)

http://theunboundedspirit.com/wp-content/uploads/2012/11/sufi-mystic.jpg
Anda bisa mencari definisi Taqwa lewat buku-buku atau bisa search di Google, disana akan banyak pembahasan tentang taqwa. Kali ini saya tidak focus membahas denisifi-difinisi itu karena saya yakin anda sudah sangat paham dan memiliki referensi yang sangat lengkap. Saya ingin mengajak anda memaknai taqwa dari pandangan Guru Sufi.
Guru Sufi mengatakan, “Orang yang telah mencapai tahap Taqwa, tidak ada perasaan berat baginya dalam melakukan ibadah yang diperintahkan Allah”. Berarti taqwa bisa didenisikan sebagai kondisi dimana seorang hamba melakukan perintah Allah dengan senang hati bahkan memiliki gairah dalam ibadah tersebut.
Gairah dalam beribadah sangat mudah di temukan dalam komunitas sufi, mereka melakukan ibadah-ibadah sunnat dalam jumlah yang banyak. Ada sufi yang mengerjakan shalat tengah malam ratusan rakaat, sementara ada yang mengerjakan puasa secara terus menerus. Dalam kitab “Kasful Mahjub” diceritakan ada seorang sufi ketika memasuki bulan Ramadhan hanya berbuka puasa 2 kali. Dia selama 15 hari tidak makan dan minum dan berbuka pada pertengahan Ramadhan, kemudian melanjutkan puasa dan berbuka ketika memasuki Hari raya, padahal tiap malam dia menjadi imam shalat tarawih. Tubuh dari sufi yang telah memiliki kecintaan mendalam kepada Tuhan adalah sebuah misteri yang sulit diungkapkan dengan akal fikiran manusia.
Tidak usah terlalu jauh menyelami dunia sufi ratusan tahun yang lalu seperti yang diceritakan oleh kitab-kitab tasawuf klasik, di zaman ini saya ikut menyaksikan sendiri bagaimana Guru Sufi berdzikir selama 3 hari 3 malam tanpa berhenti dalam ruang khusus dan  Beliau berhenti berdzikir ketika melakukan shalat fardhu. Saya juga menyaksikan sendiri sahabat-sahabat saya yang melakukan puasa selama 7 hari 7 malam tanpa makan dan minum tapi masih tetap bisa melakukan aktifitas sehari-hari dan mereka melakukan ibadah-ibadah khusus itu dengan penuh gairah.
Bagaimana mungkin kita bisa menuduh kaum sufi meninggalkan syariat sementara dalam keseharian mereka tidak pernah meninggalkan ibadah-ibadah pokok bahkan memperbanyak ibadah-ibadah yang sunnat.
“Hai orang-orang beriman, bertqwalah kamu kepada Allah dan carilah Wasilah (jalan kepada Allah), bersungguh-sungguh lah engkau di jalan itu, pasti engkau akan mendapat kemenangan”. (QS. Al-Maidah, 35).
Kalau kita menyimak surat al-maidah 35 akan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang tuduhan yang dilancarkan kepada pengamal tarekat yang meninggalkan ibadah-ibadah wajib, tuduhan itu tidak masuk akal sama sekali. Hanya orang beriman yang sudah mencapai tahap taqwa yang diperintahkan oleh Allah untuk mencari wasilah, melanjutkan tingkatan ibadah agar menemukan gairah-gairah baru sehingga terasa surga Allah yang maha tinggi menghampiri qalbu dari hamba.
Makanya ada benarnya pendapat yang mengatakan bahwa untuk bisa menekuni tarekat harus sempurna syariat terlebih dahulu, sudah terbiasa melakukan ibadah-ibadah wajib dengan senang hati barulah belajar ilmu tarekat, melanjutkan ke tahap lebih khusus dengan ibadah-ibadah khusus. Tapi karena sifat penyayang dari guru mursyid, maka Beliau menerima siapa saja yang ingin menekuni tarekat tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Walaupun di awal belajar Guru dengan tegas mengatakan “Disini tidak memerlukan murid, kalau ingin belajar ikuti aturan yang ada”, ucapan Beliau itu untuk menguji tingkat keseriusan seorang murid.
Nasehat yang seringkali saya dengar dari Guru adalah, “Tambahi ilmu mu dan jaga syariat mu”, artinya seorang murid harus meng-upgrade ilmu-ilmu lain tentang apapun dan juga selalu menjaga syariat Islam dengan baik. Bahkan Beliau mengatakan “Sempurnakanlah ilmu mu agar engkau sempurna men-Tauhid-kan Tuhan”. Kenapa tidak semua orang yang belajar terakat itu bisa mencapai tahap makrifat bahkan gugur di tengah jalan, tidak jarang memushui tarekat, jawabanya bisa di baca pada tulisan dibawah ini

Nasehat Guru,“Kalian Jangan Hanya Sekedar Menjadi Aksesoris!”

Suatu hari, menjelang pembukaan suluk, saya bersama 2 teman duduk menemani sambil melayani Guru makan. Hal yang menggembirakan bagi kami murid bisa menemani dan melayani Guru makan, mengatur makanan dan segela kebutuhan Beliau selama makan. Kami biasanya duduk dibawah memandang wajah Guru yang selalu memancarkan semangat. Menyenangkan karena kami diberi kesempatan untuk bisa berbuat kepada Beliau, Guru yang kami sayang dan kami cintai yang telah memberikan banyak kepada kami terutama telah mencerahkan ruhani dan pikiran kami. Seperti biasanya selesai makan Guru suka cerita dan memberikan nasehat baik mengenai Tasawuf maupun tentang kehidupan sehari-hari. Guru sering menanyakan kami satu persatu, tentang kerja, bisnis, keluarga dan lain-lain, kemudian Beliau memberikan nasehat dan jalan keluarnya.
Hari itu wajah Guru kelihatan gembira dan Beliau selesai makan cerita hal-hal yang menyenangkan termasuk cerita lucu yang membuat kami semakin senang. Ketika Guru selesai cerita, suasana hening. Teman seperguran saya memberikan diri bertanya kepada Guru.
“Mohon Ampun Guru, saya mau menanyakan sesuatu..”.
“Silahkan, apa yang mau kau tanyakan” kata Guru.
“Saya heran Guru, orang masuk (belajar) tarekat itu banyak, namun kenapa hanya sedikit orang yang benar-benar ber-iman dan bertahan di tarekat?”.
Sudah menjadi kebiasaan, Guru saya selalu memberikan jawaban yang bijaksana terhadap pertanyaan-pertanyaan muridnya. Dalam pandangan saya, bagi Guru tidak ada pertanyaan yang sulit, hal paling rumitpun dibuat menjadi mudah. Beliau diam sejenak, kemudian berkata :
“Kamu tahu aksesoris, hiasan atau pernak pernik untuk menghias dan memperindah sesuatu?”.
Serempak kami bertiga menjawab, “Tahu Guru!”.
Beliau melanjutkan, “Ambil contoh mobil, disana ada aksesoris, hiasan-hiasan yang membuat mobil itu lebih indah tampilannya dan aksesoris itu biasanya tergantung musim dan mengikuti tren, kalau zaman berubah maka aksesoris itu pun diganti oleh pemiliknya mengikuti musim dan zaman pula”.
Kami bertiga mengangguk-angguk, memang ini kebiasaan dalam tarekat sebagai bagian dari hadap mendengarkan petuah Guru, apakah dipahami atau tidak kami tetap mengangguk. Saya sendiri belum paham sepenuh apa yang dibicarakan Guru, hanya menduga-duga saja dan saya melirik ke teman disamping saya, sepertinya mereka juga mengangguk sebagai bagian hadap bukan karena sudah mengerti.
Kemudian Guru melanjutkan,”Menurut kalian apakah aksesoris itu perlu?”
“Perlu Guru!” jawab kami
“Ya, perlu untuk menambah keindahan, tapi apakah tanpa aksesoris mobil bisa jalan?” Tanya Guru.
“Bisa Guru” jawab kami.
“Benar, tanpa mesin, oli, minyak, ban atau mesin mobil maka mobil itu dipastikan tidak bisa jalan karena itu hal yang pokok dalam mobil”. Kata Guru. Beliau melanjutkan..
“Nah, orang-orang yang menekuni tarekat hanya beberapa hari, ada yang cuma suluk 1 kali atau beberapa kali kemudian menghilang atau bahkan ada hari ini dia belajar kemudian langsung menghilang adalah aksesoris untuk memperindah tarekat, tanpa adanya itu tarekat tetap jalan dan berkembang”.
Kami bertiga diam dan tertunduk, ada perasaan takut dalam hati, apakah saya ini hanya sebagai aksesoris saja yang kemudian hilang ditelan musim? Saya sendiri selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada saya untuk tetap bisa bertahan di jalan-Nya yang lurus ini, jalan yang telah dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya, jalan para Nabi, Para Wali dan orang-orang shaleh.
Teman saya menangis, kemudian dia berkata kepada Guru, “Guru, tolong diakan kami agar tidak menjadi hanya sekedar aksesoris.”. Guru menjawab, “Kalau kalian kawatir tentang itu menandakan bahwa kalian mencintai Jalan ini dan hampir semua orang yang sampai ketujuan adalah orang yang selalu merasa kawatir sehingga dia selalu waspada, aku selalu berdoa agar kalian bisa dipakai oleh Tuhan”.
“Berdoalah selalu kepada Allah agar kalian “dipakai” oleh Dia, “diper-alat” untuk mengembangkan agama Islam yang mulia ini, untuk apa hidup didunia kalau tidak “dipakai” Tuhan?”
“Jalan yang kalian tempuh ini bukanlah jalan biasa, sudah banyak orang gugur dijalan ini, diperlukan kesabaran dan kesungguhan agar bisa mencapai tujuan. Dan harus kalian ingat bahwa Makrifat itu bukan akhir dari perjalanan, tapi itu hanya hanya AWAL. Kalau Makrifat sebagai ukuran kemenangan, kalian harus ingat bahwa Iblis di zamannya adalah sosok yang paling bermakrifat kepada Allah, namun dia tersingkirkan karena kesombongannya”.
“Hanya burung-burung yang mempunyai sayap lebar yang mampu terbang tinggi, sementara burung kecil hanya bisa terbang rendah dan tidak pernah kemana-mana”.
“Ingat, awal manusia menempuh jalan ini  (Thareqat) akan diberi rahmat karunia yang berlimpah, keajaiban-keajiban diluar kemampuan manusia dan bahkan  tak pernah terpikirkan. Kemudian ketika hamba telah senang, Tuhan akan mengujinya dengan derita-derita agar si hamba tidak terlena dengan keajaiban dan kemegahan alam rohani sehingga tetap fokus kepada Allah SWT”.
“Ingatlah firman Allah, ‘Jangan kau katakan dirimu beriman sebelum Ku coba’. Suatu saat kalian akan diberi cobaan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran dan halayan kalian, seakan-akan Tuhan meninggalkan kalian dan doapun menjadi tumpul. Aku beri nasehat kepada kalian, jangan pernah kalian menyalahkan atau mencaci Guru ketika kalian mengalami itu semua”.
Kejadian ini sudah lama terjadi akan tetapi nasehat-nasehat yang diberikan Guru begitu berbekas di hati kami seakan-akan baru tadi Beliau ucapkan dan begitulah sifat Wali Allah itu kalau memberikan pengajaran akan berbekas di hati para muridnya. Setelah memberikan nasehat dan wejangan kepada kami, Beliau berjalan menuju kamar untuk istirahat. Antara ruang makan dan kamar tidur Beliau berhenti sejenak dan berpaling kepada kami, kemudian berkata, “Kalian jangan hanya sekedar menjadi aksesoris!”. Kami bertiga mengangguk sambil menangis dan berdoa kepada Allah agar sepanjang hidup kami terus bisa melayani Guru dengan baik. Semoga Allah Yang Maha Mendengar mengabulkan doa kami, Amin!.

Taqwa Dalam Pandangan Guru Sufi (Bagian Kedua)

Zaman dulu, Guru Sufi sangat ketat dalam menyeleksi calon murid, bahkan adalah calon murid yang harus mengemis selama 3 tahun dijalanan kemudian baru diterima menjadi murid. Sunan Kalijaga harus menjaga tongkat dari sang Guru dalam jangka waktu yang sangat lama sebagai ujian awal kemudian baru diterima menjadi murid.

Walaupun Guru menerima semua murid, pernah satu kali Beliau menolak orang yang ingin menjadi murid. Ketika dilaporkan ada orang yang mau menjadi murid, Beliau belum sempat bertemu dengan orang itu langsung kepada petugas yang mengurus orang-orang yang mau belajar Beliau berkata, “Orang itu tidak bisa diterima menjadi murid Wali, karena kakek nya dulu orang yang mencaci wali Allah kakeknya telah bersumpah tujuh keturunannya tidak boleh belajar terekat”.
Biasanya orang yang berhasil dalam ber guru adalah orang-orang yang sungguh-sungguh dan benar-benar mencari. Tantangan dan ujian apapun tidak membuat dia mundur. Murid yang mengalami ujian di tahap awal biasanya akan menemukan penomena khusus yang membuat mereka bertahan di tarekat. Setiap murid seorang Wali akan diberi hal-hal unik dan special yang membuat mereka menyakini bahwa ilmu yang diperoleh ini benar-benar warian Rasulullah SAW.
Di bulan pertama saya berguru, malam jum’at ketika ingin mengunjungi rumah Guru untuk bertawajuh, saya berjalan kaki sejauh 4 kilometer. Pernah pada suatu sore ketika ingin berziarah kepada Guru, di tengah jalan datang angin kencang dan saya tetap melanjutkan perjalanan, saya berharap ada kenderaan lewat yang saya kenal untuk saya tumpangi tapi tidak satu pun ada yang lewat. Saya berdoa, “Berkat syafaat Rasulullah dan Guruku tolonglah yang Allah jangan sampai turun hujan, kalau turun hujan basah semua pakaian, tidak bisa aku ikut tawajuh”.
Sehabis berdoa tiba-tiba hujan turun dengan deras, sambil berjalan saya menangis dan merajuk seperti anak kecil. Dalam hati saya berkata kenapa Tuhan tidak menghentikan hujan dan kenapa Guru membiarkan saya seperti ini. Dalam perjalanan ada suatu keanehan, saya merasakan badan saya hangat ditengah deras nya hujan dan saya tetap melanjutkan perjalanan selama satu jam agar bisa shalat Isya berjamaah di tempat Guru. Sesampai di rumah Guru ada keanehan, saya melihat tidak satu tetes air pun melekat di badan dan rambut saya, saya periksa berulang kali di depan cermin yang disediakan di ruang ganti. Apa saya bermimpi? Akhirnya saya tiba-tiba menangis lagi karena mengalami hal yang luar biasa, ternyata Tuhan menjawab doa saya dengan cara yang lebih baik.
Ketika selesai tawajuh, Guru melihat saya dengan pandangan tajam kebetulan karena saya baru belajar terekat duduk di shaf paling depan dekat qubah Guru, walaupun tidak saya ceritakan Beliau mengetahui apa yang saya alami tadi dan Beliau berkata kepada saya, “Anak muda, sekarang baru kamu yakin kalau ini bukan ilmu biasa?” Saya mengangguknya dengan penuh hormat dengan linangan air mata. Tajam betul mata bathin mu Guru, engkau benar-benar seorang Wali Allah yang mengetahui persis apa yang ada di hati manusia.
Terimakasih Guru atas segala ilmu yang kau ajarkan, atas segala bimbingan dan kasih sayang yang kau berikan sehingga bisa mengubah murid yang bodoh ini menjadi tercerahkan. Dan saya selalu bersyukur telah “terjebak” di jalan ini, Jalan orang-orang Taqwa yang beribadah penuh gairah, jalan kepada-Nya, karena hanya disini saya bisa sering meneteskan air mata, air mata karena rindu kepada-Nya.
sumber: http://sufimuda.net/


1 komentar:

  1. Salam eri baginda. Saya dari bandung. Saya senang menbaca blog kamu ini karena mengajarkan kita utk tdk prnh bosan mengajak orang utk berbuat baik selama ini sy selalu mmbwa orang masuk tarekat ada puluhan jumlahnya tapi ditengah jln mereka banyak yg mundur, mungkin inilh sebagian dr asesoris itu,


    BalasHapus

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com