Senin, 01 April 2013

Bicara Soal Reality Show Di Indonesia (Ada Apa Dengan Reality Show Di Negeri Kita)


Sejak era MTV menayangkan The Osbournes, kita dapat menyaksikan acara jenis baru yang akhirnya dinamakan “Reality Show”, dimana kita secara “bebas dan merdeka” dapat menyaksikan kehidupan pribadi Ozzie Osbourne, mantan frontman Black Sabbath, dan keluarganya (dua anak, satu istri dan anjing peliharaannya).  Pada saat itu sebagai penonton kita cuma bisa menahan napas dan “bengong” melihat Ozzie sehari-hari yang “baik” kepada keluarganya berbeda bila dibandingkan ketika di atas panggung (pernah gigit kelelawar tapi katanya dia lagi “fly” ).  Kata-kata kotor keluar ketika melihat anjingnya “pup” sembarangan juga reaksinya ketika menanggapi problem anak-anaknya yang sedang tumbuh dewasa.
Semenjak itu televisi di tanah air mulai memproduksi acara yang sama dengan format dan presentasi berbeda,sebut saja “Termehek-mehek” yang sangat sukses, dan sekarang yang masih tayang “Ups Salah” dan “Super Trap”.
http://hhlitblog4.edublogs.org/files/2012/01/Question-Mark-Man-2fpmy6n.jpg Acara semacam Indonesian Idol dan Master Chef juga menyajikan unsur “reality show” dengan menggambarkan “kespontanan” mereka ketika menghadapi masalah baik yang sengaja secara natural seperti komentar jury yang menyakitkan , juga yang dibuat seperti “dijodoh-jodohin” atau “konflik” dengan kontestan lain. Sesuatu yang menunjukkan pengelola produksi acara ini berusaha agar acara ini tetap tayang dan tetap “natural” tampilannya. Dan itu sah-sah saja, karena yang penting meyakinkan.  Kalau anda pernah  melihat sejumlah film Hollwood seperti film Raging Bull karya Martin Scorsese, dimana adegan bertinjunya (yang dimainkan oleh Robert de Niro) sangat meyakinkan (fakenya) dimana gerakan slowmotion, muncratnya keringat dan darah, ayunan tangan yang powerful benar-benar sangat dibuat-buat tapi sangat lyrical (enak dan gurih) buat disajikan ke penonton,  walaupun materi petinjunya adalah real karena bercerita tentang kisah nyata petinju juara kelas menengah Amerika bernama Jack La Motta pada tahun 1940an.
Lain halnya dengan film Total Recall yang dimainkan oleh Arnold Swazenegger dimana ada adegan seorang karakter botak, berwajah gemuk, melotot, ternyata itu hanya sebuah robot, karena kemudian di dalamnya Arnold muncul. Adegan ini sangat menakutkan dan sangat ‘nyata”. Cerita film ini futuristik/fiksi tapi presentasi adegan ini ”sangat real”, dan film ini akan hilang realnya bila tidak ada adegan ini (padahal fake).
Tayangan siaran langsung sepakbola dan debat calon presiden AS juga menggambarkan hal tersebut, terutama penggambaran lewat ECU (Extreme Close Up) pada raut wajah pemain/calon presiden, terutama reaksi shot (bukan saat bermain/bicara). Saat pemain menerima kartu kuning/merah, reaksi pelatih terjadi gol atau tidak, reaksi capres yang ”tidak setuju” dengan argumen lawannya. Sangat real dan tidak fake.
Kembali ke acara Reality Show di Indonesia, kita patut apresiasi dengan kemasan Super Trap dan Ups Salah yang mampu mengkombinasikan perangkat teknologi dan kepiawaian dari hostnya yang “cerewet dan bawel”, Vincent Korompis. Kemudian ditambah dengan treatment editing yang matang sehingga ketika ditayangkan runtutan gambar bercerita dengan gamblang serunya acara-acara ini.
Namun tidak sedikit acara reality show yang “fake” dimana kita tahu pemerannya pada episode sebelumnya jadi ibu sekarang jadi anak……….besok jadi mertua…..mungkin karena kurang talent, dan make upnya kurang meyakinkan (gampang ditebak penonton), atau sutradaranya lupa (krn kebanyakan order jadi lupa muka pemainnya), atau juga sutradaranya ganti dan nggak sempat lihat acara yang sama yang dibintangi oleh pemain yang sama.  Belum itu saja ternyata karena tidak ada kontrak yang jelas berapa lama talent-talent ini boleh main acara sejenis pada pada rumah produksi tersebut…….eh wajah dia muncul juga di PH (Production House) lain.  Lucunya pernah ada kejadian pada time slot yang sama pada televisi yang berbeda pemain yang sama muncul bareng…….cape deh!
Masyarakat makin pintar dan kreatif dan itu semua hasil pendidikan dari menonton film dan televisi, contohnya orang tahu kalau opening adegan itu established shot, begitu mau masuk dialog, kamera mendekat (zoom in atau track in), dan ketika dialog/adegan makin intens/penting, close up mulai berperan. Jadi penonton juga makin selektif memilih tayangan reality show yang nyata atau yang abal-abal.  Buat para kreator televisi harus tetap belajar dan belajar…..karena program televisi itu bukan untuk pembuat dan keluarganya tapi untuk masyarakat penonton secara umum.  Dan umumnya kalau yang disenangi dan disukai masyarakat itu biasanya rating dan sharenya tinggi. Dan itu bisnis inti televisi… bisnis “attention”…….bisnis “perhatian” (dari penonton).
sumber: http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2012/11/04/real-or-fake-reality-show-506403.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com