Fethullah Gulen dalam ceramahnya di depan ribuan jamaah masyarakat Turki
menginspirasi saya untuk menggunakan parameter ini. Dalam ceramah Gulen yang
ditampilkan dalam tadarus pemikiran KH. Ahmad Mujib El-Shirazy, Gulen
menyampaikan bahwa jamaknya, orang yang sangat mencintai sesuatu akan sering
memimpikan sesuatu tersebut dalam tidurnya. Kita, terutama generasi muda juga
mengalami ‘pengalaman spiritual’ yang sama -jika boleh disebut begitu. Saat kita
jatuh cinta pada seseorang, kita terus menerus memimpikannya. Orang yang kita
cintai hampir tiap malam datang menghampiri kita di dalam mimpi. Ini adalah
wajar. Kecintaan yang besar berakar kuat sampai ke alam bawah sadar kita
sehingga saat kita tidur, kecintaan itu merefleksi dalam sebuah layar besar
berbentuk mimpi.
Gulen dalam ceramahnya, menyadarkan saya bahwa saya yang mengaku sangat mencintai Muhammad saw, melebihi cinta saya kepada orang tua (begitu klaim saya setiap ditanya lebih cinta mana engkau, nabimu atau orang tuamu..??) ternyata hampir tidak pernah memimpikannya sepanjang hidup saya kecuali sekali waktu kelas 1 SMP. Padahal saat saya jatuh cinta pada seorang lelaki, dia terus menerus hadir dalam mimpi saya. Ahh.. ini pasti ada yang salah. Saat melihat deretan buku-buku yang saya miliki, saya sadar bahwa di antara sekian banyak buku yang berjejer dari mulai filsafat dan pemikiran, teknologi, novel, world affairs, biografi, sejarah, dll hanya ada satu buku sirah nabawi yang nampaknya tidak pernah saya khatamkan. Ya ampun, beginikah potret seorang generasi muda yang mengaku mencintai muhammad saw..?? Cinta macam apa yang selama ini telah saya berikan kepada sosok kebanggaan umat manusia itu..?? Saya tertinggal begitu jauh dari Napolen Bonaparte, Mahatma Gandhi, dan mereka semua yang mengagumi muhammad, meskipun mereka bukan seorang muslim. Melihat apa yang terjadi pada diri saya sendiri, saya merinding. Nampaknya, ini juga yang terjadi pada sebagian besar (untuk tidak menyebut hampir semua) generasi muda Islam hari ini.
Gulen dalam ceramahnya, menyadarkan saya bahwa saya yang mengaku sangat mencintai Muhammad saw, melebihi cinta saya kepada orang tua (begitu klaim saya setiap ditanya lebih cinta mana engkau, nabimu atau orang tuamu..??) ternyata hampir tidak pernah memimpikannya sepanjang hidup saya kecuali sekali waktu kelas 1 SMP. Padahal saat saya jatuh cinta pada seorang lelaki, dia terus menerus hadir dalam mimpi saya. Ahh.. ini pasti ada yang salah. Saat melihat deretan buku-buku yang saya miliki, saya sadar bahwa di antara sekian banyak buku yang berjejer dari mulai filsafat dan pemikiran, teknologi, novel, world affairs, biografi, sejarah, dll hanya ada satu buku sirah nabawi yang nampaknya tidak pernah saya khatamkan. Ya ampun, beginikah potret seorang generasi muda yang mengaku mencintai muhammad saw..?? Cinta macam apa yang selama ini telah saya berikan kepada sosok kebanggaan umat manusia itu..?? Saya tertinggal begitu jauh dari Napolen Bonaparte, Mahatma Gandhi, dan mereka semua yang mengagumi muhammad, meskipun mereka bukan seorang muslim. Melihat apa yang terjadi pada diri saya sendiri, saya merinding. Nampaknya, ini juga yang terjadi pada sebagian besar (untuk tidak menyebut hampir semua) generasi muda Islam hari ini.
Serpihan kesadaran bahwa cinta saya
kepada Muhammad hanya sekedar retorika
muncul pertama kali saat saya berkunjung ke ruang staf khusus rektor
Unissula,
mengunjungi sang maha guru Ahmad Mujib El-Shirazy. Waktu ini, rektor
Unissula Prof. Laode Masihu Kamaluddin, Ph.D masuk ruangan dan menyapa
saya. Disitu beliau
bertanya “Marlis, siapa benchmark-mu?” saya gelagapan. Otak saya bekerja dengan
cepat mengacak data nama-nama orang besar yang saya kenal entah dengan membaca
buku biografinya, atau sekedar surfing
di wikipedia.org. Sayangnya, database
otak saya terlalu penuh, membuat saya kewalahan menjawabnya. Dan untuk menutupi
kebodohan saya, saya mensiasatinya dengan menggunakan taktik diplomasi kecil-kecilan. Waktu itu saya
menjawab dengan balik bertanya “Kalo benchmark
Prof siapa??”. Dan dengan enteng beliau menjawab “ Muhammad Rasulullah”. Saya
melongo, kenapa manusia nomor satu dalam Islam, yang saya pelajari sejak kecil
lewat pelajaran tarikh Islam dan
terus berulang sampai bertahun-tahun di pesantren tidak ada dalam daftar nama
orang-orang besar di database otak
saya?? Sejak saat itu saya menjadi gelisah sekaligus malu. Saat saya melantukan
shalawat kepadanya, minimal 5x dalam sehari (dalam waktu shalat) ternyata namanya
tidak sedikitpun membekas di hati saya. Bahkan saat ditanya “siapa benchmark-mu?”, tidak sedikitpun
terpikir untuk menjawab “Muhammad”. Muhammad seperti makhluk asing dari dunia
lain, yang hanya saya tahu namanya tapi sama sekali tidak mengenalnya. Apalagi dekat
dengannya, dan menjadikannya sebagai nafas dalam setiap laku. Jadi, semua
shalawat yang saya lantunkan, tidak lain hanyalah ritual belaka, omong kosong
tanpa makna.
Beberapa hari yang lalu, usai Prof Laode menguji para calon mahasiswa
Sejarah Peradaban Islam (SPI), pertanyaan itu beliau ulang kembali pada para
peserta ujian. Ironis, tragedi yang dulu menimpa saya terulang kembali. Tidak ada
satupun dari para peserta ujian yang menjawab bahwa Muhammad adalah idolanya,
tokoh inspirasinya. Padahal anak-anak itu adalah mereka yang memiliki background dekat dengan agama (karena
ujian dengan prof adalah ujian tahap akhir yang hanya bisa diikuti mereka yang
telah lolos beberapa fase ujian sebelumnya seperti ujian bahasa asing, baca
tulis al-Qur’an, wawasan keagamaan, dll).
Sekali lagi, Muhammad begitu dekat, tapi
beliau begitu jauh. Sungguh sebuah paradoks yang menggelikan.
Setelah selesai menguji para calon mahasiswa SPI, prof bercerita. Ini adalah
titik kelemahan umat Islam hari ini. Umat Islam hari ini tidak mengenal
Muhammad. Mereka tidak menjadikan Muhammad sebagai sosok idola dan
kebanggaannya. “Padahal seharusnya, jika kau mengidolakan Muhammad dan
mencontohnya dalam setiap nadi kehidupanmu, engkau pasti sukses. Tidak bisa
tidak.” Tuturnya. Problem umat Islam hari ini adalah tidak mencintai Muhammad. Berbagai
bentuk ritual untuk mengingat Nabi, shalawat dan lain-lain hanya dimaknai
sebagai bentuk kewajiban semata, dan bukan kecintaan. Akibatnya, umat Islam
menjadi mundur.
Pada abad ke-12, seorang pemimpin besar Islam, Shalahuddin Al-Ayubi juga
mengalami kegelisahan yang sama. Saat itu umat Islam mundur dan dikuasai oleh
tentara salib selama berpuluh-puluh tahun. Shalahuddin terus berpikir, mencari
akar penyebab kejumudan dan kemunduran yang menimpa umat Islam hari itu. Akhirnya,
sampailah beliau pada kesimpulan bahwa umat Islam mundur karena mereka telah
melupakan nabinya, Muhammad saw. Muhammad adalah teladan segala bentuk
kesuksesan. “Sesungguhnya dalam diri rasulullah terdapat teladan yang baik
bagimu” begitu Allah berfirman. Jadi siapapun yang mengenal Muhammad, mencintainya,
dan kemudian menjadikannya teladan dalam setiap gerak kehidupannya, dia pasti
akan menuai kemuliaan hidup dan kesuksesan dalam bidang apapun.
Shalahuddin akhirnya menyerukan kepada semua para alim ulama di seluruh
penjuru kekuasaannya untuk mengajarkan sirah
nabawiyah kepada masyarakat dan generasi muda. Beliau menggelorakan
semangat mengenal Nabi dan mencintainya sepenuh hati, bukan sekedar retorika
dan ritual. Semua guru, para ulama bahu membahu mem-PR-kan sosok Muhammad
kepada masyarakat. Usaha ini akhirnya berbuah manis. Kejumudan sirna, dan umat
Islam bangkit ditandai dengan kemenangan yang gilang gemilang dalam perang
salib.
Muhammad adalah cahaya abadi kebanggaan umat manusia. Siapapun yang
meneladaninya ia pasti sukses. Sudah saatnya kita kembali pada kesadaran yang
digelorakan oleh Shalahuddin Al-Ayubi 8 abad silam. Sudah saatnya kita mencoba
mengenal Muhammad lebih dekat (konon tak kenal maka tak sayang), memahami pikiran
dan lakunya, untuk kemudian kita coba implementasikan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Muhammad adalah seni kehidupan maha dahsyat yang memuat segala
bentuk keindahan. Sudah saatnya kita membaca sirah-sirahnya yang begitu banyak ditulis. Semoga akan semakin
tumbuh kecintaan yang membuncah di dalam dada kita kepadanya, sehingga setiap
shalawat yang kita lantunkan kepadanya tidak lagi sekedar mantra tanpa makna,
tapi menjadi sebentuk luapan kecintaan dari hati yang paling dalam.
Semoga semakin banyak dari umat ini yang mengenal, mencintai dan secara
sadar menjadikan muhammad sebagai idola dan benchmark
yang diteladi dalam setiap laku kehidupannya. sehingga dengan itu,
peradaban ini akan kembali naik ke puncak peradaban umat manusia. Sungguh, keutamaan
sosok manapun yang kita kagumi di dunia ini, akan kita dapati semua keutamaan
itu ada dalam diri Muhammad. Tak ada sosok lain yang mendesak harus diajarkan
seorang ibu kepada anaknya, kecuali muhammad. Tak ada sosok lain yang perlu
ditanamkan kecintaannya oleh seorang guru kepada muridnya, kecuali muhammad.
Muhammad sang cahaya abadi, kebanggaan umat manusia. Sosok dimana Allah Tuhan semesta alam dan
malaikatpun berucap salam kepadanya.
Semoga di hari-hari ke depan, Muhammad akan benar-benar hadir dalam mimpi
kita, sebagai satu bukti (dari sekian banyak parameter) bahwa kita telah
benar-benar mencintainya. Amin....
NB : Terimakasih banyak untuk Prof Laode dan Kang Jib yang sudah
menyadarkan dan menumbuhkan kecintaan kepada Muhammad di hati saya.
Hari-hari ini, tak ada buku yang lebih saya minati selain sirah
nabawiyah. Benar-benar virus yang dahsyat..!!! :)
More NB : Tulisan ini sekedar tulisan ringan di pagi hari yang belum
terlalu serius dan tidak banyak ditunjang data-data ilmiah + catatan
kaki. Boleh dibilang curhat. Insyaallah ke depan akan saya sempurnakan.
Moga bermanfaat untuk siapapun yang membacanya, dan menjadi amal jariyah
buat saya yang menulisnya. Amiinn...
Allahumma solli wa sallim 'ala Muhammad.. Amin Ya Rabb..
http://marlisherniafridah.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com