Oleh : Muhammad Ilham & Yulniza
Nabi Muhammad SAW. telah meletakkan dasar-dasar Islam di Mekkah
dengan penuh tantangan dari kaum Qurays. Pada periode Mekkah ini, Nabi
Muhammad SAW belum berhasil membentuk komunitas Islam, karena
jumlah pengikutnya masih sedikit. Dengan demikian, pada periode Mekkah
ini beliau hanya berfungsi atau hanya memfungsikan perannya sebagai
seorang pemimpin agama. Akan tetapi, setelah hijrah ke Madinah pada
tahun 1 H./622 M., jumlah pengikutnya mulai bertambah sehingga beliau
perlu meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam.[1]
Peta Timur-Tengah pada abad ke-VI Masehi
Di Madinah inilah Nabi Muhammad SAW mulai melakukan kegiatan dan
strategi untuk membangun masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya
diantaranya membangun masjid sebagai sarana ibadah dan sosial. Kemudian
meningkatkan rasa ukhuwah Islamiyah dalam rangka mempersaudarakan antara
kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Selanjutnya menjalin hubungan
persahabatan dengan orang-orang non-muslim dimana pada waktu itu,
masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri dari tiga kelompok besar
masing-masing kelompok muslim, Arab yang belum masuk Islam dan kelompok
Yahudi. Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang kemudian dalam sejarah dikenal dengan Konstitusi Madinah.[2] Dengan adanya Konstitusi Madinah tersebut, hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat Madinah pada waktu itu telah membentuk satu kekuatan politik bentuk baru yang bernama ummah atau komunitas.[3] Bentuk ummah inilah yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan akhirnya menjadi Negara.
Di Madinah ini keadaan nabi Muhammad SAW dan ummat Islam mengalami
perobahan yang cukup signifikan. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya
merupakan ummat yang lemah dan tertindas, maka setelah hijrah ke
Madinah, mereka memiliki kedudukan yang baik dan menjadi ummat yang kuat
dan mandiri secara social-politik. Nabi Muhammad SAW sendiri kemudian
menjadi pemimpin dari masyarakat yang baru terbentuk tersebut, yang pada
giliran selanjutnya, komunitas ini menjelma menjadi suatu Entitas Negara.
Ekspansi wilayah Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Al-Khulafa al-Rasyidin
Negara itu pada masa Nabi Muhammad SAW meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa di Madinah Nabi Muhammad SAW bukan
hanya sebagai Rasulullah (pemimpin agama) an sich, akan tetapi juga
merupakan kepala Negara. Pada diri Nabi Muhammad SAW terhimpun dua kekuasaan yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.[4]
Setelah nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal
11 H./8 Juni 632 M., fungsinya sebagai pemimpin agama tidak dapat
digantikan oleh siapapun karena penggantian Nabi Muhammad SAW itu
didasarkan pada otoritas mutlak dan penegasan Illahi dan tidak dapat
dialihfungsikan oleh manusia,[5] akan tetapi fungsi Nabi
Muhammad SAW sebagai pemimpin politik harus dan mesti ada yang mengganti
kannya. Oleh sebab itu, setelah nabi Muhammad SAW wafat, persoalan
pertama yang muncul adalah persoalan politik yaitu persoalan siapa yang
berhak menggantikan beliau sebagai kepala Negara. Ada tiga golongan yang bersaing dalam perebutan kepemimpinan yaitu kaum Anshar, kaum Muhajirin dan keluarga Hasyim.[6]
Persoalan ini muncul karena tidak ada wasiat dari Nabi Muhammad SAW.
Proses pemilihan pemimpin politik sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW
sangat menegangkan dan hamper saja menimbulkan pertumpahan darah, karena
masing-masing golongan merasa dan mengklaim paling berhak sebagai
pengganti Nabi. Namun setelah melalui musyawarah dan
pertimbangan-pertimbangan logis-rasional, maka terpilihlah Abu Bakar Ash-shiddiq sebagai khalifah yang pertama.[7]
Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq tidak begitu lama (11-13 H./632-634 M.). Kemudian berturut-turut yang memerintah adalah ‘Umar bin Khattab (13-23 H./634-644 M.), ‘Utsman bin Affan (23-35 H./644-656 M.) dan ‘Ali bin Abi Thalib (35-40 H./656-661 M.).[8].
Dalam sejarah Islam keempat orang pengganti Nabi Muhammad SAW tersebut
adalah pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan
mengembangkan dasar-dasar tradisi dari Rasulullah SAW bagi kemajuan
Islam dan ummatnya. Karena itu, kepada mereka diberi gelar Al-Khulafa al-Rasyidin. Pada masa Nabi Muhammad SAW., negara Islam baru meliputi Kota Madinah yang merupakan City State atau Stadstaat. Akan tetapi pada masa Khulafa al-Rasyidin, kekuasaan Islam telah meluas. Negara Islam telah menjadi A World State.[9]
Dengan meninggalnya ‘Ali bin Abi Thalib, maka berakhir pula kekuasaan Khulafa al-Rasyidin. Pada masa ini, Gubernur Syam yaitu Mu’awiyyah bin Abi Syofyan tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal dari kedaulatan Dinasti Umayyah. Mu’awiyyah bin Abi Syofyan
adalah pembangun Dinasti Umayyah sekaligus menjadi khalifahnya yang
pertama. Beliau memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Kuffah ke Damaskus.[10] Dengan naiknya Mu’awiyyah bin Abi Syofyan
ini sebagai penguasa Dinasti Umayyah tersebut, hal ini merupakan
tahapan peralihan yang menyimpangkan Negara Islam atau al-Dawlah
al-Islamiyyah dari system khilafah menjadi pemerintahan yang
monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[11] Dinasti Ummayyah ini berkuasa dari tahun 41-132 H./661-750 M. dengan 14 orang khalifah.[12]
Merah tua: Ekspansi wilayah Islam di zaman Rasulullah, 622-632
Masa pemerintahan Dinasti Umayyah ini dikenal sebagai era agressif dalam
sejarah peradaban Islam. Stressing kebijakan politik tertumpu pada
perluasan wilayah kekuasaan. Dinasti ini melakukan ekspansi
besar-besaran, baik ke bahagian barat maupun ke bahagian belahan timur
dunia. Wilayah kekuasannya menjadi sangat luas, diantaranya meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syiria, Jazirah Arabia, Palestina, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Uzbekistan, Turkistan dan Kyrghistan di Asia Tengah.[13]
Kebesaran yang telah diraih oleh Dinasti Umayyah ini ternyata tidak
mampu membuatnya bertahan lama. Dinasti ini hanya mampu bertahan selama
lebih kurang 90 tahun, dan setelah itu hancur ditelan sejarah. Diantara
penyebab langsungnya antara lain dengan munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan al-‘Abbas bin ‘Abd al-Muthalib. Dalam
hal ini sebenarnya terdapat beberapa factor yang mendukung keberhasilan
mereka dalam menggulingkan Dinasti Umayyah, antara lain meningkatnya
kekecewaan kelompok Mawali terhadap Dinasti Umayyah, pecahnya
persatuan diantara suku-suku bangsa Arab, munculnya kekecewaan
masyarakat agamais dan keinginan mereka untuk memiliki pemimpin
kharismatik serta perlawanan Syi’ah.[14]
Provinsi-provinsi Abbasiyah selama khalifah Harun Al-Rasyid – 786-809 M
Setelah hancurnya Dinasti Umayyah ini, muncullah Dinasti Abbasiyah
sebagai penggantinya. Dinasti ini didirikan oleh salah seorang keturunan
paman Nabi Muhammad SAW yang bernama ‘Abdullah al-Saffah bin Muhammad Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas.
Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Dinasti Umayyah. Mereka
dapat mencapai hasil yang lebih banyak karena landasannya infrastruktur
dan supra strukturnya telah dipersiapkan oleh Dinasti Umayyah. Dengan
berdirinya Dinasti Abbasiyah ini pusat pemerintahannya kemudian
dipindahkan dari Damaskus di Syam ke Baghdad di Iraq.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini berlangsung dalam rentang waktu yang
cukup lama yaitu dari tahun 132-656 H./750-1258 M.[15]
Rentang waktu yang begitu lama yang dilalui oleh Dinasti Abbasiyah
ini bukanlah berarti khalifahnya sama atau sejajar. Karena inilah,
secara metodologis, para sejarawan kemudian membagi masa Dinasti
Abbasiyah ini ke dalam tiga periode yaitu :
Periode Pertama dari tahun 132-232 H./750-850 M. dimana pada periode ini khalifah Abbasiyah berkuasa penuh.
Periode Kedua dari tahun 232-590 H./850-1195 M.
dimana kekuasaan khalifah berada ditangan orang atau kelompok lain yaitu
di tangan orang-orang Turki, Bani Buwaihi dan Bani Seljuk.
Periode Ketiga berlangsung dari tahun 590-656
H./1195-1258 M. dimana pada periode ini kekuasaan kembali kepada para
khalifah Dinasti Abbasiyah namun wilayah kekuasaan mereka telah
menyempit yaitu di sekitar pusat pemerintahan saja (dalam hal ini kota
Baghdad dan sekitarnya).
Perluasaan wilayah islam ke kawasan Afrika Utara, Eropa, Laut Tengah dan sekitarnya pada abad ke-IX M
Catatan kaki:
[1] Teori ini pada umumnya disepakati oleh beberapa sejarawan,
lihat diantaranya Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj.,
Jakarta: Rajawali Press, 1996; Marshal G. Hodgson, The Venture of Islam,
terj., Jakarta: Paramadina, 1999; Nourouzzaman Shiddiqie, Jeram-Jeram
Peradaban Islam, Yogyakarta: LKiS, 1993; Ismail Raji al-Faruqi, Atlas
Budaya Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 1985
[2] Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal. Dari pasal-pasal tersebut
dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa komunitas itu
memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama
dijamin bagi semua komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki
toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada
Madinah. Keempat, Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin tertinggi
masyarakat Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social
bagi setiap komunitas. Bandingkan juga dengan Umar Syarif, Fi al-Nizham
al-Hukm al-Islam, Kairo: Mathba’ah, 1979, hal. 23; Ibn Hisyam, al-Shirah
al-Nabawiyyah, Jilid I, Kairo: Mathba’ah, tt, hal, 501; Muhammad
Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terj., Jakarta: Litera Antar
Nusa, 1970; Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997, hal. 27
[3] William Montgomerry Watt, Muhammad Prophet and Stateman, New York: Oxford University Press, 1969, hal. 94
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, hal. 92
[5] William Montgomerry Watt, Kejayaan Islam : Kajian Kritis Dari
Orientalis, terj., Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990, hal. 8
[6] Amin Said, Nasy’ah al-Dawlah al-Islamiyyah, Mesir: Isa al-Halabi,
tt., hal. 193. Lihat juga Syed Mahmudunnasir, Islam : Its Concepts and
History, Bandung: Rosda Karya, 1994, hal. 158
[7] M.A. Shaban, Sejarah Islam Penafsiran Baru, terj., Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, hal. 25
[8] Lebih detail, secara kronologis dan deskriptif ringkas lihat CE. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj. Bandung: Mizan, 1994
[9] Mengenai perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Khulafa
al-Rasyidin ini dpata dilihat dalam Ali Mufrodi, Islam ……, hal. 67;
Harun Nasution, sejarah Ringkas Islam, Jakarta: Djambatan, 1980, hal. 5
[10] Ali Mufrodi, Islam …., hal. 69
[11] Abu A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, terj., Bandung: Mizan, 1996, hal. 188
[12] CE. Bosworth, Dinasti ……., hal. 37-41
[13] Harun Nasution, Islam ………, hal. 62
[14] Kelompok Mawali yaitu non-Arab yang telah memeluk agama Islam.
Mereka kecewa karena diperlakukan secara diskriminatif oleh penguasa
Dinasti Umayyah. Perpecahan antara suku-suku Arab menyebabkan munculnya
kembali fanatisme Arab Utara dan Arab Selatan. Hal ini juga
mengakibatkan munculnya gerakan Hasyimiyah. Menurut mereka, idealnya
Negara harus dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas agama dan
politik. Sedangkan orang-orang Syi’ah memiliki dendam histories dan
mereka tidak bias melupakan tragedy Karbala yang memilukan tersebut dan
perlakuan kejam Dinasti Umayyah terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib.
Lebih lanjut lihat J.J. Sounder, A History of Medieval Islam, London:
tt., hal. 96
[15] Bojena Gajane Stryzewska, tarikh al-Dawlah al-Islamiyyah, Jilid III, Beirut: Al-Maktab al-Islamiyyah, tth., hal. 360
sumber:
http://ilhamfadli.blogspot.com
http://www.princeton.edu/~humcomp/dimensions.html
https://saripedia.wordpress.com/tag/perluasaan-wilayah-kekuasaan-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com