Halo
juragan… Hantu bisa saja menggoda manusia dengan berbagai cara. Mereka
tidak hanya menampakkan diri dengan wajah menyeramkan atau hanya sekedar
menciptakan bau wangi maupun bau busuk saja, tetapi juga bisa
menampakkan keberadaannya kepada manusia dalam bentuk apapun.
Berikut ini ada sebuah kisah nyata seorang ibu rumah tangga bernama Winarsih pernah yang naik bus hantu
jurusan Banyuwangi – Surabaya. Kisah mistis ini telah terjadi sejak
beberapa puluh tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 1990-an ketika ibu
Winarsih yang tinggal di Banyuwangi ini bekerja pada sebuah pabrik di
daerah Waru, Sidoarjo, Jawa Timur.
Bagaimana cerita mistis ini terjadi?
Silakan teman-teman simak baik-baik pengalaman ibu Winarsih berikut ini.
Ketika masih berstatus belum menikah, sekitar 1990-an, saya pernah bekerja di sebuah pabrik roti yang terletak di daerah Waru, Sidoarjo. Karena saya masih berstatus karyawan baru di pabrik tersebut maka saya belum memiliki tempat kos yang tetap, sehingga saya menumpang di rumah kos teman di Waru yang persis di sebelah timur terminal bis Purabaya atau biasa disebut terminal Bungurasih di selatan Surabaya.
Pada
saat belum memiliki tempat kos tetap, saya sering pulang pergi dari
Surabaya (bungurasih) ke Banyuwangi, hampir 2 hari sekali saya pulang
karena saya harus memindahkan sedikit demi sedikit barang-barang saya di
rumah seperti pakaian, kipas angin, serta prerlengkapan lain yang saya
perlukan untuk tinggal rumah kos di Waru.
Pada suatu malam hari ketika saya sedang berada di Banyuwangi dan hendak pergi ke Surabaya, saya membawa barang-barang yang lebih banyak dari biasanya. Saya membawa sebuah tas besar yang berisi pakaian serta barang-barang perlengkapan kerja dan juga membawa makanan sebagai oleh-oleh untuk teman-teman saya di kos-kosan. Saya berangkat dari rumah dengan diantar oleh tetangga saya yang bekerja sebagai tukang ojek untuk pergi ke tempat yang biasa saya gunakan mencegat bis.
Pada malam hari pukul 20.30 (jam setengah 9 malam), saya tiba di tempat yang biasa saya gunakan untuk mencegat bis jurusan Banyuwangi – Surabaya. Pada saat itu sedang hujan gerimis dan malam itu adalah malam jum’at legi. Sebenarnya keluarga saya melarang saya bepergian pada malam jum’at legi karena hari itu adalah hari keramat menurut keluarga saya, mereka menyarankan saya agar berangkat besok pagi-pagi hari saja untuk menghindari malam jum’at legi.
Namun karena saya sebagai karyawan baru dan takut terlambat tiba di tempat kerja, maka saya memaksakan diri berangkat malam itu juga. Malam ini suasana terlihat sangat sepi dari biasanya karena sudah larut malam dan sedang terjadi hujan gerimis. Repotnya lagi saya tidak membawa payung karena ketika berangkat dari rumah cuaca masih cerah. Malam ini benar-benar sepi dan tidak ada seorangpun terlihat kecuali hanya kendaraan-kendaraan yang melintas.
Sekitar setengah jam saya menunggu bis, akhirnya bis warna putih jurusan Banyuwangi – Surabaya yang saya tunggu-tunggu lewat dan saya langsung menyetopnya. Setelah bis berhenti, saya langsung naik dan masuk ke dalam bis untuk mencari tempat duduk sambil sedikit menggigil kedinginan karena terkena hujan gerimis.
Rupanya bis tersebut penuh dengan penumpang sehingga saya harus memeriksa bangku-bangku satu persatu untuk mencari tempat duduk, dan akhirnya saya mendapat sepasang bangku kosong yang berada di bagian tengah bis. Lumayan, saya bisa meletakkan tas besar saya di bangku satunya di samping saya. Saya melihat jam menunjukkan pukul 21.00 atau tepat jam sembilan malam.
Beberapa saat setelah saya selesai manata diri dan bis telah memulai perjalanan, saya mulai merasakan suatu keanehan. Saya melihat semua penumpang bis tersebut tertidur pulas dan mereka semuanya menggunakan pakaian putih serta wajahnya ditutup kain putih miliknya masing-masing. Saya sempat mengira mungkin para penumpang ini adalah sebuah rombongan wisata dari Bali dan sedang kelelahan sehingga mereka tertidur pulas. Hanya sopir dan seorang kondektur saja yang saya lihat tidak tidur.
Beberapa saat kemudian sang kondektur bis mendekati saya dengan menyodorkan karcis, lalu membayarnya dengan uang pas sebesar 3 ribu rupiah seperti biasanya. Anehnya lagi, kondektur tersebut selalu memalingkan muka dan tidak mau memandangi saya, serta ia tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.
Di dalam bis ini sama sekali tidak ada suara orang berbicara seperti bis pada umumnya. Tapi saya memaklumi hal ini karena semua penumpang tertidur kelelahan sehingga mungkin sang kondektur tidak berani bersuara agar tidak mengganggu penumpang. Saya pun ikutan diam membisu dan tidak berani bersuara juga karena saya khawatir penumpang lain terganggu, lantas saya hanya bisa duduk, diam, dan delog-delog keheranan.
Akhirnya bis yang saya tumpangi ini tiba di Surabaya dan masuk terminal Bungurasih di Waru, Sidoarjo. Namun saya merasakan ada suatu keanehan lagi, yaitu bis yang saya tumpangi ini tidak berhenti di jalur yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang, tetapi berhenti di tempat lain yang tidak jauh dari pos satpam atau securirty terminal. Saya pun tidak banyak bertanya ke kondektur mengapa saya diturunkan di tempat ini, lantas saya langsung turun dengan membawa tas besar serta barang-barang saya lainnya.
Ketika saya turun bersama barang-barang saya, tiba-tiba pak satpam yang sedang jaga di pos tersebut menghampiri saya dengan terburu-buru. Lantas ia bertanya kepada saya dengan suara sedikit gemetaran seperti orang ketakutan, “mbak, mengapa penumpang bisnya kok seperti pocongan semua?”
Maka saya langsung menoleh ke arah bis warna putih yang baru saja saya tumpangi tersebut, dan saya melihat penumpang bis tersebut ternyata semuanya adalah hantu pocong dan mereka semuanya memandangi saya dengan mata melotot. Akhirnya saya langsung pingsan dan terjatuh.
Beberapa menit kemudian saya tersadar dan telah berada di suatu ruangan dengan di rubung oleh orang banyak. Lalu saya diberi minum air putih berisi jampi-jampi. Beberapa orang menanyakan kepada saya apa yang baru saja terjadi, dan saya menceritakan kepada mereka apa yang baru saja saya alami. Ternyata saya baru saja naik bis hantu dari Banyuwangi ke Surabaya.
Lalu saya melihat jam tangan saya menunjukkan pukul 21.05 atau jam sembilan lebih 5 menit. Padahal saya mulai menaiki bis tersebut di Banyuwangi pada pukul 21.00, tetapi tiba di Surabaya pada pukul 21.05, ternyata hanya lima menit perjalanan. Itupun tidak termasuk waktu saat saya digotong oleh orang-orang ke sebuah ruangan di terminal Bungurasih. Berarti saya naik bis hantu hanya kurang dari 5 menit, mungkin hanya beberapa detik saja mereka telah membawa saya dari Banyuwang ke Surabaya.
Kemudian saya memeriksa karcis yang diberikan oleh kondektus bis hantu yang saya tumpangi tadi, dan ternyata karcis tersebut adalah milik bis yang beroperasi pada tahun 1965 dimana di situ tertulis nomor polisi kendaraan. Setelah diperiksa oleh beberapa petugas terminal, bis pemilik karcis tersebut telah mengalami kecelakaan masuk ke jurang pada malam hari di sebuah hutan di Banyuwangi dan semua penumpang beserta awak bis tersebut mati semua.
Rupanya bis beserta para penumpang serta para awak bis yang mengalami kecelakaan tersebut kini menjadi hantu dan mengantarkan saya dari Banyuwangi ke Surabaya hanya dalam hitungan detik. Saya sangat takut dengan kejadian itu, namun sekaligus saya berterima kasih kepada bus hantu beserta kru-nya karena mereka telah mengantarkan saya dari Banyuwangi ke Surabaya dengan sangat cepat melebihi kecepatan pesawat terbang super sonik sehingga besoknya saya tidak terlambat masuk kerja.
Pengalaman saya ini mungkin bisa bermanfaat bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dan selalu berdoa setiap kali kita hendak bepergian maupun sedang menempuh perjalanan kemanapun, terutama perjalanan pada malam hari.
http://juragancipir.com/pengalaman-mistis-naik-bus-hantu-jurusan-banyuwangi-surabaya/
Silakan teman-teman simak baik-baik pengalaman ibu Winarsih berikut ini.
Ketika masih berstatus belum menikah, sekitar 1990-an, saya pernah bekerja di sebuah pabrik roti yang terletak di daerah Waru, Sidoarjo. Karena saya masih berstatus karyawan baru di pabrik tersebut maka saya belum memiliki tempat kos yang tetap, sehingga saya menumpang di rumah kos teman di Waru yang persis di sebelah timur terminal bis Purabaya atau biasa disebut terminal Bungurasih di selatan Surabaya.
Pada suatu malam hari ketika saya sedang berada di Banyuwangi dan hendak pergi ke Surabaya, saya membawa barang-barang yang lebih banyak dari biasanya. Saya membawa sebuah tas besar yang berisi pakaian serta barang-barang perlengkapan kerja dan juga membawa makanan sebagai oleh-oleh untuk teman-teman saya di kos-kosan. Saya berangkat dari rumah dengan diantar oleh tetangga saya yang bekerja sebagai tukang ojek untuk pergi ke tempat yang biasa saya gunakan mencegat bis.
Pada malam hari pukul 20.30 (jam setengah 9 malam), saya tiba di tempat yang biasa saya gunakan untuk mencegat bis jurusan Banyuwangi – Surabaya. Pada saat itu sedang hujan gerimis dan malam itu adalah malam jum’at legi. Sebenarnya keluarga saya melarang saya bepergian pada malam jum’at legi karena hari itu adalah hari keramat menurut keluarga saya, mereka menyarankan saya agar berangkat besok pagi-pagi hari saja untuk menghindari malam jum’at legi.
Namun karena saya sebagai karyawan baru dan takut terlambat tiba di tempat kerja, maka saya memaksakan diri berangkat malam itu juga. Malam ini suasana terlihat sangat sepi dari biasanya karena sudah larut malam dan sedang terjadi hujan gerimis. Repotnya lagi saya tidak membawa payung karena ketika berangkat dari rumah cuaca masih cerah. Malam ini benar-benar sepi dan tidak ada seorangpun terlihat kecuali hanya kendaraan-kendaraan yang melintas.
Sekitar setengah jam saya menunggu bis, akhirnya bis warna putih jurusan Banyuwangi – Surabaya yang saya tunggu-tunggu lewat dan saya langsung menyetopnya. Setelah bis berhenti, saya langsung naik dan masuk ke dalam bis untuk mencari tempat duduk sambil sedikit menggigil kedinginan karena terkena hujan gerimis.
Rupanya bis tersebut penuh dengan penumpang sehingga saya harus memeriksa bangku-bangku satu persatu untuk mencari tempat duduk, dan akhirnya saya mendapat sepasang bangku kosong yang berada di bagian tengah bis. Lumayan, saya bisa meletakkan tas besar saya di bangku satunya di samping saya. Saya melihat jam menunjukkan pukul 21.00 atau tepat jam sembilan malam.
Beberapa saat setelah saya selesai manata diri dan bis telah memulai perjalanan, saya mulai merasakan suatu keanehan. Saya melihat semua penumpang bis tersebut tertidur pulas dan mereka semuanya menggunakan pakaian putih serta wajahnya ditutup kain putih miliknya masing-masing. Saya sempat mengira mungkin para penumpang ini adalah sebuah rombongan wisata dari Bali dan sedang kelelahan sehingga mereka tertidur pulas. Hanya sopir dan seorang kondektur saja yang saya lihat tidak tidur.
Beberapa saat kemudian sang kondektur bis mendekati saya dengan menyodorkan karcis, lalu membayarnya dengan uang pas sebesar 3 ribu rupiah seperti biasanya. Anehnya lagi, kondektur tersebut selalu memalingkan muka dan tidak mau memandangi saya, serta ia tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.
Di dalam bis ini sama sekali tidak ada suara orang berbicara seperti bis pada umumnya. Tapi saya memaklumi hal ini karena semua penumpang tertidur kelelahan sehingga mungkin sang kondektur tidak berani bersuara agar tidak mengganggu penumpang. Saya pun ikutan diam membisu dan tidak berani bersuara juga karena saya khawatir penumpang lain terganggu, lantas saya hanya bisa duduk, diam, dan delog-delog keheranan.
Akhirnya bis yang saya tumpangi ini tiba di Surabaya dan masuk terminal Bungurasih di Waru, Sidoarjo. Namun saya merasakan ada suatu keanehan lagi, yaitu bis yang saya tumpangi ini tidak berhenti di jalur yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang, tetapi berhenti di tempat lain yang tidak jauh dari pos satpam atau securirty terminal. Saya pun tidak banyak bertanya ke kondektur mengapa saya diturunkan di tempat ini, lantas saya langsung turun dengan membawa tas besar serta barang-barang saya lainnya.
Ketika saya turun bersama barang-barang saya, tiba-tiba pak satpam yang sedang jaga di pos tersebut menghampiri saya dengan terburu-buru. Lantas ia bertanya kepada saya dengan suara sedikit gemetaran seperti orang ketakutan, “mbak, mengapa penumpang bisnya kok seperti pocongan semua?”
Maka saya langsung menoleh ke arah bis warna putih yang baru saja saya tumpangi tersebut, dan saya melihat penumpang bis tersebut ternyata semuanya adalah hantu pocong dan mereka semuanya memandangi saya dengan mata melotot. Akhirnya saya langsung pingsan dan terjatuh.
Beberapa menit kemudian saya tersadar dan telah berada di suatu ruangan dengan di rubung oleh orang banyak. Lalu saya diberi minum air putih berisi jampi-jampi. Beberapa orang menanyakan kepada saya apa yang baru saja terjadi, dan saya menceritakan kepada mereka apa yang baru saja saya alami. Ternyata saya baru saja naik bis hantu dari Banyuwangi ke Surabaya.
Lalu saya melihat jam tangan saya menunjukkan pukul 21.05 atau jam sembilan lebih 5 menit. Padahal saya mulai menaiki bis tersebut di Banyuwangi pada pukul 21.00, tetapi tiba di Surabaya pada pukul 21.05, ternyata hanya lima menit perjalanan. Itupun tidak termasuk waktu saat saya digotong oleh orang-orang ke sebuah ruangan di terminal Bungurasih. Berarti saya naik bis hantu hanya kurang dari 5 menit, mungkin hanya beberapa detik saja mereka telah membawa saya dari Banyuwang ke Surabaya.
Kemudian saya memeriksa karcis yang diberikan oleh kondektus bis hantu yang saya tumpangi tadi, dan ternyata karcis tersebut adalah milik bis yang beroperasi pada tahun 1965 dimana di situ tertulis nomor polisi kendaraan. Setelah diperiksa oleh beberapa petugas terminal, bis pemilik karcis tersebut telah mengalami kecelakaan masuk ke jurang pada malam hari di sebuah hutan di Banyuwangi dan semua penumpang beserta awak bis tersebut mati semua.
Rupanya bis beserta para penumpang serta para awak bis yang mengalami kecelakaan tersebut kini menjadi hantu dan mengantarkan saya dari Banyuwangi ke Surabaya hanya dalam hitungan detik. Saya sangat takut dengan kejadian itu, namun sekaligus saya berterima kasih kepada bus hantu beserta kru-nya karena mereka telah mengantarkan saya dari Banyuwangi ke Surabaya dengan sangat cepat melebihi kecepatan pesawat terbang super sonik sehingga besoknya saya tidak terlambat masuk kerja.
Pengalaman saya ini mungkin bisa bermanfaat bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dan selalu berdoa setiap kali kita hendak bepergian maupun sedang menempuh perjalanan kemanapun, terutama perjalanan pada malam hari.
http://juragancipir.com/pengalaman-mistis-naik-bus-hantu-jurusan-banyuwangi-surabaya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com