A. Muqodimah
Sejarah
mencatat, dan kita semua mengetahui betapa susah dan pahitnya hidup
ditengah-tengah negara yang sedang dilanda krisis, diantaranya adalah
krisis moral, keyakinan dan yang tidak kalah pentingnya adalah krisis
ekonomi. Setiap individu berharap serta berangan-rangan, bagaimana bisa
hidup berkecukupan dan tidak kekurangan dari hal-hal yang dibutuhkan.
Dan ini merupakan harapan yang sangat mustahil bisa tercapai. Karena
pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial yang membutuhkan
bantuan orang lain dan ini tidak dapat dipungkiri.
Manusia hidup erat hubungannya dengan muamalah dengan individu yang
lain. Masing-masing berusaha dengan berbagai upaya, untuk menciptakan
suatu kondisi yang memudahkan keberlangsungan hidupnya. Tentunya
didalamnya tidak lepas dari hubungan timbal balik, tolong menolong
diantara sesama, lebih terkusus lagi dalam hal pinjam meminjam barang.
Sehingga manusia sangat mudah mendapatkan barang yang ia inginkan dan
tidak harus membelinya. Karena islam telah mengajarkan umat manusia
untuk bebuat baik dan tolong-menolong diantaranya dalam masalah pinjam
meminjam barang.
Akan tetapi ironisnya, banyak kita jumpai akhir-akhir ini, kalangan
yang ingin memanfaatkan kesempatan ditengah-ditengah kesempitan orang
lain. Mereka membantu dengan meminjami barang dengan motif untuk
mendapatkan keberuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian tidak
heran, seandainya banyak individu yang dirugikan dan merasa dizhalimi.
Maka berangkat dari hal ini kami ingin mengupas dan membahas bagaimana
islam memutuskan hal ini?
B. Ta'rif Al-Qhordu
Al-qhordu menurut bahasa adalah potongan,[1]
sedangkan menurut syar'i adalah menyerahkan uang kepada orang yang yang
bisa memanfaatkannya kemudian ia meminta kembaliannya sebesar uang
tersebut.[2]
Sedangkan menurut Sayid Sabiq Pinjaman adalah harta yang diberikan
kreditur kepada debitur (orang yang meminjam). Kemudian debitur
mengembalikan pinjaman tersebut setelah dirinya mampu untuk
mengembalikannya.[3]
Adapun menurut mazhab hanafi, pinjaman ialah harta yang dipinjamkan
kepada orang lain, dengan maksud harta tersebut akan dikembalikan
kembali, atau dengan ungkapan yang lebih tepat pimjaman ialah akad
khusus yang disepakati oleh kedua pihak yaitu antara kreditur (orang
yang meminjami) dan debitur (orang yang dipinjami) dalam masalah barang
yang dipinjamkan, yang nantinya akan dikembalikan kembali.[4]
Contohnya, orang yang membutuhkan uang berkata kepada orang yang layak
dimintai pinjaman "Pinjamkan untukku uang sebesar sekian, atau
perabotan, atau hewan hingga waktu tertentu. Kemudian aku kembalikan
kepadamu pada waktunya. Orang dimintai pinjamanpun memberikan pinjaman
uang kepada orang tersebut.
C. Hukum Pinjaman dalam islam
Al-qhordhu disunnahkan bagi pemberi pinjaman berdasarkan dalil berikut.
Firman Allah , mengenai pahala orang yang memberikan pinjaman kepada
orang lain.
من ذا الذي يقرض الله قرضا حسنا فيضاعفه له وله أجر كريم(11)
"Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak." (Q.S Al-Hadid: 11)
Rosulullah bersabda,
من نفس عن أخيه كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب سوم القيامة
"
Barang siapa menghilangkan salah satu kesulitan dunia dari sauadaranya.
Maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesulitan pada hari
kiamat." (Diriwayatkan Imam Muslim)
Adapun bagi muqtarid atau peminjam, maka diperbolehkan karena
Rosulullah pernah meminjam onta kepada Abu Bakar Radiyallahu 'anhu dan
mengembalikan dengan onta yang lebih baik. Beliau bersabda,
إن من خير الناس أحسنهم قضاء
"Sesngguhnya manusia yang baik adalah orang yang paling baik pengembaliannya (utangnya)."(Diriwayatkan oleh Bukhari).
Dan Rosulullah r juga pernah besabda,
رأيت
ليلة الأسرى بي على باب الجنة مكتوبا الصدقة بعشر أمثالها والقرض بثمانية
عشر فقلت: يا جبريل مابال القرض أفضل من الصدقة ؟ قال لأن السائل يسأل
وعنده والمستعرض لا يستعرض إلا من حاجة
Ketika
malam isra', saya melihat diatas pintu surga tulisan yang berbunyi,
Sedekah itu semisal dengan sepuluh (kebaikan) dan pinjaman itu semisal
dengan delapan belas (kebaikan). Maka saya berkata kepada jibril, "Wahai
jibril, mengapa pahala orang yang meminjamkan sesuatu itu lebih besar
dari orang yang bersedekah?" Jibril menjawab, "Karena orang yang meminta
(sedekah) itu, meminta sesuatu sedangkan dirinya mempunyai sesuatu itu.
Sedangkan orang yang berhutang tidaklah ia berhutang melainkan untuk
keperluannya." (Diriwayatkan Ibnu Majah dan Al-baihaqi)
Demikian pula al-qhordu diperbolehkan menurut ijma' kaum muslimin. Kaum
muslimin telah sepakat tentang bolehnya al-qhordu dan hal itu
disunnahkan bagi para kreditur dan hukumnya mubah bagi para debitur
berdasarkan dengan dalil-dalil diatas. Dan Abu darda' pernah berkata
mengenai hal ini,
لأن أقرض دينارين ثم يردا ثم أقرضهما أحب إلي من أن أتصدق بهما
"Sungguh
dua dinar yang aku pinjamkan (kepada orang lain) kemudian uang tersebut
dikembalikan kepadaku, setelah itu aku meminjamkannya kembali, itu
lebih aku sukai dari pada aku menyedekahkannya."
Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas berkata,
قرض مرتين خير من صدقة مرة
"Meminjamkan sesuatu (kepada orang lain) sebanyak dua kali itu lebih baik dari pada sedekah yang dilakukan hanya sekali."
Sedangkan menurut mazhab Hambali,
"Sedekah itu lebih utama dari pada meminjamkan sesuatu (kepada orang
lain), maka dari itu tidak dosa bagi yang dipinjami sesuatu kemudian ia
tidak memberikannya.
Diantara hukum pinjaman sebagai berikut:
1. Pinjaman dimiliki dengan diterima. Jadi jika debitur atau peminjam telah menerimanya, ia memelikinya dan menjadi tanggungannya.
2. Pinjaman
boleh sampai batas waktu tertentu. Tapi jika tidak sampai batas waktu
tertentu itu lebih baik karena itu meringankan debitur.
3. Jika
barang yang dipinjamkan itu tetap utuh seperti ketika saat dipinjamkan,
maka sikembalikan utuh seperti itu. Naun jika telah mengalami
perubahan, kurang atau bertanbah, maka dikembalikan dengan barang lain
sejenisnya. Jika ada dan jika tidak ada maka dengan uang seharga barang
tersebut.
4. Jika
pengembalian pinjaman tidak membutuhkan biaya tramportasi. Maka boleh
dibayar ditempat manapun yang diinginkan kreditur jika merepotkan, maka
debitur tidaj harus mengembalikan ditempat lain.
5. Kreditur
haram hukumnya mengambil manfaat dari pinjaman dengan penambahan jumlah
pinjaman atau meminta kembalian pinjaman lebih baik atau manfaat lain
yang keluar dari akad perjanjian jika itu semua disyaratkan, atau
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Tapi jika penambahan
pengembalian pinjaman itu bentuk itikad baik dari debitur, itu tidak ada
salahnya, karena Rosulullah r memberi Abu Bakar unta yang lebih baik dari unta yang dipinjamnya dan beliau bersabda,
إن من خير الناس أحسنهم قضاء
"Sesungguhnya menusia yang baik adalah orang yang paling baik pengembaliannya (utangnya)."(Diriwayatkan oleh Bukhari).
D. Syarat-syarat dalam meminjam barang
a. Besarnya pijaman harus diketahui dengan takaran, timbangan dan jumlahnya.
b. Sifar pinjaman dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan.
c. Pinjaman
berasal dari orang yang layak diminta pinjaman. Jadi pinjaman tidak
syah dari orang yang tidak memeliki sesuatu yang bisa dipinjam atau
orang yang tidak normal akalnya.[5]
E. Akad dalam meminjam barang
Akad
yang dipakai dalam meminjam barang ialah akad tamlik ( kepemilikan),
maka tidak sempurna akad tersebut melainkan dilakukan oleh orang yang
mampu melakukannya. Dan akad ini dianggap tidak syah, jika tidak ada
pelaksanaan ijab dan qobul antara kreditur dan debitur.
Dengan demikian hubungan pinjam meminjam ini mengharuskan adanya
lafadz ijab dan qobul seperti akad yang dilakukan dalam jual beli dan
pemberian. Sedangkan lafadz yang digunakan ialah lafadz meminjam atau
setiap lafadz yang memiliki makna yang serupa dengannya.[6] Seperti, "Barang ini sekarang menjadi kepemilikanmu dan suatu saat kamu harus mengembalikannya kepadaku" [7]
F. Hukum menentukan waktu pengembalian
Jumhur fuqoha' berpendapat bahwa tidak diperbolehkan bagi kreditur
menentukan waktu pengembalian barang yang ia pinjamankan. Sedangkan
menurut imam Malik diperbolehkan menentukan waktu pengembaliannya dan
harus menetapi syarat yang sudah ada.[8]
G. Mengambil manfaat dari barang pinjaman
Sesungguhnya
adanya pinjam-meminjam tersebut bermaksud untuk mendekatkan hubungan
kesetiakawanan antara sesama muslim dan sebagai bentuk pertolongan
kepada orang-orang yang memang membutuhkan pertolongan. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah keberlangsungan hidup diantara sesama
muslim, bukan sebagai sarana untuk mencari atau mengais rezeki apalagi
dijadikan sarana untuk memperdayai orang lain.
Dengan demikian tidak boleh bagi sang peminjam mengembalikan
pinjamannya kepada debitur, melainkan ia harus mengembalikan barang yang
ia pinjam sebelumnya atau mengembalikan dengan barang yang serupa dan
tidak menambahnya. Karena ada sebuah qoidah fikih yang berbunyi,
كل قرض جر نقعا فهو ربا
"Setiap pinjaman yang yang difungsikan untuk mendatangkan manfaat, maka itu termasuk riba."
Larangan disini bersifat muqayad, artinya setiap manfaat yang ada
karena kesepakatan antara kedua belah pihak dan diketahui bersama. Tapi
jika kreditur tidak mensyaratkan hal tersebut atau tidak
memberitahukannya. Maka diperbolehkan bagi debitur untuk mengembalikan
pinjaman tersebut dengan sesuatu yang lebih baik atau melebihkannya.
Dan bagi kreditur tidak mengapa menerima yang demikian itu dan hukumnya
tidak makruh.
Hal ini sebagaimana telah dilakukan rosulullah r kepada Jabir bin Abdullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim bahwa Jabir bin Abdullah pernah berkata,
كان لي على رسول الله حق فقضاني وزداني
"(Ketika itu), Rosulullah r
mempunyai hak yang harus dipenuhi terhadap diriku, kemudian beliau
menunaikan hak tersebut dan memberikannya kepadaku dengan melebihkan
(kembaliannya)." (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad). [9]
Dengan
demikian pedoman yang dipakai dalam hal ini ialah setiap pinjaman yang
didalamnya diberlakukan syarat, yaitu harus ada tambahan ketika barang
dikembalikan, maka hukumnya haram. Ibnu mundzir pernah berkata, Para
ulama telah sepakat, jika seorang yang kreditur membuat syarat kepada
debitur, supaya menambah pengembalian barang yang ia pinjamkan, maka ini
termasuk riba.[10]
Dan
hal ini serupa dengan fatwanya Dr.Yusuf Qaradawi, ketika beliau ditanya
tentang seseorang yang memberi pinjaman uang sebanyak seribu dirham
kepada orang lain dan dalam jangka waktu tertentu orang yang berhutang
mengembalikan utang itu sebesar seribu seratus atau seribu dua ratus
dirham. Apakah perbuatan ini termasuk riba?
Beliau menjawab, Tidak ada perbedaan antara emas, perak atau uang
kertas. Dalam bermuamalah, uang kertas dalam hal ini menduduki posisi
emas dan perak dalam muamalah, karena itu hukumnya haram bila dikelola
secara riba. Saya tidak melihat adanya alasan untuk meragukan hal ini.
Maka barang siapa mengambil bunga atas uang kertas atau memberi bunga,
maka ia telah memasuki wilayah hukum riba yang diharamkan dan diancam
akan diperangi oleh Allah dan Rosulnya. Dan barang siapa yang
bersekutu dalam akad riba ini dia terkutuk menurut lisan Nabi Muhamad r yang telah melaknat pemakan hasil riba, yang menulisnya dan yang menjadi saksi.[11]
H. Ketentuan Barang yang boleh dipinjamkan
Diperbolehkan meminjamkan pakaian dan hewan karena telah ada ketetepan dari Rosul r,
yaitu beliau pernah meminjam onta yang masih muda. Demikian juga barang
yang bisa ditakar dan ditimbang atau barang yang berbentuk barang
perniagaan maka barang tersebut syah atau boleh dipinjamkan kepada
orang lain. Bahkan diperbolehkan pula meminjamkan barang yang berbentuk
roti adanon, hal sebagaimana telah dilakukan oleh Ummul mukminin
A'isyah dirinya berkata,
قلت يارسول الله : إن الجيران يستعرضون الخبز والحمير ويردون الزيادة ونقصانا فقال لا بأس إنما ذلك من
مرافق الناس لا يراد به الفضل
Saya berkata kepada Rosululloh r,
Wahai Rosulullah, sesungguhnya tetangga (kita) meminjam roti dan roti
yang sudah diadoni, kemudian mereka mengembalikannya dengan
melebihkannya dan mengurangainya? Maka Rosulullah bersabda, "Tidak
mengapa, karena yang demikian itu merupakan bentuk kebersamaan, bukan
berharap sesuatu yang lebih dari (pinjaman tersebut}."[12]
Sedangkan menurut mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali mereka berpendapat,
Setiap
barang (harta) yang biasa dijual-belikan dengan cara "Penjualan salam",
maka barang tersebut boleh dipinjamkan. Baik barang tersebut berupa
barang yang bisa ditakar atau ditimbang atau barang yang tidak bisa
ditimbang. Contoh dari kedua macam tersebut seperti, emas, perak,
berbagai jenis makanan, barang-barang perniagaan atau hewan dan
semisalnya. Karena Rosulullah r pernah meminjam onta yang masih berumur masih muda. Padahal onta tersebut tidak bisa ditakar maupun ditimbang.
Karena ketetapan yang dipakai dalam hal ini ialah setiap barang yang
biasa dijualkan belikan dengan penjualan salam yang memiliki sifat dan
wujud yang jelas, maka barang tersebut boleh dipinjamkan. Sedangkan
barang yang termasuk dalam katagori ini yang tidak boleh untuk
dipinjamkan adalah barang yang berbentuk mutiara atau yang semisalnya.
Maka barang ini tidak boleh dipinjamkan, karena suatu saat akan
dikembalikan kembali.[13]
Dan Abu Hurairah pernah berkata, Tidak boleh meminjamkan barang yang
tidak bisa ditakar dan ditimbang, karena barang tersebut tidak ada yang
serupa bentuknya, seperti mutiara.
Sedangkan pinjaman yang berbentuk anak adam ataun manusia, mengenai hal
ini Imam Ahmad pernah berkata, "Hukumnya makruh meminjamnya, dan
larangan disini bersifat makruh tanzih." Sedangkan Al-Muzani dan Ibnu
Juraij membolehkannya. Adapun Al-Qhodi memilih atau mengambil pendapat
yang pertama, yaitu hukumnya makruh tanzih meminjam anak adam atau
manusia.
Referensi :
1. Al Munawir
2. Minhajul Muslim
3. Fiqh Sunnah
4. Al Mughni
5. Fatwa – Fatwa Yusuf Qhardawi
6. Fiqh Islami
7. Al Mughni
[1]. Al Munawir: 2/1191
[2]. Minhajul Muslim : 338-339
[3]. Fiqh Sunnah : 3/182
[4]. Fiqh Islami: 4/720
[5] . Minhajul Muslim: 338-339
[6]. Fiqh Sunnah : 3/182
[7]. Fiqh Islami: 4/721
[8]. Fiqh Sunnah : 3/182
[9]. Fiqh Sunnah : 3/182
[10]. Al Mughni : 6/438
[11]. Fatwa – Fatwa Yusuf Qhardawi : 1/ 771-772
[12]. Fiqh Islami: 4/723
http://islamind.blogspot.com/2011/12/pinjam-meminjam-menurut-tinjauan-al.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com