Beberapa waktu lalu, Organisasi Masyarakat Televisi Sehat Indonesia
(MTSI) mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menegur stasiun
televisi, yang menayangkan sinetron merendahkan simbol agama tertentu.
Menurut pembina MTSI Fahira Idris, tayangan sinetron tersebut telah
memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam.
Beberapa sinetron yang diduga merendahkan simbol agama, yakni
Haji Medit (SCTV),
Islam KTP (SCTV),
Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), dan
Ustad Foto Kopi (SCTV).
Menurut bintang sinetron, Sutradara, dan
scriptwriter Diky Chandra, sejarah mejamurnya sinetron bertema religi belakangan ini berawal dari kesuksesan
Rahasia Ilahi
(Televisi Pendidikan Indonesia/ TPI) yang ditayangkan pada 2007-2008.
Rating sinetron yang ide ceritanya lebih banyak diadopsi dari
Majalah Hidayah ini sangat bagus. Kesuksesan ini membuat TPI kembali memunculkan sinetron religi lain, yakni
KehendakMu, dan juga sukses.
Kesuksesan
Rahasia Ilahi langsung dicontoh oleh sejumlah stasiun televisi. Indosiar membuat
Di Balik Kuasa Illahi,
Hanya Tuhan Yang Tahu, dan
Titipan Ilahi. Lalu SCTV baru ada dua sinetron religi, yakni
Astagfitrullah dan
Kuasa Illahi. TV7 (sebelum namanya berganti menjadi Trans 7) memproduksi sinetron
Hidayah dan
Titik Nadir. Sementara Trans memiliki sinetron
Taubat,
Insyaf, dan
Istigfar. RCTI yang kini banyak memiliki sinetron religi, saat itu baru memiliki satu sinetron religi, yakni
Tuhan Ada Dimana-mana. ANTV menayangkan
Azab Dunia dan
Jalan ke Surga.
Terakhir, Lativi (sebelum dibeli oleh Bakrie Group dan berubah menjadi
tvOne) sempat menayangkan sinetron religi mistis, judulnya
Adzab Illahi, Padamu Ya Rabb, dan
Sebuah Kesaksian.
Menjamurnya sinetron religi-mistis tak lain berdasarkan kesuksesan sejumlah program acara
reality show mistis, antara lain
Dunia Lain dan
Uji Nyali yang ditayangkan di Trans TV. Lalu di TPI ada
Uka-Uka dan
Ihh Seremm.
Ekspedisi Alam Gaib,
Penampakan (TV 7);
Pemburu Hantu (Lativi); dan
Percaya Nggak Percaya dan
Di Balik Pesugihan
(ANTV). Dari kesuksesan acara-acara itulah, muncul gagasan membuat
sinetron bernafas relegi, tetapi tidak meninggalkan unsur mistis.
Lambat laun,
Rahasia Ilahi semakin terjebak ke arah misteri dan
jauh dari unsur religinya. Hal itu menimbulkan protes sana-sini. Guna
“memperbaiki citra” sinetron tersebut, TPI memproduksi sinetron
Takdir Ilahi yang digarap tanpa unsur mistik. Sayang seribu kali sayang, sinetron ini tetapi tidak laku. Aa Gym kemudian membuat sinetron
Jagalah Hati. Nasib sinetron milik pimpinan ini pun ke laut alias tidak laku.
Sinetron bertema religi yang masih “patuh” dengan dominasi kisah religinya baru
Para Pencari Tahun
garapan Dedy Mizwar. Pria yang kini tercatat sebagai Wakil Gubernur
Jawa Barat (Wagub Jabar) ini sejak awal memang konsisten dengan
content religi yang kental. Hal ini ia lakukan sejak sinetron
Hikayat Pengembara,
Lorong Waktu, dan
Kiamat Sudah Dekat.
“Kepatuhan ” Dedy Mizwar pada tema sinetron religi, berangkat dari kegalauannya dalam menjalankan agama. Konsep
Para Pencari Tuhan
berawalnya lantaran banyak orang Islam yang menuhankan istri, anak,
harta, tahta, dan lain-lain. Berbeda dengan konsep sinetron-sinetron
religi yang banyak beredar saat ini. Religi sekadar tempelan.
Religi hanya sebagai tempelan inilah yang saya istilahkan setengah hati.
Tidak serius. Sekadar menampilkan simbol-simbol Islam, secara vulgar
memperlihatkan kewajiban ritual Islam, seperti sholat, wudhu, atau
membaca al-Qur’an. Setting-nya banyak di masjid, kostum pemainnya peci,
baju koko, dan untuk muslim mengenakan jilbab. Namun, alur cerita,
dialog, dan karakter mayoritas pemainnya tidak mencerminkan religi.
Belakangan, selain
Para Pencari Tuhan, ada sinetron religi yang juga berangkat dari konsep kegalauan dalam praktek mejalankan agama. Judulnya
Pengen Jadi Orang Bener.
Sayang, penayangan sinetron ini subuh, yakni pukul 03:30 wib. Padahal
konsep sinetron ini luar biasa, yakni berdasarkan banyaknya keributan
perdebatan akan kebenaran yang muncul dari lahirnya orang pintar yang
merasa benar, padahal kebenaran hanya milik Allah swt.
Diky membenarkan, banyak Produser dari
production house (PH)
yang bukan orang muslim, sehingga tidak mengerti masalah dalam dunia
Islam. Kalo pun ada dari kalangan muslim, mereka tidak mendalami. Tak
heran, Produser seringkali bentrok dengan unsur komersil. Mereka sekadar
memanfaatkan tema religi. Hilman Hariwijaya mengamini apa yang
dikisahkan Diky. Tetapi, untuk menjaga unsur religi, Hilman punya
siasat. Pria yang dikenal sebagai penulis novel Lupus ini merekrut
scriptwriter yang menguasai soal religi.
“
Ia (baca: scriptwriter) yang mengecek mana yang bisa atau nggak
bisa dimasukkan unsur religi, dan memasukkan muatan-muatan islami atau
tausyiah,” papar Hilman.
Para Produser PH mencari penulis instan yang siap membuat skenario sinetron
stripping (baca: ditayangkan setiap hari, biasanya Senin sampai Jum’at), kru yang siap
stripping. Meski
stripping, mereka siap dibayar murah. Sebab, para Produser PH ingin menekan
production cost
(biaya produksi), sehingga dana yang besar mereka salurkan ke bintang
sinetron yang harganya selangit. Harap maklum, stasiun televisi melihat
siapa bintang sinetron tersebut.
Sekadar info, saat ini pasaran jual sinetron sekitar Rp 200 juta sampai Rp 250 juta per episode. Kalo harga sinetron
stripping bahkan bisa di bawah Rp 200 juta perak. Harga sinetron
Para Pencari Tuhan
sekitar Rp 300 jutaan. Namun, harga sinetron religi FTV (sinetron
lepasan) beda lagi, bisa mencapai Rp 400 juta- Rp 500 juta. Nah,
tingginya harga dipengaruhi oleh bintang-bintang sinetron yang main di
sinetron tersebut. Semakin ngetop, semakin mahal harga jualnya.
“
Peleburan antara tontonan (komedi) dan tuntunan (dakwah) seringkali
dipengaruhi stasiun televisi yang cenderung minta main di tontonan,” ujar Diky.
Tak ada yang bisa berbuat apa-apa. Semua ditentukan oleh stasiun
televisi dan Produser PH bersangkutan. Kalo di industri PH, Sutradara
ibarat robot, begitu pula
scriptwriter. Memang berat bagi
scriptwriter menulis, karena selain mengolah alur cerita agar ceritanya menarik, tetapi mereka harus memasukkan unsur religi. Jadi,
scriptwriter berlatar belakang muslim saja tidak cukup, karena harus paham betul strategi dakwah di televisi.
“
Yakni mengkombinasikan kebutuhan tontonan tanpa menghilangkan kewajiban memberi tuntunan,” kata Diky.
“
Yang jagoan soal tema-tema itu sih duet penulis dan sutradara Imam Tantowi dan Chairul Umam,” tambah Hilman.
Strategi dakwah di televisi itulah yang membuat
scriptwriter juga sering berbenturan dengan Produser.
Scriptwriter
yang membuat cerita tidak bisa memaksakan kehendak pasar sepenuhnya,
karena ada tanggungjawab moral. Tetapi mereka pun ternyata harus bisa
menyesuaikan selera pasar. Dulu, Helmi Adam yang berlatar belakang
sarjana agama, dibantu oleh Ustadz Subki, bikin sinetron
Panggil Gue Haji. Sayang, sinetron ini gagal. Kalah “perang” dan tersingkir dari jagat sinetron religi.
Selain dengan Produser,
scriptwriter juga kerap berbenturan dengan artis yang
schedule-nya
padat dan suka ada permintaan dadakan dari stasiun televisi. Maksudnya,
stasiun televisi mengintervensi pemilik PH agar menampilkan artis
ini-itu agar tontonan menarik dan dapat rating. Sementara pemilik PH
menekan
scriptwriter.
Tontonan, atas perintah stasiun televisi agar disukai penonton dan dapat
rating, umumnya punya kriteria popularitas pemain, kecantikan, dan
unsur komedi. Sementara idealisme, mulai dari
content sinetron religi tersebut,
shot, dan lain-lain, tidak perlu diperhatikan. Yang penting, selama masih
standar broadcast, maju terus. Selama rating ok, tak perlu memaksakan lebih banyak tuntunan dalam sinetron religi.
Mengapa sinetron-sinetron religi tidak seperti
Para Pencari Tuhan?
Sebab, saat ini PH “pemain” sinetron religi memang itu-itu saja, yakni
MD, Screenplay, dan Sinemart. Ada juga sih stasiun televisi yang mencoba
in-house production atau memproduksi sinetron sendiri, yakni Trans TV. Kabarnya 90% sinetron Trans TV
in-house, meski mayoritas SDM-nya
outsource
alias bukan karyawan tetap Trans TV. Tetapi itu pun tidak membuat
sinetron religi jadi “bergigi”. Nah, oleh karena “pemain-pemain” itu-itu
saja, Anda tidak bisa berharap banyak, sinetron religi tidak setengah
hati. Muatan tuntunannya lebih dominan ketimbang tontonan, sebagaimana
Para Pencari Tuhan
sudah lakukan dan sukses. Saya menebak, di bulan Ramadhan nanti, tak
ada perubahan signifikan dari segi content di sinetron-sinetron religi
yang akan ditayangkan.
Salam religi!
by: http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/06/22/sinetron-religi-setengah-hati-571278.html