Jumat, 27 September 2013

Sebuah Jati Diri Manusia: Masih Perlukah Filsafat Digunakan untuk Menememukan Jati Diri Manusia

by: http://filsafat.kompasiana.com/2013/09/06/masih-perlukah-filsafat-digunakan-untuk-menememukan-jati-diri-manusia--589351.html
Jati diri merupakan sesuatu yang sangat urgent dan selalu menjadi topik bahasan sepanjang zaman. Jati diri kemudian terasa semakin penting di zaman yang telah berubah menjadi semakin pesat dan mengalami tantangan yang begitu dasyat dari perkembangan yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Di zaman yang serba cepat ini jika manusia tidak memahami jati dirinya maka bisa-bisa ia akan tergilas oleh kejamnya perubahan dan hedonisme yang melanda mayarakat dunia. Maka dengan memahami jati dirinya, manusia diharapkan bisa menemukan kunci jawaban, berikap kritis terhadap pengalaman yang dihadapinya, serta mampu mencari alternatif yang semakin baik.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxSGJqeE1YsZEzcuQL159gE8zIgakHAOwar6vvdOMoOG0jqDVepK3VoLihr6EdA7m2bXRSKarRLJ6Ow9zoR8y5sNIV7fegQefLWrC1qtZtZPqG82Dga56q6g42q0qN-3GnpRd6qV7Ur452/s1600/Jati+diri.jpg
Lalu jika jati diri merupakan sesuatu yang sangat penting maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah mungkinkah jati diri manusia itu ditemukan. Jawabannya bisa jadi ia bisa jadi tidak. Karena seperti yang kita ketahui bahwa manusia adalah individu yang sangat kompleks, maka akan sangat mustahil jika manusia menemukan jati dirinya secara serta merta –kerana terkadang manusia juga tak mampu memahami dirinya sendiri secara utuh dan mendalam. Jika manusia hanya mengandalkan insting dan kata hatinya juga seakan mustahil, karena terkadang kata hati mudah begitu saja berubah. Karena manusia juga senantiasa berkembang maka akan sangat mustahil untuk menilai jati diri manusia dalam satu waktu atau satu masa ketika ia kecil atau dewasa.

Lantas bagaimana cara menemukan jati diri itu. Masihkah mungkin? Jika manusia tak mampu menemukan jati dirinya secara serta merta, maka tentu dibutuhkan alat bantu lain dalam upaya pencarian ini. Di zaman yang serba ilmiah ini maka ilmu pengetahuan menjadi pilihan utama dalam upaya pencarian jati diri. Berbagai ilmu pengetahuan kemudian mencoba untuk mendiskripsikan manusia sesuai ranah keilmuannya, seperti psikologi yang mencoba mendiskripsikan manusia melalui kaca mata manifestasi jiwanya, sosiologi yang mencoba memahami manusia melalui kaca matanya yang memandang bahwa manusia merupakan individu yang tak bisa terpisah dari masyarakat dan interaksinya, antropologi yang mencoba memahami melalui keunikan manusia melalui kaca mata yang utuh melalui konteks budaya dan nilai-nilai social yang tumbuh di dalamnya. Maka filsafat manusia yang merupakan bagian integral dari filsafat sistematis yang selalu mempertanyakan kodrat manusia ini menawarkan sesuatu yang sedang kita bahas terkait jati diri manusia.

Para filsuf mencoba menginterpretasikan kehidupan pada masanya kemudian mencoba menyajian pemahaman yang bisa membantu membimbing manusia menemukan jati dirinya. Berbagai pemikiran kemudian muncul, seperti plato yang meletakkan martabat manusia sebagai pribadi pada jiwanya, Aquinas menggunkan kata ‘pribadi’ untuk menekankan martabat manusia yang melebihi makhluk-makhluk lain di dunia ini berkat rasio yang dimilikinya dalam kesatuannya dengan badan. Sekanjutnya, Hume dan Kant mengaitkan kata ‘pribadi’ lansgsung dengan identitas diri, yakni kesamaan seorang manusia dari waktu ke waktu (Hardono Hadi, 2000:38).

Penjabaran para filsuf terdahulu yang nampak begitu rumit dan tumpang tindih ini kemudian disempurkan oleh hardono hadi yang menjabarkan bahwa jati diri merupakan subtansi yang tak terpisahkan dari tiga unsur pembentuknya, yaitu kepribadian, indentitas diri, dan keunikannya di dalam masyarakat. Yang kemudian unsur-unsur tersebut mengalami perkembangannya sendiri dan melibatkan masyarakat dan dunianya. Hardono hadi juga menyebutkan bahwa jati diri manusia bukanlah sesuatu yang bisa ditentukan sejak awal. Selama seseorang masih hidup kita hanya bisa mengatakan “jati dirinya sampai saat ini”. Sedangkan jati diri seseorang bisa menjadi final dan definit hanyalah ketika seseorang yang bersangkutan sudah meninggal, artinya mencapai keputusan final yang paling mendalam.

Namun, teori-teori diatas masih dirasa rumit dan sulit dimengerti oleh beberapa kalangan seperti orang awam. Lalu pertanyaan yang kemudian sering muncul adalah “Kenapa harus ribet-ribet belajar dan memahami filsafat kalau islam saja sudah cukup untuk menjawab semua pertanyaan terkait jati diri manusia?”.

Bisa jadi memang cukup manusia atau orang yang bergama memahami ajaran agamannya dalam merumuskan atau memahami jati dirinya, seperti halnya islam yang telah gamblang dan jelas dalam menjabrakan jati diri manusia. Namun, seperti yang kita ketahui filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat membimbing manusia untuk senantiasa berfikir kritis dan terbuka. Filsafat diperlukan orang muslim agar mereka senantiasa berfikir kritis, terbuka dan mampu memahami al-Quran dengan cerdas dan tidak sepotong-potong.

Seperti yang islam sendiri ajarkan pada pengikutnya untuk selalu berfikir, berfikir dan berfikir. Al-Quran juga telah menyebutkan dalam salah satu ayatnya, yang artinya “Telah tampak tanda-tanda kekuasan Allah bagi orang-orang yang berfikir”.

Memang benar jika filsafat tak mampu berdiri sendiri, ia membutuhkan topangan agar tak terombang ambing oleh rasionalitas. Karena memang kemampuan otak manusia sangat terbatas untuk memikirkan semua hal di dunia ini. Bila tanpa dasar, filsafat akan tersesat dan terombang-ambing dalam kedangkalan rasionalitas yang kadang menjebak. Untuk itulah dalam berfilsafat selalu harus ada dasar. Islam disini berfungsi sebagai dasar, pedoman dan pegangan agar manusia tak mudah tersesat dengan kebingungan yang ia buat sendiri. Islam disini berfungsi sebagai akar dari suatu pohon, dimana bila pohon itu tanpa akar ai akan mudah sekali roboh bila tertiup angin.

Dan filsafat dalam islam layaknya ranting dari suatu pohon. Yakni dimana tempat daun dan buah tumbuh dan berkembang. Tanpa filsafat dan rasionalitas yang benar, terbuka dan kritis, maka al-Quran hanya akan dipahami secara tekstual dan konvensional, bukankah al-Quran itu likulli zaman wa makan yaitu selalu sesuai untuk seluruh zaman dan tempat. Filsafat diperlukan untuk membuat manusia berfikir kritis dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai al-Quran sesuai zaman yang tak pernah statis dan selalu berkembang ini.

Sebagai zaman yang tak pernah statis, manusia dengan segala unsur pembentuknya juga tidak pernah statis dan selalu berubah setiap waktu. Sebagaimana yang kita kita ketahui tetang jati diri manusia bahwa ia merupakan suatu subtansi yang terdiri dari unsur-unsur yang senantiasa berkembang dan begitu rumit, maka kita butuh keduanya –filsafat dan islam, untuk memahami jati diri manusia secara utuh dan komplit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com