Syukur yang begitu mendalam kepada Allah SWT atas kesehatan dan karunia yang begitu melimpah diberikan di bulan suci ini, diberi kekuatan untuk beribadah baik wajib maupun sunat. Salam takzim yang se khalis-khalisnya kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW, kepada para Sahabat, kepada sekalian Guru Mursyid yang dengan ikhlas membimbing dan menuntun para murid tidak terkecuali saya pribadi sehingga bisa merasakan nikmatnya beribadah di bulan penuh rahmat ini. Walaupun telah berlalu satu minggu, saya mengucapkan selamat memasuki bulan Ramadhan kepada para sahabat sekalian, memasuki bulan latihan menuju kesempurnaan.
Tulisan “…Gurumu itu adalah Guruku juga..”
terilham dari pengalaman pribadi saya bertemu secara rohani dengan
seorang Syekh yang telah lama wafat, artinya Beliau secara zahir sudah
tidak ada tapi secara rohani Beliau memberikan nasehat berharga kepada
saya walaupun Beliau bukan Guru saya. Tulisan ini setelah saya tulis
ternyata cukup panjang, membahas tentang Guru Mursyid dan perdebatan
seputarnya. Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyan di komentar
tentang, “Siapa Guru Mursyid yang Paling benar”, “Siapa Penerus Guru”, “Setelah Guru saya tidak ada lagi penerus”, “Kenapa Si A berani menyatakan diri sebagai penerus Guru?”
dan lain-lain sehingga dengan membaca tulisan ini nanti tidak ada lagi
pertanyaan atau pernyataan seperti dalam tanda kutip di atas dan kita
bisa menyudahi membahas hal yang sebarnya tidak harus di bahas panjang
lebar oleh orang yang menyatakan diri sebagai murid . Karena panjang
(dan saya masih melanjutkan menulis untuk bagian akhir tulisan ini
setelah dhuhur), maka tulisan ini saya bagi menjadi 3 bagian…
Tahun
2003 saya pernah berkunjung ke sebuah pasantren sekaligus tempat suluk
di daerah pantai barat Aceh, namanya Babussalam. Nama itu mengingatkan
saya akan kampung tarekat di daerah Langkat Sumatera Utara yang
didirikan oleh seorang Ulama Sufi terkenal, Syekh Abdul Wahab Rokan atau
dikenal juga dengan nama Tuan Guru Basilam atau Syekh Basilam. Kata
“Babussalam” karena pengaruh ucapan orang medan yang cepat menjadi
“Basilam” dan sampai sekarang orang menyebut perkampungan itu dengan
Basilam. Saya juga pernah berziarah ke makam Syekh Abdul Wahab Rokan,
nanti akan saya ceritakan dalam tulisan terpisah.
Kembali
ke Babussalam, saya sebenarnya bukan bertujuan untuk khusus mengunjungi
tempat tersebut, kebetulan tiba waktu Jum’at, saya shalat Jum’at di
mesjid dalam komplek pasantren Babussalam. Yang membedakan mesjid itu
dengan mesjid pada umumnya adalah di mimbar nya. Mesjid itu memiliki 2
buah mimbar tempat khatib berkhutbah, satu mimbar dipakai untuk khatib
umum, sedangkan mimbar satu lagi khusus untuk Tuan Guru disitu yang
memimpin suluk sekaligus pasantren.
Tuan
Guru di Babussalam di Kota Meulaboh Aceh Barat akrab di sapa dengan Abu
Mursyid, kalau “Abu” panggilan untuk ulama di sumatera khususnya di
Aceh, terkadang juga di panggil “Abuya” yang artinya sama yaitu Ayah. Di
dalam tarekat sudah menjadi tradisi secara turun temurun hubungan
antara Guru dan murid adalah hubungan bapak dengan anak, karenanya
menyebut Guru biasa dengan Ayah, Bapak, Abu, Abi, Abuya dan lain-lain.
Sama
halnya dengan Kampung tarekat Babussalam di Langkat, pasantren
Babussalam ini juga fokus kepada Tarekat dan suluk. Babussalam artinya
pintu keselamatan. Mungkin nama itu bermakna lewat pintu ini orang akan
memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Lewat pintu ini juga orang
bisa menggapai Ridha Allah SWT.
Selesai
shalat Jum’at, saya tidak langsung pulang tapi menunggu orang-orang
meninggalkan Mesjid dengan harapan saya bisa berjumpa dan berkenalan
dengan pimpinan suluk disitu yang akrab di sapa dengan Abu Mursyid, saya
sampai sekarang tidak tahu nama lengkap Beliau. Dari informasi dari
sahabat saya yang Ayahnya teman seperguruan dari Abu Mursyid, bahwa Abu
Mursyid adalah murid dari Abuya Syekh Muhammad Waly Al-Khalidi, seorang
Ulama yang menyebarkan tarekat Naqsyabandi di Aceh di awal kemerdekaan.
Abu
Mursyid saya tidak kenal karena belum pernah berjumpa, tapi kalau Abuya
Syekh Muhammad Wali al-Khalidy atau dikenal dengan Syekh Muda Wali
sudah sering saya dengar dan saya pernah melihat photo-photo Beliau di
rumah sahabat saya yang Ayahnya pernah menjadi khadam beliau selama 8
tahun dan saya juga sudah membaca karya Beliau sekaligus riwayat
hidupnya.
Mesjid
sudah sepi, tapi saya belum punya kesempatan untuk berjumpa dengan Abu
Mursyid karena disitu tidak ada orang yang saya kenal untuk bisa membawa
saya kepada Beliau. Akhirnya saya dekati tempat suluk yang berada di
sebelah mesjid. Saya kembali ke Mesjid kemudian shalat dua rakaat, dalam
hati lewat Guru saya, saya menyampaikan salam kepada Abu Mursyid, salam
perkenalan sebagai sesama pengamal tarekat. Kemudian tiba-tiba di depan
saya berdiri seorang yang gagah memakai jubah coklat tua. Beliau
tersenyum kepada saya. Saya memandang wajah Beliau dengan seksama. Ini
sosok yang tidak asing bagi saya, Beliau adalah Syekh Muhammad Wali
al-Khalidi atau Syekh Muda Wali Guru Mursyid dari Abu Mursyid. Saya
masih bertanya dalam hati, saya ingin berjumpa dengan Abu Mursyid, lalu
kenapa Guru Beliau yang datang?
Dengan senyum yang indah di pandang dan dengan suara lembut Beliau berkata, “Gurumu itu adalah Guruku juga”,
setelah mengucapkan kata tersebut saya tertegun sejenak meresapi makna
ucapan Beliau dan Beliau kemudian berjalan ke arah Qubah Mesjid dan
menghilang. Saya masih bertanya bagaimana mungkin Guru saya adalah Guru
Beliau karena setahu saya Guru Beliau adalah Syekh Abdul Gani Batu
Basurat di Riau, murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubis Mekkah.
Syekh Muda Wali sudah lama berlindung kehadirat Allah (meninggal dunia)
tahun 1961, sudah lama sekali. Kata-kata “Gurumu itu adalah Guruku juga” sangat berkesan bagi saya dan beberapa tahun kemudian baru saya memahami maknanya.
Dulu,
salah seorang khalifah Syekh Muda Wali mengalami sakit berat sampai
akhirnya lumpuh di hari Jum’at. Menurut pendapat beberapa orang, orang
yang lumpuh di hari Jum’at biasanya tidak akan sembuh, kecuali Tuhan
berkehendak. Sudah banyak tempat di datangi, tidak ada kemajuan sama
sekali, padahal Beliau tahun depan ingin menunaikan ibadah haji.
Kebetulan saya meminta doa kepada Guru saya untuk kesembuhan Khalifah
dari Syekh Muda Wali yang sudah berumur 82 tahun, akhirnya bisa sembuh
dengan normal dan bisa menunaikan ibadah Haji.
Sebagai
rasa terima kasih, Beliau datang berziarah ke tempat Guru saya dan saya
memperkenalkan Guru saya kepada Beliau. Dalam pertemuan itu Guru saya
duduk di atas kursi dan Beliau duduk di bawah, pada saat berjumpa Beliau
mencium tangan Guru saya dengan hormat. Kebetulan saat itu banyak orang
yang hadir, berziarah kepada Guru saya. Kebetulan juga ada sekitar 20
orang ingin menjadi murid Guru saya. Dalam hati saya ingin sekali
Khalifah ini juga menjadi murid Guru saya karena Guru Beliau kan sudah
lama meninggal dunia. Suatu kegembiraan yang luar bisa bagi saya kalau
khalifah itu bisa masuk terekat kembali menjadi murid dari Guru saya.
Tapi hal yang diluar perkiraan saya, Guru saya berkata, “Yang
20 orang silahkan nanti malam masuk tarekat, sedangkan Beliau ini
(sambil menunjuk ke arah Khalifah) tidak perlu lagi masuk tarekat karena
dia sudah jadi dengan Gurunya”. Kata “jadi” berarti dia telah sempurna berguru dengan Gurunya.
Begitulah
akhlak dari Guru Sufi, tidak bernafsu untuk merebut murid orang lain
dan tidak memaksa orang menjadi muridnya. Seperti halnya juga Syekh Muda
Wali yang sudah lama meninggal dunia, secara rohani Beliau menunjukkan
akhlak luar biasa mengakui Guru saya sebagai Guru Beliau, bisa jadi
untuk menambah semangat saya berguru. Tapi secara hakikat memang Guru
itu SATU, secara zahir ada banyak sekali pembimbing rohani di dunia ini.
bagian 2:
Sangat
wajar dan sempurna bagi seorang murid menganggap Gurunya adalah paling
utama dan paling hebat di dunia, khalifah utama Rasulullah dan
seterusnya. Satu hal yang lazim dalam tarekat memposisikan hanya Guru
nya yang bisa menyampaikan orang kepada Tuhan, selain dari itu
diragukan. Didikan ini satu sisi sangat bagus, karena memang seorang
murid harus fokus kepada satu orang Guru. Bahkan dalam Adab (sopan
santun) seorang Guru yang di tulis dalam kitab Tanwiril Qulub
karya Syekh Amin al-Kurdi, Guru berhak melarang muridnya untuk
berkunjung kepada Syekh lain dan salah satu Adab dari murid tidak boleh
berkunjung kepada Guru Mursyid lain tanpa se izin dari Gurunya.
Kalau kita melihat sudut pandang lain, ukhwah Islamiah,
mempererat tali persaudaraan sesama muslim bahkan dengan seluruh
manusia di muka bumi, maka pandangan terebut tidak tidak bisa dipakai
sama sekali. Hubungan murid dengan Guru adalah hubungan yang sangat
pribadi, hubungan hati dengan hati, sedangkan dalam keseharian kita
hidup dalam komunitas yang berbeda, tidak satu Guru dengan kita, maka
kita harus bisa menghargai perbedaan-perbeda.
Ketika
seorang Guru meninggal dunia, maka murid-murid yang sudah “jadi” dengan
Gurunya terasa dunia sudah kiamat dan dia tidak ada lagi sejarah
setelahnya. Mereka tetap berpegang teguh dengan Gurunya dan meyakini
bahwa Gurunya tetap bisa memberikan syafaat kepadanya sampai kapanpun.
Sikap ini sudah benar, namun terkadang menjadi berlebihan ketika ada
khalifah Guru meneruskan dakwah dari Guru menyebarkan Kalimah Allah
keseluruh muka bumi malah dianggap menyimpang. Mereka (para murid)
menentang keras dan menganggap khalifah tersebut yang kemudian menjadi
Mursyid bagi murid-muridnya dikemudian hari dianggap telah melanggar
Adab yang ditetapkan Gurunya.
Dunia
ini terus berlanjut dan dakwah yang dilakukan Rasulullah saw,
diteruskan oleh para Ulama sampai kepada Guru kita dan akan terus
berlanjut sampai akhir zaman, jadi tidak berhenti ketika seorang Guru
telah meninggal dunia.
Teori Mursyid Abadi.
Kita
mengetahui dari riwayat bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani adalah seorang
Guru yang tidak ada tolak banding di zamannya. Kekeramatan Beliau diakui
oleh semua orang baik di timur maupun di barat. Begitu Keramat Syekh
Abdul Qadir, sehingga para murid menganggap bahwa Baliau adalah Wali
yang terakhir di muka bumi ini. Syekh Abdul Qadir Jailani mendapat gelar
Sultanul Aulia atau pemimpin para Wali dan Syekh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamdani memang telah meramalkannya, Beliau berkata kepada Syekh Abdul Qadir yang masih muda, “Hai
Abdul Qadir, Allah dan RasulNya sangat senang dengan kesopananmu. aku
seolah-olah melihat, kelak dikota Baghdad, engkau akan duduk memberikan
pelajaran agama dihadapan para santri yang berdatangan dari segala
penjuru. Akupun seolah-olah melihat, setiap wali yang ada pada masamu,
semuanya tunduk melihat keagunganmu. Ketahuilah sebenarnya kedua telapak
kakimu ini berada diatas tengkuk setiap wali Allah.” Kisah Lengkapnya bisa di baca di sini.
Karena
kekeramatan dan kehebatan Syekh Abdul Qadir, maka para murid menganggap
bahwa tidak akan ada lagi Wali setelah Beliau dan Beliau dianggap
penutup dari para Wali. Tapi sejarah kemudian mencatat, setelah Syekh
Abdul Qadir Jailani wafat, dakwah tarekat berkembang pesat, Tarekat
Qadiriah yang diambil dari nama Beliau tersebar keseluruh muka bumi
dengan melahirkan banyak Wali-Wali hebat setelahnya. Bahwa terakat
Qadiriyah kemudian berkembang menjadi lebih kurang 40 jenis tarekat
dengan nama berbeda. Tarekat Samaniah, Tarekat Syattariyah dan lain-lain
adalah tarekat yang berkembang dari Tarekat Qadiriyah, hasil binaan
dari Syekh Abdul Qadir Jailani. Dunia tetap berlanjut.
Sama halnya dengan Syekh Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari QS atau dikenal dengan Syekh Naqsyabandi pendiri Tarekat Naqsyabandi,
semasa hidup dikenal kekeramatan dan kehebatannya. Begitu hebat Syekh
Naqsyabandi sehingga rohani Beliau bisa berguru kepada 4 tingkatan Guru
di atas Beliau, menerima langsung ilmu dari Syekh Abdul Khalik Fadjuani
dan Beliau juga mempunyai 4 Guru lain selain Guru utama yaitu Syekh Amir
Khulal QS. Beliau dianggap penghimpun segala ilmu tarekat. Syekh
Bahauddin pernah menyanjung ilmu tarekatnya dengan ucapan “Permulaan pelajaran Tarikatku akhir dari pelajaran semua tarekat”. Kisah riwayat lengkap Beliau bisa di baca disini.
Syekh Naqsyabandi semasa hidup digelar sebagai “Muhammad Kedua”,
dan para murid menganggap Beliau adalah penutup para Wali sebagai mana
juga anggapan para murid Syekh Abdul Qadir terhadap gurunya. Lalu
setelah Syekh Naqsyabandi wafat apakah dunia berakhir dan Wali Allah
tidak ada lagi? Sejarah mencatat Dari murid-muridnya dahulu sampai
dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di
Barat, sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia.
Murid
yang meyakini hanya Gurunya Mursyid yang utama, walaupun sudah wafat
tetap semua orang harus berguru rohani kepada gurunya saya menyebut
sebagai Teori Mursyid Abadi dan sampai sekarang banyak orang-orang yang
berpandangan seperti ini.
Dunia
ini sangat luas dan besar, dengan penduduk 6,8 milyar, 1,57 Milyar
muslim, rasanya tidak mungkin kalau hanya dibimbing oleh satu orang Guru
saja. Itulah sebabnya setelah Rasulullah SAW wafat, Islam berkembang
dengan pesat oleh para pendakwah yang membawa kebenaran Islam keseluruh
dunia, mengajarkan syariatnya, tarekatnya, hakikatnya dan makrifatnya.
Orang tidak banyak kenal dengan Guru dari Wali Songo tapi orang-orang di
Jawa dimasa itu menganggap Wali Songo sebagai Guru Mursyid mereka dan
ilmu wali songo kemudian terus bersambung sampai hari ini. Syekh Ibnu
Athaillah As Sakandari berkata, “Di dunia ini tidak akan kekurangan Guru Mursyid, tapi engkau kurang bersungguh-sungguh dalam mencari”.
bagian 3:
Pada
hakikatnya Guru Mursyid itu SATU, karena memang “isi” nya adalah sama
yaitu Kalimah Allah Yang Maha Esa. Setiap Guru Mursyid membawa kebenaran
dari Rasulullah SAW, menyebarkan Tauhid yang murni agar manusia tidak
hanyut dalam kemusyrikan, inilah inti utama dakwah dari Guru Mursyid.
Saya
tidak pernah menulis nama Guru dalam setiap tulisan dan hanya
menyingkat dengan “Guru Sufi” karena saya ingin sahabat semua menganggap
Guru saya adalah guru anda juga dan Guru anda adalah Guru saya juga,
kita menyebut Beliau sebagai Guru Sufi. Kalau kebetulan sifat-sifat Guru
Sufi yang saya ceritakan mendekati dengan Guru anda, bisa jadi kita
satu Guru dan kalaupun secara fisik Guru kita berbeda tapi pada
hakikatnya adalah sama karena karena isi dada dari Guru Mursyid adalah
Nur Allah.
Seorang
murid harus fokus kepada Gurunya agar bisa mendapat pelajaran-pelajaran
hakikat yang berharga, mendapat kelimpahan ilmu yang menuntun murid
kepada kebenaran. Walaupun pada akhirnya tujuan dari berguru bukanlah
mencari ilmu, mencari kehebatan atau kekeramatan, tujuan semata hanyalah
mencari Ridho-Nya.
Suatu
hari saya menceritakan mimpi kepada Guru saya. Dalam mimpi tersebut
Guru dari Guru saya berpesan bahwa segala ilmu telah ditumpahkan kepada
Guru saya dan Guru saya adalah gudang segala ilmu. Ketika saya selesai
cerita, Guru saya berkata, “Bagus mimpimu itu, dan satu hal yang harus kau ingat bahwa berguru itu bukan untuk mencari ilmu, tapi mencari Tilik kasih-Nya”.
Saya bertanya, “Apa itu tilik kasih-Nya itu Guru?”
“Kasih saya dan Rahmat Allah yang tercurahkan lewat Seorang Guru, itulah bekal yang hakiki dan paling berharga bagi seorang murid” jawab Guru.
“Kamu tahu kenapa Guru saya mengatakan semua ilmu ada pada Gurumu ini?”
“Tidak tahu Guru”.
“Karena
selama saya berguru sampai Beliau berlindung kehadirat Allah, saya
tidak pernah mencari ilmu, tidak pernah mengharapkan harta dan tidak
pernah mengharapkan kekeramatan, yang saya inginkan hanyalah Guru semata” Kata Guru.
Kemudian Beliau melanjutkan, “Kalau
Guru sakit, saya berharap Tuhan mau memindahkan penyakit tersebut
kepada saya, biarlah saya yang sakit dan Guru tetap sehat. Kalau Guru
susah saya berdoa agar Tuhan memindahkan kesusahan tersebut kepada saya,
biarlah saya yang menanggung kesusahan dan Guru tetap bahagia”. Saya melihat Guru menangis ketika mengucapkan kata-kata tersebut.
“Para Sahabat Nabi itu orang-orang pilihan, mereka mengorbankan apapun untuk Nabi bahkan nyawapun diberikan andai itu diperlukan” kata Guru.
“Maka…dalam
berguru kamu jangan pernah mencari ilmu, mengharapkan kehebatan, kalau
kamu benar-benar mencintai Gurumu maka Allah akan mencintai kamu dan
seluruh alam akan mencintaimu”.
Nasehat-nasehat
yang sudah lama sekali saya dengar dari Guru rasanya seperti baru saja
Beliau ucapkan, hangatnya masih terasa. Begitulah seorang Guru Mursyid
salah satu ciri khas nya adalah apabila memberikan pengajaran akan
berbekas di hati murid dan murid akan berubah menjadi baik.
Seorang
Guru pasti memberikan pelajaran yang baik, tidak terkecuali Guru saya
dan Guru anda. Para Guru adalah orang-orang yang dikirim oleh Allah SWT
untuk meneruskan dakwah Rasulullah saw menjadikan Islam sebagai rahmat
bagi seluruh Alam. Tentu setiap Guru mempunyai kapasitas yang berbeda
antara satu sama lain. Ada Guru yang mempunyai murid banyak ada yang
sedikit, ada yang khusus untuk satu daerah ada yang tersebar di seluruh
dunia.
Ibarat
matahari, dia adalah tunggal, tapi bisa dilhat dan dirasakan diseluruh
dunia sesuai dengan kapasitas masing-masing. Ada yang melihat matahari
lewat atap rumah yang bocor berbentuk persegi empat, maka matahari itu
berbentuk per segi empat, ada yang melihat dari lubang segitiga maka
cahaya matahari itu berbentuk segitiga juga, sesuai dengan wadah yang
dilewatinya. Begitu juga dengan Cahaya Allah, dia akan melewati wadah
yang berbeda untuk bisa menerangi seluruh alam tapi pada hakikatnya
adalah satu.
Ibarat
listrik, untuk bisa menerima arus listrik harus melewati kabel, dengan
bentuk dan ukuran yang berbeda. Ada yang berukuran besar, ada pula yang
kecil bahkan ada yang sangat kecil, tapi semuanya mempunyai isi yang
sama yaitu listrik. Kabel besar akan bisa menyambung dan membagi listrik
kepada kabel kecil, dan dengan bantuan lampu bisa menerangi jumlah
yang banyak sedangkan kabel kecil hanya bisa dipakai beberapa bola lampu
saja. Walau pun kawatnya banyak, kebalnya ribuan kilometer tapi tidak
menghilangkan isi nya selagi kabel terebut masih tersambung dengan
pembangkit listrik. Begitulah hakikat dari Mursyid yang wadahnya berbeda
tapi isinya sama, karena itu hakikat dari Mursyid adalah SATU.
Guru
Mursyid yang mana paling hebat? Pertanyaan itu tidak akan pernah bisa
terjawab, tergantung kepada siapa anda bertanya. Para murid akan
menganggap Gurunya paling hebat. Dari pada sibuk mempertandingkan Guru
Mursyid lebih baik kita bertanya dalam hati, sudahkah kita menjadi murid
yang baik? Bukankah Guru Mursyid itu adalah murid yang shiddiq dari
Gurunya? Lalu kenapa kita fokus kepada pertandingan Guru Mursyid yang
bukan wilayah kita, kenapa kita tidak fokus bagaimana menjadi murid yang
baik saja. Kalau engkau mengatakan Guru mu hebat maka engkau harus bisa
membuktikan dengan kehebatan dirimu agar orang lain bisa yakin. Tapi
kalau engkau mengatakan Guru mu hebat disaat yang sama engkau rendahkan
guru orang lain maka itu sama dengan engkau merendahkan guru mu sendiri.
Dari
pada mempermasalahkan siapa Guru Mursyid yang hebat dan itu adalah hak
perogatif Allah, Dia yang mengetahui siapa Wali-Nya yang utama, lebih
baik kita belajar menjadi murid yang baik dan menjadi hamba yang baik.
Seperti ucapan dari Syekh Muda Wali di awal tulisan ini, “Guru mu itu adalah Guruku juga”
sangat bagus dijadikan dasar untuk menguatkan persaudaraan diantara
sesame pengamal tarekat khususnya dan ummat Islam pada umumnya. Bagi
saya Guru anda adalah Guru saya juga karena Guru Sejati itu bukanlah
manusia, Guru Sejati adalah Allah Ta’ala yang menjadi Maha Guru dari
Segala Maha Guru.
Mengakhiri
tulisan ini, kita semua berharap di bulan penuh berkah ini Allah
berkenan melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, menerangi hati kita,
menjadikan kita murid yang baik da Semoga Allah senantiasa menuntun
kita kepada jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin ya Rabbal ‘Alamin
( selesai )
sumber: http://sufimuda.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com