Jumat, 19 Juli 2013

Artikel Spesial Bulan Ramadhan Versi Bergambar= BERSABARLAH DAN TUNGGU SAMPAI WAKTUNYA TIBA (Bagian 1 - 3 )

http://kolom.abatasa.co.id/gambar/kolom-sabar-dan-mengeluh-970_l.jpgAgama adalah sarana bagi manusia untuk mencapai sebuah tujuan yaitu makrifatullah atau mengenal Allah. Ketika Makrifat kepada Allah dicapai maka manusia akan lebih sempurna melakukan pengabdian kepada Allah lewat ibadah dan amal-amal kebaikan yang diperintahkan Allah di dalam agama. Dengan agama manusia akan lebih memahami hakikat hidup dan ketika makrifat dicapai maka tindakan-tindakannya secara otomatis akan selaras dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Tuhan dalam agama. Sayangnya orang terlalu fokus kepada Agama sebagai sarana atau wadah dan melupakan tujuan dari agama itu sendiri yaitu Tuhan.
Untuk mencapai tujuan beragama yaitu mencapai kehadirat-Nya, maka didalam agama ada tingkatan yang harus ditempuh oleh manusia. Dimulai dengan tahap pertama yaitu pengenalan terhadap hukum-hukum dan aturan-aturan yang tertulis dalam kitab suci. Apa yang tertulis di dalam kitab suci menjadi pedoman dasar bagi manusia untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. Disana terdapat hukum-hukum yang harus dipatuhi beserta penjelasan akibat bagi yang melanggar hukum tersebut dan penghargaan atau pahala bagi yang melaksanakan hukum-hukum itu. Pada tahap ini agama menjadi begitu kaku dan tidak hidup sama sekali, tahap pertama ini dikenal dengan Syariat.
Syariat tersebut akan menjadi benda mati, hukum tertulis di atas kertas, akan tetap kaku tanpa ada kehidupan didalamnya kalau tidak ada metodologi pelaksanaan teknisnya. Syariat memerintahkan manusia untuk untuk ibadah, tatacara ibadah tapi disana tidak dijelaskan bagaimana cara menghidupkan ibadah itu. Syariat dalam hal ini Rasulullah mengatakan bahwa kebanyakan orang berpuasa hanya mendapat lapar dan dahaga, tidak akan menemukan hakikat dari puasa. Orang mengerti apa yang diucapkan nabi tentang puasa yang hanya mendapat lapar dan dahaga akan tetapi sekali lagi syariat tidak bisa menyelesaikan problem ini, tidak ada solusi bagaimana agar puasa tidak sekedar mendapat haus dan lapar saja. Untuk pelaksanaan teknis dari ibadah diperlukan sebuah metodologi yang tepat yaitu thareqatullah.
Di dalam Thareqatullah sebagai jenjang kedua dalam agama akan didapat rahasia pelaksanaan secara teknis segala yang berhubungan dengan ibadah. Di tarekat juga akan diajarkan bagaimana cara kita berhubungan dengan Allah secara benar baik dalam ibadah maupun dalam keseharian. Di dalam tarekat kita mengenal seorang Master Ahli yang akan menjelaskan secara detail bagaimana cara melaksanakan apa yang diperintahkan Allah di dalam kitab suci. Di Tarekat juga seorang akan diajarkan bagaimana cara membersihkan hati, taubat dengan benar sebagai langkah awal menuju kehadirat Allah SWT.
Ketika metodologi itu dilaksanakan dengan baik dan benar barulah membuahkan hasil yaitu menyelami dunia hakikat dan mencapai tahap makrifat yaitu mengenal Tuhan Pemilik Bumi dan Langit. Jadi makrifat itu bukan cara tapi hasil dari melaksanakan aturan-aturan agama dengan menggunakan metodologi yang tepat.
Dalam menempuh jalan kepada Allah tidak ada cara instan, semua harus melewati proses, baik proses aturan maupun waktu. Untuk urusan sederhanapun seperti memasak nasi walaupun rukun dan syarat telah dipenuhi harus dengan sabar menunggu sampai beras yang dimasak menjadi nasi. Untuk sempurna menjadi nasi diperlukan waktu 30 menit, apa yang terjadi kalau kita paksa dalam waktu 5 menit? Maka beras tidak akan sempurna menjadi nasi, beras akan tetap menjadi beras.
Manusia memiliki sifat tidak sabar, ingin memperoleh hasil yang cepat sehingga ketika ada tawaran bersifat instan langsung diterima tanpa berfikir lebih dalam. Kalau ada orang yang memberikan tawaran bisa mencapai makrifat kepada anda dalam waktu cepat maka wajib anda curigai. Kenapa? Karena makrifat itu urusan Allah, manusia hanya bisa melaksanakan rukun syaratnya sedangkan hasil sepenuhnya hak Allah, tidak ada manusia yang bisa memberikan jaminan. Seorang Guru Mursyid yang berkualitas yang Kamil Mukamil dan mampu mengantarkan rohani murid kepada tahap makrifat biasanya tidak terlalu bernafsu untuk menerima murid apalagi memberikan iming-iming gaib berupa makrifat dan lain-lain.

bagian 2: 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiD42W4v7Ey9ssTb9uwpRX5mPJZ5dm_30351cykZ4NS-OQhGEhJesaQPmG_Q3GiS3VIvy0qDFSoXbmxEFRXwjOziXTqDTgzV79K7HtYpXs8Uni4WFh9dLFfns75niym4SlCz7iM8gaXhbaS/s320/sabar.jpg
Makrifat itu bukan benda yang bisa diberikan dengan begitu mudah apalagi bisa dijanjikan dengan sekehendak hati. Makrifat akan tercapai ketika hamba terbuka hijabnya sehingga mampu memandang kebesaran Allah SWT. Hijab pada diri manusia tidak lain adalah hawa nafsunya sendiri termasuk hawa nafsu untuk mencapai tahap Makrifat. Lalu bagaimana mungkin seorang hamba bisa mengendalikan hawa nafsunya tanpa melalui mujahadah, perjuangan dengan sungguh-sungguh.
Kaum sufi menyebut mujahadah sebagai perang tanpa henti atau perang terus menerus karena selama manusia hidup dia akan terus berjuang melawan dirinya, melawan hawa nafsu sampai dia mampu menundukkannya.
Hijab berikutnya yang menyebabkan manusia tidak mampu mencapai makrifat adalah hijab ilmu. Pengetahuan-pengetahuan agama yang begitu menumpuk tanpa sadar menjadi hijab dengan Allah Karena dia tidak mempunyai keinginan lagi untuk mencari dan merasa sudah begitu banyak ilmu. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tanpa makrifat kepada Allah maka tidak ada yang bertambah dalam ilmunya itu kecuali bertambah jauh dari Allah”.
Pengetahuan akan makrifat sendiri tanpa disadari merupakan hijab kepada Allah karena makrifat tidak bisa dibahas sama sekali. Makrifat adalah rasa dan hanya bisa diketahui oleh orang yang telah merasakan. Orang yang belum merasakan Makrifat kemudian membahas makrifat ibarat orang buta bercerita tentang gajah, sesuatu yang tidak pernah dilihat langsung.
Karena Makrifat bukan merupakan ilmu maka syarat untuk mencapai makrifat bukanlah kecerdasan. Kecerdasan fikiran tidak membantu seseorang untuk mencapai tahap makrifat bahkan dalam beberapa hal kecerdasan seringkali menjadi penghambat. Allah berfirman kepada Musa, “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku” meng-isyaratkan bahwa jika engkau ingin menemui Allah maka tinggalkan segala atribut yang kau miliki termasuk kecerdasanmu.
Seirama dengan firman Allah kepada Musa, seorang guru sufi mengatakan kepada muridnya yang baru belajar, “Tinggalkan akal fikiran mu dipagar sana baru engkau akan memahami hakikat ilmu ini (Tasawuf)”. Kemudian Beliau melanjutkan, “Amalkan zikir yang aku ajarkan selama 40 hari, nanti baru engkau riset, teliti dan telaah terhadap apa yang telah engkau amalkan,”.
Rasulullah SAW berkata, “Matikan dirimu sebelum engkau mati”. Syariat memaknai mati sebagai nafas berhenti, tidak ada lagi tanda kehidupan sama sekali. Tasawuf memaknai mati yang dimaksud oleh Nabi adalah mematikan akal sesaaat agar ruhani bisa bebas terbang menuju alam Rabbani. Ketika akal masih diandalkan maka kita tetap berada pada dimensi alam dunia, tidak akan pernah bisa terbang menuju alam Rabbani.
Harus diingat bahwa Allah sangat melarang manusia untuk memikirkan Dzat Tuhan, artinya kemampuan akal tidak bisa diandalkan sama sekali apabila manusia ingin berjumpa dengan Tuhannya. Tulisan ini bisa dianggap salah oleh orang-orang yang tidak memahami sepenuhnya tentang tasawuf, seolah-olah pengamal tasawuf itu orang yang telah mati akalnya. Pengamal Tasawuf mati akalnya ketika dia berhadapan dengan Dzat Allah dan ketika dia berhadapan dengan selain Allah, dengan alam semesta, dengan lingkungan maka akal nya menjadi sangat cerdas karena akalnya telah ikut disinari dengan cahaya Allah.

bagian 3: 
http://philosofia2012.files.wordpress.com/2012/04/sabar.jpg
Makrifat bukan merupakan ilmu tapi sebuah anugerah, sebuah pencapaian hasil dari mujahadah hamba sehingga Allah berkenan memperlihatkan keindahan wajah-Nya kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh karena itu makrifat tidak bisa diperoleh dengan hasil diskusi apalagi perdebatan. Makrifat tidak akan pernah bisa diperoleh dengan membaca buku dan meneliti kitab-kitab tasawuf bahkan semakin banyak akan semakin sulit untuk mencapainya.
Makrifat hanya bisa diperoleh dengan bimbingan Guru yang telah mencapai tahap itu. Seorang Guru yang telah berulang kali menempuh perjalanan kesana sehingga kemudian dia bisa menjadi pemandu para murid-muridnya sehingga bisa selamat sampai ke tujuan. Seorang Guru yang telah berulang kali menempuh perjalanan itu tentu saja akan paham dimana letaknya lembah dan bukit, sangat paham dimana jalan licin dan berbahaya sehingga seluruh khalifah yang dibawa nya akan selamat sampai ke tujuan.
Tanpa bimbingan seorang yang ahli dan sudah pernah kesana maka bisa dipastikan perjalanan yang ditempuh akan tersesat dan tidak mencapai tujuan. Ada sebuah syair terkenal di kalangan Sufi, “Kaum Sufi adalah orang yang sudah sampai kehadirat-Nya kemudian dia kembali untuk menyampaikan berita gembira”.
Pengetahuan Agama pada tataran hapalan bisa menghambat seseorang mencapai makrifat pernah disampaikan oleh Imam Al-Ghazali “Kitab ibarat tongkat untuk membantu berjalan, ketika sudah bisa berjalan maka tongkat itu tidak diperlukan lagi bahkan bisa menghambat perjalanannya”. Kemudian Al-Ghazali menyindir orang-orang yang terlalu kuat memegang kitab seperti memegang tongkat sehingga seumur hidup, dia tidak pernah bisa berjalan sama sekali, lumpuh seumur hidup.
Kajian-kajian tentang makrifat pun tidak ubahnya seperti seorang yang memegang tongkat, semakin dikaji ilmu makrifat semakin jauh dirinya dari makrifat itu sendiri. Ilmu Tarekat sendiri sebagai sarana atau langkah dalam menggapai tarekat bukan berisi kajian-kajian tapi amalan-amalan. Inti dari Tarekat adalah mengamalkan dzkir secara terus menerus kemudian melanjutkan dengan Suluk/I’tikaf, dari sana nanti Allah langsung memberikan pemahaman kepada hati hamba-Nya, melimpahkan cahaya-Nya sehingga mata bathin bisa menembus alam tanpa batas, berjumpa dengan Allah SWT.
Sebagai ilustrasi untuk mudah dipahami, Tarekat ibarat seekor kambing yang masih kecil, dzikir adalah makanannya sedangkan pertumbuhan mencapai tahap dewasa (kambing menjadi besar) adalah makrifat. Yang dilakukan oleh seorang penggembala adalah memberikan makanan secara teratur kepada kambingnya sehingga seiring berjalannya waktu kambingnya otomatis akan menjadi besar. Penggembala tidak boleh memikirkan kapan kambing besar, bagaimana bentuk kambing setelah besar, berapa ukurannya karena kalau itu yang difikirkan maka dia akan lupa memberikan makan untuk kambingnya sehingga kambig tersebut tidak tumbuh dengan normal bahkan mati.
Sama halnya dengan belajar tarekat, yang menjadi fokus seorang murid bukan kepada makrifat tapi kepada amalan-amalan dzikir yang merupakan makanan bagi rohaninya untuk tumbuh besar sehingga mampu berjalan ke tempat tujuan. Seorang Guru sufi memberikan nasehat kepada muridnya, “Jangan kau fikirkan kapan kambing mu besar, beri saja dia makan dengan teratur maka otomatis akan menjadi besar”.
Bagi murid yang belum memahami dan merasakan makrifat, masih terasa gelap, teruskan saja dzikr. Ketika rohani murid tersambung dengan rohani Guru maka secara otomatis rohaninya akan sampai kehadirat Allah walaupun dia belum menyadarinya. Orang yang baru mulai berguru ibarat bayi, dia sudah sampai ke kota yang dituju tapi dia belum bisa melihat, belum bisa mendengar dan merasakan keindahan kota. Seiringin berjalannya waktu, pasti dia akan bisa memandang kota yang begitu indah, kota yang sebenarnya sudah dilewati berulang kali semasa dia masih bayi yaitu ketika dia digendong dengan mesra dan penuh kasih oleh Gurunya.
Sahabat sekalian, teruskan saja dzikir, seluruh Guru Sufi memberikan nasehat yang sama, “Perbanyak Dzikrullah, Perbanyak mengingat Allah”. Jangan pedulikan dengan makrifat apalagi sekedar kaji karena itu akan melalaikan anda dari tugas pokok anda yaitu melaksanakan amanah Guru, memperbanyak dzikir, memberikan makanan kepada rohani agar dia tumbuh. Teruslah dzikir dan satu hal yang harus diingat, semua itu membutuhkan waktu seperti bunga yang akan mekar dan seperti kambing yang akan tumbuh menuju dewasa.
Ketika ada orang menggoda anda dengan pertanyaan-pertanyaan gaib maka ucapkanlah, “Saya tidak sempat menjawab pertanyaan itu karena saya sedang menyibukkan diri dengan mengingat Allah”. Dan ketika ada orang bertanya apakah anda sudah mencapai tahap makrifat maka jawablah dengan santai, “Sabar, Tunggu Waktunya Tiba!”.
( selesai )
sumber: http://sufimuda.net/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com