Ustadz, saya ingin bertanya mengenai apa dasarnya orang yang
menghajikan orang lain (mis:orang tua) yang telah meninggal. Seorang
uztad pernah menjawab dasarnya adalah hadist Nabi yang kira-kira
maksudnya kalau orang yang meninggal hutangnya wajib dilunasi ahli
waris. Itu hutang kepada manusia, masa hutang sama Tuhan tidak
dibayar...? (dalam hal ini almarhum/ah pernah menyatakan niat ingin
berhaji) Apa betul itu yang menjadi dasar Pak?
Tanya Jawab [258]: Menghajikan Orang yang Sudah Meninggal
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. wb.
Ustadz,
saya ingin bertanya mengenai apa dasarnya orang yang menghajikan orang
lain (mis:orang tua) yang telah meninggal. Seorang uztad pernah menjawab
dasarnya adalah hadist Nabi yang kira-kira maksudnya kalau orang yang
meninggal hutangnya wajib dilunasi ahli waris. Itu hutang kepada
manusia, masa hutang sama Tuhan tidak dibayar...? (dalam hal ini
almarhum/ah pernah menyatakan niat ingin berhaji) Apa betul itu yang
menjadi dasar Pak? Padahal menurut logika saya, masa iya, Allah yang
menghidupkan dan mematikan manusia, masih menganggap niatan almarhum/ah
tersebut adalah hutang??? Terima kasih atas jawaban Bapak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Edi S
Jawaban
Assalamu'alaikum wr. wb.
Berikut ketentuan ibadah yang boleh dilakukan untuk orang lain :
1. Ibadah murni fisik, seperti shalat dan zakat tidak boleh diniatkan untuk orang lain, karena ibadah ini tidak boleh digantikan oleh orang lain.
2. Ibadah murni harta seperti zakat dan Qurban : Syafi'ie mengatakan tidak boleh diniatkan untuk orang lain, baik yang masih hidup atau telah meninggal, terkecuali bila almarhum telah mewasiatkannya. Mazhab Maliki mengatakan makruh dan mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan boleh. Dalam sebuah hadist Rasulullah menyembelih dua ekar domba gemuk, satu untuk diri beliau dan satu lagi untuk umatnya yang beriman.(H.R. Dar Quthni)
3. Ibadah yang mengandung unsur fisik dan harta seperti Haji : Mayoritas ulama mengatakan boleh dan hanya mazhab Maliki yang mengatakan tidak boleh. Landasan pendapat ini bisa di lihat dalam pembahasan di bawah. Dalil yang mengatakan tidak sah adalah nash-nash umum yang mengatakan bahwa orang yang sudah meninggal telah terhenti amalnya, seperti hadist yang mengatakan "Apabila Bani Adam telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, Sodaqoh Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya" (H.R. Muslim dan Abu Harairah) dan nash-nash yang mengatakan bahwa seseorang hanya mendapatkan pahala atau dosa dari perbuatannya.
4. Bacaan-bacaan untuk orang yang sudah meninggal: Ibadah yang sampai kepada orang yang telah meninggal dunia adalah do'a, Istighfar (memintakan ampunan). Membaca al-Qur'an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal oleh sebagian ulama Syafi'i dan ulama Hanafi, insya Allah sampai kepada mayit tersebut. Imam Subki (ulama terkemuka mazhab Syafi'i) mengatakan : dari dalil-dalil yang ada kita bisa menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur'an yang ditujukan kepada mayit akan bermanfaat untuknya. Ibnu Solah juga mengatakan sebaiknya diniatkan bahwa pahalanya dikirimkan kepada mayit. Landasan yang mengatakan bahwa ibadah tersebut sampai kepada mayit adalah hadits yang mengatakan "Bacalah untuk orang yang meninggal dunia, surat Yasin", begitu juga dalil-dalil yang menganjurkan puasa dan menjalankan haji untuk orang yang telah meninggal. Demikian juga ada hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengunjungi kuburan kemudian membaca surat Yasin, maka Allah akan meringankan penghuni kuburan tersebut, dan bagi pembacanya akan mendapatkan pahala" (hadits ini disebut dalam Bahrurra'iq, karangan Zaila'i (Hanafi) dan sanadnya lemah). Riwayat dari Imam Syafi'i dan Ahmad mengatakan ibadah tersebut tidak sampai kepada mayit, seperti shalat qadla untuk mayit. Riwayat dari Imam Malik mengatakan makruh karena tidak dilakukan oleh ulama terdahulu.
Berikut ketentuan ibadah yang boleh dilakukan untuk orang lain :
1. Ibadah murni fisik, seperti shalat dan zakat tidak boleh diniatkan untuk orang lain, karena ibadah ini tidak boleh digantikan oleh orang lain.
2. Ibadah murni harta seperti zakat dan Qurban : Syafi'ie mengatakan tidak boleh diniatkan untuk orang lain, baik yang masih hidup atau telah meninggal, terkecuali bila almarhum telah mewasiatkannya. Mazhab Maliki mengatakan makruh dan mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan boleh. Dalam sebuah hadist Rasulullah menyembelih dua ekar domba gemuk, satu untuk diri beliau dan satu lagi untuk umatnya yang beriman.(H.R. Dar Quthni)
3. Ibadah yang mengandung unsur fisik dan harta seperti Haji : Mayoritas ulama mengatakan boleh dan hanya mazhab Maliki yang mengatakan tidak boleh. Landasan pendapat ini bisa di lihat dalam pembahasan di bawah. Dalil yang mengatakan tidak sah adalah nash-nash umum yang mengatakan bahwa orang yang sudah meninggal telah terhenti amalnya, seperti hadist yang mengatakan "Apabila Bani Adam telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, Sodaqoh Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya" (H.R. Muslim dan Abu Harairah) dan nash-nash yang mengatakan bahwa seseorang hanya mendapatkan pahala atau dosa dari perbuatannya.
4. Bacaan-bacaan untuk orang yang sudah meninggal: Ibadah yang sampai kepada orang yang telah meninggal dunia adalah do'a, Istighfar (memintakan ampunan). Membaca al-Qur'an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal oleh sebagian ulama Syafi'i dan ulama Hanafi, insya Allah sampai kepada mayit tersebut. Imam Subki (ulama terkemuka mazhab Syafi'i) mengatakan : dari dalil-dalil yang ada kita bisa menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur'an yang ditujukan kepada mayit akan bermanfaat untuknya. Ibnu Solah juga mengatakan sebaiknya diniatkan bahwa pahalanya dikirimkan kepada mayit. Landasan yang mengatakan bahwa ibadah tersebut sampai kepada mayit adalah hadits yang mengatakan "Bacalah untuk orang yang meninggal dunia, surat Yasin", begitu juga dalil-dalil yang menganjurkan puasa dan menjalankan haji untuk orang yang telah meninggal. Demikian juga ada hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengunjungi kuburan kemudian membaca surat Yasin, maka Allah akan meringankan penghuni kuburan tersebut, dan bagi pembacanya akan mendapatkan pahala" (hadits ini disebut dalam Bahrurra'iq, karangan Zaila'i (Hanafi) dan sanadnya lemah). Riwayat dari Imam Syafi'i dan Ahmad mengatakan ibadah tersebut tidak sampai kepada mayit, seperti shalat qadla untuk mayit. Riwayat dari Imam Malik mengatakan makruh karena tidak dilakukan oleh ulama terdahulu.
Masalah
menghajikan orang lain Pendapat ulama yang mengatakan boleh menghajikan
orang lain, dengan syarat bahwa orang tersebut telah meninggal dunia
dan belum melakukan ibadah haji, atau karena sakit berat sehingga tidak
memungkinkannya melakukan ibadah haji namun ia kuat secara finansial.
Ulama Haanfi mengatakan orang yang sakit atau kondisi badanya tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya
untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya,
apalagi bila sakitnya kemungkinan susah disembuhkan, ia wajib
meninggalkan wasiat agar dihajikan. Mazhab Maliki mengatakan menghajikan
orang yang masih hidup tidak diperbolehkan. Untuk yang telah meninggal
sah menghajikannya asalkan ia telah mewasiatkan dengan syarat biaya haji
tidak mencapai sepertiga dari harta yang ditinggalkan. Mazhab Syafi'i
mengatakan boleh menghajikan orang lain dalam dua kondisi; Pertama :
untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau
sakit sehingga tidak sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan. Orang
seperti ini kalau mempunyai harta wajib membiayai haji orang lain, cukup
dengan biaya haji meskipun tidak termasuk biaya orang yang
ditinggalkan. Kedua orang yang telah meninggal dan belum melaksanakan
ibadah haji, Ahli warisnya wajib menghajikannya dengan harta yang
ditinggalkan, kalau ada. Ulama syafi'i dan Hanbali melihat bahwa
kemampuan melaksanakan ibadah haji ada dua macam, yaitu kemampuan
langsung, seperti yang sehat dan mempunyai harta. Namun ada juga
kemampuan yang sifatnya tidak langsung, yaitu mereka yang secara fisik
tidak mampu, namun secara finansial mampu. Keduanya wajib melaksanakan
ibadah haji.
Dalil-dalil :
1. Hadist
riwayat Ibnu Abbas "Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya
kepada Rasulullah "Wahai Rasulullah ayahku telah wajib Haji tapi dia
sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan apakah
boleh aku melakukan ibadah haji untuknya?" Jawab Rasulullah "Ya,
berhajilah untuknya" (H.R. Bukhari Muslim dll.).
2.
Hadist riwayat Ibnu Abbas " Seorang perempuan dari bani Juhainah datang
kepada Rasulullah s.a.w. bertanya "Rasulullah!, Ibuku pernah bernadzar
ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia
belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa
menghajikannya?. Rasulullah menjawab "Hajikanlah untuknya, kalau ibumu
punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah,
karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi" (H.R. Bukhari &
Nasa'i).
3. "Seorang lelaki datang kepada Rasulullah
s.a.w. berkata "Ayahku meninggal, padahal dipundaknya ada tanggungan
haji Islam, apakah aku harus melakukannya untuknya? Rasulullah menjawab
"Apakah kalau ayahmu meninggal dan punya tanggungan hutang kamu juga
wajib membayarnya ? "Iya" jawabnya. Rasulullah berkata :"Berahjilah
untuknya". (H.R. Dar Quthni)
4. Riwayat Ibnu Abbas, pada
saat melaksanakan haji, Rasulullah s.a.w. mendengar seorang lelaki
berkata "Labbaik 'an Syubramah" (Labbaik/aku memenuhi pangilanmu ya
Allah, untuk Syubramah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa Syubramah?".
"Dia saudaraku, Rasulullah", jawab lelaki itu. "Apakah kamu sudah pernah
haji?" Rasulullah bertanya. "Belum" jawabnya. "Berhajilah untuk dirimu,
lalu berhajilah untuk Syubramah", lanjut Rasulullah. (H.R. Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Dar Quthni dengan tambahan "Haji untukmu dan setelah itu
berhajilah untuk Syubramah". Hukum menyewa orang untuk melaksanakan haji
(badal haji): Mayoritas ulama Hanafi mengatakan tidak boleh menyewa
orang melaksanakan ibadah haji, seperti juga tidak boleh mengambil upah
dalam mengajarkan al-Qur'an. Dalam sebuah hadist riwayat Ubay bin Ka'ab
pernah mengajari al-Qur'an lalu ia diberi hadiah busur, Rasulullah
bersabda "Kalau kamu mau busur dari api menggantung di lehermu, ya ambil
saja".(H.R. Ibnu Majah). Rasulullah juga berpesan kepada Utsman bin
Abi-l-Aash agar jangan mengangkat muadzin yang meminta upah" (H.R. Abu
Dawud).
Sebagian ulama Hanafi dan mayoritas ulama Syafi'i
dan Hanbali mengatakan boleh saja menyewa orang melaksanakan ibadah
haji dan ibadah-ibadah lainnya yang boleh diwakilkan, dengan landasan
hadist yang mengatakan "Sesungguhkan yang layak kamu ambil upah adalah
Kitab Allah" (Dari Ibnu Abbas H.R. Bukhari). dan hadist-hadiat yang
mengatakan boleh mengambil upah Ruqya (pengobatan dengan membaca ayat
al-Qur;an). Ulama yang mengatakan boleh menyewa orang untuk melaksanakan
ibadah haji, berlaku baik untuk orang yang telah meninggal maupun orang
yang belum meninggal. Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang
melaksanakan ibadah haji, karena hanya upah mengajarkan al-Qur'an yang
diperbolehkan dalam masalah ini menurutnya. Menyewa orang melaksanakan
ibadah haji juga hanya boleh untuk orang yang telah meninggal dunia dan
telah mewasiatkan untuk menyewa orang melakukan ibadah haji untuknya.
Kalau tidak mewasiatkan maka tidak sah.
Syarat-syarat menghajikan orang lain :
1.
Niyat menghajikan orang lain dilakukan pada saat ihram. Dengan
mengatakan, misalnya, "Aku berniyat melaksanakan ibadah haji atau umrah
ini untuk si fulan".
2. Orang yang dihajikan tidak mampu
melaksanakan ibadah haji, baik karena sakit atau telah meninggal dunia.
Halangan ini, bagi orang yang sakit, harus tetap ada hingga waktu haji,
kalau misalnya ia sembuh sebelum waktu haji, maka tidak boleh
digantikan.
3. Telah wajib baginya haji, ini terutama secara finansial.
4.
Harta yang digunakan untuk biaya orang yang menghajikan adalah milik
orang yang dihajikan tersebut, atau sebagian besar miliknya.
5.
Sebagian ulama mengatakan harus ada izin atau perintah dari pihak yang
dihajikan. Ulama Syafi'i dan Hanbali mengatakan boleh menghajikan orang
lain secara sukarela, misalnya seorang anak ingin menghajikan orang
tuanya yang telah meninggal meskipun dulu orang tuanya tidak pernah
mewasiatkan atau belum mempunyai harta untuk haji.
6. Orang yang menghajikan harus sah melaksanakan ibadah haji, artinya akil baligh dan sehat secara fisik.
7.
Orang yang menghajikan harus telah melaksanakan ibadah haji, sesuai
dalil di atas. Seorang anak disunnahkan menghajikan orang tuanya yang
telah meninggal atau tidak mampu lagi secara fisik. Dalam sebuah hadist
Rasulullah berkata kepada Abu Razin "Berhajilah untuk ayahmu dan
berumrahlah". Dalam riwayat Jabir dikatakan "Barang siapa menghajikan
ayahnya atau ibunya, maka ia telah menggugurkan kewajiban haji keduanya
dan ia mendapatkan keutamaan sepuluh haji". Riwayat Ibnu Abbas
mengatakan "Barangsiapa melaksanakan haji untuk kedua orang tuanya atau
membayar hutangnya, maka ia akan dibangkitkan di hari kiamat nanti
bersama orang-orang yang dibebaskan" (Semua hadist riwayat Dar Quthni).
Demikian, semoga membantu.
Waalahu a'alam
Muhammad Niam
(Dari berbagai sumber )
sumber aritkel: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=947:menghajikan-orang-yang-sudah-meninggal&catid=20:haji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com