Minggu, 15 Juli 2012

(SUFI MUDA) Mengoreksi Diri Sendiri

Syaikh Ibnu Atha’illah

Usahamu untuk mengetahui beberapa kekurangan yang ada pada dirimu adalah lebih baik daripada engkau mencari sesuatu yang ghaib dan tersembunyi dalam dirimu

Hendaknya kita jangan terkonsentrasi hanya mencari sesuatu yang ghaib, yang tersembunyi di dalam diri kita. Jika kita tenggelam dalam kesibukan mencari yang tidak jelas hasilnya, maka sesuatu yang juga penting menjadi terabaikan. Keghaiban yang tersembunyi di dalam hati kita akan dengan sendirinya dapat ditemukan jika kita telah membersihkan kotoran-kotoran yang http://fahmy319.files.wordpress.com/2009/01/menjalani_hari1.jpgberupa kesalahan diri.

Gajah di pelupuk mata tak kelihatan, itulah sifat manusia. Kesalahan diri dan dosa-dosa yang melekat padanya tak pernah disadari karena sibuk mengurusi sesuatu yang jauh tersembunyi. Bahkan, manusia suka mengoreksi orang lain, sedangkan dirinya sendiri yang penuh dengan kesalahan sama sekali tak ditengoknya.

Allah Telah Memperingatkan, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian lainnya. Apakah engkau suka memakan bangkai saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang” [Q.S Al-Hujurat 12].

Sebagai orang yang ingin menjaga kesucian hati dan menempuh jalan makrifat, maka kita harus rajin mengoreksi diri sendiri. Mengapa harus menghabiskan tenaga untuk mengurusi orang lain, sedang dirinya sendiri dibiarkan tak terurus. Rasulullah saw pernah bersabda, “Berbahagialah orang yang selalu diingatkan oleh aibnya sendiri, daripada aibnya orang lain”

Jangan menghiraukan bisikan hawa nafsu yang terus mendorongmu dalam meneliti aib orang lain. Sementara aib sendiri ditutup-tutupi. Memang demikianlah pekerjaan hawa nafsu. Bila dituruti, maka semakin lama kita akan kehilangan rasa takut kepada Allah. Karena menganggap remeh kesalahan kita sendiri.

Jangan memberi kesempatan kepada hawa nafsu untuk bergolak. Kesempatan itu misalnya kita sering melanggar larangan Allah. Pelanggaran yang kita lakukan itu memicu binalnya nafsu. Bisa juga karena kita membiarkan hati dalam kesenangan riya’, yaitu beramal dengan niat bukan karena Allah. Atau kita suka membuang-buang waktu dengan percuma dan malas mengerjakan perintah-Nya. Inilah yang memicu hawa nafsu bergejolak dan mencengkeram kalbu. Sehingga mata hati kita menjadi kabur dalam menatap kebenaran Allah.

Allah Berfirman, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”. [QS. An-Naaziyat 40-41]

Membersihkan jiwa hendaknya dengan selalu mengoreksi cela yang ada pada diri sendiri. Yang seharusnya cela-cela itu terbuang jauh dari diri manusia yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.

Ketahuilah, aib yang ada pada diri manusia itu bermula dari hawa nafsu. Oleh sebab itu, tekanlah hawa nafsu itu, jangan sampai jiwa kita dikuasai olehnya.

Hawa nafsu itu berasal dari 4 perkara, yaitu: gemar melanggar perintah Allah, gemar menjalankan amal baik namun disertai riya’, gemar mengulur-ngulur waktu, tidak ada semangat dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah.

Empat perkara itu jika dibiarkan akan membutakan mata hati dan menumpulkan indera keenam. Oleh sebab itu untuk menghilangkannya, hendaknya kita mengisi jiwa kita dengan makrifat, tekun menjalankan perintah-Nya serta tekun mengikuti ajaran Rasulullah saw. Kalau kita mampu melakukan yang demikian, insya Allah semua keajaiban akan dapat kita lihat melalui mata hati.

Janganlah kita mengejar keinginan untuk mengetahui perkara gaib, semisal takdir dan karomah sebelum membersihkan aib diri sendiri. Jangan pula beramal dengan niat untuk mengetahui perkara ghaib, agar hati kita tidak sibuk dengan perkara itu. Sebab jika tenggelam dalam hal demikian, sesuatu yang lebih utama, yaitu kewajiban kita kepada Allah jadi terabaikan.

Diambil dari buku Telaga Makrifat Karya Syaikh Ibnu Atha’illah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com