Dua orang penyelam di perintahkan untuk mengambil mutiara di dasar laut. Keduanya menyelam, begitu di dasar laut, kedua penyelam itu terkagum-kagum pada keindahan pemandangan dasar laut, yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Salah seorang diantara keduanya kemudian teringat apa akan tugasnya. Ia begitu terkejut ketika melihat tabung oksigennya yang sudah menipis. Kalau tidak segera mengerjakan tugasnya ia akan mati. Akhirnya
ia hanya bisa mengambil mutiara beberapa saja, kemudian naik ke permukaan. Sedangkan kawannya yang sangat terbius dengan keindahan, akhirnya tidak bisa mengambil apapun. Oksigennya habis sebelum ia sempat mengerjakan tugasnya. Begitu terhanyaut, dengan keindahan yang begitu dahsyat.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa dunia yang begitu indah sangat membius siapapun. Dan manusia mempunyai tugas yang sangat dibatasi oleh waktu. Akankah ia kembali dengan apa yang menjadi tugasnya, atau ia akan kembali dengan tangan hampa?
Kehidupan yang merupakan rahmat Allah ini akan berakhir. Kematian akan menghampiri siapa saja, dimana saja, kapan saja, dan bagamanapun keadaannya.
Selain tidak pernah mempersiapkan kehidupan yang kekal kelak, kita terkadang selalu beranggapan bahwa waktu itu masih jauh jaraknya. Sebagian orang justru beranggapan bahwa kematian itu sangat menakutkan. Ironisnya, mereka bukan mempersiapkan diri, sebaliknya malah menjauhi pembicaraan hal-hal yang bersifat maut.
Mengapa mati harus ditakutkan? Islam menganggap takut pada kematian menyalahi fitrah dan hanya mendatangkan kesengsaraan. Orang yang takut pada kematian adalah orang yang sengsara. Hidupnya diwarnai dengan kegamangan, kekhawatiran, dan pengecut. Umat yang takut mati adalah umat yang rela hidup dalam kehinaan dan menjadi mangsa umat lainnya.
Imam Hasan al Banna berkata : “Tidaklah kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah menjelaskan sebab kelemahan dan kehinaan bangsa. Yaitu karena kerapuhan jiwa mereka, kelemahan hatinya, jauh dari akhlak-akhlak mulia, dan tidak adanya sifat-sifat ksatria dalam diri mereka, sekalipun jumlah mereka banyak dan kekayaan melimpah”.
Kematian adalah hak prerogratif Allah swt. Yang perlu dipikirkan dan diupayakan adalah bagaimana nantinya kita mati? Coba bayangkan seandainya di akhir hidup kelak kita mati dalam kemaksiatan. Bagaimana kita mati adalah tolak ukur prestasi dihadapan Allah. Bagaimana kita mati menjadi tolak ukur penentu kehidupan di alam keabadian kelak. Apa saja yang akan kita siapkan?
Bekal yang perlu dipersiapkan bukanlah kekayaan, kekuatan fisik, pangkat, kedudukan, banyaknya pengikut, dan hal-hal keduniaan lainnya. Bekal itu seharusnya kejernihan hati, kekuatan iman, ketaqwaan, dan amal saleh.
Allah berfirman :
“Berbekallah! Dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (QS: Al Baqarah : 197). Ibnu Abbas r.a, berkata : “Manusia di dunia terbagi tiga : Mukmin, munafik, dan kafir. Mukmin menyiapkan bekal, munafik berhias dan berpura-pura, sedang kafir bersenang-senang”.
Selain memanfaatkan waktu, yang tak kalah penting adalah menyusun skala prioritas. Manusia harus menyadari, boleh jadi hari ini merupakan saat-saat terakhir untuk dapat melihat keindahan dunia. Maka ia tidak akan memboroskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, apalagi yang membawa bencana.
Setiap muslim berharap di akhir hidupnya berakhir dengan indah. Ada beberapa hal yang harus diwaspadai agar terhindar dalam su’ul khatimah, yakni : keraguan, panjang angan-angan, dan menunda-nunda taubat.
Diungkapkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a.,
“Empat hal yang menyebabkan hati menjadi gelap, yaitu : perut yang selalu kekenyangan, bergaul dengan orang zalim, melupakan dosa yang telah lalu serta angan-angan yang melambung. Sedangkan empat hal yang membuat hati bercahaya adalah
: perut yang lapar agar selalu waspada, bergaul denagn orang saleh, mengingat dosa yang telah lalu dan tidak berangan-angan yang melambung”.
Mengapa Harus Takut?
Cetak
E-mail
Monday, 27 September 2010
“Lalu siapa di antara kalian yang ingin mati?” Tanya kiai lagi menyusul isyarat nonverbal dari jamaah yang menandakan keinginan mereka masuk sorga. Atas pertanyaan ini pun para jamaah diam tak menjawab. Mereka artinya tidak ingin mati.
“Aneh!” gumam sang kiai. Bagaimana mungkin orang bisa masuk sorga tanpa melalui mati terlebih dahulu. Mati adalah tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang bisa atau tidak bisa masuk sorga. Mati memang bukan jaminan masuk sorga. Tapi mati baru merupakan salah satu “tiket” untuk masuk sorga. Setiap orang yang masuk sorga, pasti pernah mati terlebih dahulu. Tapi tidak setiap orang mati pasti masuk sorga. Mungkin, karena tidak ada jaminan kepastian inilah mereka semua enggan mati.
Mati hampir selalu ditakuti. Bagi sebagian – atau bahkan mungkin kebanyakan – orang, mati seolah menjadi momok. Begitu seseorang sakit berat, yang terbayang bukan lagi kesembuhan, tapi kematian. Dia ingat mati bukan karena siap menjemputnya, tapi justeru sebaliknya, karena mati seolah menghantuinya.
Padahal, seperti diisyaratkan Rasulullah, kalau saja setiap orang mengetahui hikmah kematian, niscaya mereka akan tersenyum menjemputnya. Sebab kematian adalah proses penyucian dari berbagai jenis kotoran yang melekat pada tubuh seorang mu’min. Bukankah tidak seorang mu’min pun yang hidup tanpa dosa, meski ia begitu bersih ketika pertama kali lahir ke dunia. Perjalanan hiduplah yang seharusnya merindukan kematian, karena lewat perjalanan itu manusia selalu bersentuhan dengan kesalahan.
Tapi memang tidak sederhana memahami kematian. Selain kematian merupakan sesuatu yang ghaib, kematian juga biasa dicitrakan negatif sejak manusia mengenal kehidupan. Kematian hampir selalu dihubung-hubungkan dengan hal-hal yang buruk dan negatif. Lihat, misalnya, hukuman mati bagi seseorang yang dinyatakan bersalah; ancaman mati dari seseorang yang terlibat dalam permusuhan; dan masih banyak contoh kasus buruk lainnya yang menggunakan kata “mati”.
Pencintraan yang tidak menguntungkan itu telah membuat manusia takut mati. Prosesnya pun telah berlangsung cukup lama. Sejak pertama kali saya belajar agama di bangku madrasah diniyah, hampir tidak ditemukan ungkapan yang mencitrakan positif bagi kematian. Selain ungkapan penjelasan guru-guru di madrasah, beberapa bahan bacaan anak-anak juga selalu mengungkap kematian sebagi sesuatu yang mengerikan.
Waktu itu, misalnya, sekitar akhir 1960-an, beredar buku komik Karma dan Saleh. Ceritanya sangat menarik karena, paling tidak, ia berkaitan dengan kematian dan gambaran kehidupan sesudah mati. Buku itu bercerita tentang perjalanan dua sosok yang memiliki perangai berseberangan, si Karma dan si Saleh. Saleh mewakili sosok muslim yang baik. Ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan sangat tenang dan membahagiakan. Senyumnya yang terakhir digambarkan dengan apik dan menarik. Kehidupan sesudah matinya pun menggambarkan kesempurnaan amal sebagai individu yang senantiasa berperilaku baik.
Sementara Karma tidak. Sejak kecil ia telah dikenal sebagai trouble maker baik di kalangan sebayanya maupun para orangtua. Watak pribadinya yang sangat materialistis, pragmatis, dan hedonis, sudah nampak sejak usianya yang masih sangat belia. Kematiannya digambarkan dalam buku itu dengan latar belakang yang sangat menakutkan. Ia berteriak, mengerang kesakitan. Senyumnya sirna. Dan yang lebih mengerikan lagi, gambaran kehidupan sesudah matinya yang sangat tidak membahagiakan.
Secara keseluruhan, buku itu menyediakan gambaran dua kehidupan yang sejatinya dilalui oleh setiap manusia. Dua kehidupan yang dijembatani oleh kematian ini disajikan dalam alur yang mudah dipahami oleh hampir semua lapisan usia. Dilengkapi dengan gambar-gambar yang secara khusus didisain untuk memperlihatkan dua kehidupan berbeda, penuh dengan kenikmatan di satu sisi dan sarat kepedihan siksa kubur di sisi lain. Dan, entah kebetulan atau memang disengaja, gambaran kepedihan siksa kubur disajikan lebih banyak dibanding kelezatan akhirat.
Sejujurnya, saya terpengaruh buku itu. Disiplin shalat saya, selain tentu karena asuhan orangtua, sebagiannya karena efek buku itu. Waktu itu, saya takut kena siksa kubur jika lalai melaksanakan shalat. Yang juga terbayang-bayang dalam ingatan saya waktu itu adalah proses kematian Karma yang sangat menakutkan. Malaikat digambarkan sebagai sosok yang mengerikan. Ruh Karma pun ditarik juga dengan sangat menakutkan. Anehnya, gambaran nasib si Saleh yang membahagiakan, justeru kurang melekat dalam ingatan. Mungkin karena faktor psikologis yang negatif sehingga dapat membangun kesan mendalam.
Ini baru satu ilustrasi mengapa citra kematian menjadi begitu menakutkan. Bahkan, efeknya, segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian, seperti keranda, ambulan, kamar mati, kain kafan, dan lain-lain, selalu dicitrakan menakutkan. Akhirnya, orang lebih takut mati, meskipun ia sendiri belum pernah mengalaminya. Orang takut mati bukan karena ia pernah mati, tapi bisa jadi rasa takut itu disebabkan karena takut oleh imajinasinya sendiri tentang mati.
Jadi, tidak perlu takut. Karena sesungguhnya kematian adalah hal wajar bagi setiap orang. Tidak perlu ditakuti, bahkan harus sanggup menjemputnya dengan senyum. Jangan takut. Mati pasti datang menjemput. Bahkan al-Qur’an mengilustrasikan kedatangannya dengan cara yang bisa jadi sangat tiba-tiba: “Jika ajalmu telah datang”, kata Allah, “ia tidak bisa lagi ditunda ataupun dipercepat, meski hanya satu detik.”
Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip sebagian syair lagu Bimbo yang mengungkap pesan Rasul tentang kematian.
Pesan Nabi jangan takut mati
Meski kau sembunyi pasti menghampiri
Takutlah pada kehidupan sesudah kau mati
Renungkanlah itu..
Maaf, saya mengutip syair lagu dan bukan mengutif langsung sabda Nabi. Sederhananya, saya hanya ingin membangun kesan baru tentang kematian. Ibarat sebuah lagu, ia bukan sesuatu yang menakutkan, tapi menyenangkan. Kematian selayaknya dijemput karena akan memberikan hikmah. Kata Ali Al-Hadi, kematian sama dengan kamar mandi. Lalu, seperti dikutip Kang Jalal dalam Memaknai Kematian, cucu Rasulullah yang kesembilan menjelaskan, “Kematian adalah kesempatanmu yang terakhir untuk membersihkan kamu dari dosa-dosamu dan keburukan-keburukanmu..”
Comments (0) >>
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Cukuplah kematian itu sebagai nasehat bagi orang yang hidup, karena kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tidak menyimpang. Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan oleh kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Dengan begitu mengingat kematian dapat mendorong meraih sukses dalam kehidupan.
Namun, ironisnya, kebanyakan manusia justru lebih suka melupakan kematian. Hidup dan kematian, bagi mereka, seolah dua lembah yang saling berpisah. Satu sama lain seperti tak berhubungan. Mereka mengatakan, bersenang-senanglah di lembah yang satu. Dan, jangan pedulikan lembah lainnya.Mereka kurang menyadari bahwa, kematian adalah garis pemisah antara panggung kepura-puraan dengan kehidupan sebenarnya. Garis yang memisahkan aneka lakon dan peran dengan sosok asli seorang manusia. Garis yang akhirnya menyatakan kesudahan segala peran dan dikembalikannya segala alat permainan.
Sayang sekali, tak sedikit manusia yang lebih cinta dengan dunia kepura-puraan. Mereka pun berkhayal, andai kepura-puraan bisa berlangsung selamanya. Bisa berpuas diri dengan aneka lakon dan peran. Tanpa disadari, kecintaan itu pun berujung pada kebencian. Benci pada kematian.
Allah swt menggambarkan orang-orang yang enggan dan lari dari kematian. Seperti dalam firmanNya di surah Al-Jumu’ah ayat 8, Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ketakutan adalah alasan yang paling lumrah buat mereka yang tidak suka mengingat kematian, bahkan berusaha lari dari kematian. Banyak alasan kenapa harus takut. Salah satunya, mereka takut berpisah dengan kehidupan. Bagi mereka, perpisahan ini berarti usai sudah pesta kenikmatan. Karena kehidupan sudah terlanjur mereka terjemahkan sebagai kenikmatan.
Selain itu, ada ungkapan batin yang tidak mereka sadari. Bahwa, mereka enggan berjumpa dengan Allah, sebagaimana mereka selalu menghindar dari perjumpaan dengan Allah dalam ibadah yang mereka lakukan. Keengganan itu sebenarnya bukan cuma milik mereka. Karena Allah pun enggan bertemu mereka, manakala mereka juga enggan bertemu dengan-Nya. “Diceritakan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa menyukai bertemu Allah, maka Allah juga senang berjumpa dengannya. Sebaliknya, siapa yang benci bertemu Allah, maka Allah pun enggan berjumpa dengannya.” (HR. Ahmad)
Keengganan itu sangat bertolak belakang dengan kerinduan yang diungkapkan seorang sahabat Rasul, Hudzaifah. Ketika tak lama lagi ajal kematian menyambang, beliau r.a. berujar, “….Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan itu lebih baik bagiku daripada kekayaan, sakit itu lebih baik daripada kesehatan, dan mati itu lebih membuatku bahagia daripada hidup, maka permudahkanlah kematian itu untukku. Sehingga aku dapat bertemu dengan-Mu.”
Atau boleh jadi ketakutan terhadap kematian lebih karena ketidaktahuan. Persis seperti anak kecil yang lari ketika diminta mandi. Karena yang diketahui si anak tentang mandi tak lebih dari dingin, dipaksa ibu, dan berhenti dari permainan. Begitu pun tentang kematian. Kematian bagi mereka tak lebih dari rasa sakit, berpisah dengan keluarga, harta dan jabatan; serta rasa kehinaan ketika jasad terkubur dalam tanah.
Di situlah perbedaan mendasar antara hamba Allah yang baik dengan yang buruk. Abdullah bin Umar pernah mendapat pelajaran tentang kematian dari Rasulullah saw.
“Aku bersama Nabi saw, kemudian, ada seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling mulia, wahai Rasul?’ Beliau saw menjawab, ‘Yaitu, orang yang paling bagus budi pekertinya’. Sahabat itu bertanya lagi, ‘Siapa di antara orang-orang mukmin yang paling pandai?’ Rasul menjawab, ‘Yaitu orang yang terbanyak ingatnya kepada kematian, dan yang paling siap menghadapi kematian. Itulah orang-orang yang pandai.” (HR. Ibnu Majah)
Bagi hamba Allah, tak ada kemuliaan apa pun kecuali dari tetap menjaga ingatannya dengan kematian. Bahkan, seorang yang berada pada puncak kekuasaan sekalipun. Setidaknya, itulah yang hendak diungkapkan seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hampir sepanjang usia kekuasaannya, tak pernah ia lewatkan satu malam pun untuk mengingat kematian. Caranya begitu manis. Ia panggil para pakar fikih, lalu satu sama lain saling mengingatkan tentang kematian, hari kiamat, dan kehidupan akhirat. Kemudian, semuanya pun menangis. Seakan-akan, di samping mereka ada jenazah yang sedang ditangisi.
Itulah mungkin, kenapa Khalifah yang punya kekuasaan luas ini menjadi sosok yang terpuji. Semasa kekuasaannya, hampir tak satu pun rakyatnya yang mengeluh. Mereka hidup sejahtera. Dan inilah sebuah bukti, betapa hidup Umar bin Abdul Aziz begitu berarti ketika kematian menjadi pengingat sejati.
Jadi sebenarnya, kematian itu sungguh berarti bagi sebuah kehidupan. Kematian dapat selalu memberi peringatan, agar kehidupan tetap menjadi sesuatu yang berarti. Sebaliknya, kehidupan juga mengingatkan kematian, sehingga menjadi sesuatu yang dinanti. Kematian mendidik kehidupan, dan kehidupan merindukan kematian
Share
Setiap muslim sangat mengharapkan disaat kematian tiba, dimatikan Allah dalam keadaan “khusnul khatimah”, akhir yang baik, kematian yang diridhai oleh Allah SWT. Sebagian orang ada yang diberi umur panjang dan sebagian yang lain diberi umur pendek, bagi kita yang benar-benar berislam secara kaffah, tidak jadi masalah diberi umur pendek ataupun panjang, semuanya terserah Allah yang memberi hidup.
- Jika detik ini seseorang harus menghadapi kematiannya, seseorang tersebut harus rela, jika dikehendaki oleh Allah SWT mati dalam usia muda.
- Namun jika seseorang hingga usia 63 tahun masih diijinkan untuk menghirup udaranya Allah ini, seseorang tersebut harus terus bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, dan lebih banyak menyiapkan bekal, berupa amalan-amalan shalih untuk kehidupan abadi di akhirat nanti.
Manusia manapun tidak peduli yang kafir maupun yang beriman, tak kuasa menolak “kematian” yang sudah ditetapkan Allah.
Allah berfirman,
Tidak ada satu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak pula dapat mengundurkannya. (Al-Hijr [15]: ayat 5)
- mati pada hari apa
- tempatnya mati dimana
- dan matinya sedang mengerjakan apa
Akan tetapi seseorang bisa mengupayakan diri dalam keadaan seperti apa nantinya disaat-saat seseorang tersebut menghadapi matinya, khusnul khatimah ataukah su’ul khatimah. Khusnul khatimah tentu menjadi cita-cita semua orang, akan tetapi kebanyakan perilaku mereka dan gaya hidup mereka jauh dari sifat-sifat dan tanda-tanda menuju khusnul khatimah. Untuk bisa mencapai khusnul khatimah, tidak hanya menghapal setiap hari kalimat “La illaha illallah”, terus berharap dengan yakin bisa menghadap Allah dengan khusnul khatimah. Kebanyakan yang terjadi, seseorang akan mati sesuai apa yang menjadi kebiasaan yang dilakukan sehari-hari, contohnya adalah:
- Seseorang yang setiap hari selalu dan selalu main catur dan mengabaikan shalat 5 waktu, disaat sakaratul maut tiba, walaupun ditalkin oleh temannya untuk bisa mengucapkan kalimat terakhir sebelum ajal, yang terucap bukannya “la illaha illallah” tapi bisa jadi…”Skak”.. (naudzubillahi mindalliq)
- Lain halnya seseorang yang rajin shalat 5 waktu secara istiqamah, suka menjalin silarurahim, sedekah dalam keadaaan lapang maupun sempit, suka memaafkan kesalahan orang lain, selalu menahan amarahnya, insya Allah disaat menghadapi sakaratul maut, dengan mudah mengucap “la illaha illallah” disertai senyuman.
Type orang inilah type orang yang “merindukan kematian”, karena orang tersebut yakin akan janji Allah, bahwa Surga hanya dihuni oleh orang-orang yang bertaqwa.
Allah berfirman,
Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan dari emas untuk mereka. Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (Az-Zukruf [43]: ayat 35)
JANGAN TAKUT MATI
Dalam salah satu hadist, Rasul bersabda agar kita supaya memperbanyak untuk selalu mengingat mati, sebagai pemutus kenikmatan hidup didunia. Ternyata dalam menghadapi kehidupan dunia ini, kesempatan kita kedepan makin sempit, jatah umur kitapun semakin pendek, dan yang pasti…, setiap orang akan mengalami yang namanya “mati”. Kematian jangan ditakuti, tapi disiapkan dengan hati yang ikhlas.
Bahwa orang yang cerdas, orang bijak dimata Allah SWT bukanlah orang-orang yang serba cukup dalam materi dan bergelimang harta, orang yang berhasil mencapai gelar Professor, Doktor, Insinyur, dll. Tapi orang cerdas dan bijak adalah orang yang mengejar dan menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya dan dengan sungguh-sungguh dalam menyiapkan diri untuk menghadapi kematian, yang sudah pasti datang menjemputnya. Ia akan selalu beramal shalih dan berjuang dijalan Allah untuk menghadapi kematian, yang datang sewaktu-waktu.
Ada 4 kriteria (4S), tanda-tanda orang yang cerdas dan bijak dalam menyiapkan kematian, yaitu :
1. Semangat untuk beramal shalih.
Allah berfirman,
Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia”.(Al-Mukminun [23]: ayat 99)
“Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.(Al-Mukminun [23]: ayat 100)
2. Segera melakukan amal shalih.
Seseorang tersebut tidak suka menunda-nunda untuk beramal shalih dan ibadah-ibadah lainnya, serta hal-hal yang baik yang diridhai Allah SWT. Dalam hatinya selalu ada keinginan untuk berhijrah terus menerus kearah yang lebih baik.
Allah berfirman,
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan raihlah surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.(Ali-Imran [3]: ayat 133)
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(Ali-Imran [3]: ayat 134)
3. Sebaik mungkin melakukan amal shalih.
Seseorang tersebut selalu berniat untuk yang terbaik dalam hal ibadah, selalu ingin yang terbaik dalam kebaikan, baik dalam lingkungan kantor, di dalam masyarakat maupun di intern keluarga. Kalau jadi pimpinan, dia berusaha untuk adil & bijaksana, bukannya yang sombong dan membanggakan diri, karena yang berhak sombong itu hanya Allah SWT, dan Allahpun tidak mempunyai sifat sombong. Orang tersebut ingin berbuat yang terbaik setiap menghadap Allah SWT, disaat mendirikan shalat 5 waktu dengan ikhlas & khusuk.
4. Sebanyak mungkin beramal shalih.
Rasul sendiri sebagai kekasih Allah, yang sudah pasti dijamin Allah masuk Surga, setiap hari selalu beristighfar memohon ampun minimal sebanyak 100 kali dalam sehari, apalagi kita-kita manusia biasa…. hanya dengan bertaubatlah maka hati ini akan dibersihkan Allah, insya Allah. Cobalah untuk “mengetuk hati” kita ini agar dengan tulus “ikhlas” mau “membuka hati” untuk :
- lebih mencintai kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia
- banyak mengingat kematian, dan kalau bisa merindukan kematian dan jangan sekali-kali ada rasa “benci” terhadap mati.
Tanda-tanda seseorang yang hatinya bersih, banyak mengingat mati, bahkan merindukan mati, akan tampak dalam perilaku sehari-hari al :
- sering melakukan taubat, istighfar & dzikir
- hati menjadi tentram, bersih bagai salju
- khusuk & istiqamah dalam shalatnya
- tidak silau dengan kehidupan dunia
Sedangkan tanda-tanda seseorang yang hatinya kotor, takut bahkan menbenci kematian akan tampak dalam perilaku sehari-hari, antara lain:
- sedikit istighfar, suka menunda taubat, merasa hidupnya masih lama
- hati merasa selalu kurang dalam segala hal
- dunia adalah tujuan utama, dunia adalah segala-galanya
- bermalas malasan dalam beribadah
Perlu difahami bahwa hampir setiap manusia dibumi ini, sejak nabi Adam hingga Qiamat tiba nanti, setiap hari mereka semua mengalami “latihan mati”, yaitu disaat mereka sedang dalam keadaan “tidur”. Mestinya kita belajar dari kejadian tidur yang tiap hari kita alami, amat sangat dekat hubungan antara tidur dan mati tersebut bagaikan “kakak dan adik”, sebagian ulama menyebut tidur adalah wafat shughra (kematian kecil).
Allah berfirman,
Allah memegang ruh orang ketika matinya dan memegang ruh orang ketika tidurnya. Maka ditahanlah ruh orang yang telah Allah tetapkan kematiannya dan dilepaskanlah ruh yang lain sampai waktu bangunnya. Sungguh yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berfikir. (Az-Zumar [39]: ayat 42)
Dalam salah satu hadist, Nabi yang menganjurkan kepada kita untuk selalu berdo’a sebelum tidur dengan mengucapkan : “Bismikallahuma ahya wa bismika wa amut”.
Yang artinya : Engkaulah ya Allah yang menghidupkanku dan Engkaulah yang mematikanku..
(Bersambung)
Marilah kita membahas lebih dalam bagaimana manusia setelah mengalami kematian dan apa yang akan terjadi sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
KEHIDUPAN AKHIRAT
Kehidupan Di dunia ini adalah alam yang ke-3 yang sebelumnya setiap manusia pernah mengalami alam ruh (alam ke-1) kemudian ke alam dalam kandungan (alam ke-2).
Kematian seseorang bukanlah akhir dari segalanya, akan tetapi kematian itulah awal dimulainya kehidupan panjang yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Perlu kami sampaikan proses perjalanan panjang manusia secara garis besar tentang kehidupan akhirat, sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan didalam Al-Qur’an, hingga seseorang masuk ke Surga yang abadi atau ke Neraka yang abadi.
ALAM KUBUR(ALAM KE-4)
Allah berfirman,
” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.(Al-An’aam [6]: ayat 93)
Alam kubur ini akan dialami setiap manusia, alam penantian sampai terjadinya Qiamat yang waktunya sudah ditentukan oleh Allah SWT, tidak bisa maju maupun diundur sedetikpun. Adapun orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang beriman dan banyak amal shalihnya, selama dialam kubur terhindar dari siksa kubur, mereka merasa nyaman didalamnya, dan terasa hanya sebentar saja selama menunggu datangnya Qiamat. Adapun orang-orang kafir dan yang mendustakan ayat-ayat Allah, mereka akan disiksa hingga Qiamat tiba.
Kriteria orang-orang yang mendapat azab kubur adalah:
- Mereka yang setiap buang air kecil, tidak bersuci.
- Mereka yang suka mengadu domba.
- Mereka yang suka berbohong.
- Mereka yang suka melakukan zina dan tidak bertaubat hingga ajal menjemputnya.
- Mereka yang memakan harta dengan riba.
- Mereka yang suka berhutang dan sengaja tidak mengembalikan.
TERJADINYA QIAMAT
Allah berfirman,
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).(Az-Zumar [39]: ayat 68)
Penjelasan ayat tersebut bahwa tiupan sangkakala yang pertama, maka matilah semua makhluk yang dilangit maupun di bumi, tanpa kecuali dan apa-apa yang ada didalamnya. Setelah semuanya hancur, musnah, maka beberapa saat kemudian ditiuplan terompet yang kedua, bangkitlah semua manusia sejak dari nabi Adam hingga manusia terakhir yang dimatikan Allah. Saat Qiamat tiba, semuanya bangkit dari kuburnya masing-masing.
Qiamat ini terjadi pada hari jum’at, hal ini sesuai dengan salah satu hadist, Nabi Muhammad bersabda :
“Tidaklah hari Qiamat itu terjadi kecuali pada hari jum’at”
Kejadian-kejadian maupun tanda-tanda datangnya Qiamat:
1. Matahari terbit dan muncul dari sebelah barat
2. Adanya binatang ajaib yang muncul, binatang itu dapat berbicara.
3. Keluarnya Imam Mahdi
4. Keluarnya Al Masih Dajjal
5. Turunnya Nabiyullah Isa as
6. Keluarnya asap (awan)
7. Rusaknya Ka’bah (Baitullah)
8. Lenyapnya Al-Qur’an dari muka bumi
9. Seluruh umat di dunia telah menjadi kafir semuanya.
10. Bumi tergenggam dan langit tergulung, bumi akan dibenturkan dengan sekali bentur.
11. Gunung-gunung akan hancur.
12. Lautan meluap
13. Langit terbelah
14. Bintang-bintang berjatuhan
15. Bulan menjadi gelap
16. Matahari akan didekatkan ke bumi.
Allah berfirman,
Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqaah [69]: ayat 13 dan 14)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Mujadilaah [58]: ayat 6)
Pada saat seluruh manusia dibangkitkan dari alam kuburnya, raga/badan yang ada sewaktu didunia dulu sudah berubah sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia. Ruh tetap abadi, yang berubah hanya bentuk fisiknya, dan didalamnya terdapat kekhususan-kekhususan yang baru, seperti tidak mati walau tertimpa musibah, siksaan dan mereka dapat melihat malaikat dan jin.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Saya adalah penghulu anak Adam pada hari Qiamat, dan orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur”. (HR. Muslim)
Hidup sesudah mati diawali dari bangkitnya seluruh manusia sejak dari Nabi Adam hingga manusia-manusia diakhir zaman. Saat Qiamat tiba semua tanpa kecuali bangkit dari kuburnya. Hari Qiamat sudah semakin dekat, tanda-tanda Qiamat sudah banyak terlihat baik tanda-tanda kecil maupun yang besar. Tetapi masih ramai di kalangan kita umat Islam yang masih tidak sadar, ini tidak lain karena kita sudah meninggalkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Orang beriman merasa sudah cukup kalau sudah berhasil menunaikan ibadah haji ke Mekah, kewajiban-kewajiban yang lain sebagai hamba Allah diremehkan, bahkan ditinggalkan terutama shalat wajib 5 waktu sehari semalam.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah hampirnya hari Qiamat itu, berlaku banyak kematian manusia secara mendadak.” (Hadist riwayat Thabrani)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan datang hari Qiamat sehinggalah berlakunya banyak gempa bumi.” (HR. Bukhari)
Dari Ali bin Abi Thalib ra, Rasulullah SAW bersabda:
Apabila umatku telah membuat 15 perkara, maka BALA akan turun kepada mereka, yaitu:
1. Apabila harta negara hanya beredar di kalangan orang tertentu sahaja.
2. Apabila amanah dijadikan suatu sumber keuntungan.
3. Zakat dijadikan hutang.
4. Suami menurut kehendak isteri.
5. Anak durhaka terhadap ibunya.
6. Akan tetapi (anak tadi) sangat baik terhadap kawan-kawannya.
7. Dan ia suka menjauhkan diri daripada ayahnya.
8. Suara Adzan sudah ditinggalkan di dalam masjid.
9. Yang menjadi ketua sesuatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka.
10. Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya.
11. Arak sudah diminum secara berleluasa.
12. Kain sutera banyak dipakai oleh kaum lelaki.
13. Para artis-artis disanjung-sanjung.
14. Musik banyak dimainkan/didendangkan.
15. Generasi akhir umat ini akan melaknat generasi pertama (para sahabat terdahulu)
(bersambung)
Hari Perhitungan Amal/Hisab (Alam ke 5)
Allah berfirman,
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, (Al-Ghasyiah [88]: ayat 25)
Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. (Al-Ghasyiah [88]: ayat 26)
Pada hari perhitungan amal (Hisab) ini, Allah SWT akan menampakkan kepada hamba-hamba-Nya semua amal-amal yang telah mereka perbuat, baik berupa amal-amal ketaqwaan maupun amal-amal kekafiran mereka. Maka sebenar-benar kesaksian mereka adalah Rabb yang telah menciptakan manusia.
Allah SWT mempersaksikan manusia atas diri mereka sendiri, demikian pula bumi, harta, malaikat, bahkan “seluruh anggota badan” mereka ikut serta menjadi “saksi” atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka perbuat, saat berada dialam didunia yang fana dan sementara, sebagai terminal menuju kehidupan yang abadi.
Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. (Al-Mukminun [23]: ayat 102)
Dan barang siapa yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,mereka kekal di dalam Neraka Jahannam. (Al-Mukminun [23]:ayat 103)
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Qiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Al-Anbiya [21]: ayat 47)
“Mizan” adalah nama timbangan amal yang amat sangat teliti, yang diletakkan Allah SWT pada hari Qiamat untuk menimbang amalan-amalan seluruh hamba-Nya, apakah seseorang lebih berat amal kebaikannya yang akhirnya menempati Surga, ataukah seseorang ringan timbangan amal kebaikannya sehingga menempati Neraka.
PENGHUNI SURGA & NERAKA (Alam ke 6)
Allah berfirman,
(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada meraka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”. (Al-Hadid [57]: ayat 12)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga ‘Adnin yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka “kekal” di dalamnya “selama-lamanya”. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya… (Al-Bayyinah [98]: ayat 7 dan 8)
Allah berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka “kekal” di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah [98]: ayat 6)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raaf [7]: ayat 179)
Semoga kita semua benar-benar bisa menyiapkan bekal untuk kehidupan panjang di akhirat nanti dengan menjalankan syariat Islam yang sebanar-benarnya, dengan berislam secara kaffah, amin.
http://quranku1234.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com