Akhir-akhir ini, sekalipun UU Pornografi sudah disahkan, kelihatannya
anasir-anasir pornografi masih merajalela di mana-mana. Bahkan dengan
sangat mudah, pengguna internet mengakses gambar-gambar dan film-film
porno. Ini menunjukkan efektivitas UU Pornografi ini dipertanyakan.
Selain itu, memang ada juga pihak-pihak yang masih menganggap melihat
gambar dan film porno ini sebagai sesuatu yang tidak dilarang. Pendapat
ini jelas pendapat yang syâdz (menyimpang dari pendapat umum para
ulama). Berikut akan kita lihat masalah ini dari sisi fikih dari
beberapa sudut.
Batasan Pornografi dalam Fikih Islam
Orang
yang pro-pornografi seringkali mempertanyakan apa sebetulnya batasan
porno atau tidak porno. Inilah yang seringkali mengaburkan masalah
pornografi. Pasalnya dalam berbagai literatur, bahkan di dalam UU No. 44
Tahun 2008 tentang Pornografi, definisi “porno” ini tidak jelas. Karena
ketidakjelassan itulah sulit ditetapkan kepastian hukumnya, baik di
dalam islam maupun dalam hukum positif kita. Kita perhatikan, misalnya,
definisi “porno” di dalam UU Pornografi berikut.
Pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Kata-kata
“kecabulan” dan “eksploitasi seksual” jelas akan menjadi bermasalah
karena sifatnya yang relatif dan sulit diukur objektivitasnya. Dalam
penetapan hukum, ukuran yang tidak jelas ini pasti akan menimbulkan
banyak penafsiran dan interpretasi. Lihat saja bagaimana orang-orang
Bali menolak UU ini karena mereka menganggap sekalipun setiap hari
mereka berpakaian agak minim, tapi dalam ukuran norma mereka itu bukan
tindakan cabul. Demikian pula dengan para pelukis yang selalu mengklaim
bahwa estetika merupakan dasar atas apa yang mereka buat, walaupun yang
dilukisnya wanita telanjang. Para pembuat film pun berdalih dengan
alasan yang sama. Atas nama seni dan estetika mereka menghalalkan saja
adegan-adegan porno seperti berciuman dan memperlihatkan--maaf--paha dan
dada wanita.
Dalam konteks hukum Islam mengenai masalah
pornografi ini, yang dijadikan patokan dan definisi tentu bukan seperti
yang didefinisikan dalam UU Pornografi di atas. Sebab, kalau definisinya
seperti di atas, pasti tidak akan didapatkan ketentuan yang pasti untuk
menyikapi masalah ini.
Berkait dengan masalah pornografi ini,
Islam tidak menyoroti soal apakah itu dianggap cabul atau tidak. Yang
disoroti dan ditetapkan dalam ketentuan hukum Islam adalah sumber dari
masalah kecabulan itu sendiri, yaitu anggota tubuh, baik laki-laki
maupun perempuan. Fikih Islam menyebutnya sebagai “aurat”. Inilah yang
dipermasalahkan dalam Islam, bukan pokok kecabulannya atau tidak.
Oleh
sebab itu, dalam menetapkan hukum mengenai melihat gambar dan film
porno ini, batasan yang akan digunakan adalah batasan yang ditetapkan
dalam fikih Islam mengenai aurat laki-laki dan perempuan. Mengenai
batas-batas aurat, laki-laki dan perempuan, itu sendiri memang terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, secara umum pendapat yang
dipegang oleh mayoritas (jumhûr) ulama menyatakan bahwa batas aurat
laki-laki adalah antara pusar dan lutut; sedangkan aurat perempuan
adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Dari
sinilah hukum Islam mengenai pornografi ini akan bermula. Persoalan yang
akan dijadikan pijakan bukan soal kecabulan atau tidaknya dalam
pandangan masyarakat, melainkan apakah ketentuan mengenai menutup aurat
ini sudah dipenuhi atau belum. Ini merupakan kriteria dasar untuk
mengembangkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai pornografi
seperti yang dijelaskan dalam UU di atas. Dengan menggunakan batasan
dasar perihal pornigrafi dari permasalahan aurat ini, akan dengan mudah
ditentukan hukum yang lebih besarnya seperti pornografi.
Argumetasi Larangan Pornografi
Dalam
konteks hukum Islam larangan pornografi tidak hanya satu alasan. Banyak
dalil yang dapat menunjukkan pornigrafi ini sangat ditentang dan
diharamkan di dalam Islam. Berikut beberapa dalil dan argumentasi yang
ditemukan.
1. Larangan Memperlihatkan dan Melihat Aurat
Di
dalam Islam masalah aurat ini sangat penting. Bagi wanita, selain
sebagai ketentuan agama dan ibadah, masalah aurat juga merupakan
identitas. Islam melarang, laki-laki maupun wanita, memperlihatkan
auratnya. Aurat sendiri merupakan sesuatu yang dianggap aib di dalam
Islam jika diperlihatkan. Batas yang boleh diperlihatkannya hanyalah
muka dan tepak tangan bagi wanita dan di atas pusar atau di bawah lutut
bagi laki-laki.
Ketentuan ini didasarkan pada hadis-hadis berikut:
عَن
عائشة أنَّ أسماء بنت أبي بكر أنها دَخَلَتْ على رسول الله صلى الله عليه
وسلم وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ شَامِيَةٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا ، ثُمَّ
قال : مَا هذَا يَا أَسمَاءَ ؟! إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ
الْمَحِيْضَ لَمْ يَصْلُحْ أن يُرَى مِنْهَا إلاَّ هذا وهذا ، وَأَشَارَ
إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Aisha meriwayatkan bahwa Asma
binti Abu Bakar (saudaranya) pernah masuk ke rumah Rasulullah s.a.w.
dengan berpakaian tipis sehingga nampak kulitnya. Rasulullah s.a.w.
berpaling dan mengatakan, Hai Asma, sesungguhnya seorang perempuan bila
sudah datang waktu haid, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu,
melainkan ini dan ini, sambil ia menunjuk muka dan kedua telapak
tangannya. (HR Abu Dawud).
Hadis ini, menurut beberapa peneliti
hadis dinyatakan sebagai hadis yang lemah. Namun, Al-Albani dalam
Al-Irwâ’ menyatakan bahwa derajat hadis ini hasan dan dapat digunakan
berdasarkan adanya penguat dari hadis lain melalui jalur Asma binti
‘Umais. Berdasarkan kriteria ini, jangankan mengumbar tubuh telanjang
yang secara umum akan disebut pornografi, bahkan hanya memperlihatkan
dan melihat aurat orang lain dilarang dan hukumnya haram.
Kalau
ada yang menyanggah bahwa itu hanya berlaku untuk melihat langsung,
bukan gambar, pendapat ini tertolak dengan larangan menjaga pandangan
secara umum di dalam ayat berikut.
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ
مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 30
- 31).
Larangan ini tidak dikhususkan “menjaga pandangan dari
apa”. Ayat ini berlaku secara umum untuk menjaga pandangan dari apa saja
yang akan membuat laki-laki maupun perempuan terjerumus berbuat dosa.
Oleh karena ayat ini berlaku umum, maka sama saja apakah yang dilihat
atau diperlihatkan itu berupa objek aurat langsung ataupun gambarnya.
2. Keharaman Mendekati Zina
Selain
karena kewajiban menutup aurat dan menjaga pandangan untuk tidak
melihat aurat orang lain, kecuali antara istri dan suami, keharaman
pornografi (membuat dan melihatnya) juga berdasarkan larangan Allah Swt.
untuk mendekati zina. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Janganlah
kalian dekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu tindakan yang
keji dan merupakan jalan yang sangat buruk. (QS Al-Isrâ [17]: 42).
Dalam
ayat ini yang dilarang dan diharamkan oleh Allah Swt. bukan hanya
berzinanya, melainkan juga mendekatinya. Banyak cara orang untuk dekat
pada perzinaan. Pintu apapun yang dapat membuat orang berdekatan dengan
zina diharamkan secara tegas berdasarkan ayat ini seperti berpacaran dan
berdua-duaan (khalwat) dengan lawan jenis.
Berdasarkan ketentuan
ini pula segala bentuk pornografi, membuat atau melihatnya, adalah
haram. Pornografi akan membuka jalan menuju perzinaan. Orang yang
melihat gambar-gambar atau film-film berbau pornografi pada umumnya akan
terpengaruh pikirannya untuk melakukan perzinaan. Oleh sebab itu,
gambar dan film porno ini merupakan salah satu jalan bagi perzinaan yang
haram untuk didekati.
3. Haram Membuat dan Melakukan yang Menjadi Jalan pada Perbuatan Haram
Dalam kaidah fikih disebutkan pula satu kaidah:
اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ حَرَامٌ
“Sarana yang menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram.”
Kaidah
semakin memperkuat ketentuan hukum mengenai diharamkannya pornografi di
dalam Islam. Berdasarkan kaidah ini, yang diharamkan bukan hanya
melihatnya, tetapi juga membuatnya. Bahkan orang-orang yang membuat
gambar da film-film porno ini melakukan dua hal sekaligus: membuat dan
melihat. Kedua-duanya akan membuka jalan terjadinya perbuatan yang
diharamkan, yaitu mendekatkan pada perzinaan. Oleh sebab itu, membuat
maupun melihat gambar dan film porno (apalagi aslinya, bukan gambar)
adalah haram.
Kesimpulan
Selain kedua argumen di
atas, sesungguhnya masih banyak alasan dan dalil lain yang memperkuat
keharaman segala bentuk pornografi, baik melakukan maupun hanya sekadar
melihatnya. Namun, argumentasi-argumentasi yang diambil langsung dari
Al-Quran dan hadis di atas sudah lebih dari cukup untuk menyatakan
keharaman pornografi, baik membuat maupun melihatnya, dalam bentuk
apapun. Wallâhu A’lam. (redaksi web persis)
http://hukmulislam.blogspot.com/2011/08/hukum-melihat-gambar-dan-film-porno.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com