Banyak
anak kecil yang suka mie instan. Kadang selain tiap hari, bisa jadi
mereka makan mie instan 2 kali atau bahkan selalu makan mie instan. Ini
karena rasa mie instan yang gurih sekali karena memakai berbagai bumbu
yang tak jarang berbahaya bagi kesehatan seperti MSG, perasa buatan
sehingga rasanya jadi seperti rasa ayam, sapi, bakso, dsb, pengawet
buatan, dan sebagainya.
Pihak Kepolissian sekali lagi berhasil
mengegerebek pabrik mi yang beromzet besar dan sudah beroperasi puluhan
tahun kedapatan menggunakan bahan pengawet Formalin dan perwarna
berbahaya dalam kandungan mi produksinya. Mungkin saja banyak home
industri lainnya harus lebih diawasi dan dimonitor ketat tentang
penggunaan bahan pengawet berbahaya ini yang dapat menekan ongkos
produksi tetapi sangat berbahaya bagi masyarakat. Faktanya masyarakat
justru tidak pernah kawatir dengan bahaya yang mengancam ini. Tetapi
uniknya justru masyarakat sangat fobi dan takut dengan bahaya mi instan
buatan pabrik ternama yang sudah dijamin keamanannya oleh BPOM (Balai
Pengawasan Obat dan makanan).
Sampai saat ini para orang tua
bahkan sebagian dokter masih kawatir dan takut akan bahaya mi instan.
Padahal berkali-kali BPOM mengatakan bahwa mi instan dijamin aman,
pengawetnya aman dan tidak berbahaya dikonsumsi dalam jumlah tertentu
atau kewajaran. TetapInilah keunikan klasik masyarakat Indonesia,
masyarakat sangat fobi dengan mi instans kemasan yang sudah berstandard
Internasional tetapi tidak kawatir dengan mi produksi lain berupa mi
tradisonal dan mi kemasan “home product” lainnya yang masih tidak
diketahui jenis dan jumlah bahan pengawetnya.
Makanan favorit
masyarakat ini selalu saja setiap waktu dihantui ketakutan berlebihan.
Tampaknya bukan kali ini saja penggemar mi instant dicekam berita yang
mengkawatirkan. Meski berkali-kali badan POM menjelaskan bahwa mi
instant aman, tetapi seperti sebelumnya berbagai berita yang tidak jelas
tetap sering dituding bahwa mi instan mengandung lilin, menyebabkan
operasi pemotongan usus dan berbagai hal menyeramkan lainnya. Anehnya,
orangtua tampaknya tetap merasa aman dengan mi industri lain yang juga
banyak dikonsumsi untuk rumah makan, restoran dan penjaja mi goreng
keliling. Padahal produk mi instant diawasi ketat melalui standarissi
internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC),
sedangkan produk lainnya tersebut belum tentu mengikuti standarisasi
yang ketat.
Justru mi buatan “home industry” yang dijual di
pinggir jalan, di pasar tradisional atau bahkan dijual di super market
saat ini tidak ada yang tahu jumlah dan jenis bahan pengawetnya. Apakah
berbhaya atau tidak ? Padahal faktanya sudah banyak dijumpai agar mi
dapat bertahan lama seringkali dicampur pengawet makanan yang berbahaya
seperti borax atau formalin. Bahkan sudah sering disaksikan di media
masa petugas kepolisian menggerebek “home Industri” pembuat mi yang
menggunakan bahan berbahaya. Padahal pabrik tersebut sudah puluhan tahun
beroperasi dan mempruduksi sangat bannmyak mi yang dikonsumsi oleh
banyak masyarakat tidak disadari. Belum lagi zat warna yang digunakan
saat ini tidak ada yang mengetahui apakah jkenisnya berbaya atau tidak.
Justru zat warna yang kuning terang itu biasanya menggunaklan zat warna
yang berbahaya. Sekali lagimasyarakat tidak pernah trauma bahkan sangat
lahap makan mi seperti itu tetapi sebaliknya masyarakat sangat trauma
dengan mi instan. Padahal mi instan tertentu yang sudah berstandard
Internasional selalu menerapkan prinsip aman dalam berproduksi. Sehingga
jelas tahu komposisi kandanungan bahan yang digunakan dan dijamin aman
karena sudah diirekomendasikan oleh instansi tertentu yang berwenang dan
kredibel.
Bahan Pengawet
Sebenarnya penggunaan pengawet
makanan dalam industri makanan adalah hal yang biasa. Dapat dikatakan
hampir 90% industri makanan kemasan tidak terlepas dalam penggunaan
bahan pengawet. Bahkan penggunaan bahan pengawet makanan berbagai
industri makanan yang tidak mencantumkan label BPOM mungkin justru malah
lebih menyeramkan. Tetapi bila isu ini mengusik keamanan mi instant
akan semakin menghebohkan karena mi instant adalah merupakan salah satu
makanan instant yang paling banyak dikonsumsi.
Penggunaan mi
instan pada usia anak cukup tinggi. Karena sekitar 30% anak usia di
bawah 9 – 12 tahun mengalami gangguan mengunyah dan menelan. Pada
kelompok anak seperti ini seringkali mengalami pilih-pilih makanan.
Biasanya anak-anak tidak menyukai makanan yang sulit dikunyah dan
ditelan seperti makanan berserat keras seperti sayur, daging sapi dan
nasi. Sebaliknya makanan yang tidak berserat seperti mi, telor, nugget ,
biskuit, krupuk dan makanan crispy lainnya lebih banyak digemari. Hal
inilah tampaknya yang mendasari mengapa pada anak-anak lebih sering
mengkonsumsi mi.
BPOM sudah mengumumkan bahwa memang mi instan
seperti Sarimi, Indomie atau Mi Sedap beberapa hal memakai bahan
pengawet methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid. Sebenanrnya bahan
pengewet tersebut sebenarnya masih aman dan diperbolehkan digunakan
dalam kadar tertentu. Dalam industri makanan modern saat ini diperlukan
penggunaan teknologi pengawetan pangan untuk membuat makanan menjadi
tahan lama dan tetap berkualitas, Salah satu dari beberapa teknik
pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk
pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia
tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan
dan aman untuk dikonsumsi manusia.
Berbagai manfaat teknologi
pengawetan pangan tersebut bertujuan untuk mempertahankan konsistensi
produk, meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, mempertahankan
kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan. Pengawet menahan
kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria, fungi atau
khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa
makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan
kehidupan dan untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang
diinginkan. Makanan dalam kemasan dirancang agar dapat bertahan lebih
lama. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan pengawet agar makanan tersebut
tidak busuk atau jamuran atau berubah sifat, warna, rasa, bau. Cara
kerja bahan pengawet terbagi menjadi dua, yaitu sebagai antimikroba dan
sebagai antioksidan. Sebagai antimikroba artinya menghambat pertumbuhan
kuman dan sebagai antioksidan maksudnya mencegah terjadinya oksidasi
terhadap makanan sehingga tidak berubah sifat, contohnya mencegah
makanan berbau tengik.
Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan
untuk digunakan telah dikaji keamanannya. Indonesia menganut
Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission
(CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan organisasi
perumus standar internasional untuk bidang pangan. Berbagai produk dan
industri makanan yang ada dsi Indonesia harus dibuat berdasarkan CODEX
Alimentarius Commission, badan standar makanan internasional. Menurut
Permenkes No.722/1988, bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam
makanan dalam kadar tertentu adalah Asam Benzoat, Asam Propionat. Asam
Sorbat, Belerang Dioksida, Metil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat,
Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalium Nitrat, Kalium Nitrit,
Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium
Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit,
Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit,
Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit.
Salah
satu bahan tambahan yang diatur adalah nipagin (methyl
p-hydroxybenzoate) yang berfungsi sebagai pengawet dengan batas maksimum
penggunaan. Selain Nipagin, ada beberapa jenis pengawet lain yang
diizinkan BPOM untuk digunakan dalam mie instan misalnya asam benzoat
dan propeonat. Methylparaben nama tehnisnya Methyl p-hydroxybenzoate
(disebut juga Methyl parahydroxybenzoate) dalam makanan instant dan
makanan lainnya.
Untuk makanan seperti mie instan, asalkan tidak
melebihkan kadar maksimum yang ditentukan Badan POM, yakni 250 mg per
kg. Di setiap Negara batas maksimum pemakaian Nipagin berbeda seperti
Amerika Serikat, Kanada dan Singapura, kadar maksimum Nipagin itu 1.000
mg per kg. di Hongkong 550 mg per kg. Penentuan batas keamanan yang
sangat bervariatif tersebut karena sampai saat ini belum ada data dasar
dan data ilmiah yang mendasari penentuannya. Data dasar dan data ilmiah
tersebut bila ada akan sangat berbeda dalam setiap negara. Pola
konsumsi mi instant masyarakat tiap negara berbeda. Misal di Negara
Amerika konsusumsinya hanya sekali dalam seminggu atau dua minggu.
Sedangkan di Indonesia mengkonsumsi mie instant bisa jadi setiap hari
sekali. Tentu saja kalau standarnya sama maka di Indonesia rakyatnya
mengkonsumsi 5-20 kali dibandingkan mereka. Taiwan dan Hongkong serta
negeri Cina barangkali harus lebih ketat memberlakukan pembatasan
penggunaan bahan pengawet tersebut dibanding Indonesia. Karena mie
merupakan makanan pokok, sehingga secara akumulatif jumlah yang
dikonsumsi akan sangat besar.
Waspadai Pada Anak
Sebagai
manusia modern di masa depan tidak akan pernah terlepas dari pengaruh
bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup. Bahan kimia tersebut
dalam jumlah dan jenis tertentu akan saling berinteraksi dengan suatu
cara-cara tertentu untuk menimbulkan respon pada sistem biologi yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sistem biologi tersebut. Salah satu
unsur toksikologi adalah agen-agen kimia atau fisika yang mampu
menimbulkan respon pada sistem biologi. Selanjutnya cara-cara pemaparan
merupakan unsur lain yang turut menentukan timbulnya efek-efek yang
tidak diinginkan ini. Tetapi mekanisme tubuh sudah demikian sempurna.
Berbagai zat berbahaya tersebut dalam jumlah tertentu dapat dibuang ke
luar tubuh manusia melalui organ hati sebagai alat detoksifikasi tubuh
manusia.
Bahaya bahan paparan bahan makanan tersebut sangat
tergantung dari jenis bahan, jumlah paparan dan kondisi setiap individu.
Dalam jumlah tertentu dan bahan tertentu tubuh masih bisa mentolerir.
Tetapi pertanyaannya seberapa banyak jumlah tertentu tersebut aman dapat
dikonsumsi. Hal ini sulit dijawab karena banyak faktor yang
berpengaruh dan belum ada data ilmiah yang menunjukkan efek samping
jangka panjang bahan pengawet tersebut. Sehingga rekomendasi untuk tidak
mengkonsumsi mi instan berlebihanpun selalu dikemukakan. Hal ini wajar
terjadi karena berbagai konsumsi makanan lainnya pun selalu ada batas
toleransi jumlah yang harus dikonsumsi seperti alkohol, kopi, atau
makanan tertentu lainnya. Dalam jumlah berlebihan makanan tertentu akan
mengganggu tubuh manusia.
Kondisi tubuh setiap individu juga
sangat berpengaruh. Pada manusia sehat pada umumnya mungkin zat pengawet
tersebut tidak terlalu berdampak karena sistem tubuh yang baik dapat
mengeliminasi dan mengeluarkan zat kimia tersebut dalam tubuh. Tetapi
pada penderita tertentu khususnya usia anak, sistem tubuhnya tidak
berjalan sempurna, sehingga zat kimia tersebut sulit dibuang dari tubuh
dan akan tersimpan dan menganggu fungsi tubuh lainnya. Hal ini harus
diwaspai pada usia anak dengan gangguan saluran cerna seperti
Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome.
Gangguan hipersensitifitas saluiran cerna ini biasanya terjadi pada
penderita alergi makanan, seliak, intoleransi makanan, penderita Autism,
ADHD dan berbagai penderita gangguan metabolisme lainnya. Pada
gangguan hipersensitifitas saluran cerna tersebut terjadi ketidak
matangan saluran cerna. Secara mekanik integritas mukosa usus dan
peristaltik merupakan pelindung masuknya benda asing ke dalam tubuh.
Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi
zat asing tersebut. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan
limfosit pada lamina propia dapat menangkal benda berbahaya masuk ke
dalam tubuh. Pada usus imatur sistem pertahanan tubuh tersebut masih
lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen, virus, bakteri
berbagai bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh. Dengan pertambahan usia,
ketidakmatangan saluran cerna tersebut semakin membaik. Pada penderita
seperti ini sebaiknya harus lebih mewaspadai penggunaan bahan pengawet
termasuk mi instan. Gejala gangguan hipersensitifitas saluran cerna yang
harus diwaspadai adalah gangguan sulit buang air besar berupa sulit
buang air besar atau sering buang air besar. Suliut buang air besar
biasanyaa ditandai dengan berak sering bulat seperti kotoran kambing,
keras, negeden, warna hijau atau hitam dan berbau taja,. Sedangkan
sering buang air besar biasanya berak 3 kali atau lebih dalam sehari
atau berak di celana. Gejala saluran cerna lainnya adalah mudah muntah,
nyeri perut, mulut berbau, sering kembung, sering buang angin, air liur
berlebihan, lidah sering kotor dan putih dan berbagai gejala lainnya.
Berbagai
berita yang menghebohkan tersebut sebenarnya bila dikaji dengan fakta
ilmiah yang ada tidak seperti yang dikawatirkan. Bahaya dan efek samping
bagi tubuh akibat pengaruh methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid
bagi tubuh secara jangka panjang sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti. Beberapa opini yang menybutkan bahwa mi instan menyebabkan
pemotongan usus, penyebab kanker dan berbagai hal menyeramkan lainnya
tersebut sampai sekarang juga masih belum ada bukti ilmiah yang
menyebutkannya. Kalaupun opini tersebut muncul mungkin saja hanya
berdasarkan hipotesa beberapa klinisi yang belum terbukti. Hanya
terdapat laporan ilmiah bawa konsumsi berlebihan dapat mengganggu
lambung. Fenomena ini juga terjadi pada fobia pada MSG (monosodium
glutamate). Ternyata ketakutan pada MSG juga sampai 100 tahun
penggunaannya di dunia hingga sekarang tidak ada bukti ilmiah yang
menunjukkan bahwa MSG berbahaya bagi tubuh.
Badan Pengawas Obat
dan Makanan AS (Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan
Methylparaben dalam kategori Generally Recognized as Safe (GRAS).
Artinya, bahan kimia ini bisa dan aman untuk digunakan pada sebagian
besar produk makanan. Sebagai pengawet makanan, Methylparaben memiliki
keunggulan dibanding pengawet lain yaitu lebih mudah larut air. Oleh
karenanya, senyawa ini sering dipakai karena dinilai lebih aman saat
terlibat kontak dengan cairan. Kelebihan lainnya, Methylparaben tidak
hanya mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan instan dan awetan. Lebih
dari itu, senyawa ini juga bisa membantu menjaga kestabilan rasa
sehingga makanan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Di dalam
tubuh, senyawa ini juga relatif aman karena mudah dimetabolisme. Karena
mudah diserap, baik melalui saluran pencernaan maupun kulit, senyawa ini
juga lebih cepat dikeluarkan dari dalam tubuh.
Bahan pengawet
berbahaya ini justru tampak lebih beresiko sering dijumpai pada mi
buatan home industri karena pengawasan dan monitoring yang sangat lemah
dari pihak berwenang. Pengawet berbahaya seperti formalin yang mengancam
di sekitar masyarakat justru kesannya sangat diabaikan. Jika kandungan
formalin dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir
semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Formalin
merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker.
Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam
dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker
saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia
pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan
pengingkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal
(hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Ciri
mi yang berbahan pengawet berbahaya dan bahan pewarna berbahaya adalah
biasanya mi tampak berwarna kuning terang, kenyal dan keras dan awet
sampai beberapa hari. Sebakliknya mi yang tanpa bahan pengawet berbahaya
biasanya justru warnanya tidak menarik, pucat, lembek dan lunak.
Bagaimana menyikapinya
Berbagai
berita menghebohkan tersebut merupakan suatu peringatan bagi manusia
modern bahwa ternyata banyak paparan bahan kimia di sekitar yang harus
diwaspadai. Sebenarnya kewaspadaan ini justru bukan pada mi instan
tetapi berbagai paparan bahan kimia lain yang lebih berbahaya dan tidak
terlihat mengancam kita tanpa disadari yang justru terdapat pada mi home
industri lainnya. Berbagai produk mi lain atau bahan makanan lain yang
tidak masuk standar SNI justru harus menjadi perhatian masyarakat.
Karena, kandungan jenis dan kadar pengawetnya justru tidak diketahui
secara pasti.
Manusia modern tidak akan terlepas dari paparan
bahan kimia tersebut dalam berbagai jenis makanannya. Selama jumlah dan
jenis bahan kimia tersebut tidak berbahaya dan dapat ditoleransi oleh
tubuh maka kekwatiran berlebihan tersebut seharusnya tidak terjadi.
Meski data ilmiah belum ada bukti yang menunjukkan bahaya methyl
p-hydroxybenzoate dan benzoic acid yang dikatakan aman tersebut bukan
berarti tidak ada bahaya jangka panjang hanya belum diketahui. Karena
keterbatasan data ilmiah tersebut maka sulit menentukan batasan dosis
yang berbahaya yang boleh dikonsumsi bagi manusia.
Justru karena
hal tersebut paling tidak masyarakat dapat menjadikan pelajaran dalam
kasus ini. Bahwa meski bahaya yang mengancam tersebut masih belum
kelihatan nyata secara fakta ilmiah tetapi perilaku konsumsi makanan
dengan “back to nature” adalah paling aman dan ideal bagi kesehatan
tubuh. Mi instan yang dikenal enak, praktis dan murah sulit untuk
dilepaskan dari kebiasaan konsumsi anak-anak. Berdasarkan fakta ilmiah
yang ada juga bukan berarti bahwa harus menghindari konsumsi mi instan.
Karena sejauh ini masih belum ada bukti ilmiah bahaya pengawet tersebut
dalam jangka panjang. Tetapi sebaiknya berbagai lembaga terkait seperti
BPOM, lembaga konsumen atau institusi ilmiah untuk melakukan prioritas
penelitian terhadap dampak mi instan bagi tubuh manusia baik jangka
pendek maupun jangka panjang khususnya terhadap usia anak. Sebaiknya
orangtua harus sangat selektif dalam membeli makanan instan. Pembelian
makanan instan sebaiknya harus dipilih yang mencantumkan label ijin
BPOM. Dengan data tersebut pihak yang berwenang dalam hal ini BPOM dapat
menentukan dengan pasti batas keamanan suatu bahan pengawet yang
digunakan. Bila hal itu dilakukan maka anak-anak penggemar mi instan
dapat melahap kenikmatan instan tanpa harus dihantui kecemasan pada
orangtuanya.
Meski pengawet dalam mi instan dalam jumlah tertentu aman,
tetapi bila sering konsumsi dalam jumlah besar atau jangka panjang
sebaiknya lebih sering tanpa memakai bumbu dalam mi tersebut. Karena
justru pengawetnya ada pada bumbu yang terkandung bukan dalam bahan
minya. Jadi sebaiknya orangtua memakai bumbu bawang merah, bawang putih
dan garam. Jadi tampaknya kekawatiran masyarakat selama ini yang salah
alamat harusnya dapat dikoreksi dan lebih dicermati lagi.
***
Sumber: childrengrowup.wordpress.com