INILAHCOM, Jakarta – Merebaknya evaluasi pencapresan Aburizal
Bakrie di Partai Golkar tidak terkait video pelesirnya ke Maladewa.
Ical dianggap layak dievaluasi karena sikapnya yang cenderung tidak
nasionalis.
Sebagaimana ramai diberitakan media massa,
Senin (24/3/2014) lalu Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung,
menilai evaluasi pencalonan Ical sebagai calon presiden dari partai
sangat mungkin dilakukan. Alasan Akbar waktu itu terutama melihat fakta
betapa tingkat keterpilihan alias elektabilitas ketua umum Partai Golkar
itu di bursa pencapresan tetap saja memble.
Itu hasil
berbagai riset sebelum euforia pencapresan Jokowi menyebar seolah virus
di masyarakat. Jadi, apalagi saat ini, manakala publik sudah seolah
menggigil rindu, ingin Jokowi cepat-cepat jadi presiden dan merombak
negeri yang karut marut ini. Kalau merujuk idiom Basuki Srimulat sih, ‘hil yang mustahal’ elektabilitas Ical tiba-tiba meroket dan berubah kece.
“Jadi,
ini (pencapresan) saudara Aburizal, dinamis,”kata Akbar kepada
wartawan, saat itu. Selain lawan kata dari statis, dalam politik kata
dinamis bisa pula berarti belum ‘fixed’ alias belum pasti. Artinya, bagi Golkar—paling tidak Akbar dan kawan-kawan, masih mungkin menawarkan opsi selain Ical.
Lalu wajar bila publik kontan mengaitkan bergesernya sikap Golkar yang bulan-bulan sebelumnya terkesan rigid soal pencapresan itu dengan beredarnya video pelesir Ical-Azis Syamsuddin bersama duo Jalianty ke Maladewa. Common sense setiap orang wajar berkata hal itu akan memengaruhi elektabilitas Ical.
Bila
tidak, mana mungkin pucuk pimpinan Grup Bakrie itu repot-repot
mengumpulkan anggota keluarga plus menantu, menghubungi para wartawan,
membeli sekian banyak boneka Beruang Teddy, dan kompak memeluk boneka unyu-unyu itu saat konferensi pers?
Tetapi
lain dari publik, Partai Golkar adalah partai dewasa untuk berpikir
sedangkal itu. Benar dan sangat masuk akal ketika Ical sendiri menangkis
pikiran cupet publik kepada pers, usai kampanye di Pondok Pesantren
Darul Fikri Al-Andalusy, Bogor, Jumat (21/3/2014) lalu. “Ini bukan
persoalan bangsa,” kata Ical. Tepat sekali, karena hanya mereka yang
terlalu dengkilah yang akan berpikir pergi leyeh-leyeh ke Maladewa itu terkait masa depan bangsa Indonesia dan nasib 250 juta rakyatnya.
Mereka
tahu, rakyat Indonesia tak akan menganggap pelesir itu bermasalah.
Bukankah selama ini pun rakyat tak pernah mempermasalahkan moralitas
wakilnya? Bukankah tak sedikit wakil rakyat yang ketahuan lancung dalam
urusan syahwat itu terpilih kembali dan menerima amanah agung mewakili
publik untuk meneriakkan amanat penderitaan mereka?
Lewat banyak buku—setidaknya saya hafal salah satunya, ‘Parlemen Undercover’, belang dan lancungnya wakil rakyat di urusan selangkangan itu terbuka. Toh publik pun rileks dan adem ayem
saja. Mereka terbiasa menikmati tayangan perselingkuhan seperti itu di
sinetron. Jadi kalau memang ada di dunia nyata, apa anehnya?
Yang
dipermasalahkan Golkar tampaknya lebih pada sikap tidak nasionalis yang
diperlihatkan Aburizal. Bagaimana mungkin Ical tega memeluk boneka Teddy
Beruang, mengabadikannya dalam video yang di abad informasi ini dengan
mudah diunggah menyebar via youtube serta membuka peluang besar
untuk naik pamornya Beruang Teddy? Sebagai calon presiden, tidak
sadarkah Ical bahwa Teddy Bear itu icon dan merek luar negeri, yang tak
membawa keuntungan apapun kepada negara sehingga harus diberi iklan
gratis oleh tokoh nasional seperti dirinya?
Mengapa, misalnya, ia
tidak memeluk boneka Si Komo yang asli made in Indonesia dari ide,
bahan baku, hingga keringat para pembuatnya? Bila itu dilakukan,
anak-anak akan senang melihat boneka asli negeri sendiri itu terpampang
di layar tivi, melanglang buana via Youtube dan mungkin saja mengundang minat para balita bule.
Negeri
ini akan kebanjiran permintaan boneka Si Komo, yang membuat para janda
dan ibu-ibu tua pembuatnya di bilangan Cijawura, Ciwaruga dan Majalaya
sumringah akan gairah untuk terus bekerja mencari berkah. Keringat
mereka sekejap berubah rupiah dan paling tidak bulan-bulan ke depan aman
sejahtera(h).
Lalu sekian juta rakyat akan mengelu-elukan Ical
sebagai pahlawan bangsa yang meroketkan pendapatan negara dan meraup
devisa. Akhirnya, ia layak tak sekadar jadi calon, tapi presiden asli
Indonesia.
Sayang bukan itu yang terjadi. Jadi wajar Golkar kecewa dan mengevaluasi. [dsy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com