INILAH.COM, Jakarta - Pernyataan bekas Wakil Presiden RI
Jusuf Kalla yang menyebut Megawati Soekarnoputri sebagai penentu atas
politik masa dekat Indonesia, merupakan sebuah analisa maupun wacana,
cukup menarik untuk ditelaah.
Menarik, karena penilaian
Jusuf Kalla (JK), seperti merevisi stigma tentang wanita pertama
Presiden RI tersebut. Termasuk pertanyaan apa yang harus dibaca dan
diantisipasi di balik pernyataan JK?
Stigma tentang Megawati,
Presiden ke-5 RI selama ini, bervariasi. Tergantung dari sudut mana
melihatnya. Hal yang tak terbantahkan, Megawati merupakan satu-satunya
politisi wanita yang pernah menjadi Presiden RI. Dia juga satu-satunya
Presiden yang ayahnya juga Presiden. Eksistensinya sebagai politisi
belum bisa disaingi oleh politisi berjenis gender yang sama dengannya.
Sepeninggal Taufiq Kiemas, suami sekaligus 'sparing partner'-nya
dalam dunia politik, Megawati menjadi figur sentral yang terkuat di PDI
Perjuangan. Hal-hal di atas secara alamiah menjadi kekuatan tersendiri.
Kekuatan politik Megawati terus mengental.
Soal penilaian JK
bahwa Megawati merupakan penentu masa dekat politik Indonesia, tidak
bisa disebut sebagai 'benar-benar banget'. Pasalnya penilaian JK hanya
didasarkan pada hasil-hasil survei. Sementara parameter lainnya, belum
digunakan.
Bukannya tidak percaya terhadap survei. Akan tetapi
akan sangat naif, jika negarawan seperti JK mulai 'mendewakan' hasil
survei. Sementara akuntabilitas survei dan pengelola survei sedang atau
sudah diragukan. Sudah muncul persepsi sekaligus kecurigaan, ada survei
yang sengaja direkayasa.
Mendasarkan pada survei semata, apalagi
menyangkut masa depan Indonesia, siapapun bisa keliru. Salah satu contoh
paling faktual survei tentang Pilkada DKI di 2012. Semua yang dilakukan
lembaga survei papan atas menyebut, Fauzi Bowo sebagai petahana dan
pasangannya akan menyapu bersih suara mayoritas pemilih di Pilkada DKI.
Bahkan ditegaskan, Pilkada DKI itu hanya akan berlangsung satu putaran.
Namun
yang terjadi, kebalikannya. Fauzi Bowo dan pasangannya hanya menempati
urutan kedua. Mereka kalah suara dengan pasangan Jokowi-Ahok, yang saat
ini menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur.
Menjelang putaran kedua,
kembali dilakukan survei. Hasilnya juga menyebutkan, Fauzi dan
pasangannya akan memenangkan 'final' melawan pasangan Joko Widodo-Basuki
Tjahja Purnama alias Ahok. Nyatanya Fauzi Bowo dan pasangannya kalah
lagi.
Setelah untuk kedua kalinya hasil survei tentang Pilkada DKI
meleset, muncul keraguan atas akuntabilitas dari lembaga-lembaga
penyelenggara survei.
Pengalaman di Pilkada Jakarta, agak lain.
Yang diprediksi survei sebagai pemenang, tidak meleset. Sejumlah
pasangan yang menang, memang sesuai hasil survei. Tapi hasil Pilkada
itu, kemudian digugat mereka yang kalah di Mahkamah Konstitusi (MK).
Belakangan terungkap, sejumlah Pilkada yang memang menang dan sesuai
hasil survei, sesungguhnya bermasalah,
Kemenangan itu
dibantu oleh politik uang. Pemenang Pilkada dimenangkan oleh Ketua MK
Akil Mochtar setelah yang terakhir ini men-"charge" milyaran rupiah
kepada si pemenang. Bahkan terakhir, Akil Mochtar dalam pemeriksaan KPK
dua hari lalu menungkap sebuah skandal Pilkada. Bahwa pemenang Pilkada
Jatim 2013, sebetulnya Kofifah Indar Parawansa dan pasangannya. Bukan
incumbent Sukarwo-Saifulah Yusuf.
Padahal kemenangan pasangan
Sukarwo, sesuai dengan hasil survei sebelumnya. Atas dasar itu, hasil
survei (politik) menyisakan sebuah persoalan besar. Survei tak pantas
dijadikan barometer. Sebab ternyata penyuapan oleh pasangan yang kalah
kepada Ketua MK Akil Mochtar bisa dimenangkan.
Lantas apakah kita
masih harus percaya pada hasil survei sebagaimana diwacanakan JK? Yang
paling aman dan relevan, kalau penilaian JK tentang Megawati dan survei,
kita tempatkan sebagai sebuah analisa yang "so and so". Jadi yang
paling aman kalau dikatakan peran politik Megawati yang bisa menentukan
masa dekat Indonesia, masih perlu diperdebatkan.
Publik dan pers
sebagai pembentuk opini juga perlu lebih berhati-hati atas semua
kesimpulan dan analisa oleh politisi manapun. Termasuk politisi papan
atas, kaliber JK. Publik perlu lebih peka, semakin dekat pelaksanaan
Pemilu 2014, semakin tinggi intensitas manuver politik para politisi.
Tidak terkecuali Pak JK.
Pandangan JK yang selama ini selalu punya
substansi penting harus tetap dihormati. Apalagi JK merupakan salah
satu politisi yang bicaranya terkesan sangat "genuine". Tetapi khusus
menyangkut Megawati, PDIP, pencapresan Jokowi, publik tidak harus
menelan mentah-mentah analisa dan kesimpulan JK.
Publik juga perlu
melihat, apa kepentingan dan agenda politik JK dengan menyebar wacana
tersebut. Benarkah pernyataan JK kali ini benar-benar "genuine"? Apakah
hal itu sebagai bagian dari upaya JK untuk menarik simpati Megawati?
Pisau
analisa perlu dikemukakan, mengingat hubungan pribadi dan politik
antara JK dan Megawati, bukan tanpa masalah atau batu sandungan. Dengan
politisi wanita yang sekaligus putri Proklamator Soekarno, JK
sesungguhnya tidak bisa disebut memiliki hubungan politik yang akrab.
Bahkan
sejumah politisi yang dekat dengan Megawati menyebut, Mbak Mega kurang
senang dan cukup terkejut dengan klaim JK atas perannya pada Jokowi.
Katanya dialah orang pertama yang mengusulkan Jokowi menjadi Gubernur
DKI. Klaim JK seakan menghilangkan semua peran PDIP khususnya Megawati
yang memegang kunci bagi pencalonan Jokowi.
Catatan sejarah
politik menunjukkan, semenjak 2004, JK sudah berseberangan dengan
Megawati. Kerenggangan dipicu pilihan politik JK. Hal itu dipahami
Jokowi. Pertanyaannya, dari pintu mana JK bisa masuk ke kader PDIP?
Saudagar
ini pernah "menyudutkan" Megawati sebagai Presiden, tatkala JK mundur
dari Kabinet Megawati, menjelang Pilpres 2004. Mundurnya JK dari Kabinet
Megawati sebagai menteri senior, sama dengan yang dilakukan SBY sebagai
Menko Polkam.
Mundurnya JK dan SBY sangat berpengaruh pada opini
publik, terutama citra Presiden Megawati. Presiden wanita ini,
dikesankan sebagai pemimpin yang tidak punya kemampuan menggandengkan
pengusaha (JK) dan kekuatan militer (SBY).
Setelah pengunduran
diri, mereka berdua membentuk duet menghadapi pasangan Megawati - Hasyim
Muzadi. Opini publik yang positif, berpaling dari Megawati. Dampaknya
pada hasil Pemilu Presiden 2004 , Megawati- Hasyim-Muzadi kalah dari
pasangan SBY-JK.
Keretakan hubungan Megawati dan JK makin dalam.
Apalagi JK sering menyindir Megawati yang ketika menjadi Presiden RI
menjual Gas Tangguh di Papua Barat dengan harga murah kepada China.
Bahkan
kritik itu masih ditambah dengan satire, saat menandatangani
kesepakatan, Megawati terlihat sangat akrab dipeluk mesra oleh Presiden
China, sewaktu kedua Presiden itu berdansa di Istana Beijing.
Keretakan
berlanjut hingga 2009, Pilpres lima tahun kemudian. Saat itu JK yang
sudah pecah kongsi dengan SBY kemudian maju sebagai kandidat Presiden.
Otomatis JK yang berpasangan dengan Wiranto, berseberangan dengan
Megawati-Prabowo Subianto.
Sudah menjadi rahasia umum, dalam
Pemilu 2014, JK masih berambisi menjadi salah seorang calon. Tapi untuk
menggunakan Golkar sebagai kendaraan politiknya, sudah tertutup. Sebab
Golkar telah menetapkan ketua umumnya, Aburizal Bakrie sebagai capres.
Yang
terdeteksi, JK berminat dicalonkan PDIP atau berduet dengan kader PDIP.
Bisa dengan Jokowi, bisa pula dengan Megawati. Untuk menuju ke arah
itu, JK melakukan lobi intensif. Di antaranya mendekati Jokowi dan
menyanjung Megawati.
Inilah tebakan atas manuver politik JK yang
hasilnya masih harus diuji dalam beberapa bulan mendatang. Namanya juga
tebakan, tentu saja tak ada jaminan keakurasiannya. Sebab yang paling
tahu tentang semua maksud manuvernya, hanya JK sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com