(dailymail.co.uk)
Liputan6.com, St Louis : Wajah buruk dengan
pandangan mengerikan, seringai lebar, kepala berputar 360 derajat, tubuh
yang melayang di udara, cairan muntah berwarna hijau -- hingga saat
ini, film "
The Exorcist" yang dirilis tahun 1973 masih bikin merinding orang yang bernyali melihatnya.
Satu-satunya yang mungkin membuat nyaman adalah
informasi bahwa cerita itu hanya fiksi belaka. Namun, bisa jadi anggapan
itu sama sekali tak benar.
Sejumlah orang berpendapat, hal
mengerikan yang ada dalam film tersebut terinspirasi kejadian nyata:
tentang seorang bocah lelaki dari pinggiran Washington D.C yang
kerasukan setan pada tahun
1949. Yang dikenal sebagai
"St Louis Exorcism Case" -- kasus eksorsisme atau pengusiran setan di St Louis.
Sebut
saja bocah 13 tahun itu Roland atau Robbie Doe -- identitas aslinya
masih anonim hingga saat ini. Lahir tahun 1935 dengan masa kecil
bermasalah di keluarga yang tak rukun.
Segala keanehan dimulai
pada Januari 1949 saat keluarga Robbie mulai mendengar suara garukan di
dalam dinding dan langit-langit rumah. Tapi bukan tikus.
Juga ada
suara mirip langkah orang di lorong, benda-benda berpindah dengan
sendirinya. Serangan misterius mulai dialami Robbie. Selimut dan
spreinya robek, ia juga dilaporkan ditarik dari tempat tidurnya oleh
kekuatan tak kasat mata.
Orangtuanya yakin, ia kerasukan. Apalagi
sebelumnya, ia bermain-main dengan papan ouija -- media berkomunikasi
dengan arwah. Sang tante yang mengajarinya.
Baru-baru ini
sejumlah ahli berkumpul St Louis University dalam acara diskusi panel,
memperdebatkan soal insiden kerasukan tersebut, berdekatan dengan
momentum Halloween.
Sekitar 500 orang berdesakan di Perpustakaan
Pius XII, bahkan meluber sampai lorong, bersandar di pilar atau duduk di
kursi lipat.
Seorang mahasiswa St Louis University, Zach Grummer-Strawn mengaku belum pernah melihat film
'The Exorcist'
-- yang dianggap sebagai salah satu film horor terbaik sepanjang masa.
Namun ia mengaku familiar dengan kisah ritual pengusiran setan di
sekitar universitasnya di tahun 1949, di mana film dan novel karya
William Peter Blatty mendapatkan inspirasi.
"Aku yakin itu kejadian nyata," kata Zach, mahasiswa jurusan teologi dan sosiologi dari Atlanta seperti dimuat
Daily Mail,
30 Oktober 2013. "Namun, tahu saja tidaklah cukup. Itu mengapa kita
berada di sini: untuk menguak kebenaran atas cerita luar biasa itu."
Akademisi
sekaligus pembicara, Thomas Allen pernah menulis soal praktik
pengusiran setan di RS Alexian Brothers dalam bukunya yang
dipublikasikan pada 1993.
Ia berpendapat, tak ada bukti
terpercaya bahwa bocah Robbie itu dirasuki roh-roh jahat. Kemungkinan ia
menderita kelainan jiwa atau menjadi korban kekerasan seksual. Bisa
juga pengalamannya itu dibuat-buat.
Ritual pengusiran setan tahun
1949 itu dipimpin Pastor William Bowdern. Ia memberitahu Allen bahwa
itu adalah ' hal yang nyata'. Bowden meninggal tahun 1983 lalu.
Bowdern
dibantu oleh Pendeta Walter Halloran, yang tidak seperti rekannya,
berbicara secara terbuka dengan Allen dan menyatakan keraguan soal
kejadian paranormal terkait Robbie, satu dekade lalu.
Menurut
Allen, Halloran lebih banyak menceritakan tentang anak tersebut. Betapa
ia sangat menderita. Hanya sedikit pembicaraan tentang ritual. "Anak itu
takut, bingung, terjebak dalam sesuatu yang dia tidak mengerti," kata
dia.
Sebaliknya, seperti kebanyakan prinsip dasar agama, semua hal pada akhirnya bermuara pada iman.
"Jika
setan bisa meyakinkan kita bahwa mereka tidak ada, makhluk itu sudah
memenangkan setengah pertempuran," kata pendeta Paul Stark, wakil
direktur misi dan pelayanan di sekolah Katolik St Louis yang sudah
berdiri selama 195 tahun.
Setan Atau Pikiran?
Kesurupan
terjadi di manapun di belahan dunia. Sementara, eksorsisme atau
pengusiran setan adalah praktik kuno dan muncul dalam banyak agama yang
berbeda.
Sigmund Freud, pencetus psikoanalisis, melihat kerasukan
sebagai khayalan neurotik. Dan setan adalah "dorongan naluriah" yang
ditekan.
Namun, meski tak percaya setan, psikolog Dr Mitch Byrne
dari University of Wollongong mengakui, metode eksorsisme punya
kelebihan.
"Saya tidak mengatakan bahwa itu adalah cara terbaik
dan utama menangani gangguan psikologis. Tapi, kita tak boleh meremehkan
kekuatan keyakinan," kata dia, seperti
Liputan6.com kutip dari
ABC News.
"Bomber
bunuh diri dan pilot kamikaze (yang sengaja menabrakkan pesawat) adalah
bukti bahwa kekuatan keyakinan melampaui argumen rasional. Jadi,
mungkin bekerja dalam sistem kepercayaan seseorang adalah cara terbaik
untuk membantu mereka pulih dari gangguan tersebut."
Sementara, soal kesurupan, Dr Byrne berpendapat, itu berkaitan dengan pikiran seseorang -- bukan setan.
"Ada
kekuatan dan energi luar biasa terpendam dalam tubuh manusia. Dalam
situasi dan kondisi tertentu, orang bisa mengeluarkan kekuatannya itu,"
kata dia.
"Tapi, jika seseorang mengalami delusi atau kondisi
psikotik yang berdampak pada perilaku yang berlebihan atau tidak biasa,
ia kerap dianggap kerasukan setan." (Ein)
Bagaimana menurut Anda? Punya pengalaman tentang kesurupan?