Sabtu, 03 Agustus 2013

Hidup di Jalan Allah,Allah menjanjikan kepada kita kegembiraan yang sangat berharga dan sangat besar, yaitu kehidupan yang damai dan sejahtera

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwA-RIvr26gMZ-iwE2rlkKQerzfcmuI3N89YYvH-V_N6B6VJUJ2LMzPJhDJs93k2kw43ycgtLsbzi6LcC1m9HQUePRJ7cZlqOeGK6_RLtWDxY0W1vvV0u_rrsArWX7yRMgkFlmzxKJmQt4/s320/syukur.jpg 
Allah SWT telah mengaungerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk kehidupan manusia, karenanya Allah memerintah kepada kita agar selalu bertaqwa dimanapun berada : di kantor, di rumah, di tempat kerja, di pasar dan dimanapun berada. Taqwa inilah yang menjadi bekal ketika menghadap Allah SWT di akhirat kelak.

Dengan segala kuasaNya, Allah menjanjikan kepada kita kegembiraan yang sangat berharga dan sangat besar, yaitu kehidupan yang damai dan sejahtera. Dengan ketaqwaan itu, kita boleh mengambil bagian dalam kuasa Allah dan terlepas dari hawa nafsu yang membinasakan dunia. Taqwa berarti melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

Untuk melepaskan jeratan hawa nafsu, kita harus sungguh-sungguh berusaha meningkatkan iman, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan dan amal shaleh seperti seperti mengormati orangtua, mengasihi sesama makhlukNya dan berbuat baik kepada tetangga mengasihi saudara-saudara seiman dan kasih kepada semua orang.

Apabila iman, kasih sayang dan kebajikan ini ada dalam diri kita, maka kita akan giat dan berhasil mengenal Allah. Janganlah kita memaksa Allah mengenal kita, namun kenalilah diri kita sehingga kita sungguh-sungguh mengenal Allah. Akan tetapi bila kita tidak memiliki pengetahuan dan ketekunan dalam mengenal diri, kita akan buta dan picik, karena lupa bahwa dosa-dosanya makin hari makin menumpuk dan sulit dimaafkan.

Tanpa mengenal diri, kita hanya akan merasa hebat, bangga diri, dan sombong dari karunia-karunia Allah sehingga menganggap segala sesuatu yang telah dicapai di dunia ini pasti bermanfaat dan dapat menyelamatkannya dari bencana dan azab Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Al An'am, ayat 162, yang artinya :

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,

Karena itu wahai saudara-saudaraku jamaa'ah jum'ah yang dimuliakan Allah, berusahalah sungguh-sungguh supaya kita teguh hidup di jalan Allah, sebab jika hidup di jalan Allah, tidak akan tersandung dan tersesat di dalam menuju Allah.

Keselamatan dan kebahagiaan yang diperoleh tentu tidak ingin kita nikmati bersama, karena itu marilah kita sesama ummat Islam saling mengingatkan kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah seperti shalat, zakat, puasa dan berbuat baik kepada orangtua dan sesama makhlukNya.

Sekalipun kita telah mengetahui dan teguh dalam kebenaran iman dan jalan Ilahi, namun terkadang kita melupakan kewajiban bersama untuk selalu mengingatkan agar menempuh jalan Ilahi di manapun berada. Selagi kita hidup kita seringkali lupa bahwa kekuatan, jabatan, kehebatan, popularitas dan kekayaan, tidak akan berguna manakala nyawa telah meninggalkan kita. Apa yang telah kita raih di dunia ini tidak akan menolong kita dari siksa Allah, manakala kita sombong terhadap Allah dengan tidak melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ingatlah, kita berasal dari setets air hina yang tidak bernilai apa-apa. Namun karena kasih sayang Allah, kita menjadi berguna di dunia. Dan akhirnya, kita tidak akan berguna apapun di hadapan Allah, selain amal shaleh dan ketaqwaan kepada Allah.
Allah mengingatkan kita dalam surat Asy-Syu'ara, 88-91.

"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, dan (di hari itu) didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa, dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat",

Sesungguhnya kita tidak tahu kapan Allah akan mematikan kita. Jika Allah tidak memberi kesempatan kepada kita untuk segera memperbaharui diri, tentu Allah telah mencabut nyawa pagi hari hari tadi. Dan Allah akan melemparkan kita ke dalam neraka dunia berupa laknat dan kehancuran hidup. Untuk kedurhakaan kita kepada Allah, hukuman telah tersedia. Barangisapa yang durhaka kepada Allah dan menyombongkan diri dari tuntunan Allah, kelak di akhirat akan terlunta-lunta. Allah SWT berfirman dalam surat Thaha 124-127 yang artinya :

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.

Firman Allah ini mempertegas bahwa barangsiapa yang sombong, berpaling dan tidak mau menundukkan diri di hadapan Allah, ia akan mengalami kehidupan tidak berguna. Tanpa tuntunan Allah dan rasulNya, apa pun yang telah dicapai di dunia tidak memberi manfaat bagi kehidupannya. Sebaliknya menjadikan tidak melihat mana yang benar, mana yang salah; mana jalan syetan mana jalan Ilahi; mana hawa nafsu mana nurani; mana kewajiban Ilahi dan mana hak azasi. Akibatnya, ia hidup dalam kegelapan. Bagaimanakah kita akan berjalan di sebuah lorongan panjang yang gelap gulita ?
Dengan menjadikan capaian-capaian hidupnya untuk Allah, Insya Allah manusia akan selamat di akhirat.
Sebagai contoh :
Ketika Allah memberikan kita kesehatan, maka kesehatan ini digunakan untuk berjuang di bidang pendidikan, pelayanan fakir miskin, pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Kesehatan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Tidak sebaliknya untuk menambah dosa dengan perbuatan-perbuatan yang mendzalimi diri sendiri dan orang lain.

Ketika Allah memberikan kita kekuatan, maka kekuatan ini digunakan untuk membantu orang-orang lemah, bukan sebaliknya untuk memperdaya dan menganiaya orang-orang lemah.


Akhirnya, marilah kita istiqamah di dalam jalan Allah. Semoga kita memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

KISAH NYATA ISLAMI 2013: Kisah Nyata Ustad Jeffry Al Buchori Hidup di Jalan Allah ( Perjalanan hidup Jeffry Al Buchori sungguh dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa ia alami sampai ia menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan. Simak kisahnya yang sangat memikat ini. )

http://images.kabarcepat.com/images/350300/2013/04/26/uje1366951200.jpg 
Kisah Ustad Jeffry Al Buchori, Mantan Pecandu Yang Menjai Ustad Terkenal
 
Sebetulnya aku tidak ingin bercerita banyak tentang masa laluku. Maklum, masa laluku sangat kelam. Namun, setelah kupikir, siapa tahu perjalanan hidupku ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Baiklah, aku bersedia membagi pengalaman hidupku pada para pembaca. Insya Allah, ada gunanya.

Aku lahir dengan nama Jeffry Al Buchori Modal pada 12 April 1973 di Jakarta. Waktu aku lahir, keluargaku memang sudah menetap di Jakarta. Aku lahir sebagai anak tengah, maksudku anak ke-3 dari lima bersaudara. Tiga saudara kandungku laki-laki, dan si bungsu adalah perempuan. Layaknya bersaudara, hubungan kami berlima cukup dekat. Sekadar bertengkar, sih, wajar saja. Apalagi, jarak usia kami tidak berjauhan.


Apih (panggilan Jefri untuk ayahnya, Red.), M. Ismail Modal, adalah pria bertubuh tinggi besar asli Ambon, sedangkan Umi, begitu aku biasa memanggil ibu, Tatu Mulyana asli Banten. Apih mendidik kami berlima dengan sangat keras. Tapi, kalau tidak begitu, aku tidak akan merasakan manfaat seperti sekarang. Kalau kami sampai lupa salat atau mengaji, wah, jangan ditanya hukuman yang akan diberikan Apih. Dalam hal agama, Apih dan Umi memang mendidik kami secara ketat.


Namun, sebetulnya Umi adalah seorang ibu yang amat sabar dan lembut dalam menghadapi anak-anaknya. Apih pun orang yang selalu bersikap obyektif. Dia akan membela keluarganya mati-matian bila memang keluarganya yang benar. Sebaliknya dia tidak segan-segan menyalahkan kami bila memang berbuat salah.


Berada di lingkungan keluarga yang taat agama membuatku menyukai pelajaran agama. Sewaktu kelas 5 SD, aku pernah ikut kejuaraan MTQ sampai tingkat provinsi. Selain agama, pelajaran yang juga kusukai adalah kesenian. Entah mengapa, aku suka sekali tampil di depan orang banyak. Oh ya, setelah kenaikan kelas, dari kelas 3 aku langsung melompat ke kelas 5. Jadilah aku sekelas dengan kakakku yang kedua.


Berkepribadian Ganda


Lulus SD, Apih memasukkanku dan kedua kakakku ke sebuah pesantren modern di Balaraja, Tangerang. Beliau ingin kami mendalami pelajaran agama. Rupanya tidak semua keinginannya bersambut, semua ini karena kenakalanku.


Orang bilang, anak tengah biasanya agak nakal. Aku tidak tahu ungkapan itu benar atau tidak. Yang jelas hal itu berlaku padaku. Sebagai anak tengah, aku sering membuat orang tua kesal. Di pesantren, aku sering berulah.


Salah satu kenalakanku, di saat yang lain salat, aku diam-diam tidur. Kenakalan lain, kabur dari pesantren untuk main atau nonton di bioskop adalah hal biasa. Sebagai hukumannya, kepalaku sering dibotaki. Tapi, tetap saja aku tak jera.


Tampaknya aku seperti punya kepribadian ganda, ya. Di satu sisi aku nakal, di sisi lain keinginan untuk melantunkan ayat-ayat suci begitu kuat. Tiap ada kegiatan keagamaan, aku selalu terlibat. Bersama kedua kakakku, aku juga pernah membuat drama tanpa naskah berjudul Kembali Ke Jalan Allah yang diperlombakan di pesantren. Ternyata karya kami itu dinilai sebagai drama terbaik se-pesantren.


Bahkan, aku juga juara lomba azan, lomba MTQ, dan qasidah. Akan tetapi, entah kenapa, aku juga tak pernah ketinggalan dalam kenakalan. Tinggal dalam lingkungan pesantren, kelakuan burukku bukannya berkurang, malah makin menjadi. Puncaknya, aku sudah bosan bersekolah di pesantren.


Akhirnya, hanya empat tahun aku di pesantren. Dua tahun sebelum menamatkan pelajaran, aku keluar. Lalu, Apih memasukkanku ke sekolah aliyah (setingkat SMA, Red.). Rupanya keluar dari pesantren tidak membuatku lebih baik. Aku yang mulai beranjak remaja justru jadi makin nakal.


Kenal Dunia Malam


Memang, sih, tiap ada acara keagamaan aku tak pernah ketinggalan. Namun, aku juga selalu mau bila ada teman mengajak ke kantin sekolah. Bukan untuk jajan, tapi memakai narkoba! Aku juga sering kabur dan pergi tanpa tujuan yang jelas. Ya, aku seperti burung lepas dari sangkar, terbang tak terkendali.


Masa SMA memang suram bagiku. Masa yang tak pernah lengkap. Maksudnya, aku tak punya teman sebaya. Kenapa? Ya, meski usiaku masih 15 tahun, aku bergaul dengan pemuda berusia 20 tahunan. Pacaran pun dengan yang lebih tua. Di sekolah ini aku hanya bertahan setahun. Pindah ke SMA lain, keseharianku tak jauh berbeda. Malah makin parah.


Dari perkenalan dengan beberapa teman, aku mengenal petualangan baru. Umur 16 tahun, aku mulai kenal dunia malam. Aku masuk sekolah hanya saat ujian. Buatku, yang penting lulus. Aku lebih suka mendatangi diskotek untuk menari. Terus terang, aku memang tertarik pada tarian di diskotek. Tiap ke sana, diam-diam aku selalu mempelajari gerakan orang-orang yang nge-dance. Lalu kutirukan.


Aku jadi seorang penari, bertualang dari satu diskotek ke diskotek lain, tenggelam dalam dunia malam. Saat ada lomba dance, aku mencoba ikut. Usahaku tak sia-sia. Beberapa kali aku berhasil memboyong piala ke rumah sebagai the best dancer. Selain itu, aku juga berhasil jadi penari di Dufan pada tahun 1990, meski hanya selama setahun. Sampai sekarang masih banyak temanku yang jadi penari di sana.


Aku juga pernah jadi foto model, bahkan ikut fashion show di diskotek. Mungkin waktu itu aku merasa sangat cakep, ya. Tapi menurutku, kegiatan-kegiatan itu masih positif, meski terkadang aku suka minum. Dengan segala kebengalanku, tahun 1990 aku berhasil lulus SMA.


Main Sinetron


Aku mengalami masa yang menurutku paling dahsyat setelah tamat SMA. Ceritanya salah seorang teman penari, memperkenalkanku pada Aditya Gumai yang saat itu aktif di dunia seni peran. Dari Aditya aku mengenal dunia akting.


Waktu itu, kami masih latihan menari di Taman Ismail Marzuki. Saat latihan pindah ke Gedung Pemuda di Senayan, mulailah aku main sinetron. Mulanya aku hanya mengamati para pemain yang sedang syuting, sambil diam-diam belajar.


Aku memang suka mencuri ilmu. Waktu tidur di kos salah satu temanku di dekat kampus Institut Kesenian Jakarta, aku sering mencuri ilmu juga dari para mahasiswa. Kalau mereka sedang kuliah atau praktik, aku sering mengamati mereka.


Nah, ketika para pemain sinetron sedang latihan, terkadang aku menggantikan salah satunya. Ternyata aku ditertawakan. Karena pada dasarnya aku orang yang enggak suka diperlakukan seperti itu, aku malah jadi terpacu. Aku makin giat berlatih akting secara otodidak. Akhirnya, saat yang senior belum juga dapat giliran main, aku sudah mendapat peran. Aku diajak Aditya main sinetron. Waktu dikasting, aku berhasil mendapat peran.


Tahun 1990, aku main sinetron Pendekar Halilintar. Saat itu, sinetron masih dipandang sebelah mata oleh bintang film. Namun, Apih mati-matian menentangku. Kenapa? Rupanya Apih tahu persis seperti apa lingkungan dunia film. Dulu, beliau juga pernah main film action, antara lain Macan Terbang dan Pukulan Berantai. Dari beliaulah aku menuruni darah seni.


Ditentang Apih tak membuat langkahku surut. Mungkin jalan hidupku memang harus begini. Tak satu pun larangan Apih yang mampir ke otakku untuk kujadikan bahan pikiran. Nasihat Apih tak lagi kudengarkan. Tawaran untuk main sinetron yang berdatangan membuatku makin yakin, inilah yang kucari. Aku tak mau menuruti keinginan orang tua karena merasa diriku benar. Akhirnya konflik antara aku dan orang tuaku pecah.


Sebagai bentuk perlawananku pada orang tua, aku tak pernah pulang ke rumah. Tidur berpindah-pindah di rumah teman. Rambut juga kupanjangkan. Aku seperti tak punya orang tua. Bahkan, tak pernah terlintas dalam benakku bahwa suatu hari mereka akan pulang ke haribaan. Yang kupikirkan hanya kesenangan dan egoku semata.


Pada saat bersamaan, karierku di dunia seni peran terus melaju. Aku semakin mendapatkan keasyikan. Setelah itu, aku mendapat peran dalam sinetron drama Sayap Patah yang juga dibintangi Dien Novita, Ratu Tria, dan almarhum WD Mochtar.


Aku semakin merasa pilihanku tak salah setelah dinobatkan sebagai Pemeran Pria Terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI tahun 1991. Aku bangga bukan main, karena merasa menang dari orang tua. Kesombonganku makin menjadi. Aku makin merasa inilah yang terbaik buatku, ketimbang pilihan orangtuaku.



“DI KABAH, KUMINTA AMPUNAN ALLAH”


Tawaran main sinetron berdatangan menghampiri Jeffry. Seiring dengan itu, ia makin tenggelam dalam dunianya yang kelam.


Sejak kenal sinetron, aku makin menyukai dunia akting. Aku tak peduli meski Apih menentangku. Namun, belakangan aku paham, di balik ketidaksetujuannya, sebetulnya orang menyimpan rasa bangga. Orang tua cerita, mereka sedang ke Tanah Suci membawa rombongan ibadah haji saat sinetron Sayap Patah yang kumainkan ditayangkan.


Ternyata, mereka nonton sinetronku. Komentar mereka membanggakanku. Mereka mengakui, ternyata aku bisa berprestasi. Setelah itu, aku mendapat berbagai tawaran main, antara lain sinetron Sebening Kasih, Opera Tiga Jaman, dan Kerinduan. Selain namaku makin mencuat, rezeki juga terus mengalir.


Namun, aku malah jadi lupa diri. Ketenaran tidak penting buatku. Yang penting menikmati hidup. Dunia malam terus kugeluti. Kalau ke diskotek, aku tak lupa mengonsumsi narkoba. Bahkan, untuk urusan yang satu ini, aku bisa dibilang tamak. Biasanya, aku meminum satu pil dulu. Kalau kurasa belum “on”, kuminum satu lagi. Begitu seterusnya.


Akhirnya, aku jadi sangat mabuk. Pandanganku pun jadi kabur. Mau melihat arloji di tangan saja, aku harus mendekatkannya ke wajahku, sambil menggoyang-goyangkan kepala dan membelalakkan mata supaya bisa melihat dengan lebih jelas. Parah, ya? Begitulah kebandelanku terus berlangsung.


Kecanduan Kian Parah


Suatu hari di tahun 1992, Apih meninggal karena sakit. Aku menyesal bukan main karena selama ini selalu mengabaikan nasihat Apih. Menjelang kepergiannya, aku berdiri di samping tempat tidurnya di rumah sakit sambil menangis. Melihatku seperti itu, Apih mengatakan, laki-laki tak boleh menangis. Laki-laki pantang keluar air mata. Bayangkan, bahkan di saat-saat terakhirnya pun Apih tetap menunjukkan sikapnya yang penuh kasih padaku yang durhaka ini.


Sore itu aku dimintanya pulang ke rumah dan beliau memberiku ongkos. Aku menurut. Begitu aku pulang, Allah mengambilnya. Aku syok berat. Saat Apih dimakamkan, aku turun ke liang lahat dan memeluk jasadnya. Aku tak mau beranjak meski makam akan ditutup. Aku tak mau melepas kepergiannya. Aku menyesali perbuatanku. Selama Apih masih hidup, aku tak pernah mau mendengarkan ucapannya.


Sejak itu, Umi membesarkan kami berlima. Hidupku terus berjalan. Bukan ke arah yang baik, namun aku kembali ke masa seperti dulu. Penyesalan yang sebelumnya begitu menghantuiku karena ditinggal Apih, seolah lenyap. Kebandelanku bahkan makin menjadi sepeninggal Apih. Kesombonganku juga lebih besar dari sebelumnya karena merasa berprestasi dan punya uang banyak. Tak seorang pun kudengarkan lagi nasihatnya.


Ketika temanku menasihati, aku mencibir. Siapa dia sampai aku harus mendengarkan ucapannya? Ucapan orang tua saja tak kugubris. Aku tenggelam dalam duniaku sendiri dan jadi pecandu narkoba. Waktu itu, aku beralasan karena ada masalah di rumah. Padahal, sebetulnya alasan apa pun, termasuk broken home atau teman, tidak bisa dijadikan alasan. Diri sendirilah alasannya, karena bagaimana pun, kita lah yang menentukan semua yang terjadi pada diri kita.


Jadi, tidak perlu membawa-bawa orang lain atau keadaan. Namun, kesadaran seperti ini mana mungkin muncul pada diriku yang waktu itu sangat arogan? Aku makin jauh dari Tuhan. Padahal, sebelah rumahku ada masjid. Ketika orang berpuasa di bulan Ramadan pun, aku tetap melakukan kemaksiatan. Lalu, saat Lebaran tiba dan orang-orang sibuk bertakbir, aku malah sibuk mencari celah waktu dan tempat di mana aku bisa berbuat maksiat.


Semua ilmu agama yang pernah kupelajari dan kemampuan membaca Quran seperti hilang. Akal sehatku seperti hilang. Kecanduanku pada narkoba juga makin parah, bahkan sampai mengalami over dosis dan aku hampir mati. Kejahatan demi kejahatan moral terus kulakukan.


Nama Dicoret


Tak perlu aku menceritakan detail tentang kejahatan yang kulakukan. Yang jelas, suatu hari aku merasa menderita karena ketakutan setelah melakukan sebuah perbuatan. Aku benar-benar ketakutan! Aku jadi gampang curiga pada siapa saja. Aku selalu berburuk sangka pada apa pun.


Kesombonganku pada uang dan prestasi lenyap digantikan ketakutan. Yang kulakukan setiap hari adalah berdiam diri di kamar, dengan selalu berpikiran bahwa setiap orang yang datang akan membunuhku. Aku sibuk mengintip dari bawah pintu, siapa tahu ada orang datang untuk membunuhku.


Telingaku jadi sangat sensitif. Aku sering merasa mendengar ada orang sedang berjalan di atap rumah ingin membunuhku. Aku tersiksa selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Orang-orang mengatakan, aku sudah gila.


Pada saat bersamaan, kecanduanku pada narkoba membuatku termasuk dalam daftar hitam dunia sinetron. Namaku dicoret. Tak ada lagi yang mau memakaiku sebagai pemain. Selain itu, cewek-cewek yang ada di dekatku juga menjauh. Dulu aku termasuk playboy.


Di saat aku sendiri, ada Umi yang selama ini sudah sangat sering kusakiti hatinya. Umi tetap menyayangiku dengan cintanya yang besar. Seburuk apa pun orang berkomentar tentang aku, hati Umi tetap baik dan sabar. Air matanya tak pernah kering untuk mendoakan anak-anaknya, terutama aku agar berubah jadi lebih baik.


Doa tulus Umi dikabulkan Allah. Sungguh luar biasa, Allah menunjukkan kebaikan-Nya padaku. Allah memberiku kesempatan untuk bertobat. Kesadaran ini muncul lewat suatu proses yang begitu mencekamku.


Diajak Umi Umrah


Sungguh, aku merasa sangat ketakutan ketika suatu hari bermimpi melihat jasadku sendiri dalam kain kafan. Antara sadar dan tidak, aku terpana sambil bertanya pada diri sendiri. Benarkah itu jasadku? Aku juga disiksa habis-habisan. Begitulah, setiap tidur aku selalu bermimpi kejadian yang menyeramkan. Dalam tidur, yang kudapat hanya penderitaan. Aku jadi takut tidur. Aku takut mimpi-mimpi itu datang lagi.


Aku juga jadi takut mati. Padahal dulu aku sempat menantang maut. Meminta mati datang karena aku tak sanggup lagi bertahan saat ada masalah dengan seorang cewek. Sebetulnya sepele, kan? Tapi masalah itu kuberat-beratkan sendiri. Rasa takut mati itulah yang akhirnya membuatku sadar bahwa ada yang tidak meninggalkanku dalam keadaan seperti ini, yaitu Allah.


Aku teringat kembali pada-Nya dan menyesali semua perbuatanku selama ini. Pelan-pelan, keadaanku membaik. Kesadaran-kesadaran itu datang kembali. Aku menemui Umi, bersimpuh meminta maaf atas semua dosa yang kulakukan. Umi memang luar biasa. Betapa pun sudah kukecewakan demikian rupa, beliau tetap menyayangi dan memaafkanku. Umi lalu mengajakku berumrah.


Dengan kondisiku yang masih labil dan rapuh, kami berangkat ke Tanah Suci. Kali ini aku berniat sembuh dan kembali ke jalan Allah. Di sana, aku mengalami beberapa peristiwa yang membuatku sadar pada dosa-dosaku sebelumnya. Usai salat Jumat di Madinah, Umi mengajakku ke Raudhoh. Aku tak tahu apa itu Raudhoh, tapi kuikuti saja. Umi terus meminta ampunan pada Allah.


Aku lalu keluar, berjalan menuju makam Nabi Muhammad. Aku bersalawat. Begitu keluar dari pintu masjid, rasanya seperti ada yang menarikku. Aku mencoba berjalan sekuat tenaga, tapi tak bisa. Kekuatan itu rasanya sangat besar. Aku lalu bersandar pada tembok. Air mataku yang dulu tak pernah keluar, kini mengalir deras. Aku menyesali dosa-dosaku, dan berjanji tak akan melakukan lagi semua itu.


Bagai sebuah film yang sedang diputar, semua dosa yang pernah kulakukan terbayang jelas di pelupuk mataku silih berganti, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Tiba-tiba dari mulutku keluar kalimat permintaan ampunan pada Allah. Di Mekkah, di hadapan Kabah, aku merapatkan badan pada dindingnya.


Aku bersandar, menengadahkan tangan memohon ampun karena terlalu banyak dosa yang kulakukan. Seandainya sepulang dari Tanah Suci ini melakukan dosa lagi, aku minta pada Allah untuk mencabut saja nyawaku. Namun, seandainya punya manfaat untuk orang lain, aku minta disembuhkan. Aku yang dulu angkuh, sekarang tak berdaya. Setelah pulang beribadah, aku membaik. Aku mencoba bertahan dalam kondisi bertobat itu, tapi ternyata sulit luar biasa.



BIDADARI CANTIK JADI PEMBANGKIT HIDUP


Setelah berkali-kali jatuh-bangun, akhirnya Jeffry kembali dekat pada agama. Kasih sayang kekasih yang akhirnya menjadi istri ikut menjadi pembangkit semangatnya. Perjuangannya menjadi ustaz cukup berat sampai akhirnya ia sukses jadi penceramah. Sepulang umrah, aku mencoba hidup lurus. Namun, lagi-lagi aku tergoda. Suatu malam, aku dan teman-teman berencana nonton jazz di Ancol. Aku memperingatkan mereka untuk tidak bawa narkoba, karena kami sudah sepakat untuk berhenti memakai. Ternyata, salah satu temanku masih saja membawa cimeng. Apesnya, kami dirazia polisi di depan Hailai.


Teman-temanku yang lain kabur. Tinggallah aku, temanku yang membawa cimeng, dan satu teman lain. Aku sulit kabur karena mobil yang kami pakai adalah mobilku. Akhirnya kami bertiga dibawa ke kantor polisi dan ditahan. Aku dilepas karena tak terbukti membawa. Kucoba telepon Umi untuk menjelaskan masalah ini, tapi Umi tak mau menerima teleponku.


Si penerima telepon malah diminta Umi untuk mengatakan, beliau tak punya anak bernama Jeffry. Hatiku tercabik-cabik. Pedih rasanya tak diakui sebagai anak oleh Umi. Kuakui, pastilah hati Umi sudah sedemikian sakitnya. Bayangkan, aku yang sebelumnya sudah mengaku bertobat, malah kembali memilih jalan yang salah.


Meski aku sudah bersumpah demi Tuhan tidak memakai narkoba lagi, Umi tak percaya lagi. Itulah puncak kemarahan Umi. Sungguh bersyukur, Allah masih berkenan menolongku. Datang seorang gadis cantik dalam hidupku. Ia mau menerimaku apa adanya. Sebelumnya, banyak gadis meninggalkanku sehingga aku merasa sebatang kara dalam cinta. Gadis bernama Pipik Dian Irawati ini seorang model sampul sebuah majalah remaja tahun 1995, asal Semarang.


Cuek Saat Pacaran


(Berikut ini adalah penuturan Pipik: Aku pertama kali melihatnya sedang makan nasi goreng di Menteng sekitar tahun 1996 – 1997. Rambutnya gondrong. Waktu itu, aku bersama Gugun Gondrong. Setahuku, Jeffry adalah pemain sinetron Kerinduan, karena aku mengikuti ceritanya. Aku ingin berkenalan dengannya, tapi Gugun melarangku.


Tak tahunya, waktu buka puasa bersama di rumah Pontjo Sutowo, aku bertemu lagi dengannya. Rambutnya sudah dipotong pendek. Aku nekat berkenalan. Kami mulai dekat dan saling menelepon. Aku enggak tahu kapan kami resmi pacaran, karena enggak pernah “jadian”. Dia juga tak pernah menyatakan cinta. Waktu pacaran, dia cuek setengah mati.


Awalnya, semangatnya boleh juga. Pertama kami pergi bareng, dia datang ke rumah di Kebon Jeruk, di tengah hujan deras dari rumahnya di Mangga Dua. Jeffry naik taksi dengan memakai jins dan sepatu bot. Ia yang hanya bawa uang Rp 50 ribu, mengajakku nonton di Mal Taman Anggrek. Di dalam bioskop, kami seperti nonton sendiri-sendiri. Dia diam saja selama nonton.


Sejak itu, kami sering jalan bareng, karena kami memang hobi nonton dan makan. Semakin dekat dengannya, aku makin tahu ternyata dia pemakai narkoba kelas berat. Teman-temanku mulai bertanya, mengapa aku mau berpacaran dengannya. Aku sendiri tak tahu persis alasannya. Mungkin rasa sayang yang sudah terlanjur muncul dalam hati yang membuatku mau bertahan. Hatiku terenyuh dan tak mau meninggalkan dia sendiri.


Tentu saja keluargaku tak ada yang tahu, karena sengaja kusembunyikan. Mungkin mereka baru tahu sekarang, setelah membaca kisah hidupnya di berbagai media. Sementara itu, aku sibuk tur keluar kota sebagai model, sehingga kami sering tak ketemu. Akhirnya kami putus. Waktu akhirnya ketemu lagi, ternyata dia sudah punya pacar lagi. Karena masih sayang, aku sering membawakannya hadiah dan memberi perhatian. Setelah Jeffry putus dari pacarnya, kami kembali bersatu.)


Jualan Kue


Pipik sangat berarti buatku. Dia mengerti, peduli dan perhatian padaku. Padahal, aku sempat hampir menikah dengan orang lain. Ternyata Allah sayang padaku. Allah menunjukkan, wanita yang nyaris kunikahi itu bukan untukku. Pipik bagai bidadari yang datang dengan cinta yang besar. Ia memberi keyakinan, menikah dengannya akan membawa perubahan besar dalam hidupku.


Aku mendatangi Umi dan minta izin untuk menikah. Luar biasa, Umi tetap menerimaku dengan segala kasih sayangnya. Sambil menangis, Umi mengizinkanku menikah. Aku sendiri terbilang nekat. Sebab, waktu itu aku tak punya apa-apa. Badan pun kurus kering, dengan mata belok, dan penyakit paranoid yang kuderita tak kunjung sembuh. Bahkan, pekerjaan pun aku tak punya.


Untuk menghindari maksiat, kami menikah di bawah tangan pada tahun 1999. Teman-temanku yang sekarang sudah meninggal karena over dosis, sempat menghadiri pernikahanku. Setelah itu, kami tinggal di rumah Umi. Sekitar 4 – 5 bulan setelah itu, kami menikah secara resmi di Semarang.


Namun, menikah rupanya tak cukup menghentikan kebandelanku. Istriku pun merasakan getahnya. Aku pernah memakai narkoba di depannya, dan menggunakan uangnya untuk membeli barang haram tersebut.


Kesulitan lain, aku dan Pipik sama-sama menganggur. Pernah kami mencoba berdagang kue. Malam hari kami menggoreng kacang, esok paginya bikin kue isi kacang dan susu. Lalu kami titipkan ke toko kue.


Tapi mungkin rezeki kami bukan di situ. Kue yang kami buat hanya laku beberapa buah. Dalam sehari kami hanya membawa pulang Rp 200 – 300. Akhirnya kami berhenti berjualan kue. Kehidupan kami selanjutnya kami jalani dengan penuh perjuangan sekaligus kesabaran.


Makan Sepiring Berdua


Kesetiaan Pipik begitu luar biasa. Simak penuturannya berikut ini. (Perasaan sayang yang sangat kuat membuatku mantap menikah dengannya. Aku tak peduli lagi meski dia pecandu, bahkan pernah mengalami over dosis dan hampir gila karena paranoidnya. Aku banyak mengalami hal-hal luar biasa dengannya. Kalau tidak sabar, mungkin aku sudah tidak bersamanya lagi.


Awal menikah, kami tinggal di rumah Umi. Meski hidup seadanya, beliaulah yang membiayai hidup kami. Aku dan Jeffry tak jarang makan sepiring berdua, karena memang benar-benar tak ada yang bisa dimakan. Berat rasanya jadi istri dari suami penganggur, apalagi setelah menikah aku tidak lagi bekerja.


Tapi aku yakin, Allah tidak mungkin memberikan cobaan pada umat-Nya melebihi kemampuannya. Aku yakin, pasti ada sesuatu yang akan diberikan Allah padaku. Beruntung, Umi sangat sayang padaku.


Aku sendiri tak jera memberi masukan padanya untuk mengubah hidup. Kami sama-sama saling belajar menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Pelan-pelan, hidupnya mulai berubah menjadi lebih baik, terutama setelah aku hamil. Mungkin dia sendiri sudah capek dengan kehidupannya yang seperti itu.)


Hidup di Jalan Allah


Pelan-pelan, aku kembali dekat pada agama. Perubahan besar terjadi dalam hidupku pada tahun 2000. Kala itu, Fathul Hayat, kakak keduaku yang setengah tahun silam meninggal karena kanker otak, memintaku menggantikannya memberi khotbah Jumat di Mangga Dua. Pada waktu bersamaan, dia diminta menjadi imam besar di Singapura.


Fathul memang seorang pendakwah. Selama dia di Singapura, semua jadwal ceramahnya diberikan padaku. Pertama kali ceramah, aku mendapat honor Rp 35 ribu. Uang dalam amplop itu kuserahkan pada Pipik. Kukatakan padanya, ini uang halal pertama yang bisa kuberikan padanya. Kami berpelukan sambil bertangisan.


Selanjutnya, kakakku memintaku untuk mulai menjadi ustaz. Inilah jalan hidup yang kemudian kupilih. Betapa indah hidup di jalan Allah. Aku mulai berceramah dan diundang ke acara seminar narkoba di berbagai tempat. Namun, perjuanganku tak semudah membalik telapak tangan. Tak semua orang mau mendengarkan ceramahku karena aku mantan pemakai narkoba. Tapi aku mencoba sabar.


Alhamdulillah, makin lama ceramahku makin bisa diterima banyak orang. Bahkan sekarang, aku banyak diundang untuk ceramah di mana-mana, termasuk di luar kota dan stasiun teve. Aku bersyukur bisa diterima semua kalangan. Aku pun ingin berdakwah untuk siapa saja. Aku ingin punya majelis taklim yang jemaahnya waria. Mereka, kan, juga punya hak untuk mendapatkan dakwah.


Kebahagiaan kami bertambah ketika tahun 2000 itu, lahir anak pertama kami, Adiba Kanza Az-Zahra. Dua tahun kemudian, anak kedua Mohammad Abidzan Algifari juga hadir di tengah kami. Mereka, juga istriku, adalah inspirasi dan kekuatan dakwahku. Kehidupan kami makin lengkap rasanya.


Sampai sekarang, aku masih terus berproses berusaha menjadi orang yang lebih baik. Semoga, kisahku ini bisa jadi bahan pertimbangan yang baik untuk menjalani hidup. Pesanku, cintailah Tuhan dan orangtuamu, serta pilihlah teman yang baik.


Wallahu’alam bishshawab, ..

#Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ....


Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...


Salam Terkasih ..

Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...



Ustad Jeffry menulis di twitter, pada 13 April 2013, sehari setelah ulang tahunnya ”Pada akhirnya.. Semua akan menemukan yg namanya titik jenuh.. Dan pada saat itu.. Kembali adalah yg terbaik.. Kembali pada siapa..? Kpd 'DIA' pastinya.. Bismi_KA Allahumma ahya wa amuut..”


Mungkin Ustaz Jeffry Al Buchori hanya mengingatkan para pengikutnya di akun Twitter untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta. Namun, siapa sangka tweet terakhirnya justru menjadi salah satu tanda ustaz yang akrab dipanggil Uje ini meninggal dalam kecelakaan.


Ustaz yang akrab dipanggil Uje ini meninggal dunia dalam kecelakaan pada hari Jumat, 26 April 2013.



Selamat Jalan Ustazd Uje

Semoga Kau berada di tempat yang tenang di alam sana
Aamiin



http://inmotivasi.blogspot.com/2013/04/Kisah-Ustad-Jeffry-Al-Buchori-Mantan-Pecandu-Yang-Menjadi-Ustad-Terkenal.html

Belajar diam, sebuah nasehat dan muhasabah diri ( “ Bagaimana kita belajar diam ” Sebagian orang mungkin heran, apakah diam harus dipelajari? )

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4vuMCWaT_zXuH1cY8DLYx5cSMs_WpexLSLqPXui53_l1WHVS7KWjdO_lwWPHzwmpLGstL6Cbl-mEmDFHi1HkrlisMuvf2BkFS6VBu2HWn40nEHi7uczxPwc4uXZEDaDUksLD6EafBT4s/s320/Untitled-1.jpg 
Oleh: Syaikh Abu Zaid Al Kuwaity (rahimahullah)
Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan berkah di dalamnya …
Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alayhi Wa sallam adalah Rasul dan hambaNya. Amma ba’du …
Pembicaraan kita hari ini dengan tema :  “ Bagaimana kita belajar diam ” Sebagian orang mungkin heran, apakah diam harus dipelajari?
Yang dimaksud dengan belajar adalah praktek latihan, mengasah dan menjadikan tradisi. Judul ini saya ambil dari perkataan sebagian salaf.  Ketika mereka berkata : “ kami belajar diam sebagaimana kalian belajar berbicara“, sekarang ini banyak dilakukan kursus training seni berbicara, seni berpidato dan juga seni bagaimana mempengaruhi orang lain. Namun pada pertemuan ini, kita membahas – Insya ALLAH – bagaimana kita belajar diam. Yang saya maksud bukan diam dari  kebenaran, Naudzubillah … atau diam dari amar ma’ruf  nahi munkar atau diam dari menasehati manusia atau diam dari mengarahkan dan memberi petunjuk kepada mereka … bukan sekali-kali bukan !!!  yang aku maksud adalah diam dari senda gurau, diam dari kata-kata bathil diam dari katanya dan katanya …serta perkataan yang tidak ada faedahnya baik bagi diennya maupun dunianya.
Rabb kita Azza Wa Jalla telah mensifati orang beriman dalam kitabNya yang mulia :
” Sungguh beruntung orang orang yang beriman. Yaitu orang yang khusyu’ dalam sholatnya dan orang yang menjauhkan diri dari ( perbuatan dan perkataan ) yang tidak berguna ( Al Mu’minun 1-3 )
Allah Azza Wa Jalla memuji orang-orang beriman yang menjauhi senda  gurau . senda gurau disini adalah perkataan bathil. Dan Nabi Shallallahu Alayhi Wa Sallam bersabda : “ Barangsiapa yang beriman kepada ALLAH dan hari akhir maka hendaknya berbicara yang baik atau diam”  Perhatikanlah wahai ikhwah … Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam mengaitkan diam dengan permasalahan aqidah yakni iman kepada Allah dan hari akhir. Aqidah yang dikaitkan dengan persoalan diam. Allah Azza Wa Jalla juga berfirman : “ Tidak ada suatu kata yang diucapkannya  melainkan ada disisinya malaikat pengawas yang selalu siap ( mencatat ) ” ( Qoof 18 ).
Ada Tiga permasalahan yang akan kita bahas dalam majelis kita, walau sebenarnya banyak permasalahan dalam tema ini,  namun dalam pertemuan ini kita hanya akan membahas 3 perkara.
Masalah pertama : Bahwa kita tidak mengenal kalimat ” Allahu A’lam” dalam majelis kita. Kita dapati dalam majelis kita yang membicarakan banyak bidang,  yakni bidang syar’i, kedokteran, politik dan segala bidang lainnya, seseorang berkata “ ini pendapatku” yang itu berkata “ saya kira ” dan yang ini berkata “ yang saya yakini” dia tidak tahu kalimat “ Allahu A’lam ” bahkan kalimat Allahu A’lam termasuk aib sebagaimana sebagian orang berkata demikian. Padahal sebagian salaf berkata “ Allahu A’lam adalah setengah  ilmu“
Masalah kedua : yaitu dalam majelis, tidak ada sifat “ diam dengan baik ” kepada orang lain. Ada perbedaan antara “ diam”  dengan “ diam yang baik ”, masing-masing  kita tidak punya sifat diam yang baik kepada orang lain. Baik orang lain itu anak kecil, orang bodoh atau bahkan wanita !!! ketika misalnya berbicara dengan isterinya kita lihat tidak kita dapati sifat diam yang baik, yakni ia malah sibuk dan tidak memperhatikan. Kita tidak memperhatikan atau mendengar kepada orang lain kecuali kepada orang tertentu saja. Kepada orang yang punya gelar, kedudukan, memiliki posisi social, kita akan diam dengan baik, ini semua akibat tidak mempelajari sifat diam.
Masalah ketiga; yang kita bahas di majelis ini  bahwa sebagian orang yang diuji, ia senang jika ia duduk di suatu majelis, dia merasa senang jika 70 % atau 80 % dari majelis semuanya memperhatikannya, dia yang harus menyampaikan, mengemukakan dan yang menilai, ia senang jika semua orang di majelis memberikan perhatian kepadanya. Hal Ini termasuk kesalahan, walaupun orang ini misalnya syaikh dan alim jika ia memberi nasehat, bimbingan dan menjawab pertanyaan terkadang bisa diterima. Akan  tetapi jika ada seseorang yang tidak tahu terhadap sebuah ilmu atau kurang pengalaman dan yang lain, begitulah dia ( yakni tidak ada perhatian )
3 permasalahan ini adalah pengaruh dari tidak belajar diam, termasuk renungan kita bersama pada pertemuan ini adalah keseimbangan iman bukan keseimbangan olah raga fisik. Perhatikan keseimbangan tentang ini .. ! keseimbangan ini saya kumpulkan dari perkataan para ahli hikmah yaitu 7 hikmah dari hikmah yang terbaik dalam bab ini, yaitu bab diam.
Hikmah pertama : “ Barangsiapa yang banyak bicaranya banyak pula dosanya“. Yaitu jika manusia semakin banyak bicara maka akan menyebabkan ia kepada dosa. Dan begitu juga sebaliknya, jika engkau sedikit bicara maka engkau sedikit pula dosanya.
Hikmah kedua  : “ Barangsiapa yang sempit hatinya maka akan leluasa lisannya” sebagian orang yang hati dan dadanya sempit, maka kamu dapati lisannya leluasa mencela, menyakiti, mentalak, melaknat dan menuduh orang lain begitu juga sebaliknya “ barangsiapa yang luas hatinya maka akan sempit lisannya ( tidak banyak bicara ) ”.
Hikmah yang ketiga” barangsiapa yang sibuk dengan hal yang tidak bermanfaat maka ia akan kehilangan hal yang bermanfaat” artinya kita dapati sekarang ini manusia sibuk dengan melihat acara-acara media yang rusak dan membaca majalah-majalah lucah, barangsiapa yang melakukannya maka ia terhalang dari banyak sekali ketaatan dan ibadah.
Hikmah keempat : mereka ahli hikmah berkata : “ barangsiapa yang banyak akalnya maka sedikit bicaranya dan barangsiapa yang sedikit akalnya maka banyak bicaranya” SubhanALLAH, ungkapan ini, tentu engkau dapati orang yang paling sedikit berkata : ” katanya dan katanya ” mereka ini adalah ahli ilmu sedangkan orang-orang yang banyak mengatakannya adalah orang bodoh.
Hikmah kelima : para ahli hikmah sepakat bahwa “ kunci utama hikmah adalah diam” ini tidak perlu lagi ada penjelasan.
Hikmah keenam : para ahli hikmah ditanya tentang sifat pencela. Siapakah pencela ? mereka menjawab  : “ jika tidak ada orangnya ia mencelanya dan jika ada maka ia akan menggunjing orang lain“ ini adalah sifat yang aneh!!! Jika ia jauh darimu, ia mencelamu, dan jika engkau ada maka ia menggunjing yakni menggunjing orang lain, sehingga kamu tidak selamat darinya dan orang lain pun tidak akan selamat darinya.
Hikmah ketujuh ( terakhir ) : para ahli hikmah berkata : “ barangsiapa yang sibuk dengan keadaan orang lain maka keadaan dirinya akan hilang ” engkau dapati sebagian orang berkeinginan besar untuk menjadi yang menjadi pertama kali tahu tentang kabar berita orang lain, jika ia mengikuti kabar manusia untuk kemaslahatan atau untuk faedah maka bisa diterima, namun begitulah, ia senang apa ? senang bertanya apa yang dilakukan si fulan ? apa yang dikerjakan si fulan ? lalu apa yang terjadi ? maka yang terjadi adalah keadaan dirinya hilang yakni ia tidak melihat keadaan dirinya, keadaan pribadinya dan tentang aib-aibnya.
Termasuk renungan yang perlu kita renungkan bersama dalam  pertemuan ini adalah tema,  “ bahasa diam dalam dunia wanita ” dunia wanita sekarang adalah dunia yang mengherankan dan aneh, mereka tidak tahu diam, wanita dalam majelis tidak tahu bahasa diam padahal diam itu bermanfaat dan berfaedah, tentu pertama mereka membicarakan tentang makanan, kemudian tentang sesuatu yang lain, kemudian tentang dunia pernikahan kemudian masalah pengasuh anak, lalu tenang dunia anak-anak, artinya dalam suatu majelis para wanita ini biasa membahas 32 tema masalah dan idak mendapatkan faedah atau hasil apapun. Diantara pemahaman yang salah, dan ini satu perenungan juga bahwa sebagian orang yang selalu melihat kepada orang yang lebih mengutamakan diam atau orang yang tidak pandai bicara dengan orang lain yakni orang melihatnya dengan pandangan negative, cela dan memiliki kekurangan, padahal ini bukanlah sebuah aib !!! … maaf, orang yang tidak pandai atau banyak bicara bukanlah aib !!! tetapi yang aib adalah jika seseorang banyak berbicara, Nampak apa ? kesalahannya.
Sekarang wahai saudara-saudara yang mulia … kita bahas tentang langkah apa yang harus ditempuh ? atau bagaimana kita belajar diam secara praktek, bukan hanya secara teori, bukan ! tapi secara praktek. Langkah pertama dalam metode belajar diam adalah :
Pertama : merasa malu kepada Allah Azza Wa Jalla … demi Allah, wahai saudara-saudaraku yang mulia alangkah indah dan mengagumkannya bahwa seseorang merasakan dalam hatinya, keyakinan rasa malu kepada Allah dalam perkataannya, perbuatannya, tingkah lakunya, tindak tanduknya dan seluruh keadaanya. Demi Allah yang tiada Ilah kecuali Dia seandainya manusia merasakan keyakinan rasa malu kepada Allah maka Demi Allah … ia akan merasakan kelezatan, kesenangan, kebahagiaan dan ketenangan.
Berapa banyak perkataan yang kita ucapkan, tetapi tidak keluar dari hati kita. Malu kepada Allah, seorang hamba yaitu dengan apa ? malu jika batinnya tidak sesuai dengan dhahirnya, engkau dapati jika ia sendirian, ia bermaksiat kepada Rabbnya Azza Wa Jalla dan jika ia bersama manusia, ia nampak orang baik dan bertaqwa. Seorang hamba patut malu kepada Allah,  bahwa Allah melihatmu sedangkan engkau sholat, jasadmu bersama ALLAH, sedangkan hati bersama makhluk, bersama dunia … Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah … Sungguh indah seseorang yang malu kepada Allah hingga dalam perkataan  dan ucapannya,  bagaimana ketika Allah melihatmu sedang saat itu  kita kata melafadzkan kalimat yang tidak diridhoi Rabb kita Azza  Wa Jalla.
Sebagian salaf berkata, diantara tanda Al Maqt ( kemurkaan Allah ) tanda kemurkaan Allah atau penghinaan Alah kepada hambanya yaitu berbicara pada hal yang tidak bermanfaat.  Ini termasuk tanda kemurkaan! Perhatikanlah ! hati-hatilah ! dan murka itu lebih keras daripada marah. Rabb kita Azza Wa Jalla berfirman : “ Wahai orang-orang yang beriman ! mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ( sangatlah ) besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. ”(Qs. Ash Shaff:2-3) Dan murka itu lebih keras dari marah.
Ini adalah faktor pertama, wahai saudara-saudaraku yang mulia  bahwa langkah pertama yang dilakukan seseorang adalah  selalu merasakan malu kepada Allah yang Maha Agung, Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mendengar dan Maha Melihat Subhanahu Wa Ta’ala yang mana tidak ada sesuatupun yang tersembunyi padaNya, maka Anda harus merasa malu kepada Allah tatkala engkau berkata dengan kalimat-kalimat yang Allah Azza Wa Jalla tidak ridho dengannya, dan dimurkaiNya.
Kedua : termasuk langkah nyata dan sebab-sebab kita dapat mempelajari diam adalah  jadikanlah ia kaedah atau ciri utama dalam kehidupanmu, pikirkanlah sebelum engkau berbicara, biasakan dirimu, latihlah lisanmu, memang lisan itu perlu latihan dan percobaan. Latihlah dirimu sebelum menyatakan persoalan apapun di suatu majelis atau kalimat apa saja, engkau memikirkan dahulu perkataan itu, pikirkan sebelum engkau apa ? sebelum engkau bicara ! sebagian orang ada yang pesimis dengan hal ini … ia berkata hal itu sulit, berat dan susah …ini hanya perlu berlatih, berlatih, dan berlatih lagi hingga selanjutnya mudah bagimu. Sedangkan kita dalam perkara dunia, sebelum maju melangkah dalam program-program dunia selalu berfikir dahulu, sebelum maju untuk menikah ia berfikir,  bermusyawarah dan bertanya, sebelum ia ingin membeli rumah, sebelum berfikir untuk membeli mobil, sebelum maju untuk bekerja. Perkataan tentang dunia apa saja ia akan berfikir terlebih dahulu hingga tercapai dengan baik maka fikirkan sebelum engkau bicara!
Oleh karena itu sebagian ahli hikmah berkata : “ termasuk tanda kebodohan, perhatikan ! termasuk tanda kebodohan, adalah berkata pada hal yang tidak bermanfaat”  termasuk tanda kebodohan adalah sifat ini. Engkau berkata pada hal yang tidak bermanfaat.
Banyak orang duduk dalam suatu majelis dan menghabiskan waktu 1 jam, 2 jam atau 3 jam, berbicara pada hal-hal yang tidak dapat menggemukkan  dan tidak pula membuat kenyang ! ini termasuk sikap yang mengesankan,  yaitu sikap tarbawiyyah ( pendidikan ) yang kita pelajari dari sikap ini. Diriwayatkan oleh sebagian orang sholeh bahwa ia hendak mentalak isterinya, ” berniat” mentalak isterinya, baru berniat saja  lalu dikatakan kepadanya, apa yang membuatmu ragu dengannya ? mengapa engkau mentalaknya ? apa yang ia katakan ? maka apa yang ia katakan?
ya akhi … Demi ALLAH kata-kata ini ditulis dengan tinta emas jadikanlah kalimat ini sebagai prinsip hidup. Orang sholeh itu berkata, dengarkan dan perhatikan !!! … ia berkata :  ” orang yang berakal tidak akan membuka tabir rahasia isterinya “, dan ketika ia telah mentalaknya, mereka bertanya lagi, mengapa engkau mentalaknya ? ia menjawab : “ apa hubungannya diriku dengan wanita itu ? ia sekarang bukan tanggunganku lagi, apa hubunganku dengannya, saya tidak akan membicarakan orang lain.” Kita saat ini, memohon kepada ALLAH yang Maha Agung agar memaafkan kita dan tidak menghukum kita serta merahmati kita seandainya ada salah seorang yang mentalak isterinya, maka ia akan langsung saja menceritakan seluruh hidupnya dari sejak malam pertama hingga 5-6 atau 7 tahun sepanjang sejarah hidup bersamanya.
Ketiga : termasuk langkah praktek – nanti kita cukupkan sampai empat langkah saja – adalah mempersedikit bergaul dengan manusia atau arti lain menyendiri yang syar’i.
Imam Ibnul Qayyim Al jauziyyah berkata :  “ termasuk perusak hati adalah banyak bergaul dengan orang lain.” Tidak dibenarkan jika seseorang dari pagi hingga sore selalu bersama manusia. Selalu berbicara dengan manusia, ini tidak dibenarkan ! bagi seorang muslim minimal harus apa ? harus ada waktu menyendiri bersama Rabbnya dan di malam harinya juga ada waktu. Saya beri contoh kepada kalian, waktu antara maghrib dan isya banyak sekali masjid dan tidak ada seorangpun antara maghrib dan isya memiliki waktu, satu jam saja ! hanya antara maghrib dan isya engkau berdzikir kepada Allah, shalat, berisighfar kepada Allah, membaca buku yang bermanfaat  dan berfaedah. Didiklah jiwamu, biasakanlah dirimu untuk menyendiri.
Ya … sebagian orang merasa sempit dadanya, merasa kesepian. Ia berkata : aku tak mampu untuk duduk sendirian, merasa sempit dan kesepian, kami katakan  inilah penyakit pada kepribadianmu !!! dikatakan kepada salah seorang yang sholeh : tidaklah engkau kesepian ketika sendirian ? ia menjawab : “ bagaimana aku akan merasa kesepian ? sedangkan aku duduk bersama yang mengingatku ! ”
Allah berfirman : “ Ingatlah aku maka aku akan ingat kalian ” (Qs. Albaqoroh :152)
Allah mengingatmu ! diriwayatkan dari sebagian orang sholeh bahwa ia berkata kepada sebagian para shahabatnya ketika mereka mengunjunginya dan ingin keluar darinya, ia mewasaiatkan kepada mereka kata-kata yang bagus dan mengagumkan, ia berkata jika keluar dariku maka berpisah-pisahlah kalian dan semoga salah seorang dari kalian ada yang membaca al-qur’an di tengah perjalanannya, membaca Alquran dan berdzikir kepada Allah.
Ya perbuatan berkumpul, selalu berkumpul dengan manusia mendorong untuk saling bercakap-cakap tapi ketika seseorang dalam sebagian waktunya menyedikitkan atau tidak berkumpul dengan manusia adalah bagus. Ia telah belajar berkaitan dengan mempersedikit bicara. Oleh karena itu engkau dapati sebagian orang jika ingin pergi dalam perjalanan panjang misalnya 1 atau 2 jam, ia akan menghubungi sebagian temannya dan berkata : maukah engkau pergi bersama menemaniku dalam perjalanan ? baiklah wahai akhi … gunakanlah waktu ini … engkau sibukkan dengan mengulang hafalanmu, berdzikir kepada Allah, merasa berdiri di hadapan Allah dan berdoa kepada Allah. Jelaslah bahwa masalah kita adalah kita tidak terbiasa menyendiri, kita tidak terbiasa menyendiri dalam waktu 1, 2 atau 3 jam saja. Kita cepat merasa dadanya sempit, merasa apa ? kesepian dan kesempitan.
Sebab terakhir yang membantu kita untuk diam adalah dengan memperbanyak berdzkir kepada Allah, Umar Bin Khottob berkata “ mengingat manusia itu penyakit dan mengingat Allah adalah obat ”.
Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Umar ia berkata kami menghitung Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam dalam satu majelis 100 x membaca “rabbighfirlii wa tub alayya innaka anta tawwaburrahiim ” dalam satu majelis ! engkau biasakan dirimu misalnya ketika pergi ke suatu majelis katakanlah pada dirimu sendiri : Aku tidak akan keluar dari majelis ini  hingga aku mengucapkan ” Astaghfirullah ” 100 x dan bershalawat 10 x misalnya atau aku akan berkata ” SubhanALLAhul adzim subhanaALLAh wa bihamdih 100 x . program ini menjadikanmu apa ? engkau akan sedikit berbicara, ia akan mendidik dan membiasakanmu untuk diam.
Mengapa kita membahas tema ini wahai saudaraku yang mulia dalam  akhir pertemuan ini. Hasil dan faedah kita membahas tema ini adalah bagaimana kita belajar diam. Hasil dan faedahnya besar sekali yaitu bahwa termasuk lurusnya hati adalah dengan menjaga lisan.  Sebagian salaf berkata : “ jika engkau ingin hatimu baik, maka minta tolonglah dengan menjaga lisanmu. Maka minta tolonglah dengan menjaga lisanmu. ” Alangkah indah, bagus dan manisnya jika seseorang melatih dirinya sendiri. Kita memberi pelatihan kepada orang lain tapi apakah engkau sendiri juga berlatih ? dengan akhlaqmu, tingkah lakumu, lisanmu, engkau latih sendiri engkau ajari dan didik sendiri, aku tidak akan banyak bicara, aku tidak akan mengucapkan kata-kata, tema yang aku sampaikan, aku berusaha untuk menjaga kata-kata, mengendalikan lisan dan Allah akan menolong hambanya jika Dia melihat kejujuran darinya, sebagiamana perkataan Ibnul Qayyim : “ Jujurlah dalam mencari maka akan datang pertolongan kepadamu ” hikmah yang sangat mengagumkan!!!
Aku memohon kepada Allah yang Maha Mulia  pemilik Arsy Yang Agung untuk memberi petunjuk kepadaku dan kalian kepada apa yang Allah cintai dan ridhoi dan akhir dakwah kami “ Alhamdulillah rabbil Aalamiin.”
(gashibu.com/arrahmah.com)

Kunci Masuk Surga: Agar Kita Bisa Masuk Surga Dalam Agama Islam

http://maramissetiawan.files.wordpress.com/2012/10/masuk-surga.jpg?w=593&h=261&crop=1 
Kunci Masuk Surga

Rasululullah shallallahu’alaihiwasallam bercerita,
“سَأَلَ مُوسَى رَبَّهُ: مَا أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً؟ قَالَ: هُوَ رَجُلٌ يَجِىءُ بَعْدَ مَا أُدْخِلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ فَيُقَالُ لَهُ: ادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَقُولُ: أَىْ رَبِّ كَيْفَ وَقَدْ نَزَلَ النَّاسُ مَنَازِلَهُمْ وَأَخَذُوا أَخَذَاتِهِمْ؟ فَيُقَالُ لَهُ: أَتَرْضَى أَنْ يَكُونَ لَكَ مِثْلُ مُلْكِ مَلِكٍ مِنْ مُلُوكِ الدُّنْيَا؟ فَيَقُولُ: رَضِيتُ رَبِّ. فَيَقُولُ: لَكَ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ. فَقَالَ فِى الْخَامِسَةِ: رَضِيتُ رَبِّ. فَيَقُولُ: هَذَا لَكَ وَعَشَرَةُ أَمْثَالِهِ وَلَكَ مَا اشْتَهَتْ نَفْسُكَ وَلَذَّتْ عَيْنُكَ. فَيَقُولُ: رَضِيتُ رَبِّ…”.
“(Suatu saat) Nabi Musa bertanya kepada Allah, ”Bagaimanakah keadaan penghuni surga yang paling rendah derajatnya?”. Allah menjawab, “Seorang yang datang (ke surga) setelah seluruh penghuni surga dimasukkan ke dalamnya, lantas dikatakan padanya, “Masuklah ke surga!”. “Bagaimana mungkin aku masuk ke dalamnya wahai Rabbi, padahal seluruh penghuni surga telah menempati tempatnya masing-masing dan mendapatkan bagian mereka” jawabnya. Allah berfirman, “Relakah engkau jika diberi kekayaan seperti raja-raja di dunia?”. “Saya rela wahai Rabbi” jawabnya. Allah kembali berfirman, “Engkau akan Kukaruniai kekayaan seperti itu, ditambah seperti itu lagi, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu dan ditambah seperti itu lagi”. Kelima kalinya orang itu menyahut, “Aku rela dengan itu wahai Rabbi”. Allah kembali berfirman, “Itulah bagianmu ditambah sepuluh kali lipat darinya, plus semua yang engkau mauim serta apa yang indah di pandangan matamu”. Orang tadi berkata, “Aku rela wahai Rabbi”…”. HR. Muslim (I/176 no 312) dari al-Mughîrah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu.
Seorang muslim yang mendengar hadits di atas atau yang semisal, ia akan semakin merindukan untuk meraih kemenangan masuk ke surga Allah kelak. Bagaimana tidak? Sedangkan orang yang paling rendah derajatnya di surga saja sedemikian mewah kenikmatan yang akan didapatkan di surga, lantas bagaimana dengan derajat yang di atasnya? Bagaimana pula dengan orang yang menempati derajat tertinggi di surga? Pendek kata mereka akan mendapatkan kenikmatan yang disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an,
“فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ”.
Artinya: “Seseorang tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka; yaitu (bermacam-macam kenikmatan) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. QS. As-Sajdah: 17.
Namun anehnya ternyata masih banyak di antara kaum muslimin yang tidak ingin masuk surga, sebagaimana telah disinggung oleh Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dalam haditsnya,
“كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى” قَالُوا: “يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى؟” قَالَ: “مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى”.
“Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan (untuk masuk surga)?”. Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat padaku maka ia akan masuk surga, dan barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia telah enggan (untuk masuk surga)”. HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Jadi tidak setiap yang mendambakan surga, kelak akan mendapatkannya; karena surga memiliki kunci untuk memasukinya; barang siapa yang berhasil meraihnya di dunia; niscaya ia akan merasakan manisnya kenikmatan surga kelak di akhirat, sebaliknya barang siapa yang gagal merengkuhnya; maka ia akan tenggelam dalam kesengsaraan siksaan neraka.

Kunci tersebut ada empat, yang secara ringkas adalah:

  1. Ilmu.
  2. Amal.
  3. Dakwah.
  4. Sabar.
Empat kunci ini telah Allah subhanahu wa ta’ala isyaratkan dalam surat al-’Ashr:
“وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ”.
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang (1) beriman[1], (2) beramal shalih, (3) saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan (4) saling nasehat menasehati dalam kesabaran”. QS. Al-’Ashr: 1-3.
Sedemikian agungnya surat ini, sampai-sampai Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas para hamba-Nya melainkan hanya surat ini; niscaya itu telah cukup” [2] .
Berikut penjabaran ringkas, masing-masing dari empat kunci tersebut di atas:

1. Kunci Pertama: Ilmu:

Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu agama, yaitu ilmu yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para sahabat Nabi shallallahu’alaihiwasallam.
Ilmu yang dibutuhkan oleh seorang insan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama, wajib hukumnya untuk dicari oleh setiap muslim dan muslimah, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam dalam sabdanya,
“طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ”
.
“Mencari ilmu hukumnya wajib atas setiap muslim”. HR. Ibnu Majah dari Anas bin Mâlik ط, dan dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albâni dalam tahqiqnya atas Misykâh al-Mashâbîh.
Di antara beragam disiplin mata ilmu agama, yang seharusnya mendapatkan prioritas pertama dan utama untuk dipelajari dan didalami terlebih dahulu oleh setiap muslim adalah: ilmu tauhid. Karena itulah pondasi Islam dan inti dakwah seluruh rasul dan nabi. Allah ta’ala berfirman,
“وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ”.
Artinya: “Dan telah Kami utus seorang rasul di setiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah semata dan jauhilah thaghut”. QS. An-Nahl: 36.

2. Kunci Kedua: Amal:

‘Perjalanan suci’ seorang hamba setelah memiliki ilmu belum usai, namun masih ada ‘fase sakral’ yang menantinya; yaitu mengamalkan ilmu yang telah ia miliki tersebut. Ilmu hanyalah sarana yang mengantarkan kepada tujuan utama yaitu amal.
Demikianlah urutan yang ideal antara dua hal ini; ilmu dan amal. Sebelum seorang beramal ia harus memiliki ilmu tentang amalan yang akan ia kerjakan, begitupula jika kita telah memiliki ilmu, kita harus mengamalkan ilmu tersebut.
Seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya akan dicap menyerupai orang-orang Yahudi, dan mereka merupakan golongan yang dimurkai oleh Allah ta’ala, sebaliknya orang-orang yang beramal namun tidak berlandaskan ilmu, mereka akan dicap menyerupai orang-orang Nasrani, dan merupakan golongan yang tersesat. Dua golongan ini Allah singgung dalam ayat terakhir surat al-Fatihah:
“اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ”.
Artinya: “Tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus. Yaitu jalan golongan yang engkau karuniai kenikmatan atas mereka, bukan (jalannya) golongan yang dimurkai ataupun golongan yang tersesat“. QS. Al-Fatihah: 6-7.

3. Kunci Ketiga: Dakwah:

Setelah seorang hamba membekali dirinya dengan ilmu dan amal, dia memiliki kewajiban untuk ‘melihat’ kanan dan kirinya, peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Kepedulian itu ia apresiasikan dengan bentuk ‘menularkan’ dan mendakwahkan ilmu yang telah ia raih dan ia amalkan kepada orang lain.
Inilah fase ketiga yang seharusnya dititi oleh seorang muslim, setelah ia melewati dua fase di atas. Dia berusaha untuk mengajarkan ilmu yang ia miliki kepada orang lain, terutama keluarganya terlebih dahulu, dalam rangka meneladani metode dakwah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallamyang Allah ceritakan dalam firman-Nya,
“وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ”.
Artinya: “Dan berilah peringatan (terlebih dahulu) kepada keluarga terdekatmu”. QS. Asy-Syu’arâ’: 214.
Tidak sepantasnya seorang da’i menyibukkan dirinya untuk mendakwahi orang lain di mana-mana lalu ‘menterlantarkan’ keluarganya sendiri; sebab sebelum ia ‘mengurusi’ orang lain, ia memiliki kewajiban untuk ‘mengurusi’ keluarganya terlebih dahulu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allahta’ala dalam firman-Nya,
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً”.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”.QS. At-Tahrîm: 6.
Dalam berdakwah terhadap keluarga maupun kepada orang lain, kita dituntut untuk senantiasa mengedepankan sikap hikmah, dalam rangka mengamalkan firman Allah ta’ala,
“ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ”.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan jalan yang baik”. QS. An-Nahl: 125.
Inilah kunci ketiga yang akan mengantarkan seorang hamba ke surga. Namun seseorang tidak dibenarkan untuk langsung meloncat ke fase ketiga ini (yakni dakwah) tanpa melalui dua fase sebelumnya (yakni ilmu dan amal); karena jika demikian halnya ia akan menjadi seorang yang sesat dan menyesatkan ataupun menjadi seorang yang amat dibenci oleh Allah ta’ala.
Mereka yang berdakwah tanpa ilmu, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam sifati dalam sabdanya sebagai  orang yang sesat dan menyesatkan,
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا؛ اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا”
.
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama; hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan“. HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amrradhiyallahu’anhuma, dengan redaksi Bukhari.
Sedangkan mereka yang berdakwah kemudian tidak mengamalkan apa yang didakwahkannya, Allah ta’ala cela dalam firman-Nya,
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ”.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika laian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. QS. Ash-Shaff: 2-3.

4. Kunci Keempat: Sabar:

Kesabaran dibutuhkan oleh setiap muslim ketika ia mencari ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya; karena tiga fase ini susah dan berat.
Proses pencarian ilmu membutuhkan semangat ‘empat lima’ dan kesungguhan, sebagaima disitir oleh Yahya bin Abi Katsir :, “Ilmu tidak akan didapat dengan santai-santai”.
Pengamalan ilmu juga membutuhkan kesabaran, karena hal itu merupakan salah satu jalan yang utama yang mengantarkan seorang hamba ke surga, dan jalan menuju ke surga diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu. Dalam hadits shahih disebutkan,
“حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ”.
“(Jalan menuju ke) surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci (nafsu), sedangkan (jalan menuju ke) neraka diliputi dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu”. HR. Muslim dari Anas bin Mâlikradhiyallahu’anhu.
Tidak ketinggalan, dakwah juga membutuhkan kesabaran, karena itu merupakan jalan yang dititi para rasul dan nabi.
Sa’ad radhiyallahu’anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Beliau shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “Para nabi lalu mereka yang memiliki keutamaan yang tinggi, lalu yang di bawah mereka…”. HR. Tirmidzi dan beliau berkata, “Hasan shahih”, demikian pula komentar Syaikh al-Albani.
Inilah empat kunci masuk surga, semoga Allah ta’ala melimpahkan taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa meraihnya, amin.
Wallahu ta’ala a’lam. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

Daftar Pustaka:
  1. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
  2. Kitab al-’Ilm, oleh al-’Utsaimîn.
  3. Misykâh al-Mashâbîh, karya at-Tibrîzî..
  4. Shahih Bukhari.
  5. Shahih Muslim.
  6. Sunan Ibn Mâjah.
  7. Sunan Tirmîdzi.
  8. Tafsir al-Imam asy-Syafi’i, dihimpun oleh Dr. Ahmad bin Mushthafa al-Farrân.
Footnote:
[1] Di dalam ayat tersebut disebutkan bahwa hal pertama yang akan menyelamatkan manusia dari kerugian adalah iman, lantas mengapa disimpulkan darinya bahwa kunci pertama dari empat kunci masuk surga adalah ilmu? Karena iman yang benar adalah iman yang dilandaskan di atas ilmu yang benar, jadi yang menjadi asas dan pondasi adalah ilmu. Lihat: Kitab al-’Ilm karya Syaikh Muhammad al-’Utsaimîn.
[2] Tafsîr al-Imâm asy-Syâfi’i (III/1461).

Sumber : tunasilmu.com

Sebuah Kehancuran Bangsa Yahudi Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah

By Pizaro on November 21, 2012
Oleh, Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali
Nubuwat al-Qur’an Tentang Kebinasaan Bangsa Yahudi
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin yang dimuliakan Allah …
Berbesar hatilah, karena Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا  فَإِذَا جَاء وَعْدُ أُولاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَّنَا أُوْلِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُواْ خِلاَلَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَّفْعُولاً  ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا  إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاء وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوؤُواْ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُواْ الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوْاْ تَتْبِيرًا  عَسَى رَبُّكُمْ أَن يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدتُّمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا

“Dan Telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi Ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, kami datangkan kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya kami kembali (mengazabmu) dan kami jadikan Neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.” ( QS al-Israa’ 17:4-8)
Pertama : Ayat ini menegaskan terjadinya dua kerusakan yang dilakukan oleh Bani Israil. Sekiranya dua kerusakan yang dimaksud sudah terjadi pada masa lampau, maka sejarah telah mencatat bahwa Bani Israil telah berbuat kerusakan berkali-kali, bukan hanya dua kali saja. Akan tetapi yang dimaksudkan di dalam Al-Qur’an ini merupakan puncak kerusakan yang mereka lakukan. Oleh karena itulah Allah mengirim kepada mereka hamba-hamba-Nya yang akan menimpakan azab yang sangat pedih kepada mereka.
Kedua : Dalam sejarah tidak disebutkan kemenangan kembali Bani Israil atas orang-orang yang menguasai mereka terdahulu. Sedangkan ayat di atas menjelaskan bahwa Bani Israil akan mendapatkan giliran mengalahkan musuh-musuh yang telah menimpakan azab saat mereka berbuat kerusakan yang pertama. Allah mengatakan : “Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali.”
Ketiga : Sekiranya yang dimaksudkan dengan dua kerusakan itu adalah sesuatu yang telah terjadi, tentulah tidak akan diberitakan dengan lafazh idza, sebab lafazh tersebut mengandung makna zharfiyah (keterangan waktu) dan syarthiyah (syarat) untuk masa mendatang, bukan masa yang telah lalu. Sekiranya kedua kerusakan itu terjadi di masa lampau, tentulah lafazh yang digunakan adalah lamma bukan idza. Juga katalatufsidunna (Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan), huruf laam dan nuun berfungsi sebagai ta’kid(penegasan) pada masa mendatang.
Keempat : Demikian pula firman Allah : “dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana” menunjukkan sesuatu yang terjadi pada masa mendatang. Sebab tidaklah disebut janji kecuali untuk sesuatu yang belum terlaksana.
Kelima : Para penguasa dan bangsa-bangsa yang menaklukan Bani Israil dahulu adalah orang-orang kafir dan penyembah berhala. Namun bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan dalam ayat di atas : “Kami datangkan kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar”. Sifat tersebut mengisyaratkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman, bukan orang-orang musyrik atau penyembah berhala. Pernyertaan kata “Kami” dalam kalimat di atas sebagai bentuk tasyrif (penghormatan). Sementara kehormatan dan kemuliaan itu hanyalah milik orang-orang yang beriman.
Keenam : Dalam aksi pengerusakan kedua yang dilakukan oleh Bani Israil terdapat aksi penghancuran bangunan-bangunan yang menjulang tinggi (gedung pencakar langit). Sejarah tidak menyebutkan bahwa pada zaman dahulu Bani Israil memiliki bangunan-bangunan tersebut.
Kesimpulan : Hakikat dan analisa ayat-ayat di atas menegaskan bahwa dua aksi pengerusakan yang dilakukan oleh Bani Israil akan terjadi setelah turunnya surat al-Israa’ di atas.
Realita : Sekarang ini bangsa Yahudi memiliki daulah di Baitul Maqdis. Mereka banyak berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka membunuhi kaum wanita, orang tua, anak-anak yang tidak mampu apa-apa dan tidak dapat melarikan diri. Mereka membakar tempat isra’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan merobek-robek kitabullah. Mereka melakukan kejahatan di mana-mana hingga mencapai puncaknya.
Mereka menyebarkan kenistaan, kemaksiatan, kehinaan, pertumpahan darah, pelecehan kehormatan kaum muslimin, penyiksaan dan pelanggaran perjanjian.
Jadi, aksi pengerusakan yang kedua sedang berlangsung sekarang dan telah mencapai titik klimaks dan telah mencapai puncaknya. Sebab tidak ada lagi aksi pengerusakan yang lebih keji daripada yang berlangsung sekarang.
Adakah aksi yang lebih keji daripada membakar rumah Allah?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih jahat daripada merobek-robek kitabullah dan menginjak-injaknya?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih sadis daripada membunuhi anak-anak, orang tua dan kaum wanita serta mematahkan tulang mereka dengan bebatuan?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih besar daripada pernyataan perang secara terang-terangan siang dan malam melawan Islam dan para juru dakwahnya?
Sungguh demi Allah, itu semua merupakan aksi pengerusakan yang tiada tara!!!
Lalu Allah Azza wa Jalla melanjutkan firman-Nya : “dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
Artinya, hamba-hamba Allah kelak akan meruntuhkan apa saja yang dibangun dan dikuasai oleh bangsa Yahudi. Mereka akan menggoyang benteng Yahudi dan meluluhlantakkan serta meratakannya dengan tanah. Sebelumnya, tidak pernah disaksikan bangunan-bangunan menjulang tinggi di tanah Palestina kecuali pada masa kekuasaan Zionis sekarang ini. Gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah pemukiman dibangun di setiap jengkal tanah Palestina yang diberkahi.
Kami katakan kepada mereka : Dirikanlah terus wahai anak keturunan Zionis, tinggikan bangunan sesukamu! Sesungguhnya kehancuran kalian di situ dengan izin Allah.
Dan tak lama lagi kalian akan luluhlantak dan tertimpa bangunan kalian itu! Dan Allah takkan memungkiri janjinya : “dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana”.
Penguasaan Masjidil Aqsha tidak disebutkan pada kali yang pertama dan disebutkan pada kali yang kedua.
Sebab penguasaan Masjidil Aqsha oleh kaum muslimin akan berakhir. Kalaulah belum berakhir berarti penguasaan yang kedua merupakan lanjutan dari yang pertama. Akan tetapi berhubung penguasaan Masjidil Aqsha yang pertama akan berakhir, maka penguasaan untuk yang kedua kalinya merupakan peristiwa baru.
Dan itulah realita yang terjadi! Penguasaan pertama telah berakhir sesudah bangsa Yahudi menguasai al-Quds serta beberapa wilayah tanah Palestina lainnya dalam satu serangan yang sangat sporadis pada tahun 1967, orang-orang menyebutnya tahun kekalahan. Sebelumnya pada tahun 1948 mereka sebut dengan tahun kemalangan.
Penguasaan yang pertama berakhir disebutkan karena adanya faktor penghalang yang menghalangi kaum muslimin untuk menguasainya. Penghalang itu merupakan musuh bagi Islam dan kaum muslimin. Dan cukuplah Yahudi sebagai musuh bebuyutan yang sangat menentang Islam, kaum muslimin dan para pembela Islam.
Maka kita harus membebaskan tanah kita yang dirampas dan membuat perhitungan dengan mereka serta menyalakan api kebencian terhadap mereka!!! Sudah tergambar pada wajah mereka tanda-tanda kemalangan dan kehinaan.
Kaum muslimin akan kembali menguasai Masjidil Aqsha –insya Allah- sebagaimana kaum salafus shalih menguasainya pertama kali. Sebab kehancuran kedua yang telah dijanjikan oleh Allah dalam firman-Nya : “dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama”.
Kita sedang menanti peristiwa itu sebagai kebenaran janji Allah dan kebenaran berita-berita RasulullahShallallahu ‘alaihi wa Salam. Pada hari itu kaum muslimin bergembira dengan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.[2]
Nubuwat as-Sunnah ash-Shahihah tentang Kebinasaan Bangsa Yahudi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mengabarkan bahwa kaum muslimin akan berperang melawan bangsa Yahudi, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Tidak akan tiba hari kiamat sehingga kaum muslimin berperang melawan Yahudi. Sampai-sampai apabila orang Yahudi bersembunyi di balik pepohonan atau bebatuan, maka pohon dan batu itu akan berseru, ‘wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi ada bersembunyi di balikku, kemarilah dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Ghorqod, karena ia adalah pohon Yahudi.” (Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Diriwayatkan oleh Syaikhaini (Bukhari dan Muslim) dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Kalian benar-benar akan membunuhi kaum Yahudi, sampai-sampai mereka bersembunyi di balik batu, maka batu itupun berkata, ‘wahai hamba Allah, ini ada Yahudi di belakangku, bunuhlah dia!’.”
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa :
Pertama : Akan datang masa sebelum datangnya hari kiamat bahwa kaum muslimin dan bangsa Yahudi akan mengalami peperangan besar dan ini adalah suatu hal yang pasti akan terjadi.
Kedua : Bangsa Yahudi akan dibantai oleh kaum muslimin, dan hal ini terjadinya di bumi Palestina, dan saat itu seluruh pepohonan dan bebatuan yang dijadikan tempat persembunyian bangsa Yahudi akan berseru memanggil kaum muslimin untuk membunuh mereka, kecuali pohon Ghorqod.
Ketiga : Hal ini menunjukkan bahwa kemenangan berada di tangan Islam dan kehinaan akan meliputi bangsa Yahudi yang terlaknat dan terkutuk.
Keempat : Berkaitan dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda “latuqootilunna” (Kalian benar-benar akan membunuhi kaum Yahudi) yang disertai dengan lam dan nun sebagai ta’kid(penegasan) akan kepastian hal ini. Khithab (seruan) Nabi ini adalah kepada para sahabat, hal ini menunjukkan secara sharih bahwa masa depan adalah milik Islam saja –biidznillahi-, namun haruslah dengan metode para sahabat Nabi dan kaum salaf yang shalih.
Kelima : Berkaitan dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda tentang seruan batu dan pohon : “Wahai muslim, wahai hamba Allah…” yang menunjukkan manhaj tarbawi (pendidikan) ishlahi (pembenahan) yang ditegakkan di atas manifestasi tauhid dan al-‘Ubudiyah (penghambaan) yang merupakan cara di dalam menegakkan syariat Islam di muka bumi dan melanggengkan kehidupan Islami berdasarkan manhaj nabawi.[3]
Tha`ifah al-Manshurah adalah Pembebas Negeri Syam al-Muqoddasah
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberkahi negeri Syam di dalam kitab-Nya al-Majid (yang terpuji) di dalam 5 ayat, sebagai berikut :
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang kami Telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS al-Anbiyaa’ 21:71)
“Dan (telah kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya, dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS al-Anbiyaa’ 21:81)
“Dan kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya, dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka, dan kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” ( QS al-A’raaf 7:137)
“Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan, berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman.” (QS Sabaa` 34:18)
“Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” ( QS al-Israa` 17:1)
Seluruh ayat di atas menunjukkan akan keutamaan dan keberkahan negeri Syam, tidak diketahui adanya perselisihan para ulama tafsir tentangnya. Negeri Syam adalah negeri yang memiliki fadhilah (keutamaan) dibandingkan negeri-negeri lainnya.
Di negeri inilah risalah-risalah kenabian banyak diturunkan, para rasul banyak diutus dan menjadi tempat hijrah para Nabi Allah. Di dalamnya terdapat kiblat pertama kaum muslimin, di-isra`kannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Di dalamnya Dajjal akan binasa di tangan al-Masih ‘alaihi Salam, demikian pula Ya’juj dan Ma’juj serta bangsa Yahudi akan binasa.
Namun negeri ini kini terampas dan terjajah, dirampas dan dijajah oleh bangsa terburuk di muka bumi ini. Namun penjajahan mereka atas bumi Palestina dan Syam adalah penggalian kuburan bagi mereka sendiri. Karena Nabi yang mulia telah memilih negeri ini sebagai bangkitnya ath-Tha`ifah al-Manshurah (golongan yang mendapat pertolongan) yang akan membinasakan bangsa Yahudi dan membebaskan negeri Syam dari kekuasaan mereka serta menegakkan Islam sebagai agama yang haq.
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjelaskannya:
Pertama : Hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu : “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku, yang berperang di atas kebenaran, yang menampakkan (kebenaran) terhadap orang-orang yang mencela mereka, hingga terbunuhnya orang yang terakhir dari mereka, yaitu al-Masih ad-Dajjal.” (HR Abu Dawud : 2484; Ahmad : IV/329 dan IV/343; ad-Daulabi dalam al-Kuna : II/8; al-Lalika`i dalam Syarh I’tiqod ‘Ushulis Sunnah no. 169; dan al-Hakim : IV/450; dari jalan Hammad bin Salamah, meriwayatkan dari Qotadah, dari Mutharif).
Al-Hakim berkata : “Shahih menurut syarat Muslim” dan Imam adz-Dzahabi menyepakatinya. Syaikh Salim berkata : “Hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hakim”.
Dan menyertai (tabi’) riwayat ini adalah riwayat dari Abul ‘Alaa` bin asy-Syakhir dari saudaranya Mutharif, dikeluarkan oleh Ahmad (IV/434), dan Syaikh Salim berkomentar : “isnadnya shahih menurut syarat imam yang enam.”
Kedua : Hadits Salamah bin Nufail radhiyallahu ‘anhu : “Saat ini akan tiba masa berperang, akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang menampakkan (kebenaran) di hadapan manusia, Allah mengangkat hati-hati suatu kaum, mereka akan memeranginya dan Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada mereka (kemenangan), dan mereka tetap dalam keadaan demikian, ketahuilah bahwa pusat negeri kaum mukminin itu berada di Syam, dan ikatan tali itu tertambat di punuk kebaikan hingga datangnya hari kiamat.” (HR Ahmad : IV/104; an-Nasa`i : VI/214-215; Ibnu Hibban : 1617-Mawarid; al-Bazzar dalam Kasyful Astaar : 1419; dari jalan al-Walid bin Abdurrahman al-Jarsyi dari Jabir bin Nufair.)
Syaikh Salim berkata : “Dan isnad ini shahih menurut syarat Muslim.”
Ketiga : Hadits Qurrah radhiyallahu ‘anhu : “Apabila penduduk negeri Syam telah rusak, maka tidak ada lagi kebaikan bagi kalian. Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang mendapatkan pertolongan, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya hari kiamat.” (HR at-Tirmidzi : 2192; Ahmad : V/34; al-Lalika`i : 172; Ibnu Hibban : 61; al-Hakim di dalam Ma’rifatu ‘Ulumul Hadits hal. 2; dari jalan Syu’bah bin Mu’awiyah bin Qurrah, dari ayahnya secara marfu’)
Imam at-Tirmidzi berkata : “hadits hasan shahih.” Syaikh Salim berkomentar : “Hadits ini shahih menurut syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim).”
Keempat : Hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu ‘anhu yang memiliki dua lafazh yang berbeda, yaitu :
Pertama : Beliau berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam : “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang menampakkan (diri) di atas kebenaran, yang senantiasa perkasa hingga hari kiamat.” (HR al-Lalika`i di dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah : 170).
Kedua : Beliau berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam : “Akan senantiasa penduduk Maghrib (barat) menampakkan kebenaran hingga datangnya hari kiamat.” (HR Muslim : XIII/68-Nawawi; Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah : III/95-96; as-Sahmi di dalam Tarikh Jurjaan : 467; dan selainnya dari jalan Abu Utsman al-Hindi)
Syaikh Salim berkomentar : “Iya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menjelaskan negeri al-Firqah an-Najiyah dengan penjelasan yang terang yang tidak ada lagi keraguan padanya, dan beliau mengabarkan bahwa negeri itu adalah Syam yang diberkahi dan penuh kebaikan.”
Dan penjelasan Syaikh Salim al-Hilali di sini ditopang oleh penjelasan berikut :
Hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh ‘Umair dari Malik bin Yakhomir, Mu’adz berkata : “Dan mereka ini (ath-Tha`ifah al-Manshurah) berada di Syam.” Dan ucapan ini dihukumi marfu’ karena tidaklah diucapkan dengan ra’yu (pendapat) dan ijtihad.
Hadits Sa’ad di atas : “Akan senantiasa penduduk Maghrib (barat) menampakkan kebenaran hingga datangnya hari kiamat.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menukil dalam kitabnya Manaqib asy-Syam wa Ahluhu (hal. 72-77) ucapan Imam Ahmad bin Hanbal : “Penduduk Maghrib, mereka adalah penduduk Syam.
Syaikh Salim mengomentari : “Saya sepakat dengan dua alasan :
Pertama adalah, bahwa seluruh hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa mereka adalah penduduk Syam.
Kedua, bahasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan penduduk Madinah tentang “penduduk Maghrib (barat)” maksudnya adalah penduduk Syam, karena mereka (penduduk Maghrib) berada di barat mereka (Rasulullah dan para sahabatnya), sebagaimana bahasa mereka tentang “penduduk Masyriq (timur)” adalah penduduk Nejed dan Irak. Karena Maghrib (barat) dan Masyriq (timur) adalah perkara yang nisbi (relatif).
Seluruh negeri yang memiliki barat maka bisa jadi merupakan bagian timur bagi negeri lainnya dan sebaliknya. Dan yang menjadi pertimbangan di dalam ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam ini tentang barat dan timur adalah tempat beliau mengucapkan hadits ini, yaitu Madinah.”
Kesimpulan : Negeri Syam adalah negeri ath-Tha`ifah al-Manshurah yang akan menampakkan kebenaran, tidaklah akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi dan mencela mereka, mereka akan mendapatkan kemenangan dari Allah dan mereka tetap dalam keadaan demikian sampai datangnya hari kiamat. Ath-Tha’ifah al-Manshurah inilah yang akan memenangkan Islam dan membebaskan negeri Syam dari belenggu penjajahan bangsa Yahudi yang terlaknat, dan merekalah yang akan membinasakan bangsa Yahudi terlaknat ini.
Catatan Kaki
[1] Sengaja kami pilih kata Nubuwat daripada kata ramalan, karena kata nubuwat lebih sesuai dan pantas daripada penggunaan kata ramalan. Kata ramalan seringkali berasosiasi dengan klenik, khurafat, takhayul ataupun metafisika. Sedangkan nubuwat maka asosiasinya adalah dengan wahyu : al-Qur’an atau as-Sunnah yang shahih.
[2] Disarikan dari “Jama’ah-Jama’ah Islamiyah Ditimbang Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah” (terj. Al-Jama’at al-Islamiyyah fi Dhou’il Kitaabi was Sunnah), karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly, pent. Ust. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam Bukhari, Jilid I, cet. I, Juni 2003, hal. 90-108.
[3] Dipetik secara ringkas dan bebas dari artikel yang berjudul Haditsu Qitaali al-Yahuudi Riwaayatan
*Disarikan dari artikel yang berjudul ath-Tha`ifah al-Manshurah wal Bilaad al-Muqoddasah, karya Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali, dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th, V, hal. 17-21.
by: http://nahimunkar.com/kehancuran-bangsa-yahudi-menurut-al-quran-dan-sunnah/