by: http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/12/05/kudeta-peran-dalang-di-opera-van-java--616642.html
Boleh jadi judul ini menyeramkan. Namun, tak ada lagi kata yang tepat selain kata ‘kudeta’ pada kisah Cak Lontong yang akan saya cerita di bawah ini. Toh, dalam mempergunakan kata ini saya tetap mempergunakan tanda kutip.
Barangkali Anda terheran-heran, mengapa Cak Lontong di-‘kudeta’? Pertanyaan ini sampai sekarang masih menjadi ‘misteri’. Setidaknya buat Cak Lontong sendiri. Ketika saya tanyakan pertanyaan tersebut, pelawak yang belakangan populer sebagai comic di Stand Up Comedy Metro TV ini juga tidak mengerti, mengapa bukan dirinya yang akhirnya menjadi dalang di Opera van Java (OvJ).
“Sampai sekarang saya nggak pernah diberitahu alasannya,” ungkap Cak Lontong yang mengungkapkan ke saya via telepon.
Sebelum meneruskan ‘misteri’ tersebut, ada baiknya Anda saya ajak flashback dulu menengok sejarah OvJ. Cikal bakal OvJ berawal dari sebuah perintah pemilik Trans Corp, Chairul Tanjung. Titah ‘anak singkong’ yang akrab disapa CT ini adalah memproduksi sebuah program yang mengandung unsur cerita tradisional. Namun, kemasan cerita tersebut harus dalam bentuk modern.
Setelah tim kreatif brainstorming, lahirlah konsep memparodikan cerita tradisional, dimana terdapat seorang seorang dalang. Ken Arok menjadi cerita yang akhirnya dipilih untuk diparodikan dan dibuatkan dummy (contoh program). Sebagai pengisi acara, tim sempat mencari talent di agency dan meng-casting. Setelah pemain yang bakal menjadi Ken Arok dan prajurit-prajuritnya dapat, giliran mencari dalang. Rabies, seorang pelawak tradisional, akhirnya terpilih menjadi dalang.
Bersamaan dengan itu, tim juga mencari penulis naskah yang bisa membuat proyek dummy parodi cerita tradisional ini tokcer. Walhasil, dapatlah seorang penulis yang biasa menulis naskah komedi situasi yang sangat populer. Begitu naskah komplet kelar, seluruh talent langsung bisa menghafal dan reading.
Tentang nama program ini tidak langsung Opera van Java. Dalam buku Show Must Go On (Elex Media, 2011), Soni Marti Lova bercerita tentang penemuan nama program suruhan CT ini. Dalam brainstorming, tim mencari nama-nama yang cocok.
“Akhirnya gue nemuin satu nama yang pas, yaitu Van Java,” ujar Sony. “Awalnya, ide ini muncul, karena legenda atau cerita rakyat yang paling banyak adalah dari Tanah Jawa, dan Bandung juga terkenal dengan sebutan Paris van Java. Ya sudah, daripada bingung mending pake nama Van Java saja, lagian kan catching banget”.
Ternyata, dummy pertama yang dilakukan di Kampung Artis, Depok tidak sukses. Bukan, karena pada saat shooting hujan, sehingga lokasi yang seharusnya outdoor jadi dipindah ke pendopo. Tetapi CT tidak puas. Menurutnya, konsepnya tidak sesuai dengan ekspektasinya. Padahal sebelum dummy dipresentasikan ke CT, Wishutama atau Tama sempat mem-preview dan memberikan masukan. Bahkan sempat diedit ulang dari hasil catatan Tama, terutama dalam hal efek editing.
Dummy kedua Van Java pun dibuat. Oleh karena tidak punya budget produksi, tim mencari para pemain yang kenal dekat dan mau untuk tidak dibayar. Walhasil, muncullah wajah Ruben Onsu, Astrid Sudarwanto, Nano, Meta (istrinya Uki yang dulu masih Peter Pan, sekarang tergabung di Noah), Raffi Cinoun, dan Chika Waode. Ternyata, dummy kedua pun belum cukup memuaskan CT.
“Beliau tetap tidak suka konsepnya,” ujar Sony. “Untuk studio ok, juga indoor dan setting, tapi untuk pemain beliau tidak suka terutama wardrobe-nya”.
Begitu gagal kedua kali itulah, Cak Lontong dipertemukan dengan tim. Pertemuan Cak Lontong dengan tim Trans 7 ini, karena ia mengenal salah satu pejabat di Trans 7 yang sudah mengenalnya saat di SCTV dan TV 7.
“Saya masih ingat, waktu itu brainstorming dengan tim kreatif dari sore sampai malam,” ujar Cak Lontong. “Saya tidak mengatakan ide dari saya, tetapi saya hanya mengembangkan apa yang sudah ada.”
Lucunya, lanjut Cak Lontong, setelah selesai rapat dan begitu baru sampai rumah, ia ditelepon seorang Executive Producer (EP) tim kreatifnya untuk kembali ke Trans 7. Karuan saja Cak Lontong kaget. Namun, oleh karena komitmen ingin membantu, ia pun kembali ke kantor Trans 7 di jalan Tandean, Jakarta Selatan.
Sesampai di kantor, barulah Cak Lontong dijelaskan, bahwa tim sudah pernah membuat dummy tahun sebelumnya, tetapi ditolak. Lalu, enam bulan setelah penolakan, mereka membuat dummy lagi, tetapi lagi-lagi ditolak CT.
“Besok kami ada rapat, Cak dengan manajemen. Sampean nge-Dalang, ngoceh, trus saya handycam-in buat ditunjukkan ke manajemen,” ujar EP tersebut.
Keesokan hari, Cak Lontong diberi kabar, bahwa tim diberikan kesempatan untuk membuat dummy yang ke-3 kali. Sebelum membuat dummy, Cak Lontang sempat bertanya tentang konsep dua dummy sebelumnya seperti apa. Setelah mendengar, ia coba mengajak teman untuk menggarap kreatifnya. Walhasil, naskah pun jadi. Sempat direvisi, tetapi akhirnya dummy pun diproduksi.
Pada saat dummy, belum ada Nunung, Sule, Andre, maupun Parto. Pemain yang paling lama dan bertahan dari dummy sampai kini adalah Asiz gagap. Pelawak ini diajak Cak Lontong dari TVRI. Sementara sindennya waktu itu memang sudah Rina Nose. Di dummy yang ke-3 ini, yang menjadi dalang adalah Cak Lontong.
“Dummy-nya numpang set-nya Empat Mata,” kata Diky Chandra, yang juga menjadi salah satu pemain di dummy ke-3 Van Java.
Selain Diky Chandra dan nama-nama yang sudah saya sebutkan di atas tadi, yang menjadi pemain, ada Ki Daus, Oni Sos, dan beberapa pemain lain.
Namun, dalam perjalanan, ketika dummy sudah disetujui CT, ada hal yang membuat Cak Lontong sedikit kecewa dengan tim. Betapa tidak, entah perintah langsung dari manajemen atau memang keputusan tim, mulailah usaha untuk ‘menggeser’ (baca: ‘kudeta’) posisi Cak Lontong sebagai dalang.
Awalnya, tim menghubungi Cak Lontong dan mengatakan, di proyek ini akan ada asisten dalang. Cak Lontong tidak masalah. Begitu pula saat nama Sule dimasukkan ke dalam daftar nama pemain tetap, sebagai orang yang sudah membantu meloloskan dummy, Cak Lontong pun tidak protes.
“Saya main dengan siapa saja nggak apa-apa,” ujar Cak Lontong saat itu.
Keputusan saat itu, akan dibuat pilot episode ke-1 dengan format tetap seperti dummy, tetapi kali ini ada seorang asisten dalang. Sementara para pemainya yang istilahnya yang menjadi wayangnya, bisa gonta-ganti. Bisa public figure, maupun tokoh politik. Cak Lontong pun kemudian menyiapkan cerita. Bahkan sudah siap dengan dua cerita sekalilgus. Kalo di dummy cuma setengah jam, untuk produksi episode ke-1 dibuat satu jam.
Ternyata waktu produksi yang sudah ditentukan harus mundur. Alasan tim waktu itu adalah masih sibuk dengan tayangan Uber Cup dan Thomas Cup. Cak Lontong tidak protes. Namun, beberapa minggu setelah Thomas dan Uber, tim menghubungi Cak Lontong lagi.
“Cak, kita mau bikin dummy lagi,” ujar sang EP.
Karuan saja Cak Lontong kaget bukan kepalang. Dummy yang sudah dibuat, sudah disetujui CT. Lalu, sudah sepakat mengatur jadwal produksi, tetapi batal, karena alasan Uber Cup dan Thomas Cup. Talent dari Trans 7 pun sudah membicarakan dan sepakat masalah harga. Tapi kenapa berubah? Itu yang membuat Cak Lontong bingung.
“Iya, Cak, kita harus bikin dummy lagi. Dan Dalangnya coba Parto…”
Cak Lontong tidak meng-iya-kan, tetapi juga tidak menolak. Ia hanya merasa aneh. Sudah disetujui, tetapi harus bikin dummy. Kalo nanti bikin dummy lagi dan tidak lebih bagus, itu dianggap keterlaluan. Nyatanya, telepon tersebut cuma pemberitahuan untuk meng-‘kudeta’-kan Cak Lontong sebagai dalang.
Sejak itu, Cak Lontong tidak pernah dipanggil lagi, baik sebagai dalang atau pemain satu episode pun. Justru yang muncul pada saat Van Java akhirnya berubah menjadi Opera van Java adalah Parto dari Patrio. Sule pun sempat kaget suatu ketika bertemu dengan Cak Lontong di awal-awal OvJ tayang.
“Kenapa dalangnya bukan elo, Cak?” tanya Sule.
Berbeda dengan Diky. Ia tidak terpilih menjadi salah satu pemain OvJ, karena memang saat itu sudah terpilih sebagai Wakil Gubernur Garut, mendampingi Aceng. Berbeda dengan nasib Cak Lontong yang masih misterius.
“Silahkan tanya mereka (Trans 7-pen), mas,” papar Cak Lontong yang mempopolerkan tagline ‘Salam Lemper’, plesetan tagline ‘Salam Super’ milik Mario Teguh. “Sampai sekarang saya nggak pernah diberitahu dan mereka nggak pernah mau berhubungan dengan saya (lagi)”.
Sempat penulis cerita dummy ke-3 yang sudah di-OK-kan CT mengajak Cak Lontong protes dan menghampiri Trans 7. Tapi Cak Lontong menolak. Ia memang kecewa, tetapi tidak mau protes. Lagipula, ia sadar, orang seperti mereka tak akan mungkin menang menghadapi stasiun televisi.
“Mungkin belum rezeki aja,” kata Cak Lontong pada temannya itu. Hebat!
Salam Lemper!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com