Jumat, 13 September 2013

Sisi Lain Iklan Politik: Sampah Visual Iklan Politik

by: http://politik.kompasiana.com/2013/09/06/sampah-visual-iklan-politik-590264.html
Oleh Sumbo Tinarbuko

Liputan harian Kompas (5/9) berjudul ‘’Pemilu 2014: Publik Terganggu Alat Peraga Kampanye’’ menarik untuk senantiasa diperbincangkan lebih lanjut. Dalam liputan itu diwartakan: Sebagian kelompok masyarakat semakin terganggu dengan peraga kampanye partai politik yang dipasang sembarangan dan mengotori ruang publik. Mereka berharap parpol dan calon anggota legislatif lebih sadar menata alat peraga agar ramah lingkungan dan memberikan pendidikan politik yang cerdas …


Realitas sosial yang dituliskan wartawan Kompas dalam liputannya itu menunjukkan fenomena sosial ruang publik dijarah parpol dan bakal caleg yang berlomba menebar sampah visual iklan politik di ruang publik.  Tebaran sampah visual seperti itu oleh ‘Komunitas Reresik Sampah Visual’ dikategorikan teroris visual. Sebuah teror visual yang secara masif mengusik ketenangan visual jiwa-jiwa sosial warga masyarakat.
Sebagaimana diketahui bersama, sampah visual iklan politik dalam perspektif ‘Komunitas Reresik Sampah Visual’ dipahami sebagai aktivitas pemasangan iklan politik, menggunakan media iklan luar ruang (outdoor advertising) yang penempatannya tidak sesuai dengan peruntukkannya. Keberadaannya pun cenderung ilegal. Hal itu diperparah dengan kelakuan menyimpang dari penebar sampah visual iklan politik yang tidak mau mengurus izin dan membayar pajak reklame untuk kategori alat peraga kampanye politik.
Secara visual, tebaran sampah visual iklan politik dapat disimak dari pola penempatan dan pemasangan alat peraga kampanye dari masing-masing parpol dan bakal caleg. Mereka cenderung melakukan pelanggaran dan dengan seenak wudelnya sendiri memasang iklan politik dan alat peraga kampanye dengan menjarah ruang publik maupun ruang terbuka hijau. Mereka juga mengabaikan aspek ramah lingkungan dan ramah visual saat memasang alat peraga kampanye tersebut.

Picu Konflik Di Ruang Publik
Bukti visual dan fakta di lapangan secara kasat mata menunjukkan, tim sukses bakal caleg di seluruh Indonesia dengan semangat perang menggunakan iklan politik sebagai senjatanya. Amunisi iklan politik dimuntahkan untuk menguasai taman kota, trotoar, pagar dan  jembatan, tembok bahkan bangunan heritage,  dinding flyover, tiang lampu penerangan jalan, tiang rambu lalulintas, tiang listrik dan tiang telpon untuk dipasangi iklan politik parpol dan bakal caleg yang dipromosikannya. Belum puas sampai di situ, batang pohon yang berjajar teduh di sepanjang jalan dihajar secara anarkis demi memasang alat peraga kampanye iklan politik  parpol dan bakal caleg.

Hadirnya sampah visual iklan politik tidak bisa dilepaskan dari ajang perebutan singgasana kekuasaan untuk menjadi anggota dewan atau calon presiden. Bakal caleg yang panik ini lalu berlomba menyuri perhatian masyarakat dengan merepresentasikan pencitraan dirinya melalui iklan politik. Aktivitas instan semacam ini, oleh tim sukses bakal caleg diyakini mempunyai daya hipnotis tinggi untuk membidik perhatian calon pemilih pada janji politik yang mereka dengungkan. Padahal realitas sosialnya justru terjadi sebaliknya.
Bakal caleg, atas saran tim suksesnya, dengan riang gembira memroduksi pesan verbal dan pesan visual. Media komunikasi visual yang digunakannya berupa iklan luar ruang. Wujud visualnya: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, dan rontek. Tidak ketinggalan poster, stiker, flyer, iklan koran dan majalah, iklan televisi, adlips radio dan sosial media: facebook, twitter, instagram. Selain perang memanfaatkan iklan politik, tim sukses pun dengan sokongan dana berlimpah menabuh genderang perang visual dalam hal ukuran, penempatan, dan jumlah iklan politik yang dipasang di ruang publik. Sampah visual iklan politik yang terpasang secara amburadul di ruang publik semakin menambah kumuh dan semrawutnya wajah wilayah perkotaan dan pedesaan di seluruh Indonesia. Ujungnya, sampah visual iklan politik menjadi pemicu konflik di ruang publik. Baik antar tim sukses caleg atau pun dengan warga masyarakat yang merasa terganggu kenyamanannya saat reriungan di ruang publik.

Turunkan Reputasi Caleg
Menjamurnya sampah visual iklan politik yang terpasang  secara ngawur, cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik parpol dan bakal caleg itu sendiri. Padahal dalihnya, niatan menjagokan diri sebagai bakal caleg, dilandasi doa suci untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Bercita-cita mewujudkan janji kemerdekaan lewat representasi tata pemerintahan yang lebih baik. Semuanya itu, katanya,  agar  rakyat Indonesia tumbuh menjadi manusia bermartabat, berkehidupan makmur, aman dan sejahtera.

Dampak dari jerawat sampah visual ini menyebabkan iklan politik yang diposisikan sebagai ajang menyampaikan informasi dan mempromosikan keberadaan bakal caleg terperosok menjadi media miskomunikasi visual. Ujung dari semuanya itu, matinya iklan politik secara tidak terhormat.
Fenomena menjamurnya sampah visual iklan politik di ajang kampanye pemilihan calon anggota legislatif ini, menjadi antiklimaks dari sebuah proses menjaring wakil rakyat yang merakyat. Wakil rakyat yang melayani rakyat bukan menindas rakyat. Realitas sosial seperti itu akhirnya memaparkan fakta: bagaimana mungkin rakyat akan memilih caleg yang lebih mementingkan menampilkan wajah tanpa mau obah (bergerak bersama rakyat). Bagaimana mungkin rakyat mau mencoblos bakal caleg yang gaya kampanyenya lebih suka menebar sampah visual iklan politik di ruang publik. Gaya kampanye bakal caleg mengandalkan tebaran gambar wajahnya merupakan gaya kampanye yang sejatinya menurunkan reputasi sang bakal caleg di mata rakyat calon pemilih.
Sudah saatnya bakal caleg dan tim suksesnya menjalankan gaya kampanye  yang mengedepankan aspek edukasi politik pada rakyat calon pemilih lewat tampilan iklan politik yang komunikatif, nyeni, berbudaya dan merakyat.  Jadikanlah alat peraga kampanye bakal caleg menjadi bagian dekorasi kota yang artistik dan komunikatif. Bukan malah sebaliknyanya seperti terjadi sekarang ini: alat peraga kampanye parpol dan bakal caleg justru semakin mengokohkan dirinya menjadi teroris visual dengan menebarkan sampah visual iklan politik di ruang publik.
Untuk meminimalisir sampah visual iklan politik, seyogianya pengurus parpol, bakal caleg beserta tim suksesnya secara bersama-sama menjadikan ruang publik tetap menjadi milik publik. Ruang publik jangan sampai diprivatisasi menjadi milik merek dagang, milik bakal caleg dan milik partai politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com