by: http://politik.kompasiana.com/2013/09/06/sampah-visual-iklan-politik-590264.html
Oleh Sumbo Tinarbuko
Liputan harian Kompas (5/9) berjudul ‘’Pemilu 2014: Publik
Terganggu Alat Peraga Kampanye’’ menarik untuk senantiasa
diperbincangkan lebih lanjut. Dalam liputan itu diwartakan: Sebagian
kelompok masyarakat semakin terganggu dengan peraga kampanye partai
politik yang dipasang sembarangan dan mengotori ruang publik. Mereka
berharap parpol dan calon anggota legislatif lebih sadar menata alat
peraga agar ramah lingkungan dan memberikan pendidikan politik yang
cerdas …
Realitas sosial yang dituliskan wartawan Kompas dalam
liputannya itu menunjukkan fenomena sosial ruang publik dijarah parpol
dan bakal caleg yang berlomba menebar sampah visual iklan politik di
ruang publik. Tebaran sampah visual seperti itu oleh ‘Komunitas Reresik
Sampah Visual’ dikategorikan teroris visual. Sebuah teror visual yang
secara masif mengusik ketenangan visual jiwa-jiwa sosial warga
masyarakat.
Sebagaimana diketahui bersama, sampah visual iklan politik dalam
perspektif ‘Komunitas Reresik Sampah Visual’ dipahami sebagai aktivitas
pemasangan iklan politik, menggunakan media iklan luar ruang (outdoor advertising)
yang penempatannya tidak sesuai dengan peruntukkannya. Keberadaannya
pun cenderung ilegal. Hal itu diperparah dengan kelakuan menyimpang dari
penebar sampah visual iklan politik yang tidak mau mengurus izin dan
membayar pajak reklame untuk kategori alat peraga kampanye politik.
Secara visual, tebaran sampah visual iklan politik dapat disimak dari
pola penempatan dan pemasangan alat peraga kampanye dari masing-masing
parpol dan bakal caleg. Mereka cenderung melakukan pelanggaran dan
dengan seenak wudelnya sendiri memasang iklan politik dan alat
peraga kampanye dengan menjarah ruang publik maupun ruang terbuka hijau.
Mereka juga mengabaikan aspek ramah lingkungan dan ramah visual saat
memasang alat peraga kampanye tersebut.
Picu Konflik Di Ruang Publik
Bukti visual dan fakta di lapangan secara kasat mata menunjukkan, tim
sukses bakal caleg di seluruh Indonesia dengan semangat perang
menggunakan iklan politik sebagai senjatanya. Amunisi iklan politik
dimuntahkan untuk menguasai taman kota, trotoar, pagar dan jembatan,
tembok bahkan bangunan heritage, dinding flyover, tiang lampu
penerangan jalan, tiang rambu lalulintas, tiang listrik dan tiang telpon
untuk dipasangi iklan politik parpol dan bakal caleg yang
dipromosikannya. Belum puas sampai di situ, batang pohon yang berjajar
teduh di sepanjang jalan dihajar secara anarkis demi memasang alat
peraga kampanye iklan politik parpol dan bakal caleg.
Hadirnya sampah visual iklan politik tidak bisa dilepaskan dari ajang
perebutan singgasana kekuasaan untuk menjadi anggota dewan atau calon
presiden. Bakal caleg yang panik ini lalu berlomba menyuri perhatian
masyarakat dengan merepresentasikan pencitraan dirinya melalui iklan
politik. Aktivitas instan semacam ini, oleh tim sukses bakal caleg
diyakini mempunyai daya hipnotis tinggi untuk membidik perhatian calon
pemilih pada janji politik yang mereka dengungkan. Padahal realitas
sosialnya justru terjadi sebaliknya.
Bakal caleg, atas saran tim suksesnya, dengan riang gembira memroduksi
pesan verbal dan pesan visual. Media komunikasi visual yang digunakannya
berupa iklan luar ruang. Wujud visualnya: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, dan rontek. Tidak ketinggalan poster, stiker, flyer, iklan koran dan majalah, iklan televisi, adlips radio
dan sosial media: facebook, twitter, instagram. Selain perang
memanfaatkan iklan politik, tim sukses pun dengan sokongan dana
berlimpah menabuh genderang perang visual dalam hal ukuran, penempatan,
dan jumlah iklan politik yang dipasang di ruang publik. Sampah visual
iklan politik yang terpasang secara amburadul di ruang publik
semakin menambah kumuh dan semrawutnya wajah wilayah perkotaan dan
pedesaan di seluruh Indonesia. Ujungnya, sampah visual iklan politik
menjadi pemicu konflik di ruang publik. Baik antar tim sukses caleg atau
pun dengan warga masyarakat yang merasa terganggu kenyamanannya saat
reriungan di ruang publik.
Turunkan Reputasi Caleg
Menjamurnya sampah visual iklan politik yang terpasang secara ngawur,
cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik parpol
dan bakal caleg itu sendiri. Padahal dalihnya, niatan menjagokan diri
sebagai bakal caleg, dilandasi doa suci untuk membangun Indonesia
menjadi lebih baik. Bercita-cita mewujudkan janji kemerdekaan lewat
representasi tata pemerintahan yang lebih baik. Semuanya itu, katanya,
agar rakyat Indonesia tumbuh menjadi manusia bermartabat, berkehidupan
makmur, aman dan sejahtera.
Dampak dari jerawat sampah visual ini menyebabkan iklan politik yang
diposisikan sebagai ajang menyampaikan informasi dan mempromosikan
keberadaan bakal caleg terperosok menjadi media miskomunikasi visual.
Ujung dari semuanya itu, matinya iklan politik secara tidak terhormat.
Fenomena menjamurnya sampah visual iklan politik di ajang kampanye
pemilihan calon anggota legislatif ini, menjadi antiklimaks dari sebuah
proses menjaring wakil rakyat yang merakyat. Wakil rakyat yang melayani
rakyat bukan menindas rakyat. Realitas sosial seperti itu akhirnya
memaparkan fakta: bagaimana mungkin rakyat akan memilih caleg yang lebih
mementingkan menampilkan wajah tanpa mau obah (bergerak
bersama rakyat). Bagaimana mungkin rakyat mau mencoblos bakal caleg yang
gaya kampanyenya lebih suka menebar sampah visual iklan politik di
ruang publik. Gaya kampanye bakal caleg mengandalkan tebaran gambar
wajahnya merupakan gaya kampanye yang sejatinya menurunkan reputasi sang
bakal caleg di mata rakyat calon pemilih.
Sudah saatnya bakal caleg dan tim suksesnya menjalankan gaya kampanye
yang mengedepankan aspek edukasi politik pada rakyat calon pemilih
lewat tampilan iklan politik yang komunikatif, nyeni, berbudaya
dan merakyat. Jadikanlah alat peraga kampanye bakal caleg menjadi
bagian dekorasi kota yang artistik dan komunikatif. Bukan malah
sebaliknyanya seperti terjadi sekarang ini: alat peraga kampanye parpol
dan bakal caleg justru semakin mengokohkan dirinya menjadi teroris
visual dengan menebarkan sampah visual iklan politik di ruang publik.
Untuk meminimalisir sampah visual iklan politik, seyogianya pengurus
parpol, bakal caleg beserta tim suksesnya secara bersama-sama menjadikan
ruang publik tetap menjadi milik publik. Ruang publik jangan sampai
diprivatisasi menjadi milik merek dagang, milik bakal caleg dan milik
partai politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com