Kucium tangan mas Pur, suamiku. Dia mencium keningku, lalu
menggandengku. Kami berjalan bersama menuju rumah selepas sholat ied
pagi ini. Anak-anak tidak banyak bicara. Hening menyelimuti hati di
tengah gema takbir yang berkumandang. Kupandangi anakku, Tasya yang
beranjak remaja, dia terlihat lebih dewasa dari anak seusianya yang baru
sebelas tahun. Dia menggandeng Vina, adiknya yang baru berusia enam
tahun.
Ingatanku kembali ke masa-masa indah saat aku jatuh cinta pada mas Pur,
klien perusahaan di tempatku bekerja. Mas Pur telah beristri. Usianya
terpaut jauh dariku. Tapi, dia begitu membuatku merasa damai. Dan aku
bersedia dinikahinya, sekalipun hanya sebagai istri ke dua.
Sebagai karyawan swasta, penghasilan mas Pur tidak besar, tapi cukup
untuk menghidupi aku. Aku dikontrakkan sebuah rumah mungil nan asri
tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja. Saat anak kami Tasya lahir,
mas Pur terlihat bahagia. Dia begitu menginginkan memiliki anak
perempuan. Karena anak-anak dari istri pertamanya laki-laki semua. Tasya
dijadikan alasan baginya agar istri pertamanya menerima kenyataan,
kalau mas Pur telah beristri lagi dan memiliki anak dariku. Semula
situasi terasa tidak nyaman bagiku. Berkali-kali aku harus menghadapi
istri mas Pur yang datang ke rumah berteriak-teriak. Padahal aku belum
pulih benar pasca melahirkan. Duh Gusti…
Sepanjang perjalanan waktu, akhirnya istri tua mas Pur berhenti
mendatangiku. Mungkin sudah lelah, mungkin juga sudah menerimaku.
Entahlah. Tapi mas Pur terlihat berusaha berlaku adil pada kami. Kadang
menginap di rumahku, kadang menginap di rumah istri tuanya. Tasya dan
Vina, dibesarkan tanpa ayah yang utuh. Ayah yang tidak selalu ada di
rumah. Tidak selalu ada saat dia sakit. Tidak selalu ada saat dia naik
kelas. Tidak selalu ada saat dia ulang tahun. Tidak selalu ada saat kami
membutuhkan mas Pur. Tidak pernah ada bersama kami saat lebaran..
Hingga saat itu tiba. Mas Pur pensiun. Padahal anak-anak masih kecil.
Masih butuh banyak biaya. Gajiku sebagai staff administrasi tidak besar.
Mas Pur tidak dapat membiayai hidup kami lagi. Apalagi membayari
kontrak rumah. Kami harus pindah ke kontrakan yang lebih kecil. Di gang
sempit. Bau selokan kadang menyengat. Rasanya menyesakkan. Tapi mau
bagaimana lagi. Mas Pur tidak mengijinkan kami mengontrak di luar kota.
Padahal harga sewa rumah di Jakarta tak terjangkau bagiku.
Lima tahun sudah aku terperangkap di rumah sempit ini. Anak-anakku tidak
seharusnya hidup seperti ini. Aku harus pulang ke Kendari. Demi
anak-anak. Mereka harus mendapat lingkungan yang baik. Sekolah yang
baik. Tempat tinggal yang layak. Aku harus pulang. Aku tidak perduli
dengan mas Pur yang tidak menyetujui rencanaku. Aku sudah tidak tahan
lagi. Ini bukan kehidupan yang ingin aku jalani bersama anak-anakku. Aku
ingin pulang ke rumah orang tuaku. Tanpa mas Pur.
Hari ini mas Pur merayakan lebaran bersama kami. Ini adalah sholat ied yang pertama dan mungkin yang terakhir bagi kami. “Kamu jadi pergi, Dik?” tanyanya sedih. Aku hanya mengangguk. “Jadi, mas..”
Tak terasa air mata jatuh di pipi saat kami menyantap ketupat
bersama-sama. Gurat gurat kerut kesedihan di wajahnya membuatku tak
kuasa menahan air mata. Mas Pur menggenggam tanganku. Namun aku tak bisa
berlama-lama. Pesawat kami berangkat jam satu siang ini.
Selamat tinggal mas Pur. Selamat tinggal Jakarta…
.
- Esther Wijayanti -
by: http://fiksi.kompasiana.com/drama/2013/08/09/kisahku-jadi-istri-muda-582544.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com