Lebih dari tiga belas tahun Ayahku menikahi Ibu, tapi tak pernah
sekalipun aku melihat kemesraan diantara kedua orang tuaku seperti
layaknya pasangan suami istri. Mereka berbicara seperlunya dan lebih
terlihat seperti komunikasi antara majikan dan pembantunya.
Ketika kami sekeluarga bepergianpun Ibu terlihat seperti seorang emban yang setia melayani sang padukanya. Saat aku dan adikku asyikk berada di ruang TV dengan Ayah, ibuku lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan rumahnya.
Aku sungguh muak dengan segala basa-basi mereka, sering aku menegur Ibuku untuk bersikap wajar seperti halnya seorang istri dan bukan seperti seorang pembantu tapi Ibuku selalu membela Ayah yang nyata-nyatanya sudah memperlakukan Ibu secara tidak adil.
Ibuku adalah perempuan sederhana yang terlahir dari mulut rahim seorang wanita biasa tanpa harta dan kedudukan, berbeda sekali dengan Ayahku yang di dalam tubuhnya mengalir darah biru dengan predikat bangsawan di depannya.
“Kalo aku besar nanti, aku ga mau punya suami seperti Ayah..” celetuk aku ketika aku duduk berdua dengan Ibu di ruang keluarga.
“Hushh..!” ngomongnya koq begitu, Tia..? Ibu bangkit dari kursi duduknya berjalan mendekatiku ke kursi panjang.
“Habis Ayah orangnya kaku dan diktator banget.. penuh aturan ,bikin seisi rumah jadi patung “ jawabku sambil kurebahkan kepalaku di pangkuan Ibu.
“Bu, kenapa sih Ayah ga sayang sama aku..??” tanyaku pelan, sambil kepalaku menengadah ke arah muka ibu.
“Kamu ga boleh berprasangka jelek sama Ayahmu,Tia..” ibu selalu membela Ayah, padahal ibu tau sendiri kalo Ayah selalu membela adik. Aku selalu di persalahkan oleh Ayah ketika melihat adik menangis atau terjatuh, di bilangnya aku tak becus menjaga adik sendiri.
“Bu, kenapa sih bu, ibu selalu diam dan tak pernah melawan ketika ibu di marahi ayah..??”
Ibuku hanya terdiam tak mengeluarkan sepatah katapun, dan itu membuat aku semakin tidak mengerti.
******************************************************
“Tia, Ibumu mana..? “pertanyaan basa-basi menurutku, toh selama ini Ayah ga pernah peduli sama sekali terhadap Ibu.
“Di dalam kamar,Yah..” jawabku dingin,tanpa menoleh ke arah Ayahku yang telah berdiri disamping kursi tempat dudukku.
“Panggil Ibumu kesini ..” permintaan Ayah tak ku gubris..mataku tetap anteng melihat ke layar kaca.
“Bilang sama Ibu, Ayah ingin bicara..” aku tetap tak acuh,suara Ayah aku anggap angin lalu.
“Tia..!! kamu dengar ga.??? “ aku tersentak, melompat dari kursi ketika mendengar suara Ayah meninggi.
“Yah..ya..” jawabku gelagapan
“Kamu dengar ga sihh…Ayah nyuruh kamu..!!!” kedua bola mata Ayah nyaris keluar, mukanya merah menahan emosi yang mulai memuncak.
“Kenapa bukan Ayah saja yang datang ke kamar Ibu..” jawabku tak mau kalah…
“Kamu mulai berani melawan, Tia….!!??” aku sungguh muak melihat sikap Ayah yang semakin kasar saja. Suara Ayah seperti orang kesetanan.
“Kenapa sih, Ayah selalu bersikap kasar sama aku dan Ibu..? Ayah begitu sombong dan angkuh!!” teriakku. Kali ini aku tidak bisa menahan kesabaranku lagi.
“Heh..!! mulai lancang, yah mulutmu….!! suara Ayah semakin menggelegar lalu kutatap tajam mata Ayah.
“Dasar anak turunan pembantu…!!!” suara Ayah kali ini menghujam ulu hatiku, bak’ halilintar yang menggelegar menyambar tubuhku.
Aku kaget setengah mati. Aku diam dan menangis..
Ibu keluar dari kamarnya dan datang menghampiriku. Lalu memeluk tubuhku begitu erat.
“Teganya kamu mengatakan itu..??” tatapan ibu begitu sinis memandang Ayah yang sedang berdiri dengan bertolak pinggang.
Meski darah pembantu yang mengalir ke dalam tubuhku tapi aku ga pernah menyesalinya….Ibuku memang seorang pembantu tapi hatinya begitu mulia. Aku sayang sama Ibu..aku bangga mempunyai Ibu meskipun bukan darah biru yang ibu alirkan kedalam tubuhku . Ayahku berdarah biru tapi aku tak berhak mewarisinya karena aku perempuan….
Mengapa Ayah begitu teganya mengatakan itu padaku…..dan mengapa Ayah dulu menikahi Ibu kalo hanya untuk di hina……??
_________________selesai_________
by: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/03/16/saat-hatiku-terluka-344157.html
Ketika kami sekeluarga bepergianpun Ibu terlihat seperti seorang emban yang setia melayani sang padukanya. Saat aku dan adikku asyikk berada di ruang TV dengan Ayah, ibuku lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan rumahnya.
Aku sungguh muak dengan segala basa-basi mereka, sering aku menegur Ibuku untuk bersikap wajar seperti halnya seorang istri dan bukan seperti seorang pembantu tapi Ibuku selalu membela Ayah yang nyata-nyatanya sudah memperlakukan Ibu secara tidak adil.
Ibuku adalah perempuan sederhana yang terlahir dari mulut rahim seorang wanita biasa tanpa harta dan kedudukan, berbeda sekali dengan Ayahku yang di dalam tubuhnya mengalir darah biru dengan predikat bangsawan di depannya.
“Kalo aku besar nanti, aku ga mau punya suami seperti Ayah..” celetuk aku ketika aku duduk berdua dengan Ibu di ruang keluarga.
“Hushh..!” ngomongnya koq begitu, Tia..? Ibu bangkit dari kursi duduknya berjalan mendekatiku ke kursi panjang.
“Habis Ayah orangnya kaku dan diktator banget.. penuh aturan ,bikin seisi rumah jadi patung “ jawabku sambil kurebahkan kepalaku di pangkuan Ibu.
“Bu, kenapa sih Ayah ga sayang sama aku..??” tanyaku pelan, sambil kepalaku menengadah ke arah muka ibu.
“Kamu ga boleh berprasangka jelek sama Ayahmu,Tia..” ibu selalu membela Ayah, padahal ibu tau sendiri kalo Ayah selalu membela adik. Aku selalu di persalahkan oleh Ayah ketika melihat adik menangis atau terjatuh, di bilangnya aku tak becus menjaga adik sendiri.
“Bu, kenapa sih bu, ibu selalu diam dan tak pernah melawan ketika ibu di marahi ayah..??”
Ibuku hanya terdiam tak mengeluarkan sepatah katapun, dan itu membuat aku semakin tidak mengerti.
******************************************************
“Tia, Ibumu mana..? “pertanyaan basa-basi menurutku, toh selama ini Ayah ga pernah peduli sama sekali terhadap Ibu.
“Di dalam kamar,Yah..” jawabku dingin,tanpa menoleh ke arah Ayahku yang telah berdiri disamping kursi tempat dudukku.
“Panggil Ibumu kesini ..” permintaan Ayah tak ku gubris..mataku tetap anteng melihat ke layar kaca.
“Bilang sama Ibu, Ayah ingin bicara..” aku tetap tak acuh,suara Ayah aku anggap angin lalu.
“Tia..!! kamu dengar ga.??? “ aku tersentak, melompat dari kursi ketika mendengar suara Ayah meninggi.
“Yah..ya..” jawabku gelagapan
“Kamu dengar ga sihh…Ayah nyuruh kamu..!!!” kedua bola mata Ayah nyaris keluar, mukanya merah menahan emosi yang mulai memuncak.
“Kenapa bukan Ayah saja yang datang ke kamar Ibu..” jawabku tak mau kalah…
“Kamu mulai berani melawan, Tia….!!??” aku sungguh muak melihat sikap Ayah yang semakin kasar saja. Suara Ayah seperti orang kesetanan.
“Kenapa sih, Ayah selalu bersikap kasar sama aku dan Ibu..? Ayah begitu sombong dan angkuh!!” teriakku. Kali ini aku tidak bisa menahan kesabaranku lagi.
“Heh..!! mulai lancang, yah mulutmu….!! suara Ayah semakin menggelegar lalu kutatap tajam mata Ayah.
“Dasar anak turunan pembantu…!!!” suara Ayah kali ini menghujam ulu hatiku, bak’ halilintar yang menggelegar menyambar tubuhku.
Aku kaget setengah mati. Aku diam dan menangis..
Ibu keluar dari kamarnya dan datang menghampiriku. Lalu memeluk tubuhku begitu erat.
“Teganya kamu mengatakan itu..??” tatapan ibu begitu sinis memandang Ayah yang sedang berdiri dengan bertolak pinggang.
Meski darah pembantu yang mengalir ke dalam tubuhku tapi aku ga pernah menyesalinya….Ibuku memang seorang pembantu tapi hatinya begitu mulia. Aku sayang sama Ibu..aku bangga mempunyai Ibu meskipun bukan darah biru yang ibu alirkan kedalam tubuhku . Ayahku berdarah biru tapi aku tak berhak mewarisinya karena aku perempuan….
Mengapa Ayah begitu teganya mengatakan itu padaku…..dan mengapa Ayah dulu menikahi Ibu kalo hanya untuk di hina……??
_________________selesai_________
by: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/03/16/saat-hatiku-terluka-344157.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com