by: http://attaqwa-bci.blogspot.com/2013/04/allah-swt-perintahkan-kita-berprasangka.html
Bismilahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saudaraku
dimanapun berada, pada kesempatan berbagia ini kita masih diberikan
kesempatan menghirup udara di bumi Allah SWT senantiasa memanfaatkan
kenikmatan berbagai limpahan hidup untuk bersyukur atas Iman, Islam dan
Ihksan untuk senantiasa istiqomah dan meningkatkan amalan-amalan ibadah
lain sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya.
Bentuk syukur
kepada-Nya berupa membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik kepada
semua orang, hal ini merupakan perintah Allah SWT wajib dengan sekuat
tenaga untuk melaksanakan dengan cara melepaskan semua hati pikiran
untuk tetap mengedepankan perasaan berprasangka baik kepada orang lain
apalagi sesama saudara se Iman.
Selawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW para
keluarga, para sahabat dan umatnya termasuk semoga kita selalu dalam
safaat dan menegakkan risakahNya, amin.
Saudaraku se-Iman,
perlulah membuang prasangka buruk terhadap orang lain sering kali
bersemayam di hati kita. Sebagian besarnya, tuduhan itu tidak dibangun
di atas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal
tuduh kepada saudaranya.
Buruk sangka kepada orang lain atau yang
dalam bahasa Arabnya disebut su`u zhan mungkin biasa atau bahkan sering
hinggap di hati kita. Berbagai prasangka terlintas di pikiran kita, si A
begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan demikian. Yang
parahnya, terkadang persangkaan kita tiada berdasar dan tidak beralasan.
Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang
lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati.
Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain.
Padahal su`u zhan kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti
merupakan perkara yang terlarang. Demikian jelas ayatnya dalam
Al-Qur`anil Karim, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Wahai
orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari
persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu
merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Dalam ayat di atas, Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari
prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka.
Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda
yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang.
Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat
maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik.
Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah
yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah
berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang
diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan
oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis
Shalihin, 3/191)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata,
“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari
banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada
keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya.
Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka
jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka
kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali
engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari
saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan
pada kata tersebut’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا،
وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ
تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا
كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ
يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا
-يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ،
وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ
أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk
(zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian
mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka.
Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain.
Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian
saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan.
Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia
menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan
kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa
itu di sini.
” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang
dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap
muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan
hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak
pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan
kalian.” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Zhan yang
disebutkan dalam hadits di atas dan juga di dalam ayat, kata ulama
kita, adalah tuhmah (tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang
adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat
fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak tampak darinya
tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada
dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar dan
sebab yang zahir (tampak), maka haram berzhan yang jelek.
Terlebih
lagi kepada orang yang keadaannya tertutup dan yang tampak darinya
hanyalah kebaikan/keshalihan. Beda halnya dengan seseorang yang terkenal
di kalangan manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan
berbuat maksiat, atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan
seperti keluar masuk ke tempat penjualan khamr, berteman dengan para
wanita penghibur yang fajir, suka melihat perkara yang haram dan
sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini tidaklah terlarang untuk
berburuk sangka kepadanya. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an 16/217, Ruhul
Ma’ani 13/219)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari
mayoritas ulama dengan menukilkan dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang
buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan. Sebaliknya,
tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek. (Al
Jami’ li Ahkamil Qur`an, 16/218)
Karenanya, Ibnu Hubairah
Al-Wazir Al-Hanbali berkata, “Demi Allah, tidak halal berbaik sangka
kepada orang yang menolak kebenaran, tidak pula kepada orang yang
menyelisihi syariat.” (Al-Adabus Syar’iyyah, 1/70)
Dari hadits:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullahu berkata menjelaskan ucapan Al-Khaththabi
tentang zhan yang dilarang dalam hadits ini, “Zhan yang diharamkan
adalah zhan yang terus menetap pada diri seseorang, terus mendiami
hatinya, bukan zhan yang sekadar terbetik di hati lalu hilang tanpa
bersemayam di dalam hati. Karena zhan yang terakhir ini di luar
kemampuan seseorang. Sebagaimana yang telah lewat dalam hadits bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala memaafkan umat ini dari apa yang terlintas di
hatinya selama ia tidak mengucapkannya atau ia bersengaja1.” (Al-Minhaj,
16/335)
Sufyan rahimahullahu berkata, “Zhan yang mendatangkan
dosa adalah bila seseorang berzhan dan ia membicarakannya. Bila ia diam
/menyimpannya dan tidak membicarakan nya maka ia tidak berdosa.”
Dimungkinkan
pula, kata Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu, bahwa zhan yang dilarang
adalah zhan yang murni /tidak beralasan, tidak dibangun di atas asas dan
tidak didukung dengan bukti. (Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 8/28)
Kepada
seorang muslim yang secara zahir baik agamanya serta menjaga
kehormatannya, tidaklah pantas kita berzhan buruk. Bila sampai pada kita
berita yang “miring” tentangnya maka tidak ada yang sepantasnya kita
lakukan kecuali tetap berbaik sangka kepadanya. Karena itu, tatkala
terjadi peristiwa Ifk di masa Nubuwwah, di mana orang-orang munafik
menyebarkan fitnah berupa berita dusta bahwa istri Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, shalihah, dan thahirah (suci
dari perbuatan nista) Aisyah radhiyallahu ‘anha berzina,
wal’iyadzubillah, dengan sahabat yang mulia Shafwan ibnu Mu’aththal
radhiyallahu ‘anhu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap berprasangka baik dan tidak
ikut-ikutan dengan munafikin menyebarkan kedustaan tersebut. Dalam
Tanzil-Nya, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ
“Mengapa
di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin
dan mukminah tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan
mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang
nyata’.” (An-Nur: 12)
Dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa
Ta’ala mencela orang-orang Badui yang takut berperang ketika mereka
diajak untuk keluar bersama pasukan mujahidin yang dipimpin oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang Badui ini
dihinggapi dengan zhan yang jelek.
سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ
مِنَ اْلأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ
لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ قُلْ فَمَنْ
يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ
أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا. بَلْ
ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى
أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ
السَّوْءِ وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا
“Orang-orang Badui yang
tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan, ‘Harta dan
keluarga kami telah menyibukkan kami, maka mohonkanlah ampunan untuk
kami.’ Mereka mengucapkan dengan lidah mereka apa yang tidak ada di
dalam hati mereka. Katakanlah, “Maka siapakah gerangan yang dapat
menghalangi-halangi kehendak Allah jika
Dia menghendaki kemudaratan bagi kalian atau jika Dia menghendaki
manfaat bagi kalian. Bahkan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan. Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan orang-orang yang
beriman sekali-kali tidak akan kembali kepada keluarga mereka
selama-lamanya dan setan telah menjadikan kalian memandang baik dalam
hati kalian persangkaan tersebut. Dan kalian telah menyangka dengan
sangkaan yang buruk, kalian pun menjadi kaum yang binasa.” (Al-Fath:
11-12)
Wassalamuakaikum Wr.Wb.
Semoga bermanfaat, amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com