Semoga semua sahabat bagindaery terkesan dengan tulisan dibawah ini dan dapat memetik masing-masing hikmahnya disetiap kalimat yang bermakna,artikel dibawah ini diambil dari by: http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/akhwat-dilarang-pulang-malam.htm#.UgSwnPKAxFo
Teguran tersebut tidak dapat begitu saja diterima oleh akhwat. Tuntutan
kuliah, tugas, dan amanah seperti BEM dan organisasi lainnya yang belum
terkondisikan, seringkali memposisikan mereka untuk pulang larut malam.
Bahkan, saat ini, fenomena seorang akhwat yang pulang larut malam seolah
menjadi hal yang biasa.
Tapi, percayalah bahwa sebenarnya dalam lubuk hati yang terdalam,
para akhwat pun merasa tidak nyaman jika harus pulang malam. Ada beban
mental menghadapi tanggapan dan pandangan masyarakat. Ada kecemasan akan
pelanggaran kode etik tak tertulis mengenai bagaimana sikap dan
perbuatan seorang “wanita baik-baik” di mata sosial yang menganut penuh
prinsip budaya ketimuran.
Memang, kesemuanya itu hanyalah peraturan dan pandangan yang dibuat
oleh manusia, bukan peraturan Al-Quran maupun hadis yang tak dapat
dirubah. Akan tetapi kita ini hidup bermasyarakat, hidup dengan orang
lain, tentunya harus menghormati peraturan yang ada. Dengan demikian
kita dapat mencerminkan bahwa Islam juga sangat mempertimbangkan
keutamaan muamalah. Dan dengan menghargai peraturan yang ada di
masyarakat (tentu peraturan yang logis dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai syariat Islam), kita telah melakukan sebagian dari dakwah.
pic by: blog bagindaery
Mari membangun persepsi terlabih dahulu mengenai parameter kata
malam. Drs. Moh. Rifa’i dalam bukunya yang berjudul “Risalah Tuntunan
Sholat Lengkap”, khususnya bab salat sunnah tahajud, memaparkan
pembagian malam menjadi tiga, yaitu:
Sepertiga malam pertama : pukul 19.00-22.00
Sepertiga malam kedua : pukul 22.00-01.00
Sepertiga malam ketiga : pukul 01.00-menjelang subuh
Dengan demikian, waktu malam terhitung sejak sekitar pukul 19.00.
Akan tetapi sebagian aktivis terkadang membuat kebijakan tentang malam
yang dimaksud, misalnya malam dimulai sejak maghrib, atau malam adalah
lebih dari pukul 21.00. Pembuatan kebijakan tersebut sebenarnya sah-sah
saja dengan syarat sang pembuat kebijakan memang mengetahui seluk beluk
lingkup penerapannya sehingga menimbulkan kebaikan bagi sasaran. Yang
jelas, waktu-waktu di atas pukul 21.00 adalah waktu yang sudah teramat
malam bagi muslimah atau wanita untuk berada di luar rumah.
Kembali pada soal akhwat yang pulang larut malam. Sebenarnya, apakah
penyebab akhwat dipandang tidak baik dan bahkan dilarang untuk pulang
malam? Adakah dalil yang menyatakan bahwa akhwat dilarang pulang malam?
Akhwat dilarang untuk pulang malam pada dasarnya adalah untuk
menghindari dua fitnah. Yang pertama adalah fitnah keamanan. Memang
sudah diartikan secara klasik bahwa pada malam hari yang gelap,
kriminalitas dan kejahatan akan banyak dilakukan, di mana pun tempatnya
dan apa pun bentuknya. Selain itu, dalam QS. Al-Falaq ayat 1-3 ( Katakanlah:
“aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan
makhluknya, dan dari kejahatan malam apabila gelap gulita….”)
disebutkan “kejahatan malam apabila gelap gulita”. Hal ini menunjukkan
bahwa Al-Quran pun telah mengisyaratkan bahwa pada malam hari ada banyak
kejahatan dilakukan. Hal tersebut tentu akan menjadi ancaman berbahaya,
khususnya bagi para akhwat yang tak dapat dipungkiri bahwa mayoritas
tidak mampu melakukan pelindungan diri dari kejahatan.
Sedangkan fitnah yang kedua adalah fitnah khalwat dengan lain jenis.
Pada kondisi tertentu, ketika akhwat tidak berani pulang sendirian pada
malam hari, maka akan ada ikhwan yang merasa kasihan dan kemudian
mengantarkannya. Semoga niatnya tercatat sebagai kebaikan. Namun, pulang
larut malam bersama lawan jenis bukanlah sebuah tindakan yang bijak
karena justru akan menimbulkan berbagai macam asumsi masyarakat,
misalnya tentang “apa yang dilakukan oleh sepasang ikhwan dan akhwat
sampai malam begini?”. Juga asumsi-asumsi lain yang nantinya berbuah
fitnah.
Para ulama pun telah memberi isyarat bahwa malam hari itu banyak
bertebaran fitnah sehingga lebih baik banyak berzikir di rumah dari pada
berkeliaran di luar rumah.
Fitnah-fitnah yang ada (terutama yang sebenarnya bisa dicegah tapi
timbul karena perbuatan sendiri) akan berpotensi menurunkan izzah
(wibawa, harga diri, kemuliaan) seorang akhwat. Padahal, seorang akhwat
dengan segala atribut kemuslimahannya harusnya memiliki dan mampu
menjaga izzah serta menjadi teladan kebaikan bagi orang-orang di
sekitarnya. Tidak pulang larut malam adalah salah satu bentuk dakwah
dengan keteladanan.
Memang, tidak ada dalil yang melarang akhwat pulang malam, tapi justru lebih dari itu, dalam sebuah hadis disebutkan, “Tidak halal bagi wanita Muslimah untuk bermusafir kecuali bersamanya mahromnya”(HR:Bukhori).
Pergi bersama mahromkah para akhwat yang pulang malam itu? Kebanyakan
tidak. Dalam hadis tersebut bahkan wanita dilarang keluar rumah sama
sekali. Namun, dalam menyikapi hadis ini, para ulama shalafussolih telah
memberikan batasan-batasan yang sangat tegas bahwa muslimah diharamkan
bepergian tanpa mahromnya kecuali dalam tiga hal, yaitu: untuk
menyelamatkan akidahnya, menuntut ilmu, dan untuk hal-hal yang bersifat
durori. Semoga ini bisa menjadi pertimbangan dalam menanggapi larangan
pulang malam.
Fenomena akhwat pulang malam memang seperti sulit dihindari jika
alasannya tugas dan amanah. Apalagi bagi akhwat yang tinggal di
kos-kosan atau kontrakan yang notabene tidak mendapat pengawasan
intensif orang tua. Mereka, termasuk diri ini, akan lebih bebas untuk
pulang larut malam.
Saya teringat nasehat seorang saudara yang mengingatkan ancaman
fitnah di malam hari, namun saya meyakinkan bahwa saya akan baik-baik
saja. Lantas, beliau mengondisikan saya untuk membayangkan jika orang
tua kita mengetahui kita, putri kesayangannya, pulang larut malam. Akan
ridakah mereka? Tentu tidak. Mereka akan sangat khawatir jika putrinya
belum pulang ketika malam beranjak larut. Kita hanya akan menyiksa
mereka dalam kecemasan. Lalu, jika orang tua pun tidak rida, bagaimana
dengan Allah? Sementara “rida Allah bergantung pada rida orang tua, dan kemurkaan Allah bergantung pada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim). Jika Allah tidak rida, berarti sia-sia saja apa yang telah dan akan kita lakukan.
Jika kita yakin bahwa dua fitnah yang dipaparkan di atas akan jauh
dari kita, sehingga merasa saah saja pulang malam, jangan lupakan juga
bahwa kita memiliki dan harus menjaga izzah sebagai muslimah. Selain
itu, pertimbangkan pula keridaan orang tua atas apa yang kita lakukan,
sebab rida Allah bergantung pada rida mereka.
Sebaiknya, kita lebih selektif lagi dalam mengikuti kegiatan yang
selesai di malam hari. Apalagi jika kita pergi tanpa mahrom. Semoga
pemikiran dengan bahasa sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita.
Menjadi renungan bagi diri sendiri dan kita semua, akhwat yang terjaga
izzahnya. Wallahoa’lam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com