Senin, 10 Juni 2013

Misteri Makhluk-Makhluk Aneh Di Gugusan Pegunungan Bukit Barisan


BANYAK SEKALI MAKHLUK LAIN YANG MENJADI PENUNGGU JAJARAN BUKIT BARISAN. KEBERADAAN MEREKA SANGAT LEGENDARIS, MESKI SECARA SAYEN TETAP SAJA TIDAK MUDAH UNTUK MEMBUKTIKANNYA....
Sudut-sudut terpencil Nusantara memang masih banyak yang menyimpan misteri. Demikian pula halnya dengan gunung-gunung yang termasuk ke dalam gugusan pegunungan Bukit Barisan. Jajaran pegunungan yang membentang dari ujung utara (Aceh) sampai ujung selatan (Lampung) pulau Sumatra, ini memiliki panjang lebih kurang 1650 km. Rangkaian pegunungan ini mempunyai puncak tertinggi di Gunung Kerinci yang berlokasi di Jambi, berketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut.
http://bearlandpost.files.wordpress.com/2012/12/ilustrasi-bayangan-hitam-kakek-tua.jpg?w=500Sudah sejak zaman dahulu kala muncul berbagai cerita aneh dari gugusan Bukit Barisan. Contoh saja cerita yang berhubungan dengan kegaiban, yang nilai kebenarannya masih simpang siur dan selalu saja memunculkan kontroversi. Sebutlah salah satu cerita itu adalah tentang Suku Mante. Kelompok suku terasing ini konon tinggal di Pegunungan Bukit Barisan, Aceh. Keberadaan mungkin sudah sangat lama. dilupakan orang. Suku ini sudah dianggap punah, bahkan sementara orang tak percaya Mante pernah ada. Tapi pernah diberitakan bahwa seorang penduduk Blangkejeren, Aceh Tenggara, yang bernama Gusnar Efendy, 72 tahun, mengatakan bahwa dirinya masih sering bertemu dengan mereka di tengah hutan. Sebagai pawang hutan, Gusnar memang sering menjelajah rimba.
Memang masih banyak yang percaya bahwa suku Mante memang ada. Menurut penduduk Blangkejeren yang sudah sepuh, Mante terakhir diomongkan para orang tua pada 1930-an. Bahkan, dalam hikayat-hikayat Aceh suku Mante sering disebut. Dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya Mohammad Said, misalnya, nama suku itu disebut selintas. . Demikian juga Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjehers juga menyinggung adanya suku tersebut.
Menurut beberapa literature, suku Mante diperkirakan sudah ada sebelum Islam masuk ke tanah Aceh pada abad ke-14. Mereka hidup di Gunung Seulawah dan Leuser. Beberapa ciri mereka adalah rambut keriting kulit kehitam-hitaman, dan dengan tinggi tubuh maksimal 140 cm. Mereka makan keladi, buah-buahan, dan akar-akaran.
Bisa saja mereka itu adalah sekelompok orang Aceh yang lari ke hutan karena perang dahulu. Namun, selain suku Mante. yang nyaris tinggal legenda, juga ada Suku Umang, yang katanya hidup di pegunungan Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Gua-gua tempat mereka tinggal memang masih bisa ditemukan, tapi belum seorang pun yan pernah melihatnya.
Dari pedalaman Bukit Barisan Selatan di Pulau Sumatera bagian tengah yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, juga muncul cerita lain tentang para penunggu jajaran pegunungan ini. Mereka disebut sebagai Orang Pendek. Kemunculan Orang Pendek ini bahkan sering dilaporkan oleh warga sekitar yang melihat sesosok makhluk pendek yang membawa tongkat runcing. Konon tongkat runcing tersebut dipercaya untuk digunakan oleh Orang Pendek pada saat mencari makan atau berburu. Banyak dari kalangan peneliti meyakini Orang Pendek sebagai sosok manusia purba dari spesies B: mo Floresiensis (Manusia Flores) yang has & dijuluki sebagai Hobbit, makhluk yang mempunyai tubuh dan otak kecil.
Menurut cerita yang beredar, kawanan Orang Pendek sering merebah-rebahkan batang padi dengan tangannya, entah dengan alasan apa yang jelas "konon" di Minangkabau sendiri sering terjadi rebahan padi. Namun masyarakat sekitar setelah melihat rebahan padi di desanya selalu mendapatkan jejak tapak kaki dan tangan yang lebih dari 10 pasang dan mereka beranggapan ini ulah si Orang Pendek. Meski begitu ada juga yang percaya bahwa ini merupakan ulah Orang Bunian.
Nah, Orang Bunian sendiri merupakan makhluk lain yang juga menjadi penunggu jajaran Bukit Barisan. Keberadaan mereka sangat legendaris, meski secara sayen tetap saja tidak mudah untuk membuktikannya.
Berikut, ini adalah cuplikan dari kisah tersebut. Aku adalah seorang mantan anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Sejak terjadinya kesepakatan damai beberapa waktu silam ini, aku beserta rekan-rekan yang lain segera turun gunung. Sementara aku sendiri kembali ke ladang dan sawah di tempat kelahiranku di Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireunen, Nanggroe Aceh Darussalam.
Selama menjadi anggota Tentara Nasional Aceh atau TNA, aku dan rekan-rekan sering berpindah-pindah tempat di dalam hutan. Bahkan kami bermarkas di lereng-lereng gunung dan bukit guna mengatur strategi.
Pada kesempatan ini aku tidak ingin bicara tentang masalah GAM yang bercita-cita ingin merdeka, karena masalah politik merupakan urusan orang-orang di atas. Yang aku kuceritakan adalah pengalaman menyeramkan ketika kami berada di gunung dan hutan-hutan di sepanjang Bukit Barisan dalam kawasan NAD. Menyeramkan karena pernah diganggu dan diteror oleh makhluk-makhluk halus yang kami percayai sebagai jin atau hantu, yang menghuni dan menunggu hutan belantara tersebut. Tetapi sesungguhnya mungkin saja mereka ini adalah kelompok suku terasing yang tidak senang dengan kehadiran manusia seperti kami.
Hantu yang paling ganas adalah hantu yang berwujud setengah manusia dan setengah hewan. Menurut cerita, makhluk ini dipercaya sebagai makhluk penunggu sejenis tanaman menjalar di tanah yang daunnya persis seperti sirih. Daun pohon ini bila dipetik akan mengeluarkan getah yang berwarna merah seperti laiknya darah. Apalagi kalau batangnya dipotong, getah yang berwarna merah dan tercium anyir tersebut terus saja bercucuran keluar tak henti-hentinya, bak tubuh yang luka dalam karena sayatan. Masyarakat di bumi Tanah Rencong sering menyebut penunggu tanaman aneh tersebut dengan nama Hantu Buburu. Kalau tanaman mirip sirih itu tidak diganggu, misalnya saja tidak dipetik daunnya atau dipotong, maka Hantu Buburu biasanya sering menampakkan diri seperti layaknya seorang petani biasa. Itu makanya, wajib dicurigai kalau ada seorang petani ditemui di dalam hutan, siapa tahu itu merupakan Hantu Buburu yang sedang menyamar. Apalagi kalau dia mengajak pergi ke suatu tempat, maka sebaiknya tidak perlu dituruti ajakannya itu.
Ingatan saya masih ingat dengan jelas merekam sebuah peristiwa. Siang itu aku bersama dua rekan sesama anggota GAM sedang iseng mencari buah-buahan masak di tengah hutan. Kebetulan sekali kami menemukan sebuah pohon jambu air yang lebat buahnya. Di pangkal sebatang pohon jambu air ini, Azwar seorang rekan melihat ada pohon yang menjalar. Untuk memudahkan dirinya memanjat, kemudian tanaman yang menjalar seperti sirih itu ia pangkas dengan rencong di tangannya. Seketika itulah tanaman parasit itu mengeluarkan getah dengan warna semerah darah. Tentu saja kami tidak menaruh curiga yang macam-macam. Tanpa menghiraukan getah merah yang muncrat ke sana kemari, Azwar terus saja memanjat pohon jambu tersebut. Namun apa yang terjadi kemudian? Belum sempat memetik sebutirpun, Azwar tiba-tiba menjerit seperti ketakutan. Dia lalu terhempas jatuh. Aku dan rekan lainnya langsung membopongnya ke markas. Kami segera mengobati luka-lukanya akibat terjatuh tadi.
"Aduuuh...sakiit...!" Azwar menjerit kesakitan. Kemudian dirinya seperti kerasukan. Membentak-bentak sambil berkata dalam bahasa Aceh, yang kami terjemahkan sebagai berikut, "Hei, kalian semua, mengapa rumahku kalian rusak.. .kini tunggu pembalasanku." Aku menyimak ancaman rekan yang kesurupan tersebut dengan perasaan cemas. Logatnya yang Aceh tersebut bercampur baur dengan bahasa Jawa dan Minang. "Dimana rumahmu yang katanya kami rusak itu?" aku nekat bertanya. "Di bawah pohon jambu." "Tapi kami tidak melihat rumah di situ" "he.. .he.. .he.... Kalian memang manusia bodoh, rumahku memang bukan seperti rumah kalian. Aku tinggal di tanaman yang menjalar seperti sirih itu!"
Aku terperangah dan semakin cemas. Ternyata tanaman yang tumbuh liar di pangkal pohon jambu itu, jelas merupakan tempat hunian hantu yang lazim dinamakan Hantu Buburu.
"Kalau begitu, maafkanlah teman kami ini, karena dia tidak sengaja merusak rumahmu..!" ujarku, memohon.
"He.. .he.. .he...enak kali. Tidak bisa!" Setelah itu Azwar terkulai lemas. Suhu tubuhnya panas sekali dan dia terus saja menjerit-jerit kesakitan.
Hampir seminggu Azwar sakit, dan panas tubuhnya tidak turun-turun. Tubuhnya kurus kering karena nyaris tidak bisa makan. Komandan akhirnya mengutusku ke desa terdekat, untuk menghubungi seorang dukun. Kata dukun itu "Rekan kalian itu tidak bisa disembuhkan, dukun manapun tidak bisa menanganinya!" kata sang dukun ketika aku datang ke rumahnya. “Aku cuma melongo” “Apakah ada upaya kita untuk mengurangi rasa sakitnya, Pak?" tanyaku kemudian.
Pria tua yang menguasai ilmu kebatinan tersebut cuma menggeleng lemah.
"Agar kau tahu, Hantu Buburu itu diyakini, oleh masyarakat di Aceh ini berasal dari ruh yang berasal dari orang-orang yang menjadi korban pembunuhan sadis di era pergolakan di tempo dulu. Mereka umumnya orang-orang tidak berdosa dan tak tahu apa-apa tentang perjuangan Darul Islam tersebut. Datang ke bumi Serambi Mekah merantau mencari nafkah meninggalkan kampung halaman mereka di pulau Jawa dan Sumatera bagian barat. Rumah-rumah mereka dibakar oleh oknum-oknum aparat yang tidak bertanggungjawab. Lalu ruh mereka menghuni sejenis tanaman yang mirip sirih di dalam hutan. Di sana mereka merasa aman dari kejaran gerombolan pengacau keamanan. Tapi jangan diganggu keberadaan mereka di situ. Dendam lama agar tidak kembali lagi." Cerita sang dukun cukup panjang lebar. "Kenapa mereka terus menyimpan dendam?" tanyaku penasaran. Pria tua yang berprofesi sebagai dukun itu sejenak tercenung.
"Sebenarnya hantu buburu itu berasal dari ruh orang baik-baik. Namun karena ruh mereka gentayangan maka disusupi oleh energi luar sejenis iblis, maka mereka langsung menyimpan dendam layaknya sifat setan," ujarnya kemudian.
"Artinya rekan kami itu tidak dapat tertolong lagi, bukan begitu pak ?" tanyaku.
Sang dukun kembali menggeleng-geleng.
"Hantu-hantu di daerah lain, mungkin masih ada yang bisa diajak kompromi dengan menyiapkan sesaji...!" katanya kemudian dengan nada serius. "Tapi yang namanya Hantu Buburu di Tanah Rencong ini mustahil diajak berdamai. Mungkin ini hantu yang paling sadis dan ganas dari yang namanya genderuwo, pocong, kuntilanak, leak, dan lainnya. Yang dapat kalian lakukan adalah pasrah dan berdoa memohon kebaikan kepada Allah," pria tua yang menggeluti kebatinan tersebut berkata sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Sesuai dengan sarannya, aku segera pulang ke markas kami di hutan. Dan aku turut prihatin atas nasib dan takdir rekan kami Azwar yang harus menghadapi sakaratul maut dengan tidak wajar. Sepanjang jalan tikus yang aku lalui, pikirku menjadi tak menentu. Aku mulai menangkap firasat, Azwar saat ini sendang berjuang melawan kematian. Atau mungkin ia sudah meninggal dunia. Di sebuah tikungan, gerak langkahku berhenti. Aku seperti melihat seorang laki-laki berjalan ke arah berlawanan. Jarak kami semakin dekat ketika kupastikan dia adalah rekan kami yang sakit tersebut. Sejenak aku terpana begitu berdiri berhadapan dengan dia.
"Kenapa? Kok kau menatap ku seperti melihat hantu?" Azwar tersenyum. Namun senyuman itu ku rasakan aneh. "Apa kau telah sembuh, kawan?" tanyaku tanpa mengomentari pertanyaannya barusan. Aku masih terpana memperhatikan kondisi tubuhnya yang tidak kurus lagi dan nampak sangat segar. "Kau mau ke mana?" tanyaku sambil berusaha menenangkan diri. "Aku ingin minta maaf kepada penghuni tanaman menjalar di sana. Sekalian ingin merapikan kembali kerusakan yang sudah kuperbuat, sebagai ucapan terima kasih atas kebaikannya," jawabnya.
Meskipun masih bingung, aku dengan senang hati menemaninya ke tempat itu.
Selama dalam perjalanan, kami membisu. Tak bicara sepatah katapun. Azwar berjalan di depan dan aku membuntutinya dari belakang sambil menyibak semak belukar di jalan tikus di depanku. Anehnya, Azwar seperti hafal sekali arah yang ditujunya, sementara aku sudah mulai lupa dimana lokasi pohon jambu yang membawa bencana itu berada. Hampir satu jam kemudian, kami sudah tiba di situ,. Tanaman menjalar yang melingkari batang pohon jambu pada pangkalnya tersebut kulihat sudah layu dan mengering. Sejenak aku melihat Azwar melangkah menghampiri tanaman tersebut. Lalu ia mencabut rencong dari pinggangnya. Aku
sedang memikirkan untuk apa senjata tajam itu dihunusnya ketika ia mulai membuka baju. Aku mendengar rekan kami tersebut telah hilang akal atau kesurupan tatkala kulihat dia menorehkan ujung rencong mulai dari atas leher hingga dada. Darah muncrat menghujani tanaman menjalar tersebut. Tidak puas hingga di situ, Azwar juga mengeluarkan isi perutnya hingga terburai.
Keinginanku untuk mencegahnya melakukan aksi gilanya tersebut sudah terlambat, karena kejadian tersebut berlangsung sangat cepat sekali. Dalam hitungan detik Azwar sudah roboh tertelungkap menutupi tanaman menjalar didepannya. Yang membuatku semakin heran dan tercengang adalah tubuh Azwar yang sudah tidak utuh itu lenyap juga di tempat itu. Yang terlihat kemudian dedaunan tempat menjalar yang mirip sirih itu mendadak segar, padahal tadinya nampak layu dan mulai mengering. Tumbuhan itu kembali subur seperti semula.
Untuk membuktikan kalau semua ini nyata, aku bergegas pulang ke markas. Ternyata pasukan GAM yang bermarkas di hutan itu telah pindah tempat dan aku telah ditinggal tanpa pesan apapun. Aku masih kebingungan ketika melihat gundukan tanah mirip kuburan yang tak jauh dari tempatku berdiri. Segera kuhampiri. Pada sepotong papan yang tertanam di situ terbaca nama Azwar dengan ucapan-ucapan "selamat jalan kawan, doa kami bersamamu...."
Artinya, rekan seperjuanganku yang bernama Azwar itu telah meninggal dunia ketika aku berada di rumah dukun di desa. Yang menjadi pertanyaan siapa orang yang kutemui di lokasi pohon jambu tadi? Kalau dia adalah Azwar, mengapa kuburannya ada di tempat ini? Untuk memastikannya, aku merasa perlu menggali kuburan itu kembali. Sungguh aneh! Di dalam liang lahat tersebut aku tak menemukan mayat rekan bernama Azwar tersebut. Yang kutemukan adalah sebatang pohon pisang yang terbungkus sarung yang telah robek-robek. Beberapa hari kemudian setelah mengalami kejadian aneh yang hampir membuatku senewen ini, aku mendapat kabar bahwa telah terjadi kesepakatan damai antara GAM dan pemerintahan RI. Tak lama berselang Tentara Nasional Aceh pun dibubarkan.
Setelah memastikan kebenaran kabar tersebut, tanpa ingin membuang waktu lagi aku segera turun gunung sambil menyerahkan senjata kepada aparat pemerintah untuk dimusnahkan. Pada suatu kesempatan bertemu dengan mantan komandanku yang melakukan penguburan Azwar, dia langsung bercerita seperti ini: "Tidak lama setelah kau pergi ke desa hari itu, Azwar kesurupan lagi. Dia menusuk serta membedah perutnya dengan rencong sehingga ususnya terburai keluar sambil teriak mengancam jangan coba menghalanginya. Kami yakin yang melakukan ini adalah sesosok ruh jahat yang dikenal dengan nama Hantu Buburu. Artinya Azwar bukan bunuh diri tapi mati dibunuh oleh hantu tersebut."
"Tetapi kenapa setelah saya gali kuburannya kosong? Ya, aku cuma menemukan batang pisang."
Mantan komandanku hanya diam dengan raut wajah yang tegang.
"Asal kau tahu, agar arwah Azwar tidak gentayangan, kami memang cuma menguburkan batang pisang. Sementara jenazahnya kami hanyutkan di sungai," katanya setelah beberapa saat membisu.
Kembali aku menganggut-anggut. Dan aku tidak bercerita bahwa aku pernah menemui Azwar di pohon menjalar yang disebut sebagai rumah Hantu Buburu itu.
Demikian sepenggal kisah gaib yang pernah kualami. Mungkin benar, jajaran Bukit Barisan yang terpencil itu memang masih banyak dihuni oleh para penunggunya yang aneh dan sulit diterima oleh nalar....
ya yang aneh dan sulit diterima oleh nalar.... 
sumber: http://cahdermayucerbon.blogspot.com/2012/05/makhluk-makhluk-aneh-di-gugusan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com