Senin, 01 April 2013

Tentang Terorisme dan Aliran Dana Kelompok Terorisme (Sebuah Upaya Memutus Aliran Dana Kelompok Terorisme)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQgmw0-lqMsrkQVjEZRYoF2_nUbDoL80fBeJQ2PbVtES_iJF_LR5faLqIqcAgdmVqsBeX7P3aSDYf-NgOr8xFlxaG7M0G95tXFCteW_fp_jXlp3dUlZQyvN4Cs6Klz5zHnJTMo8YvAo1s/s320/teroris.jpg
Terorisme bukan permasalahan yang baru. Isu terorisme begitu santer didengar dan dibahas banyak negara pasca tragedi 9/11 atau yang dikenal dengan peristiwa 9 September. Sebuah pesawat terlihat dengan sengaja menabrak menara World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat. Berbagai macam spekulasi dan tuduhan tentang siapa pelaku sesungguhnya, dan banyak pihak yang menuduhkan tindakan tersebut dilakukan oleh kelompok teroris tertentu. Trauma dan polemik teror tersebut lama untuk sembuh, kemudian perlahan hilang. Banyak reaksi yang bermunculan dan aksi pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi keamanan wilayah negera masing-masing dengan pembentukan tim khusus anti-terorisme, pembuatan undang-undang atau regulasi bentuk lain agar pemerintah mendapatkan kejelasan arah dan kebijakan, serta peningkatan alat-alat keamanan negara seperti polisi, militer dan tim ahli pencegahan/pemberantasan terorisme.
Khususnya Amerika, di tahun 2001 bereaksi dengan mengeluarkan THE USA PATRIOT Act di bulan Oktober 2001, yang mengubah paradigma pencegahan dan penindakan terorisme menjadi modern dan canggih. Semua alat negara yang dimiliki untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana terorisme ditingkatkan agar terhubung dan solid satu sama lain, terutama agar dapat memperoleh informasi intellijen yang valid, kemudian dapat dicegah secara sempurna. Hal fantastis yang kemudian dilakukan Amerika pasca tragedi 9/11 adalah FBI merekrut 900 agen baru dan 400 orang tenaga ahli khusus pencegahan terorisme dan intellijen khusus. Mengapa reaksi FBI terlihat begitu sangat cepat dan signifkan? Ternyata di dalam keterangan pers-nya Robert Mueller (Mantan) Direktur FBI 2002, saat itu mengatakan bahwa FBI adalah unit yang sangat baik untuk mendapatkan data dan fakta-fakta valid, namun mereka sering gagal melakukan analisa karena tidak banyak analis yang bekerja di dalamnya. Terlihat banyak sekali hal yang sulit untuk dipahami terutama masalah aliran dana masuk dan keluar kelompok-kelompok teroris tertentu. Dibutuhkan keahlian tertentu untuk dapat membaca dan menelusuri asal muasal dan pemilik dana-dana yang menjadi asupan teroris dalam melancarkan serangan-serangannya dibanyak negara dan wilayah. Hal yang mencengangkan, di tahun 2002 tersebut, banyak pemimpin Amerika yang bahkan mengeluarkan pendapat bahwa ‘Amerika Tidak Berpengalaman dalam Kasus Terorime’ artinya sangat banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dan dikejar. Karena banyak negara lain yang menganggap Amerika sebagai patoka, sehingga dapat dibayangkan negara-negara lain merespon hal ini jauh lebih lama. Juga masalah aliran-aliran dana yang dibuat rumit agar pemilik dana sesungguhnya sulit untuk ditemukan.
Kalau dulu terorisme dilakukan dengan kekuatan-kekuatan fisik dan finansial yang swadaya, artinya mereka membiayai dirinya sendiri dan melakukan semuanya sendiri, hari ini hal tersebut telah bergeser. Termasuk alasan mengapa terorisme dilakukan, dulunya semua dilandasi ideologi dan pemahaman-pemahaman agama, hal tersebut berubah. Besarnya kepentingan-kepentingan beberapa pihak yang ingin mendominasi aspek kehidupan di dunia ini, dan juga alasan ekonomi atau kekuasaan (dalam hal ini politik) menjadi salah satu dasar mengapa terorisme berkembang. Memang sangat sulit untuk membuktikan kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik tersebut yang menggerakan orang-orang mau menjadi teroris. Namun diyakini hal tersebutlah yang ada di balik banyak tindakan terorisme di dunia ini. Ketatnya persaingan, meningkatnya kecepatan teknologi, disertai lemahnya pengaturan dan penegakan hukum dan strata ekonomi masyarakat semakin jauh, memberikan peluang orang-orang tertentu untuk semakin kaya, berkuasa melalui penebaran rasa takut yang disebabkan terorisme ini.
Kemunculan terorisme di awal begitu mengagetkan dan membuat penangannya sangat tidak terarah. Di beberapa kasus perlakuan pelaku terorisme sama dengan pelaku tindak pidana lainnya. Mereka ditindak secara hukum sama. Padahal disepakati baha terorisme ini adalah kejahatan luar biasa. Dan kemudian terorisme ini disikapi oleh banyak pihak sebagai musuh bersama sehingga harus diberantas dari bumi ini. Pakar-pakar bekerja keras dan didorong oleh pemerintah sehingga kemudian produk peraturan sesuai.
Pencegahan terus berlanjut, namun bentuk-bentuk teror ini justru berkembang. Michael R. Ronczkowzki, teror bisa berupa teror politik, teror ekologikal, teror agrikultural, teror narco, teror biologikal, dan teror cyber.
Teror politik digambarkan sebagai upaya pengancaman menggunakan kekuatan atau kekuasaan seseorang atau kelompok berkuasa terhadap orang lain, sehingga orang lain tersebut tidak tenang dan merasa terus menerus terancam. Teror ekologikal merupakan salah satu yang mungkin dilakukan dengan cara melakukan sebuah rekayasa terhadap suatu ekologi lingkungan hidup untuk menghentikan produksi jenis-jenis tanaman/ hewan tertentu atau sebaliknya agar wilayah yang dituju terganggu kondisinya yang pada akhirnya masyarakat akan ketakutan. Teror agrikultural merupakan cara teror yang berdampak panjang, karena biasanya mereka para pelaku menggunakan bahan-bahan kimia untuk merusak wilayah tertentu sehingga semua orang akan terkena dampaknya secara langsung dari cairan kimia dan racun. Narco ini merupakan hal yang sudah terjadi, yaitu teror dengan mensuplai banyak narkotika agar rakyat suatu negara menjadi pecandu dan tergantung terhadapnya sehingga masyarakat akan diliputi rasa cemas dan takut apabila keluarga dan orang disekitar mereka menjadi pengedar dan pengguna. Stabilitas keamananan dimasyarakat atas dampak-dampaknya meningkat. Di awal tahun 2000an pasca tragedi 9/11 banyak negara adidaya merasa paranoid dengan ancaman-ancaman terorisme, sehingga semua cara mereka lakukan untuk menghindari serangan-serangan tersebut ke dalam negara atau kantor-kantor perwakilan negaranya di luar negeri. Santer terdengar bahwa beberapa kelompok terorisme sedang merancang berbagai macam alat/ senjata kimiawi untuk menghancurkan negara atau wilayah tertentu yang dianggapnya musuh. Tujuan teror bilogikal ini adalah menghancurkan wilayah dan seluruh orang-orang di dalamnya menggunakan senjata kimiawi yang akan secara cepat memusnahkan semua sasaran yang terkenanya. Misalnya bagaimana Israel menggunakan fosfor putih yang ganas untuk menghancurkan penduduk Gaza pada tahun 2008. Terakhir adalah bentuk teror yang sangat baru dan menjadi ancaman yang sangat mengerikan, karena meski secara fisik tidak berdampak langsung, namun dampak secara makro akan sangat terasa. Penggunaan teknologi komputer untuk mengintimidasi dengan cara menyusup ke dalam pusat pengendali dan data nasional yang menentukan hajat hidup orang banyak. Mereka berusaha merusak sistem dan jaringan juga untuk mencuri data-data rahasia berkaitan dengan keamanan negara.
Banyaknya tindakan teror yang telah merenggut banyak nyawa di negeri ini, khususnya warga-warga sipil yang sudah seharusnya mendapatkan perlindungan yang sangat ketat, namun apa daya, teror-teror tersebut justru lebih sering menyasar kepada mereka.
Di Indonesia, persitiwa teror sudah berlangsung sejak lama. Meskipun tidak banyak yang mengetahuinya pada saat itu dikarenakan media komunikasi dan informasi belum begitu menjamur, di tahun 1976, pada saat orde baru, tepatnya 11 November 1976, Di Masjid Nurul Iman, Padang. Yang dituduh sebagai pelakunya adalah Timzar Zubil, seorang tokoh yang disebut pemerintah orde baru sebagai Komando Jihad. Hingga detik ini, Zubil tidak pernah ditemukan.
Kemudian berlanjut ke tanggal 4 Oktober 1984. Terjadi serangkaian ledakan bom, yaitu di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Muhammad Jayadi, anggota Gerakan Pemuda Ka’bah (anak organisasi Partai Persatuan Pembangunan) lantaran protes terhadap Peristiwa Tanjungpriok 1983. Jayadi yang tidak dikenal sebagai anggota Gerakan Pemuda Ka’bah kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah mengaku menjadi pelaku peledakan. Peristiwa-peristiwa teror kemudian terus berlanjut hingga era reformasi, pada saat itu yang sangat terkenal adalah peristiwa bom malam natal yang terjadi 24 Desmber 2000 di 34 titik yang berbeda. Ada juga kasus Legian Bali yang sangat terkenal hingga ke seluruh dunia, karena korbannya banyak merupakan warga negara asing yang sedang berlibur di Bali, bahkan terjadi lebih dari satu kali, sehingga dikenal sebagai Bom Bali 1 dan Bom Bali 2. Disusul Bom Marriot dan Bom Kuningan yang menggoncang stabilitas keamanan masyarakat karena terjadi di tengah-tengah pusat perkantoran dan aktifitas bisnis. Begitu banyak kejadian yang terjadi dalam tempo waktu 30 tahun terakhir.
Semua orang terfokus tentang bagaimana mencegah aktifitas teror dan juga pengembalian kondisi pasca terjadinya teror. Kebenaran tentang motif di balik terjadinya teror juga sulit dibuktikan. Banyak tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar dan tak ada kebenaran hukum yang nyata. Untuk menuduhkan sebuah tindak pidana maka harus ada unsur kesalahan dan kesengajaan.
Tidak banyak orang akhirnya menyoroti bagaimana para pelaku teror tersebut mendapatkan pendanaanya, kepentingan siapa yang mendorong mereka sehingga melakukan serangkaian teror tersebut, atau dengan motif apa mereka melakukan teror-teror tersebut.
Saya sedikit ingin menyoroti terkait dengan pendanaan terorisme, dan bagaimana negara kita melakukan proteksi melalui regulasi dan penegakannya.
Sudah tentu para pelaku terorisme ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan rencana dan tindak kejahatan yang mengancam masyarakat secara luas dengan berbagai macam cara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan mereka pastilah membutuhkan dana yang sangat besar, tidak hanya sebatas membeli atau menyediakan bahan-bahan peledak atau alat lainya, namun juga untuk menghidupi kelompok dan juga menyembunyikan identitas diri mereka sebaik mungkin. Jumlah yang sangat besar yang mereka butuhkan, dan dengan cara yang instan.
Dulu, kelompok-kelompok teroris diduga mendapatkan pendanaan melalui transfer dana atau kurir dari luar negeri seperti kelompok-kelompok besar Al-Qaeda (meskipun kebenarannya masih dipertanyakan). Kemudian mereka juga disinyalir menggunakan cara perampokan atau pencurian uang tunai dan logam mulia seperti yang pernah terjadi di Medan dan Poso. Saat itu sebuah bank dirampok habis-habisan oleh perampok yang kemudian disinyalir sebagai kelompok teroris. Dan gaji guru di Poso pada saat itu dicuri dan diberikan ke pimpinan salah satu kelompok teroris. Cara yang paling banyak dilakukan juga adalah meretas situs-situs bisnis yang khususnya bergerak di forex trading untuk dicuri paksa poin-poinnya hingga kemudian mereka menggunakan poin tersebut untuk membeli sejumlah aset-aset yang bernilai tinggi dan tidak mudah untuk dicurigai. Mereka juga melakukan upaya pencucian uang dengan uang-uang haram dan ilegal tersebut. dana tunai itu mereka belikan rumah, mobil, logam mulia, dan aset berharga lainnya, yang pada saat awal tahun 2000an, pedagang kendaraan bermotor, logam mulia dan properti belum diwajibkan melaporkan transaksi-transaksi besar kepada otoritas intellijen keuangan Indonesia, PPATK. Penyedia barang dan jasa baru memiliki kewajiban pelaporan setelah Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 tahun 2010 disahkan dan diundangkan. Pada saat itu, hal-hal tersebut berulang terjadi.
Saat ini, Indonesia telah maju dengan memilki perangkat hukum dan unit-unit anti terorisme. Seperti adanya Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Misalnya saja diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang apa yang dimaksud dengan pendanaan terorisme pasal 11“Setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9 dan pasal 10.” Di dalam Pasal 9 juga dijelaskan terkait mereka yang mendukung kegiatan terorisme dengan penyediaan amunisi/ senjata-senjata untuk melancarkan serangannya “Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Mereka yang mendukung kegiatan terorisme di Indonesia baik sebagai pemberi dana atau alat-alat yang akan digunakan para pelaku dapat dijerat dengan pasal 9 di atas. Ancaman tersebut bukan main-main, karena bisa jadi pelaku akan dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup, tergantung pembuktian di pengadilan dan seberapa kuatnya alat-alat bukti yang memberatkan terdakwa di pengadilan.
Kini Indonesia semakin diuntungkan dengan lahirnya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai safeguard baru pencegahan pendanaan terorisme. PPATK memiliki kewenangan yang sangat mendukung POLISI dan Unit Anti-Terorisme yang dimiliki Indonesia untuk menelusuri aliran-aliran dana yang dicurigai sebagai sumber pendanaan terorisme pada kelompok-kelompok tertentu, khususnya yang menggunakan penyedia jasa keuangan dan penyedia barang jasa dalam mengubah/ mencuci asal muasal dana tersebut. Apabila benar ada transaksi-transaksi mencurigakan yang terkait dengan pendanaan terorisme, maka PPATK akan segera memberikan laporan dan rekomendasi pada aparat penegak hukum.
Meski masih banyak tindakan teror di negeri ini, tentu penulis berharap hal tersebut tidak terjadi lagi seiring upaya pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menghentikan semua arus dan aliran terorisme ini. Mencegah dan memutus rantai terorisme di negeri ini dengan menghentikan pendanaan kegiataan itu sendiri.
Ryan Eka Permana Sakti | Peneliti pada Indonesian Research Center for Anti-Money Laundering and Combating Financing of Terrorism (IRCA) | FH UI 2009 | Aktivis SerambiFHUI |
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/03/24/terorisme-dan-upaya-memutus-aliran-dana-kelompok-terorisme-539936.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com