A. Kedaulatan
Bentuk kedaulatan yang hakiki berada di tangan syara’. Yang berasal dari kata as-siyadah atau kedaulatan tersebut memiliki bukti, bahwa kedalatan tersebut adalah di tangan syara’ dan bukan di tangan umat. Tentang fakta tersebut bisa dibuktikan, bahwa kata as-siyadah yang bermakna kedaulatan itu sebenarnya aadalah istilah Barat. Sedangkan yang dimaksud dengan kata as-siyadah tersebut adalah yang menangani (mu’waris) dan menjalankan (musayyir) suatu kehendak atau aspirasi (iradah) tertentu.
Sehingga yang menangani dan mengandalikan aspirasi individu adalah syara’ bukan individu itu sendiri dengan sesukannya, melainkan aspirasi individu itu ditangani dan dikendalikan berdasarkan perintah-perintah dan larangan Allah. Dalil yang berkaitan dengan kedaulatan ini, Firman Allah pada suat an-nisaa’ayat: 65, yaitu:
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.“
Firman Allah yang lain berkaitan dengan ini dalam surat an-nisa’ ayat: 59 yaitu:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian ji. ka kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“
Oleh karena itu yang berkuasa di tengah-tengan umat dan individu serta yang manangani dan mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah apa yang di bawa Rasulullah, sehingga umat dan individu itu harus tundukkepada syara’, karena itu kedaulatan ditangan syara’.
B. Batasan-batasan Operasional yang ada di dalam Negara Islam
Sebuah Negara (daulah islamiyah) bebas beroperasi, mengurus permasalahan kenegaraan dan menentukan sistem pemerintahan tetapi tetap dalam rambu-rambu syariah.
Batasan kepatuhan seorang rakyat terhadap pemimpin
Setiap orang wajib menjalankan perintah pemimpin atau atasan baik perintah tersebut disenangi ataupun tidak selaam perintah tersebut tidak menyuruh atau mengarahkan kepada perbuatan maksiat.Adapun maksud dari perbuatan maksiat tersebut yaitu perbuatan dengan jelas-jelas melanggar syari’at dan seorang pemimpinpun tidak boleh bersikap otoriter dalam menjalankan perintah atau memutuskan perkara. Dan seharusnya Negara mengekang system yang taat terhadap pemimpin kerena seorang pemimpin yaitu orang yang memerintah dan masyarakat wajib untuk menuruti perintah yang di berikan oleh pemimpin, baik itu di senangi maupun tidak.Islam juga menjelaskan untuk tidak mematuhi secara berlebihan dalam artian yaitu patuh buta. Demikian Islam berusaha menciptakan kesadaran untuk berani dan bertanggung jawab, patuh terhadap pemimpin dengan adanya batasan-batasan . Menyangkut ketaatan (kepatuhan) rakyat kepada pemimpin juga memiliki batasan, sejauh penguasa tidak memerintah kepada kemaksiatan
C. Bentuk lembaga pemerintahan dan wilayah kerjanya masing-masing
Dalam kajian figh siyasah kekuasaan legislatif disebut juga dengan al-sulthah al-tasyri’iyah yaitu pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Menurut islam tidak seorangpun berhak menetapkan suatu hukum yang akan diberlakukan bagi umat Islam. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah dalam surat Al-An’am yaitu:
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik“.
Dalam wacana figh siyasah istilah al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukkan salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, disamping kekuasaan ekskutif (al-sulthah al-tanfidziyah) dan kekuasaan yudikatif (al-sulthah al-qadha’iyah). Dalam konteks ini, kekuasan legislatif berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah Swt. Dengan demikian unsur-unsur legislasi dalam Islam meliputi:
1. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam.
2. Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
3. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai Syari’at Islam.
Jadi dengan kata lain dalam al-sulthah al-tasyri’yah pemerintah melakukan tugas siyasah syar’iyah untuk membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan ajaran Islam. Sebenarnya pembagian kekuasaan dengan beberapa kekhususan dan perbedaan telah terdapat dalam pemerintah Islam sebelum pemikir-pemikir Barat merumuskan teori mereka tentang trias politica. Ketiga kekuasaan ini yaitu kekuasaan tasyri’iyah (legislatif), kekuasaan tanfidziyah (ekskutif) dan kekuasaan qada’iyah (yudikatif) yang telah berjalan semenjak Nabi Muhammad di Madinah. Sebagai kepala negara, Nabi membagi tugas-tugas tersebut kepada para sahabat yang mampu yang mengusai pada bidang-bidangnya.meskipun secara umum, semuanya bermuara kepada Nabi juga. Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan tugas-tugas tersebut pun berkembang dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan masa dan tempat.
Adapun kewenangan dan tugas dari pada kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang terpenting dalam pemerintahan Islam, karena ketentuan dan ketetapan yang dikeluarkan lembaga legislatif ini akan dilaksanakan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan dipertahankan oleh lembaga yudikatif dan peradilan. Orang-orang yang duduk di lembaga legislatif ini terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar dalam berbagai bidang. Karena menetapkan syariat sebenarnya hanyalah wewenang Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan memahami sumber-sumber syari’at Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan menjelas hukum-hukum yang terkandung didalamnya.undang-undang dan peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti ketentuan-ketentuan kedua syariat Islam tersbut.
Oleh karena itu terdapat dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal yang ketentuannya sudah terdapat didalam nash , undang-undang yang di keluarkan oleh al-sulthan adalah undang-undang ilahiyah yang di syari’atkan-Nya dalam al-qur’an. Kedua, melakukan penalaran kreatif (ijtihad) terdapat permasalahan-permasalahan yang secara tegas dijelaskan oleh nash. Disinilah perlinya al-sulthah al-tasyri’yah tersebut diisi oleh para mujtahid dan para ahli fatwa sebagaimana dijelaskan diatas.
Kewenangan lain dari lembaga legislatif adalah dalam bidang keuangan negara. Dalam masalah ini, lembaga legislatif berhak mengadakan mengawasan dan mempertanyakan perbendaharaan negara, sumber devisa dan anggaran pendapatan dan belanja yang dikeluarkan negara, kepala negara selaku pelaksana pemerintahan. Disamping itu Mahmud Hilmi, Pemerintah mempunyai kewenangan di bidang politik. Dalam hal ini, lembaga legislatif berhak melakuka control atas lembaga ekskutif, bertanya dan meminta penjelasan kepada eksekutif tentang suatu hal, mengemukakan pandangan untuk didiskusikan dan memeriksa birokrasi.
D. Tujuan-tujuan dalam membentuk Negara
Negara Islam harus mengambil fungsi membasmi syubuhat pemikiran, bid’ah dan segala wacana dan praktek kebatilan lain. Sebab seorang amirul mukminin memiliki kewenangan luas untuk melakukan nahi munkar di tengah masyarakat. Amirul mukminin paling bertanggung-jawab terhadap masalah ini karena ia didukung setidaknya oleh dua barisan; ulama dan prajurit. Tidak ada orang lain yang memiliki kekuatan sebesar itu.
Syubuhat pemikiran menjadi tugas ulama untuk mengoreksinya hingga tuntas agar masyarakat tidak terkotori pikirannya dengan paham-paham sesat. Hal ini disebabkan kemunkaran yang bersumber dari akal pikiran hanya bisa dibongkar oleh ulama. Demikian juga dengan bid’ah dan takhayul. Yang dibutuhkan dari penguasa (Negara Islam) adalah dukungan kekuaatannya, agar ulama bisa melaksanakan perannya tersebut dengan maksimal.
Adapun kebatilan dan kemunkaran yang nyata dan dikenali oleh masyarakat awam, negara Islam bertugas mengarahkan dan mendorong mereka untuk membasminya, dengan cara menegakkan supremasi hukum. Allah berfirman dalam surat an al-hajj ayat 41 yaitu:
Artinya: “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembah yang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.“
Dan diterangkan juga pada ayat al-Hadid ayat:65 yaitu:
Artinya:“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.“
Secara sederhana, fazlurrahman merumuskan tujuan negara islam adalah untuk mempertahankan keselamatan dan integritas negara, memelihara terlaksananya undang-undangdan ketertiban serta membangun negara itu sehingga setiap warganya menyadari kemampuan masing-masing dan menyumbangkan kemampuannya itu demi terwujudnya kesejahteraan seluruh warga negara.
Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negara mempunyai tugas-tugas penting untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran islam.Untuk melaksanakan tugas ini, maka negara memiliki kekuasaan legislative (al-sulthan al-tasyri’iyah).
Kedua, tugas melaksanakan undang-undang. Untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif (al-sulthan al-tanfidziyah).
Ketiga, tugasmempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif.
E. Proses Pembentukan Negara
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa negara itu terbentuk karena lanjutan dari keinginan manusia bergaul (solidaritas) antara seseorang dengan lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan kebutuhan hidupnya, baik itu dalam rangka mempertahankan diri maupun menolak musuh. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak pula kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada suatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya. Biasanya ketika masyarakat itu teratur karena cita-cita yang sama atau karena satu keyakinan dan kepercayaan, sehingga menimbulkan perasaan senasib seperuntungan dan seperjuangan, mereka akan membentuk suatu umat tersendiri.
Menurut Fazlur Rahman, karena keinginan semacam inilah, maka terbentuk sebuah negara Islam, karena menurut teori Islam, kata “Fazlur Rahman”, negara dapat dibentuk apabila sekelompok orang yang telah menyatakan bersedia melaksanakan kehendak Allah, seperti negara yang pernah dibentuk oleh Rasulullah bersama pengikutnya. Denganadanya kesediaan kelompok orang semacam itu berarti telah membentuk suatu umat muslim. Proses berdirinya negara semacam ini bias melalui sebuah perjuangan panjang seperti Pakistan, yang berusaha memisahkan diri dari negara India yang mayoritas Hindu. Jadi, proses berdirinya Islam adalah atas adanya kehendak dari kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah.
Proses pembentukan negara ditinjau dari masa Rasulullah, yaitu ketika Nabi membuat pembentukan komunitas Madinah dan negara madinah, ketika itu Nabi sampai ke Madinah dan diterima baik oleh penduduk Madinah, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai.Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik.Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah.Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara.Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama , pembangunan Masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai pussat pemerintahan. Dasar kedua ,Ukhuwah Islamiah, persaudaraan sesama musllim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshar. Ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan beersasarjan darah. Dasar ketiga, hubungan persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
F. Sifat-sifat yang harus dimiliki pada aparatur negara
1. Islam
2. Adil
3. Amanah
4. Sempurna akal dan fisik
5. Professional
6. Bermoral
7. Takwa
G. Hak-hak dasar-dasar warga negara
Hak sebagai warga Negara dibagi kepada dua, yaitu: hak politik dan hak umum.
1. Hak Politik
Hak politik dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø Hak untuk dipilih
Hak ini didasarkan pada musyawarah yang bedasarkan hukum syara’. Dan setiap orang memilki hak ini.
Ø Hak memiliki
Maksudnya setiap pegawai memiliki hak atas pekerjaan yang sudah dikerjakan nya (memperoleh gaji, tunjangan dan lain-lain).
2. Hak- Hak Umum
Hak ini dibagi menjadi dua
Ø Hak hidup
Hak hidup merupakan hak setiap orang dan tidak boleh seseorang menghalangihak hidup orang lain.
Ø Hak kemuliaan
Setiap manusia mempunyai kehormatan (kemulian) yang telah diberi Allah terhadap seluruh manusia. Dan orang yang fasikh, mengingkari peraturan dalam suatu Negara tidak ad kehormatran baginya.
Ø Hak hurriyah ( hak kebebasan / kmerdekaan)
Hak ini memiliki batasannya yang diatur dalam islam, tidak bebas dengan sebebas bebasnya, apabila hak itu dilanggar maka hak tersebut telah gugurnya padanya, sedangkan hak beragama sesuai dengan kepercayaannya
Ø Hak persamaan
Manusia mimiliki derajat yang sama, tidak ada lebih antar satu dengan lainya (QS. An nahl ayat 90).
Ø Hak bekerja
Seseorang pegawai harus bekerja dengan memakmurkan bumi.( QS. Hud ayat 61)
Ø Hak memiliki
Hak atas apa yang dia usahakan (kerjakan), hasil dari usahanya teyapi diatur oleh syariah hak atasnya tersebut, seperti wajib atas usahanya itu.
H. Kewajiban negara atas rakyatnya
Dalam hal membahas tugas seorang pemimpin Islam, tidak ada suatu kesepakatan para ulama yang merinci apa saja yang menjadi tugas seorang pemimpin, sebagai contoh maka akan di kemukakan, tugas-tugas pemimpin (khalifah) menurut Al- Mawardi adalah:
1. Memelihara kebutuhan agama sesuai dengan prinsip- prinsipnya yang establish, dan ijmak generasi salaf, jika muncul perbuatan bid’ah atau orang sesat yang membuat syubhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar tetap terlindungi dari usaha penyesatan
2. Menerapkan kepada dua pihak yang berperkara, dan menghentikan perseturuan diantara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata
3. Melidungi wilayah Negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa sbekerja , dan berpergian ke tempat manapun dengan aman dari ganguan jiwa dan harta
4. Menegakkan supremasi hukum (hudud) untuk melindungi larangan-larangan Allah, dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak hamba-hambanya dari upaya pelangaran dan pengrusakan kepadanya.
5. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh sehingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos guna merusak kehormatan, atau menumpahakan darah orang muslim, atau orang-orang yang berdamai dengan orang muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya didakwahi hingga ia masuk Islam atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin ( ahlu zimmah ), agar hak Allah terealisir yaitu kemenangan atas seluruh agama
7. Mengambil Fa’i (harta yang didapat kaum muslim tanpa pepenganrangan) dan sedekah (zakat) sesuai dengan yang diwajibkan syariat secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa takut dan paksa.
8. Menentukan gaji dan apasaja yang diperlukan dalam Baitul Mal (kas negara) tanpa berlebih-lebihan , kemuidian mengeluarkan tepat pada waktunya, tidak mempercepat dan menunda pengeluarannya.
9. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas tersebut dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur.
Terjun langsung menangani segala persoalan dan menginpeksi keadaan (sidak), agar ia sendiri yang memimpin ummat dan melindungi agama, tugas-tugas tersebut tidak dapat didelegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau ibadah.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2012/12/30/sistem-pemerintahan-dalam-islam-515126.html
Bentuk kedaulatan yang hakiki berada di tangan syara’. Yang berasal dari kata as-siyadah atau kedaulatan tersebut memiliki bukti, bahwa kedalatan tersebut adalah di tangan syara’ dan bukan di tangan umat. Tentang fakta tersebut bisa dibuktikan, bahwa kata as-siyadah yang bermakna kedaulatan itu sebenarnya aadalah istilah Barat. Sedangkan yang dimaksud dengan kata as-siyadah tersebut adalah yang menangani (mu’waris) dan menjalankan (musayyir) suatu kehendak atau aspirasi (iradah) tertentu.
Sehingga yang menangani dan mengandalikan aspirasi individu adalah syara’ bukan individu itu sendiri dengan sesukannya, melainkan aspirasi individu itu ditangani dan dikendalikan berdasarkan perintah-perintah dan larangan Allah. Dalil yang berkaitan dengan kedaulatan ini, Firman Allah pada suat an-nisaa’ayat: 65, yaitu:
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.“
Firman Allah yang lain berkaitan dengan ini dalam surat an-nisa’ ayat: 59 yaitu:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian ji. ka kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“
Oleh karena itu yang berkuasa di tengah-tengan umat dan individu serta yang manangani dan mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah apa yang di bawa Rasulullah, sehingga umat dan individu itu harus tundukkepada syara’, karena itu kedaulatan ditangan syara’.
B. Batasan-batasan Operasional yang ada di dalam Negara Islam
Sebuah Negara (daulah islamiyah) bebas beroperasi, mengurus permasalahan kenegaraan dan menentukan sistem pemerintahan tetapi tetap dalam rambu-rambu syariah.
Batasan kepatuhan seorang rakyat terhadap pemimpin
Setiap orang wajib menjalankan perintah pemimpin atau atasan baik perintah tersebut disenangi ataupun tidak selaam perintah tersebut tidak menyuruh atau mengarahkan kepada perbuatan maksiat.Adapun maksud dari perbuatan maksiat tersebut yaitu perbuatan dengan jelas-jelas melanggar syari’at dan seorang pemimpinpun tidak boleh bersikap otoriter dalam menjalankan perintah atau memutuskan perkara. Dan seharusnya Negara mengekang system yang taat terhadap pemimpin kerena seorang pemimpin yaitu orang yang memerintah dan masyarakat wajib untuk menuruti perintah yang di berikan oleh pemimpin, baik itu di senangi maupun tidak.Islam juga menjelaskan untuk tidak mematuhi secara berlebihan dalam artian yaitu patuh buta. Demikian Islam berusaha menciptakan kesadaran untuk berani dan bertanggung jawab, patuh terhadap pemimpin dengan adanya batasan-batasan . Menyangkut ketaatan (kepatuhan) rakyat kepada pemimpin juga memiliki batasan, sejauh penguasa tidak memerintah kepada kemaksiatan
C. Bentuk lembaga pemerintahan dan wilayah kerjanya masing-masing
Dalam kajian figh siyasah kekuasaan legislatif disebut juga dengan al-sulthah al-tasyri’iyah yaitu pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Menurut islam tidak seorangpun berhak menetapkan suatu hukum yang akan diberlakukan bagi umat Islam. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah dalam surat Al-An’am yaitu:
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik“.
Dalam wacana figh siyasah istilah al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukkan salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, disamping kekuasaan ekskutif (al-sulthah al-tanfidziyah) dan kekuasaan yudikatif (al-sulthah al-qadha’iyah). Dalam konteks ini, kekuasan legislatif berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah Swt. Dengan demikian unsur-unsur legislasi dalam Islam meliputi:
1. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam.
2. Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
3. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai Syari’at Islam.
Jadi dengan kata lain dalam al-sulthah al-tasyri’yah pemerintah melakukan tugas siyasah syar’iyah untuk membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan ajaran Islam. Sebenarnya pembagian kekuasaan dengan beberapa kekhususan dan perbedaan telah terdapat dalam pemerintah Islam sebelum pemikir-pemikir Barat merumuskan teori mereka tentang trias politica. Ketiga kekuasaan ini yaitu kekuasaan tasyri’iyah (legislatif), kekuasaan tanfidziyah (ekskutif) dan kekuasaan qada’iyah (yudikatif) yang telah berjalan semenjak Nabi Muhammad di Madinah. Sebagai kepala negara, Nabi membagi tugas-tugas tersebut kepada para sahabat yang mampu yang mengusai pada bidang-bidangnya.meskipun secara umum, semuanya bermuara kepada Nabi juga. Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan tugas-tugas tersebut pun berkembang dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan masa dan tempat.
Adapun kewenangan dan tugas dari pada kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang terpenting dalam pemerintahan Islam, karena ketentuan dan ketetapan yang dikeluarkan lembaga legislatif ini akan dilaksanakan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan dipertahankan oleh lembaga yudikatif dan peradilan. Orang-orang yang duduk di lembaga legislatif ini terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar dalam berbagai bidang. Karena menetapkan syariat sebenarnya hanyalah wewenang Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan memahami sumber-sumber syari’at Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan menjelas hukum-hukum yang terkandung didalamnya.undang-undang dan peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti ketentuan-ketentuan kedua syariat Islam tersbut.
Oleh karena itu terdapat dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal yang ketentuannya sudah terdapat didalam nash , undang-undang yang di keluarkan oleh al-sulthan adalah undang-undang ilahiyah yang di syari’atkan-Nya dalam al-qur’an. Kedua, melakukan penalaran kreatif (ijtihad) terdapat permasalahan-permasalahan yang secara tegas dijelaskan oleh nash. Disinilah perlinya al-sulthah al-tasyri’yah tersebut diisi oleh para mujtahid dan para ahli fatwa sebagaimana dijelaskan diatas.
Kewenangan lain dari lembaga legislatif adalah dalam bidang keuangan negara. Dalam masalah ini, lembaga legislatif berhak mengadakan mengawasan dan mempertanyakan perbendaharaan negara, sumber devisa dan anggaran pendapatan dan belanja yang dikeluarkan negara, kepala negara selaku pelaksana pemerintahan. Disamping itu Mahmud Hilmi, Pemerintah mempunyai kewenangan di bidang politik. Dalam hal ini, lembaga legislatif berhak melakuka control atas lembaga ekskutif, bertanya dan meminta penjelasan kepada eksekutif tentang suatu hal, mengemukakan pandangan untuk didiskusikan dan memeriksa birokrasi.
D. Tujuan-tujuan dalam membentuk Negara
Negara Islam harus mengambil fungsi membasmi syubuhat pemikiran, bid’ah dan segala wacana dan praktek kebatilan lain. Sebab seorang amirul mukminin memiliki kewenangan luas untuk melakukan nahi munkar di tengah masyarakat. Amirul mukminin paling bertanggung-jawab terhadap masalah ini karena ia didukung setidaknya oleh dua barisan; ulama dan prajurit. Tidak ada orang lain yang memiliki kekuatan sebesar itu.
Syubuhat pemikiran menjadi tugas ulama untuk mengoreksinya hingga tuntas agar masyarakat tidak terkotori pikirannya dengan paham-paham sesat. Hal ini disebabkan kemunkaran yang bersumber dari akal pikiran hanya bisa dibongkar oleh ulama. Demikian juga dengan bid’ah dan takhayul. Yang dibutuhkan dari penguasa (Negara Islam) adalah dukungan kekuaatannya, agar ulama bisa melaksanakan perannya tersebut dengan maksimal.
Adapun kebatilan dan kemunkaran yang nyata dan dikenali oleh masyarakat awam, negara Islam bertugas mengarahkan dan mendorong mereka untuk membasminya, dengan cara menegakkan supremasi hukum. Allah berfirman dalam surat an al-hajj ayat 41 yaitu:
Artinya: “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembah yang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.“
Dan diterangkan juga pada ayat al-Hadid ayat:65 yaitu:
Artinya:“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.“
Secara sederhana, fazlurrahman merumuskan tujuan negara islam adalah untuk mempertahankan keselamatan dan integritas negara, memelihara terlaksananya undang-undangdan ketertiban serta membangun negara itu sehingga setiap warganya menyadari kemampuan masing-masing dan menyumbangkan kemampuannya itu demi terwujudnya kesejahteraan seluruh warga negara.
Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negara mempunyai tugas-tugas penting untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran islam.Untuk melaksanakan tugas ini, maka negara memiliki kekuasaan legislative (al-sulthan al-tasyri’iyah).
Kedua, tugas melaksanakan undang-undang. Untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif (al-sulthan al-tanfidziyah).
Ketiga, tugasmempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif.
E. Proses Pembentukan Negara
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa negara itu terbentuk karena lanjutan dari keinginan manusia bergaul (solidaritas) antara seseorang dengan lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan kebutuhan hidupnya, baik itu dalam rangka mempertahankan diri maupun menolak musuh. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak pula kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada suatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya. Biasanya ketika masyarakat itu teratur karena cita-cita yang sama atau karena satu keyakinan dan kepercayaan, sehingga menimbulkan perasaan senasib seperuntungan dan seperjuangan, mereka akan membentuk suatu umat tersendiri.
Menurut Fazlur Rahman, karena keinginan semacam inilah, maka terbentuk sebuah negara Islam, karena menurut teori Islam, kata “Fazlur Rahman”, negara dapat dibentuk apabila sekelompok orang yang telah menyatakan bersedia melaksanakan kehendak Allah, seperti negara yang pernah dibentuk oleh Rasulullah bersama pengikutnya. Denganadanya kesediaan kelompok orang semacam itu berarti telah membentuk suatu umat muslim. Proses berdirinya negara semacam ini bias melalui sebuah perjuangan panjang seperti Pakistan, yang berusaha memisahkan diri dari negara India yang mayoritas Hindu. Jadi, proses berdirinya Islam adalah atas adanya kehendak dari kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah.
Proses pembentukan negara ditinjau dari masa Rasulullah, yaitu ketika Nabi membuat pembentukan komunitas Madinah dan negara madinah, ketika itu Nabi sampai ke Madinah dan diterima baik oleh penduduk Madinah, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai.Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik.Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah.Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara.Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama , pembangunan Masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai pussat pemerintahan. Dasar kedua ,Ukhuwah Islamiah, persaudaraan sesama musllim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshar. Ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan beersasarjan darah. Dasar ketiga, hubungan persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
F. Sifat-sifat yang harus dimiliki pada aparatur negara
1. Islam
2. Adil
3. Amanah
4. Sempurna akal dan fisik
5. Professional
6. Bermoral
7. Takwa
G. Hak-hak dasar-dasar warga negara
Hak sebagai warga Negara dibagi kepada dua, yaitu: hak politik dan hak umum.
1. Hak Politik
Hak politik dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø Hak untuk dipilih
Hak ini didasarkan pada musyawarah yang bedasarkan hukum syara’. Dan setiap orang memilki hak ini.
Ø Hak memiliki
Maksudnya setiap pegawai memiliki hak atas pekerjaan yang sudah dikerjakan nya (memperoleh gaji, tunjangan dan lain-lain).
2. Hak- Hak Umum
Hak ini dibagi menjadi dua
Ø Hak hidup
Hak hidup merupakan hak setiap orang dan tidak boleh seseorang menghalangihak hidup orang lain.
Ø Hak kemuliaan
Setiap manusia mempunyai kehormatan (kemulian) yang telah diberi Allah terhadap seluruh manusia. Dan orang yang fasikh, mengingkari peraturan dalam suatu Negara tidak ad kehormatran baginya.
Ø Hak hurriyah ( hak kebebasan / kmerdekaan)
Hak ini memiliki batasannya yang diatur dalam islam, tidak bebas dengan sebebas bebasnya, apabila hak itu dilanggar maka hak tersebut telah gugurnya padanya, sedangkan hak beragama sesuai dengan kepercayaannya
Ø Hak persamaan
Manusia mimiliki derajat yang sama, tidak ada lebih antar satu dengan lainya (QS. An nahl ayat 90).
Ø Hak bekerja
Seseorang pegawai harus bekerja dengan memakmurkan bumi.( QS. Hud ayat 61)
Ø Hak memiliki
Hak atas apa yang dia usahakan (kerjakan), hasil dari usahanya teyapi diatur oleh syariah hak atasnya tersebut, seperti wajib atas usahanya itu.
H. Kewajiban negara atas rakyatnya
Dalam hal membahas tugas seorang pemimpin Islam, tidak ada suatu kesepakatan para ulama yang merinci apa saja yang menjadi tugas seorang pemimpin, sebagai contoh maka akan di kemukakan, tugas-tugas pemimpin (khalifah) menurut Al- Mawardi adalah:
1. Memelihara kebutuhan agama sesuai dengan prinsip- prinsipnya yang establish, dan ijmak generasi salaf, jika muncul perbuatan bid’ah atau orang sesat yang membuat syubhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar tetap terlindungi dari usaha penyesatan
2. Menerapkan kepada dua pihak yang berperkara, dan menghentikan perseturuan diantara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata
3. Melidungi wilayah Negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa sbekerja , dan berpergian ke tempat manapun dengan aman dari ganguan jiwa dan harta
4. Menegakkan supremasi hukum (hudud) untuk melindungi larangan-larangan Allah, dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak hamba-hambanya dari upaya pelangaran dan pengrusakan kepadanya.
5. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh sehingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos guna merusak kehormatan, atau menumpahakan darah orang muslim, atau orang-orang yang berdamai dengan orang muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya didakwahi hingga ia masuk Islam atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin ( ahlu zimmah ), agar hak Allah terealisir yaitu kemenangan atas seluruh agama
7. Mengambil Fa’i (harta yang didapat kaum muslim tanpa pepenganrangan) dan sedekah (zakat) sesuai dengan yang diwajibkan syariat secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa takut dan paksa.
8. Menentukan gaji dan apasaja yang diperlukan dalam Baitul Mal (kas negara) tanpa berlebih-lebihan , kemuidian mengeluarkan tepat pada waktunya, tidak mempercepat dan menunda pengeluarannya.
9. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas tersebut dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur.
Terjun langsung menangani segala persoalan dan menginpeksi keadaan (sidak), agar ia sendiri yang memimpin ummat dan melindungi agama, tugas-tugas tersebut tidak dapat didelegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau ibadah.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2012/12/30/sistem-pemerintahan-dalam-islam-515126.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com