BERIKUT KISAH SEORANG KARYAWAN YANG MEMUTUSKAN KELUAR DARI TEMPAT KERJANYA KARENA TIDAK TAHAN LAGI DENGAN BERBAGAI PENYIMPANGAN SYARIAH YANG DILAKUKAN BANK SYARIAH TEMPAT KERJANYA.
oleh Amir Siahaan
Tekadku sudah bulat: keluar dari bank
syariah tempatku bekerja, dan kini aku di ruangan atasanku untuk
menyerahkan surat pengunduranku. Aku tidak peduli lagi ketika atasanku
mencoba mempengaruhiku agar aku kembali berpikir ulang. Alhamdulillah.
Permohonan pengunduranku, yang kuajukan tiga bulan sebelumnya, akhirnya
disetujui. Per November 2008 aku secara resmi resign dari tempat
kerjaku.
Bekerja di bank merupakan keinginan
banyak anak muda. Termasuk aku. Sebut saja Aku Amir. Aku memilih bekerja
di bank syariah, antara lain karena
berharap mendapatkan harta barokah, halal, dan juga bisa berdakwah,
mengedukasi umat mengenai pentingnya mencari harta yang halal dan betapa
bahaya dan besarnya dosa riba. Layaknya para pemuda yang mengaku ‘aktivis dakwah’. Tapi aku memilih pindah karena yang kuimpikan tidak sesuai dengan kenyataan.
“Kamu jangan gegabah, Mir. Kenapa kamu malah resign. Saya nilai, kinerja kamu bagus. Kita di sini kan untuk berdakwah,”(a) kata atasanku ketika aku menghadapnya untuk menyerahkan surat permohonanku.
“Kamu jangan gegabah, Mir. Kenapa kamu malah resign. Saya nilai, kinerja kamu bagus. Kita di sini kan untuk berdakwah,”(a) kata atasanku ketika aku menghadapnya untuk menyerahkan surat permohonanku.
Berdakwah? Apa yang kualami sungguh
berbeda dengan yang dia katakan. Aku mencoba melakukan hal-hal kecil di
kantorku yang kuyakini kebenarannya. Meja
makan di kantor kupisahkan. Yang untuk pegawai pria sendiri. Terpisah
dengan meja makan pegawai perempuan. Tapi meja-meja makan itu
dikembalikan ke posisi semula. Di
kantorku ada lebih dari satu toilet. Aku mengusulkan agar satu toilet
khusus untuk karyawati dan toilet lainnya untuk karyawan. Tapi aku malah
dicemooh.(b)
Aku pun mencoba menyampaikan hal-hal yang
lebih prinsip. Bukan sekadar hal-hal remeh itu. Misalnya, aku pernah
mengingatkan atasanku, dalam sebuah briefing pagi, bahwa hadits yang ia
sampaikan itu lemah, sebagaimana pernah kubaca. Namun yang kusampaikan menjadi bahan tertawaan.(c)
Aku pun pernah mengingatkan mengenai
perilaku yang menurutku keliruannya sudah keterlaluan. Suatu hari aku
mengikuti kegiatan outbond yang diselenggarakan oleh kantor pusat dan
diikuti oleh karyawan berbagai kantor cabang. Salah
satu kegiatan dalam pelatihan itu, trainer mengharuskan kami
bergendongan dan berpelukan. Bukan sejenis, tetapi dengan lawan jenis.(d) Aku menyampaikan protes. Tapi tanggapan yang kuterima membuat hatiku sakit.
“Tadi pagi saya dikritik oleh Amir. Katanya haram bersentuhan laki dan wanita.” (e)
“Walaupun prianya di sebelah tembok dan wanitanya di sisi yang lain, kalau hati kotor, ya tetap aja kotor,” (f)
kata Pak direktur sumber daya manusia (SDM) bank tempat kerjaku,
sembari tersenyum. Aku merasa senyumnya itu mentertawaiku. Seakan aku
anak ingusan yang tidak tahu sedikit pun mengenai agama Islam.(g)
Aku mencoba bersabar. Aku berkata dalam
hati, apakah mereka tidak pernah belajar agama Islam? Allahu’alam.
Menurutku, itu belum seberapa dibandingkan apa yang kualami kemudian
dalam sebuah pelatihan lainnya. Seorang trainer, yang menurutku paham
mengenai syariat Islam, dalam sebuah pelatihan yang kuikuti,
menyampaikan sebuah permakluman yang menurutku sudah keterlaluan.
Ia menerangkan, sesungguhnya kita belum
bisa lepas dari sistem riba. Aku heran, mengapa mereka yang di bertugas
di kantor pusat bisa berkata seperti itu. Hal serupa terjadi dalam
kegiatan pembelajaran mengenai zakat yang kuikuti. Kegiatan ini
dinamakan basic training yang harus diikuti oleh setiap karyawan di
tempat kerjaku. Kegiatan berlangsung seminggu. Materi disampaikan oleh
seorang ustadz muda. Di belakang namanya ada “Lc”-nya.
Ia menerangkan mengenai zakat profesi
serta berbagai qiyas takaran nishabnya. Ia juga menjelaskan bahwa
menurutnya zakat profesi tidak pernah dilakukan di zaman para sahabat.
Aku tidak menyia-nyiakan waktu saat ia memberi kesempatan kepada para
peserta untuk bertanya. Aku bertanya mengenai dasarnya menentukan nishab
zakat profesi. Ia menjelaskan panjang lebar. Dan akhirnya sampai pada
pertanyaanku mengenai hukum zakat profesi. Aku tidak terlalu puas dengan
jawabannya. Aku kembali bertanya. “Ustadz, kalau memang zakat profesi
itu perkara baru yang tidak pernah dilakukan para sahabat, lantas kenapa
kita harus melakukannya?” Jawaban dia membuatku mengelus dada.
“Inilah dia. Ini adalah ciri-ciri salafi, sedikit-sedikit tanya dalil, sedikit-sedikit bid’ah.” (h)
“Inilah dia. Ini adalah ciri-ciri salafi, sedikit-sedikit tanya dalil, sedikit-sedikit bid’ah.” (h)
Aku berkata dalam hati, “Apa salahnya
bertanya dalil? Mengapa pula harus dihubung-hubungkan dengan salafi?“
Pengalaman serupa terjadi pada kegiatan pelatihan lainnya.
Materi disampaikan seorang ulama aktivis
Majelis Ulama Indonesia. Wajahnya sering menghiasi layar kaca. Seorang
peserta bertanya kepadanya. “Pak, mengapa di bank syariah lebih banyak
karyawan yang tampaknya awam alias hanya sedikit paham agama?” “Ya, ini
memang sebuah pe-er (PR) bagi kita. Ketika kita ingin memperkerjakan
orang yang paham agama, akan tetapi meraka tidak paham tentang
perbankan, ketika kita mempekerjakan orang paham perbankkan untuk
menangani urusan oprasional tetapi ia tidak paham syariat. Untuk itu,
demi kelancaran, kita memilih yang labih paham masalah perbankkan.”
Begitu kira-kira jawaban yang ia sampaikan.
Aku rasa tidak perlu menceritakan secara detil berbagai penyimpangan operasional perbankan syariah, karena perkara ini telah cukup dibongkar habis dan diterangkan para ustadz di berbagai kajian mereka. Aku sendiri pun merasa berbagai hal di bank syariah tempatku bekerja tidak lagi sesuai dengan kebenaran yang kuyakini.
Bukan saja kegiatannya cenderung meninggalkan syariat. Namun juga tidak
islami. Menurutku, yang kulihat dan kualami belum seberapa. Masih banyak lagi penyimpangan yang menurutku sudah jauh dari operasional per-bank-kan syariah yang seharusnya.
Bahkan syirik, khurafat, dan lainya. Yang
melakukan memang oknum. Tapi menurutku, oknum-oknum itu justru yang
diberi kepercayaan untuk mengemban salah satu amanah syariah agama yang
suci. Innalillahi wainnaa ilaihi roji’uun.
Itulah alasan utamaku untuk memutuskan
keluar dari tempat kerjaku. Oh, iya. Ada kisah kecil lainnya. Ini
mengenai bekas atasanku. Ia, yang dipromosikan menjadi kepala cabang di
kota lain, suatu hari berkunjung ke bekas kantornya, ya bekas kantorku
juga, ya. Kepada rekanku yang masih bekerja di sana, ia mengorek
informasi mengenai alasanku resign. Temanku itu menyampaikan kepadaku
soal tanggapannya.
Katanya, “Amir itu pikirannya terlalu picik. Mana bisa zaman sahabat mau dibawa kepada zaman sekarang.” (i)
Katanya, “Amir itu pikirannya terlalu picik. Mana bisa zaman sahabat mau dibawa kepada zaman sekarang.” (i)
Keputusanku membuat dunia kecil di
sekitarku bergoyang. Orangtuaku tidak setuju. Tapi akhirnya ia dapat
memahami keputusanku. Alhamdulillah. Aku juga diberi istri yang qona’ah.
Dia bukan hanya dapat menerima keadaanku. Bahkan ia mendukung
keputusanku. Kami sama-sama bertekad menjauhi harta riba.
Sementara aku mencari pekerjaan lain,
kami mencoba melakukan bisnis kecil-kecilan. Berjualan pisang bakar lalu
yang kuantar ke warung-warung. Juga mengumpulkan korankoran bekas untuk
dijual. Bahkan aku menjadi tukang ketik, sales handphone sekenan, dan
usaha serabutan lain. Aku mencoba mengerjakan apa saja sambil juga
melamar kerja.
Tidak mudah. Hari pertama kami berjualan
pisang bakar, malamnya aku demam. Warung kami hanya bertahan tiga bulan.
Aku tutup karena kehabisan modal. Aku fokus melamar kerja. Tes demi
test dan wawancara demi wawacara kulalui. Akhirnya aku diterima bekerja
sebagai karyawan tetap perusahaan industri pendukung perusahaan minyak
dan gas di luar daerah. Aku meninggalkan istri yang sedang mengandung
anak kedua kami selama sebulan untuk mempersiapkan segala keperluan
kepindahan kami ke daerah baru. Alhamdulillah, aku masih berkesempatan
pulang setiap minggu menemui anak dan istriku.
Sekarang, aku dan istriku yang sedang
menunggu kelahiran anak ketiga kami. Orang-orang mengatakan, ini daerah
industri. Di tempat baru kami bisa belajar agama lebih baik karena
banyak kajian dan para ustad. Istriku pun bekerja menjadi guru di salah
satu sekolah Islam. Dia banyak belajar ilmu agama di sana.
Aku ingin mengatakan, tidak semua cerita
keluarnya karyawan dari pekerjaan lamanya karena perkara haram lantas
mendapatkan pekerjaan baru lebih baik dalam hal penghasilannya.
Penghasilanku sekarang tidak seberapa. Jauh lebih kecil ketimbang ketika
bekerja di bank syariah.
Andaikan seseorang keluar dari perbankkan syariah lalu menjadi jadi lebih kaya, pastilah akan banyak karyawan yang pindah kerja. (j)
Andaikan seseorang keluar dari perbankkan syariah lalu menjadi jadi lebih kaya, pastilah akan banyak karyawan yang pindah kerja. (j)
Bagiku, ketenangan dan keberkahan-lah yang utama. Jangan takut miskin. Tetaplah bekerja.
Biarlah kami miskin harta, tapi kami percaya Allah Subhana wa ta’ala
tidak akan pernah menyalahi janjinya. Barang siapa yang meninggalkan
sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Dan janji Allah bisa saja terjadi di dunia atau di akhirat, kelak.
Batam, 1 Februari 2012.
sumber: Majalah Pengusaha Muslim, edisi 25, Maret 2012Artikel: http://maramissetiawan.wordpress.com
Footnote:
(a) Mirip
dengan yang Allah firmankan dalam Al-Quran, yang artinya: “Katakanlah:
“Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103 – 104)
(b) Mirip
seperti yang Allah firmankan, yang artinya: “Dan bila dikatakan kepada
mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka
menjawab: “Sesungguhnya kami orangorang yang mengadakan perbaikan.”
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 10 – 11)
(c) Mirip
seperti yang Allah firmankan, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang
yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman.
Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka
saling mengedip-ngedipkan matanya.” (QS. Al-Muthaffifin: 29 – 30)
(d)
Barangkali mereka perlu membaca hadis ini: “Berhati-hatilah kalian
terhadap wanita, karena awal bencana yang menimpa Bani Israil adalah
pada wanitanya.” (HR. Muslim no. 2742)
(e) Sahabat
Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, mengatakan: “Kepala seseorang
ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada dia menyentuh tangan
wanita yang tidak halal baginya.” (HR. At-Tabrani dalam Al-Mu’jam
Al-Kabir, 20/212/487)
(f) Mungkin
pak direktur sudah merasa sangat bertaqwa. Padahal Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sepeninggalku, belum pernah ada fitnah yang
lebih berbahaya bagi lelaki, melebihi fitnah wanita.” (HR. Bukhari no.
5096)
(g) Allah
menceritakan, bahwa Fir’aun pernah berkata kepada Musa, yang artinya:
“Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini (Musa) dan yang hampir
tidak jelas cara berbicaranya (karena Musa celat).” (QS. Az-Zukhruf:
52)
(h) Mungkin
Pak Ustad lupa dengan firman Allah, yang artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah
dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (QS.
Al-Baqarah: 159)
(j)
Yakinlah, bahwa rezeki Anda telah ditetapkan dalam takdir, dan tidak
akan berubah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan: “Tidaklah
seorang hamba mati, hingga ia benar-benar telah menghabiskan seluruh
rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah,
dan tempuhlah jalan
yang baik dalam mencari rezeki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, derajatnya shahih)
yang baik dalam mencari rezeki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, derajatnya shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com