Memperhatikan suasana kini, kita lihat bahwa sebagian umat Islam
terzalimi, dan banyak di antara tetangga-tetangganya yang kurang
memperhatikan. Demikian pula sebagian lain terpecah-pecah, kurang
terdorong untuk bersatu ataupun memantapkan sikap dalam menghadapi
hal-hal di lingkungan mereka. Ada pula sebagian lagi yang sering
mengkritisi, mencaci, ataupun melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji.
Dalam keadaan seperti ini, ada baiknya diingat kembali pesan Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Sesungguhnya Allah menyukai tiga sikap yang kita lakukan dan membenci
tiga sikap yang ada pada kita. Tiga sikap yang disukai Allah adalah:
Pertama, selalu bertauhid, beribadah hanya kepada-Nya, dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Kedua, bersatu dalam ajaran-ajaran
Allah, dan tidak terpecah belah dalam menghadapi situasi yang sulit.
Ketiga, selalu saling menasehati terhadap orang-orang di sekeliling
kita, dan terutama kepada mereka yang menjadi ulil amri. Tiga sikap yang
dibenci Allah adalah: Pertama, selalu menerbitkan isu-isu ataupun
hal-hal yang tidak jelas sumbernya. Kedua, mengemukakan banyak
pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Ketiga, menghambur-hamburkan rezeki. (Hadis dari Abu Hurairah yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Pesan ini tampaknya sangat tepat dengan situasi yang kita hadapi saat
ini. Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam janin yang ada di dalam
rahim, maka sebelumnya para roh itu telah diambil ikrarnya untuk
bertauhid kepada Allah. Firman Allah menyatakan:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
“,(Q.S. A’raaf: 172)
Hal ini dalam ajaran Islam disebut “niifaaqun rabbaniyyun”
(perjanjian dengan Allah). Artinya, kita sudah melakukan perjanjian
justru sebelum kita dilahirkan. Namun, Allah ingin pula mengajarkan pada
kita, bahwa sebelum Allah mengambil kesaksian kepada para makhluk,
Allah lebih dulu telah bersaksi pada diri-Nya sendiri, sebagaimana
disebutkan di dalam Surah Ali Imraan ayat 18 yang berbunyi:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Ali Imraan: 18)
Kesaksian Allah ini juga diungkapkan kepada semua makhluk, dan
makhluk pun bersedia untuk bersaksi. Namun, ketika makhluk lahir ke
dunia, maka kesaksian yang telah diungkapkan itu sering kali banyak yang
sudah tidak ingat, ataupun semuanya sudah tidak kita ingat. Karena
memang perjanjian ini dilakukan di alam yang berbeda (bukan alam dunia).
Itulah sebabnya, ketika seorang anak lahir, dalam ajaran Islam
dianjurkan untuk dibisikkan azan (bagi bayi laki-laki) ataupun iqamah
(bagi bayi perempuan). Hal ini ada dua manfaatnya:
Pertama, untuk mengingatkan kembali, bahwa roh yang ada pada si bayi
itu sudah pernah mengungkapkan kesaksian terhadap ketauhidan Allah,
walaupun hal itu belum berfungsi secara optimal. Tetapi, bisikan itu
merupakan suara pertama yang masuk ke dalam relung hati si bayi, dan ini
akan membuat bekas yang takkan hilang selamanya. Lebih-lebih apabila
sejalan dengan perkembangan jiwa si anak, kemudian orang tua selalu
membina dan mendidik dengan mengajarkan tauhid. Maka guratan informasi
pengajaran itu semakin meresap mendarah daging dalam diri si anak.
Kedua, untuk menanamkan ulang akidah tauhid yang pernah diikrarkannya.
Tetapi ini pun sering kali akan terlalaikan ketika si anak dengan
perkembangannya mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, baik itu dari
temannya, pendidikannya, lingkungannya, sehingga banyak sekali hal-hal
tersebut membuatnya lalai atau lupa pada janji ataupun bisikan pertama
yang didengarnya.
Karena itulah, sejak kecil harus ditanamkan nilai-nilai tauhid dan
keislaman kepada anak-anak kita. Sering terjadi pula, bahwa ada
pendidikan yang berupaya untuk melalaikan anak dari keyakinanya terhadap
Allah. Hal ini mungkin sering terjadi dengan berbagai macam versi dan
cara. Kondisi seperti ini akan lebih intens seiring dengan perkembangan
anak. Semakin dewasa, maka caranya pun semakin canggih untuk melalaikan
tersebut.
Karena itulah, dalam sekian ratus ayat Alquran, yang paling
ditekankan adalah ajaran-ajaran dan nilai tauhid. Demikian pula di dalam
hadis. Sehingga, pesan Rasulullah yang pertama untuk memberikan
peringatan tentang perbuatan, tentang sikap yang disukai Allah yang
pertama adalah supaya kita hanya beribadah kepada Allah, supaya
bertauhid hanya kepadanya, bukan kepada yang lain. Hal ini juga
diingatkan dalam berbagai ayat yang mengisahkan, bahwa ibadah hanya
kepada Allah. Di dalam Alquran disebutkan:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56)
Sehingga hidup manusia itu pada dasarnya hanya untuk beribadah kepada
Allah. Ibadah yang dimaksud bukan hanya salat, puasa, tetapi di dalam
semua sikap, perbuatan, dan aktivitas kita meski bernuansa ibadah.
Sehingga tujuan tersebut kemudian dikuatkan
Dalam salah satu ayat-Nya, Allah mengisyaratkan:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nisaa: 48)
Di sini menunjukkan, bahwa syirik merupakan sesuatu yang luar biasa besar dosanya.
Allah juga mengisyaratkan:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S.
Ali Imraan: 103)
Ayat ini sangat relevan dengan kondisi umat Islam kini. Lebih-lebih
kini mau menjelang Pemilu. Umat Islam ini mayoritas, sehingga semua
partai ingin mendapatkan suara dari umat Islam. Karena itulah, banyak
upaya-upaya untuk merekrut dan mendapatkan suara itu, walaupun
mengakibatkan terpecah belahnya umat Islam.
Ayat ini mempunyai alasan mengapa diturunkan (asbabun nuzul). Pada
saat itu, umat Islam sudah berada pada periode Madinah. Mereka tinggal
di Madinah dengan segala kekuatan, ketekunan, sehingga menjadi umat yang
mulai muncul dan diperhitungkan. Namun, di tengah-tengah mereka
terdapat kelompok munafik yang ketika itu dipimpin oleh Abdullah bin
Ubay bin Salul.
Penduduk asli Madinah adalah suku Aus dan Khazraj. Pada awalnya,
kedua suku ini selalu bertengkar memperebutkan siapa yang paling berhak
menjadi pemimpin di Madinah. Mereka ternyata tidak dapat menyelesaikan
masalah tersebut, sehingga pada akhirnya mereka meminta Rasulullah untuk
menjadi mediator (penengah). Ini awal mulanya mengapa Rasulullah
dianjurkan untuk hijrah ke Madinah, apalagi memang ada undangan dari
penduduk Madinah untuk mendamaikan mereka.
Setelah mereka masuk Islam, ternyata mereka kemudian berada dalam
kesatuan. Namun di tengah-tengah persatuan yang telah terjalin itu
selalu saja ditiupkan oleh orang-orang munafik agar kedua kelompok ini
selalu bertengkar. Sehingga suatu saat orang munafik memberikan
informasi, bahwa ada salah seorang dari suku Khazraj yang dianiaya oleh
seseorang dari suku Aus (Khazraj adalah suku yang lebih kecil, sedangkan
Aus merupakan suku yang lebih besar).
Budaya Arab ketika itu mempunyai kebiasaan in group feeling
(kekerabatan antar keluarga, biasa juga disebut sebagai ashabiyah) yang
sangat kuat. Sedangkan out group feeling adalah perasaan terhadap siapa
saja yang berada di luar kelompoknya.
Kebiasaan mereka, kalau sudah menjadi satu suku (keturunan), maka
apabila ada satu di antara mereka yang dianiaya orang lain, maka satu
suku akan maju menuntut balas. Sehingga Rasulullah ketika di Mekkah
walaupun dimusuhi oleh banyak orang, tetapi semuanya tidak ada yang
berani untuk menganiaya beliau, karena kalau beliau dianiaya, maka
seluruh Bani Hasyim akan bangkit membela Rasulullah. Di dalam Bani
Hasyim ini ada juga yang tidak senang terhadap Rasulullah seperti Abdul
Uzza atau yang dikenal dengan sebutan Abu Lahab yang tak lain merupakan
paman Rasulullah (adik dari ayah Rasulullah). Lahab artinya adalah api
yang menyala-nyala, maksudnya adalah orang yang suka membakar,
memanas-manasi orang agar benci kepada Rasul. In group feeling inilah
yang membuat Rasulullah tetap selamat ketika masih di Mekkah.
Ketika terjadi percekcokan antara Aus dan Khazraj, sehingga kedua
suku itu sudah saling berhadap-hadapan untuk membela kehormatan sukunya
masing-masing, maka kaum muhajjirin yang berada di luar keduanya
kemudian melaporkan hal ini kepada Rasulullah. Ketika itulah turun ayat
tersebut di atas.
Tampaknya hal ini juga akan terjadi kepada kita kini. Ketika Pemilu,
sesama saudara saling bermusuhan. Karena itulah, pesan Rasulullah ini
sangat relevan untuk mengingatkan kita sejak dini, bahwa apapun pilihan
kita, jangan sampai terpecah-belah, jangan sampai bermusuh-musuhan.
Bagaimanakah kalau terjadi perselisihan?
Dalam kehidupannya, manusia secara naluri pasti merasa dirinyalah
yang paling benar. Kalau ada salah satu yang merasa bersalah, pasti
takkan terjadi pertengkaran. Bertengkar itu sebenarnya wajar saja,
karena kita memiliki penilaian yang berbeda, mempunyai pertimbangan yang
tidak sama, punya alasan sendiri-sendiri. Maka sesuai dengan firman
Allah:
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. An-Nisaa: 59)
Kalau bertengkar, kembalikan kepada Allah (ajaran Alquran),
kembalikan kepada Rasulullah (tauladan dari sunnah Rasulullah).
Sehingga, kita tetap dapat menjaga kesatuan sebagai umat Islam.
Hendaknya saling mengingatkan pada siapa saja, terutama pada
orang-orang yang kita percayakan menjadi pemimpin. Pemimpin itu manusia,
kita sebagai rakyat juga manusia. Kalau kita sebagai rakyat pernah
berbuat salah, maka pemimpin pun sebagai manusia tentunya pernah berbuat
salah. Tetapi karena pemimpin sudah kita percayakan amanah, dan orang
yang dipercayakan amanah itu pasti mempunyai kelebihan-kelebihan, maka
ketika kita mengingatkannya pun ada etikanya.
Maksudnya, kita tidak bisa mengingatkan Pak Lurah seperti
mengingatkan teman kita. Karena Pak Lurah paling tidak merupakan orang
terhormat di kampung kita. Begitu juga kalau kita mengingatkan pemimpin
yang berada pada tingkatan yang lebih tinggi lagi, tentunya ada etika
dan tata caranya. Sehingga dengan cara yang beretika tersebut, apa yang
kita lakukan itu akan memberikan wawasan yang konstruktif.
Protes yang kita berikan semestinya diiringi dengan memberikan solusi
yang terbaik terhadap permasalahan yang kita protes itu. Sehingga apa
yang kita lakukan itu akan berdampak positif. Dalam hal ini, memang kita
semestinya saling mengingatkan. Pada Surah Al-’Ashr disebutkan:
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-’Ashr: 3)
Jadi, kita saling mengingatkan dalam hal yang benar dan saling
mengingatkan dalam hal-hal yang berorientasi kesabaran. Kesabaran di
dalam Alquran artinya beragam. Sabar itu bukan hanya berarti jika ada
musibah kita bersabar. Dan sabar bukan juga berarti jika kita disakiti
orang, kemudian kita bersabar, ataupun sabar itu bukanlah hanya diam
saja.
Allah mengisyaratkan:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (Q.S. Al-Baqarah: 45)
Apakah maksud dari sabar ini? Sabar yang dimaksud ini bukanlah dengan
cara malamnya kita tahajjud, berdoa, kemudian paginya kita hanya
menunggu dan diam saja. Ayat ini mengingatkan, bahwa sabar adalah usaha.
Maka mintalah pertolongan kepada Allah dengan disertai usaha dan kerja
keras sesuai dengan kemampuan kita.
Salah satu sikap yang disukai Allah yaitu selalu bertauhid kepadanya.
Kapankah berlakunya tauhid ini? Mengenai hal ini, Allah mnegingatkan
kita:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imraan: 102)
Mengapa demikian? Karena iblis dan setan akan selalu mengganggu kita
kapanpun kita berada, bahkan hingga kita sakaratul maut. Dalam Surah
Al-A’raf diungkapkan:
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (ta`at). (Q.S. Al-A’raaf: 17)
Maksudnya, setan akan mengganggu kita dari depan, belakang, kanan,
dan kiri. Hal ini akan terjadi terus, sehingga kita menjelang sakaratul
maut.
Tiga sikap yang dibenci oleh Allah:
Pertama, menyebarkan isu. Biasanya isu ini didapat dari sumber-sumber yang tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Rasulullah menyatakan, bahwa Allah sangat tidak menyukai orang yang
sering menginformasikan sesuatu yang tidak jelas. Bahkan, orang yang
sering memberi informasi yang tidak jelas ini bisa-bisa dikelompokkan
sebagai orang yang fasik. Sehingga dalam Surah Al-Hujurat diingatkan:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. Al-Hujuraat:
6)
Orang fasik adalah orang mukmin yang selalu melakukan keburukan dan
kemaksiatan, tidak melaksanakan ajaran-ajaran Allah ataupun
melalaikannya. Dalam Surah Al-Hasyr Allah mengingatkan:
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Hasyr: 19)
Lupa kepada Allah itu adalah tidak melaksanakan ajaran-ajaran-Nya,
melanggar larangan-larangan-Nya, melakukan kemaksiatan, maka di akhir
hayatnya Allah mengatakan, bahwa inilah orang-orang fasik itu. Hal ini
dimulai dari kegemaran membicarakan sesuatu yang tidak jelas (isu).
Karena itulah, hal ini merupakan sesuatu yang harus dihindari.
Kedua, memperbanyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak pada tempatnya.
Mengapa demikian? Karena kalau pertanyaan itu sesuai dengan keadaan,
maka itu dianjurkan. Bahkan Rasululah menyatakan, bahwa pertanyaan itu
adalah kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sedangkan
pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud sebagai sikap yang dibenci oleh
Allah adalah menanyakan sesuatu yang tidak-tidak.
Mengenai hal ini, Alquran mengungkapkan, bahwa suatu ketika Nabi Musa
mendapat wahyu dari Allah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di
kalangan Bani Israil. Persoalan tersebut yaitu mengenai adanya
pembunuhan yang tidak diketahui pelakunya. Berdasarkan wahyu yang
diterima oleh Nabi Musa, maka persoalan itu diselesaikan dengan cara
memotong seekor sapi, kemudian dagingnya dipakai untuk memberikan
jawaban, yaitu dengan cara memukulkan pada si mayat. Jika hal ini
diikuti, maka akan selesailah persoalan itu. Tapi kemudian Nabi Musa
ditanya oleh umatnya mengenai sapi yang akan dipotong itu: warnanya apa,
umurnya berapa, keadaannya bagaimana, sehingga pertanyaan-pertanyaan
itu hanya semakin mempersulit.
Dalam ayat lain dikatakan juga:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu
dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan,
niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan (kamu) tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S.
Al-Maa’idah: 101)
Ketiga, menghambur-hamburkan rezeki (harta).
Harta boleh kita gunakan, tetapi harta tersebut harus digunakan
dengan baik. Harta di dalam Alquran disebut “maal”, “fazlun”, “rizqun”,
dan “khayrun”. Jadi, harta juga disebut sebagai “khayrun” (kebaikan).
Kebaikan yang dimaksud seperti yang termaktub di dalam Alquran:
(19) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
(20) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, (21) dan apabila
ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (Q.S. Al-Ma’aarij: 19-21)
Kikir yang dimaksud di sini adalah ketika mendapatkan kebaikan berupa
harta. Seharusnya, jika mendapatkan rezeki, maka sebagian rezeki
tersebut diinfakkan kepada yang memerlukan. Tetapi dalam hal ini, ia
malahan menjadi kikir. Karena itulah, harta merupakan suatu yang baik,
maka harus pula dipergunakan secara baik. []
Disarikan dari Ceramah Ahad yang disampaikan oleh Prof. Dr. H.
Hamdani Anwar, M.A. pada tanggal 25 Januari 2009 di Masjid Agung Sunda
Kelapa-Jakarta. Transkriptor: Hanafi Mohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com